Anda di halaman 1dari 3

Quraish shihab dengan pendekatan konstekstual memahami ayat dengan nilai- nilai teologis

dan tidak mengesampingkan niai-nilai sosiologis. Bahwa sebuah struktur masyarakat akan
tercapai jika kepemimpinan berada di tangan orang yang memiliki kompetensi
(kelebihan),tanpa ada perbedaan jenis kelamin. dari sinih berarti, kepemimpinan tidaklah
didasarkan pada perbedaan jenis laki-laki dan prempuan.dikuatkan dengan kisah yang
diabadikan dalam al-Quran,Ratu balqis menunjukan bahwa prempuan juga memiliki potensi
kekuatan untuk menjadi pemimpin dengan syarat-syarat tertentu yang dimiliki. Diantara syarat
tersebut adalah kuat, demokratis, melindungi rakyatnya, piawai dalam diplomasi
mengacu dalam al-Quran namun terdapat perbedaan yang mendasar dalam memahaminya
terkait QS an-Nisa ayat 34 Quraish shihab memahami bahwa kepemimpinan laki-laki itu berlaku
dalam sebuah rumah tangga bukan kepemimpinan publik, dengan melakukan pendekatan
kontekstual serta tidak meninggalkan sisi sosiologis. Sedangkan ibnu katsir memahami
kepemimpinan laki-laki atas perempuan adalah secara umum tidak terbatas dalam sebuah
rumah tangga

- Dalam politik demokrasi, praktek persaingan semacam ini memang merupakan keniscayaan.
Sistem politik ini memang tak mengenal halal haram. Politik bahkan hanya didefinisikan sebagai
cara meraih kursi kekuasaan. Dan kursi kekuasaan adalah puncak kebanggaan sekaligus sarana
meraih materi keduniawian.
- Berbeda halnya dengan sistem politik Islam. Dalam Islam, politik memiliki makna yang
demikian mulia. Politik dimaknai sebagai pengurusan urusan umat baik di dalam maupun luar
negeri, hanya dengan hukum-hukum Islam. Dengan makna sedalam inilah, maka aktivitas politik
dalam Islam didedikasikan untuk kepentingan umat dan kemuliaan risalah Islam. Sehingga
politik Islam nampak berdimensi duniawiyah sekaligus ukhrawiyah.

No 12.
Syuf’ah dapat diberlakukan dalam kepemilikan berupa jalan setapak atau jalan yang lebar
sekiranya jalan itu dapat dibagi-bagi, sementara rumah yang dijual mempunyai jalan yang lain.
Karena jalan tersebut merupakan tanah milik bersama yang dapat dibagi-bagi, dan tidak ada
dampak kerugian yang menimpa seseorang dalam hal pengambilalihan hak atas jalan itu
melalui syuf’ah , sehingga status jalan tersebut serupa dengan hak milik selain jalan.
Misalkan : Contoh barang yang dapat dimiliki dengan sistem tukar-menukar ialah barang jualan,
meskipun masih dalam masa khiyar yang menjadi milik pihak pembeli. Barang Jualan
merupakan barang yang dimiliki dengan sistem tukar-menukar murni, sedangkan maskawin
merupakan barang yang dapat dimiliki dengan sistem tukar-menukar tidak murni, uang
pengganti khulu’ , uang pengganti dalam mediasi yang berhubungan dengan jiwa dalam tindak
pidana yang dilakukan dengan sengaja, uang sewa manfaat, dan harga pokok pemesanan
barang.

Sedangkan wakalah,menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kep[ada orang lain
agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya
Contoh wakalah, seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali
nikah dalam pernikahan anak perempuannya

o 13.
Menurut saya, itu bagus. Sebab, BPJS mengikuti prosedur perbankan konvensional sehingga
membuka praktik riba. Bila BPJS menjalankan sistem syariah, justru baik karena memperluas
sumber pendanaan, seperti zakat dan wakaf, sedangkan untuk saat ini Selama ini MUI
membolehkan, karena situasinya darurat. Tapi, ini harus diselesaikan dan harus ada upaya-
upaya untuk membangun atau menumbuhkan BPJS yang syariah.

Allah berfirman:

ِ َّ‫َو َما آتَ ْيتُ ْم ِم ْن ِربًا لِيَرْ بُ َو فِي أَ ْم َوا ِل الن‬


‫اس فَاَل يَرْ بُو ِع ْن َد هَّللا ِ ۖ َو َما‬

َ‫آتَ ْيتُ ْم ِم ْن َزكَا ٍة تُ ِري ُدونَ َوجْ هَ هَّللا ِ فَأُو ٰلَئِكَ هُ ُم ْال ُمضْ ِعفُون‬

Artinya: "Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)". (QS Al-Rum: 39).

QS An-Nisa Ayat 160-161:

ۚ ‫اط ِل‬ ِ َ‫اس بِ ْالب‬


ِ َّ‫ال الن‬ َ ‫يل هَّللا ِ َكثِيرًا َوأَ ْخ ِذ ِه ُم ال ِّربَا َوقَ ْد نُهُوا َع ْنهُ َوأَ ْكلِ ِه ْم أَ ْم َو‬ ْ َّ‫ت أُ ِحل‬
َ ِ‫ت لَهُ ْم َوب‬
ِ ِ‫ص ِّد ِه ْم عَن َسب‬ ٍ ‫فَبِظُ ْل ٍم ِّمنَ الَّ ِذينَ هَادُوا َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِه ْم طَيِّبَا‬
َ ْ
‫َوأ ْعتَ ْدنَا لِلكَافِ ِرينَ ِم ْنهُ ْم َع َذابًا ألِي ًما‬َ

Artinya: "Maka disebabkan kedhaliman orang Yahudi, maka kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka. Dan karena
mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta
orang dengan jalan yang batil. Dan Kami telah menjadikan untuk orang-orang kafir di antara
mereka itu siksa yang pedih." (QS an-Nisa: 160-161)

QS Ali Imron Ayat 130:

Allah berfirman,

ْ ‫وا النَّا َر الَّتِي أُ ِع َّد‬


َ‫ت لِ ْلكَافِ ِرين‬ ْ ُ‫ َواتَّق‬. َ‫وا هّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
ْ ُ‫ضا َعفَةً َواتَّق‬ ْ ُ‫وا الَ تَأْ ُكل‬
َ ‫وا ال ِّربَا أَضْ َعافا ً ُّم‬ ْ ُ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah
dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir." (Qs. Ali Imron [3]: 130).

Dalil naqli :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. ... Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang senantiasa berbuat kekafiran / ingkar, dan selalu berbuat dosa.” (Qs. al-
Baqarah: 275-276)

Anda mungkin juga menyukai