Anda di halaman 1dari 48

TUGAS ILMU SOSIAL DAN PERILAKU

PERAN SOSIOLOGI KESEHATAN TERHADAP


BIDANG ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Dosen : Dr. Elfian Zulkarnain, S.KM., M.Kes

Oleh :
Dwi Prasetyo Utomo, S.KM
NIM 152520102029

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS JEMBER
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan
karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu Sosial dan Perilaku
yang berjudul “Peran Sosiologi Kesehatan Terhadap Bidang Ilmu Kesehatan
Masyarakat” ini tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu
ujian akhir semester (UAS) semester I Pasca Sarjana Magister Ilmu Kesehatan
Universitas Jember tahun ajaran 2015/2016.
Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan arahan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Rudi Wibowo, MS selaku direktur pasca sarjana Universitas
Jember
2. Dr. Isa Ma’rufi, S.KM., M.Kes selaku ketua program studi magister ilmu
kesehatan Universitas Jember
3. Dr. Elfian Zulkarnain, S.KM., M.Kes selaku dosen pengajar mata kuliah
ilmu sosial dan perilaku Universitas jember
4. Teman-teman semua yang turut membantu dan pihak-pihak lain yang telah
membantu saya baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ilmu sosial dan perilaku ini
masih banyak kekurangan, untuk itu penulis memohon kritik dan saran dari semua
pihak demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umunya dan
bagi penulis pada khususnya.

Jember, 14 Juni 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4
2.1 Sosiologi.............................................................................................4
2.1.1 Definisi....................................................................................5
2.1.2 Hakikat Sosiologi....................................................................7
2.1.3 Objek Sosiologi.......................................................................8
2.1.4 Metode-Metode dalam Sosiologi............................................8
2.2 Pendekatan Sosiologi Mengenai Kesehatan.................................11
2.3 Ilmu Kesehatan Masyarakat.........................................................13
2.3.1 Pengertian.............................................................................13
2.3.2 Ruang Lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat........................16
BAB 3. PEMBAHASAN.....................................................................................18
3.1 Epidemiologi....................................................................................18
3.2 Biostatistika dan Kependudukan..................................................21
3.3 Kesehatan Lingkungan..................................................................22
3.4 Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.........................................24
3.5 Administrasi Kebijakan Kesehatan..............................................29
3.6 Gizi Masyarakat..............................................................................32
3.7 Kesehatan Keselamatan Kerja......................................................33
BAB 4. PENUTUPAN.........................................................................................38
4.1 Kesimpulan......................................................................................38
4.2 Saran................................................................................................40

ii
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sosiologi mempelajari perilaku dan interaksi kelompok, menelusuri asal-
usul pertumbuhannya, serta menganalisis pengaruh kegiatan kelompok
terhadap anggotanya. Masyarakat, komunitas, keluarga, perubahan gaya
hidup, struktur, mobilitas sosial, perubahan sosial, perlawanan sosial, konflik,
intergrasi sosial, dan sebagainya adalah sejumlah contoh ruang kajian
sosiologi. Sosiologi ras dan hubungan etnis adalah bidang disiplin ilmu yang
mempelajari hubungan sosial, politik, dan ekonomi antara ras dan etnisitas pada
semua tingkatan masyarakat. Bidang ini mencakup studi tentang rasisme,
pemisahan permukiman, dan proses sosial rumit lainnya antara kelompok ras dan
etnis yang berbeda.
Sosiologi kesehatan merupakan diartikan pula sebagai bidang ilmu yang
menempatkan permasalahan penyakit dan kesehatan dalam konteks sosio kultural
dan perilaku. Termasuk dalam kajian bidang ini antara lain; deskripsi dan
penjelasan atau teori-teori yang berhubungan dengan distribusi penyakit dalam
berbagai kelompok masyarakat; perilaku atau tindakan yang diambil oleh
individu dalam upaya menjaga atau meningkatkan serta menanggulangi keluhan
sakit, penyakit dan cacat tubuh; perilaku dan kepercayaan/keyakinan berkaitan
dengan kesehatan, penyakit, cacat tubuh, dan organisasi serta penyedia
perawatan kesehatan; organisasi dan profesi atau pekerjaan di bidang
kesehatan, system rujukan dari pelayanan pera watan kesehatan, pengobatan
sebagai suatu institusi sosial dan hubungannya dengan institusi sosial yang
lainnya; nilai-nilai budaya dan masyarakat kaitannya dengan kesehatan, keluhan
sakit dan kecacatan serta peran faktor sosial dalam kaitan dengan penyakit,
khususnya ke tidak teraturan emosi dan persoalan stress yang dikaitkan dengan
penyakit.
Segala bidang ilmu membutuhkan sosiologi untuk melihat suatu topik
yang ingin diangkat dari berbagai perspektif. Termasuk ilmu kesehatan
masyarakat banyak berhubungan dengan sosiologi kesehatan. Kesehatan

1
2

masyarakat adalah upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah sanitasi yang


mengganggu kesehatan. Dengan kata lain kesehatan masyarakat adalah sama
dengan sanitasi. Upaya memperbaiki dan meningkatkan sanitasi lingkungan
adalah merupakan kegiatan kesehatan masyarakat. Secara garis besar, disiplin
ilmu yang menopang ilmu kesehatan masyarakat, atau sering disebut sebagai pilar
utama ilmu kesehatan masyarakat ini, antara lain sebagai berikut epidemiologi,
biostatistik/statistik kesehatan, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan dan ilmu
perilaku, administrasi kebijakan kesehatan, gizi masyarakat dan kesehatan
keselamatan kerja. Berdasarkan uraian diatas ilmu kesehatan berkaitan dengan
sosiologi kesehatan maka dari itu makalah ini akan membahas peranan sosiologi
kesehatan dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat berdasarkan konsentrasi atau
pilar utama ilmu kesehatan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat
adalah bagaimana peran sosiologi kesehatan terhadap bidang ilmu kesehatan
masyarakat?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis peran sosiologi kesehatan terhadap bidang ilmu kesehatan
masyarakat.

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah :
a. Peran sosiologi terhadap bidang ilmu kesehatan masyarakat konsentrasi
epidemiologi.
b. Peran sosiologi terhadap bidang ilmu kesehatan masyarakat konsentrasi
biostatitika dan kependudukan.
c. Peran sosiologi terhadap bidang ilmu kesehatan masyarakat konsentrasi
kesehatan lingkungan.
3

d. Peran sosiologi terhadap bidang ilmu kesehatan masyarakat konsentrasi


promosi kesehatan dan ilmu perilaku.
e. Peran sosiologi terhadap bidang ilmu kesehatan masyarakat konsentrasi
administrasi kebijakan kesehatan.
f. Peran sosiologi terhadap bidang ilmu kesehatan masyarakat konsentrasi gizi
masyarakat.
g. Peran sosiologi terhadap bidang ilmu kesehatan masyarakat konsentrasi
kesehatan keselamatan kerja.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosiologi
Sosiologi merupakan suatu ilmu yang masih muda, walau telah mengalami
perkembangan yang cukup lama. Sejak manusia mengenal kebudayaan dan
peradaban, masyarakat manusia sebagai proses pergaulan hidup telah menarik
perhatian. Beberapa pertanyaan tentang sosiologi: apakah sosiologi benar-benar
rupakan suatu ilmu pengetahuan? Mengapa dianggap demikian? Dan lain
sebagainya. Untuk menjawab apakah sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, maka
terlebih dahulu mengetahui apakah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah
pengetahuan (knowledge) yang tersusun sistematis dengan menggunakan kekuatan
pemikiran, pengetahuan yang selalu dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol)
dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin mengetahuinya. Unsur-unsur
(elements) yang merupakan bagian-bagian yang tergabung dalam suatu kesatuan
adalah (Soekanto, 2012):
a. Pengetahuan (knowledge);
b. Tersusun secara sistematis;
c. Menggunakan pemikiran;
d. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum (obyektif).
Ilmu pengetahuan berkembang pada taraf yang tinggi, yaitu bila sampai
pada (Soekanto, 2012):
a. Metode percobaan dan kesalahan;
b. Mempelajari atau mempergunakan efek dari metode pertama terhadap
situasi yang biasa dihadapi;
c. Persepsi dan investigasi visual terhadap alternatif aksi potensial;
d. Mempelajari dengan pengamatan, didasarkan pada pengamatan terhadap
usaha dan hasil aksi pihak-pihak lain;
e. Imitasi, pengamatan dan peniruan terhadap perilaku pihak-pihak lain;
f. Instruksi verbal dan penerimaan informasi verbal dari pihak-pihak lain;
g. Pemikiran dan konfrontasi simbolis dari perilaku potensial dengan model
realitas yang diadopsi;

4
5

h. Pengambilan keputusan secara kolektif atas dasar pengamatan terhadap


kenyataan yang dilakukan oleh orang banyak dalam kondisi- kondisi yang
sama.
Menurut Soekanto (2012), sosiologi merupakan ilmu sosial yang obyeknya
adalah masyarakat. Banyak usaha-usaha, baik yang bersifat ilmiah maupun yang
bersifat non-ilmiah yang membentuk sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena
telah memenuhi unsur-unsur ilmu pengetahuan, yang ciri-ciri utamanya adalah:
a. Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut
didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta
hasilnya tidak bersifat spekulatif;
b. Sosiologi bersifat teoretis yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut
selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.
Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara
logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan- hubungan sebab
akibat, sehingga menjadi teori;
c. Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi
dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki,
memperluas serta memperhalus teori-teori yang lama;
d. Bersifat non-etis berarti bahwa yang dipersoalkan bukanlah buruk-
baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan
fakta tersebut secara analitis.
2.1.1 Definisi
Sosiologi pada hakikatnya bukanlah semata-mata ilmu murni (pure
science) yang hanya mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak demi
usaha peningkatan kualitas ilmu itu sendiri, namun sosiologi bisa juga menjadi
ilmu terapan (applied science) yang menyajikan cara-cara untuk mempergunakan
pengelabuan Ilmiahnya guna memecahkan masalah praktis atau masalah sosial
yang perlu ditanggulangi (Horton dan Hunt, 1987;41)
Sederhananya, sosiologi (sociology) adalah studi ilmiah mengenai perilaku
sosial dan kelompok manusia- Sosiologi terfokus padu hubungan sosial;
6

bagaimana hubungan tersebut mempengaruhi perilaku orang- orang; serta


bagaimana masyarakat (jumlah total dari keseluruhan hubungan tersebut)
berkembang dan berubah (Sehaefer, 2012),
Subjek kajian sosiologi paling sulit dimengerti dan diramalkan karena
perilaku manusia merupakan persilangan antara individualitas dan sosialitas.
Sedangkan fokus bahasan sosiologi adalah interaksi manusia, yaitu pada pengaruh
timbal balik di antara dua orang atau lebih dalam perasaan, sikap, dan tindakan.
Sosiologi tidak begitu menitik beratkan pada apa yang terjadi di dalam diri
manusia melainkan pada apa yang berlangsung di antara manusia.
Sangat sukar untuk merumuskan suatu definisi (batasan makna) yang
dapat mengemukakan keseluruhan pengertian, sifat dan hakikat yang dimaksud
dalam beberapa kata dan kalimat, Penyelidikan berjalan terus dan ilmu
pengetahuan berjalan terus ke arah pelbagai kemungkinan dan masih diperlukan
pengertian yang pokok dan menyeluruh, Adapun beberapa definisi lain tentang
sosiologi sebagai berikut (Soekanto, 2012):
a. Pittirin Sorikin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang
mempelajari;
1) Hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gejala-gejala
sosial;
2) Hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial dengan gejala-
gejala non-sosial;
3) Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial,
b. Rotfcek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok,
c. William F. Ogbum dan Meyer F, Nimkoff berpendapat bahwa sosiologi
adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu
organisasi sosial,
d. J. A, A, Van Doorn dan C, J, Lammers berpendapat bahwa sosiologi adalah
ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan
yang bersifat stabil.
7

e. Selo Soemardjart dan Soelaernan Soemardi menyatakan bahwa sosiologi mm


ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-
proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Sedangkan struktur
sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur- unsur sosial yang pokok yaitu
kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial,
kelompok-kelompok seria lapisan- lapisan sosial. Proses sosial adalah
pengaruh timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama.

2.1.2 Hakikat Sosiologi


Apabila sosiologi ditelaah dari sudut sifat hakikatnya, meliputi
(Soekanto, 2012):
a. Sosiologi adalah suatu ilmu sosial dan bukan merupakan ilmu pengetahuan
alam ataupun ilmu pengetahuan kerohanian. Pembedaan tersebut menyangkut
pembedaan isi, yang gunanya untuk membedakan ilmu-ilmu pengetahuan
yang bersangkut-paut dengan gejala-gejala alam dengan ilmu-ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan gejala-gejala kemasyarakatan.
b. Sosiologi adalah suatu disiplin ilmu yang kategoris, artinya sosiologi
membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini dan bukan mengenai apa
yang terjadi atau seharusnya terjadi. Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi
membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Artinya sosiologi tidak
menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti
memberikan petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan
kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut.
c. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni (pure Science) dan bukan
merupakan ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied sctnce). Tujuan
dari sosiologi adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang sedalam-
dalamnya tentang masyarakat dan bukan untuk mempergunakan pengetahuan
tersebut terhadap masyarakat.
d. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan
ilmu pengetahuan yang kongkret. Artinya bahwa yang diperhatikannya adalah
8

bentuk dan pola-pola peristiwa dalam masyarakat tetapi bukan wujudnya yang
kongkret.
e. Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola
umum. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-
hukum umum dan interaksi antar manusia dan juga perihal sifat hakikat,
bentuk, isi dan struktur masyarakat manusia.
f. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Ciri
tersebut menyangkut soal metode yang dipergunakannya.
g. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan
ilmu pengetahuan yang khusus. Artinya sosiologi mempelai gejala yang
umum ada pada setiap interaksi antar manusia.

2.1.3 Objek Sosiologi


Sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, obyek sosiologi
adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan proses
yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Beberapa definisi
masyarakat (society) sebagai berikut (Soekanto, 2012):
a. Maclever dan Page yang mengatakan bahwa: "masyarakat ialah suatu sistem
dari kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerja sama antara berbagai
kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-
kebebasan manusia".
b. Ralph Linton; "masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah
hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri
mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan
batas-batas yang dirumuskan dengan jelas".
c. Selo Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang
hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.

2.1.4 Metode-Metode dalam Sosiologi


Cara-cara sosiologi mempelajari obyeknya yaitu masyarakat. Untuk
kepentingan itu sosiologi mempunyai cara kerja atau metode (method) yang juga
9

dipergunakan oleh ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Pada dasarnya terdapat dua


jenis cara kerja atau metode yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif
(Soekanto, 2012).
a. Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur dengan
angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang bersifat eksak, walaupun
bahan-bahan tersebut terdapat dengan nyata di dalam masyarakat. Metode
kualitatif dibagi menjadi:
1) Metode historis
Metode historis menggunakan analisis atas peristiwa-peristiwa dalam
masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum. Seseorang
sosiologi yang ingin menyelidiki akibat-akibat revolusi (secara umum)
akan mempergunakan bahan-bahan sejarah untuk meneliti revolusi-
revolusi penting yang terjadi dalam masa silam.
2) Metode komparatif
Metode komparatif mementingkan perbandingan antara bermacam-
macam masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh
perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan tersebut bertujuan untuk
mendapatkan petunjuk-petunjuk mengenai perilaku masyarakat pada
masa silam dan masa sekarang. Dan juga mengenai masyarakat-
masyarakat yang mempunyai tingkat peradaban yang berbeda atau yang
mim, Dalam metode komparatif dibagi lagi menjadi beberapa metode,
antara lain Metode studi study (case study) bertujuan untuk mempelajari
sedalam-dalamnya salah satu gejala nyata dalam kehidupan masyarakat.
Metode ini dapat digunakan untuk menelaah suatu keadaan kelompok,
masyarakat setempat (community) lembaga-lembaga maupun individu-
individu. Dasarnya adalah penelaahan suatu persoalan khusus yang
merupakan gejala umum dari persoalan-persoalan lainnya dapat
menghasilkan dalil-dalil umum. Alat-alat yang dipergunakan oleh
metode ini sebagai berikut:
10

a) Wawancara (interview). Wawancara seringkah dipakai apabila


diperlukan data penting dari masyarakat lain, Teknik ini dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu;
(1) Tidak tersusun
(2) Tersusun
Langkah yang pertama pada teknik ini, penyelidik atau pewawancara
menyerahkan pembicaraan kepada orang yang diajak wawancara,
kemudian pewawancara yang memimpin pembicaraan. Dalam teknik
tersebut pewawancara harus sadar bahwa apa yang d ¡kemukakan
kepada orang yang diajak wawancara, sedikit banyak terpengaruh.
b) Pertanyaan-pertanyaan (questionnaires). Teknik ini terlebih dahulu
dibuat pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.
c) Dari daftar pertanyaan-pertanyaan (schedules), Teknik ini dilakukan
wawancara melalui daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun
terlebih dahulu,
d) Participant observer technique, Pada teknik ini penyelidik ikut serta
dalam kehidupan sehari-hari dari kelompok sosial yang sedang
diselidikinya. Dalam hal ini penyelidik akan berusaha sedapat-
dapatnya untuk tidak mempengaruh pola-pola kehidupan masyarakat
yang sedang diselidikinya.
3) Metode historis-komparatif
Metode yang menggabungan antara metode historis dan metode
komparatif sekaligus,
b. Metode kuantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-
angka, sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan
mempergunakan skala-skala, indeks, tabel dan formula-formula yang
semuanya mempergunakan ilmu pasti atau matematika. Akhir-akhir ini
diperoleh teknik yang dinamakan sociometry yang berusaha meneliti
masyarakat secara kuantitatif.
Di samping metode-metode di atas, metode-metode sosiologi berdasarkan
jenisnya dibagi menjadi:
11

a. Metode induktif adalah metode yang mempelajari suatu gejala yang khusus
untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam lapangan yang lebih
luas.
b. Metode deduktif adalah metode yang mempergunakan proses yaitu mulai
dengan kaidah-kaidah yang dianggap berlaku umum untuk kemudian
dipelajari dalam keadaan yang khusus.
Selain itu metode sosiologi dibagi menjadi:
a. Metode empiris yang mengutamakan pada keadaan-keadaan yang nyata
didapat dalam masyarakat. Dalam ilmu sosiologi modem diwujudkan dengan
research atau penelitian, yaitu dengan cara mempelajari suatu masalah secara
sistematis dan intensif untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak
mengenai masalah tersebut. Research dapat dibagi menjadi:
1. Basic research adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih banyak dari ilmu pengetahuan;
2. Applied research ditujukan pada penggunaan ilmu pengetahuan secara
praktis.
b. Metode rasionalitas yang mengutamakan pemikiran dengan logika dan
pikiran sehat untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah
kemasyarakatan. Metode ini banyak dipergunakan dahulu, sekarang masih
ada fungsionalisme.

2.2 Pendekatan Sosiologi Mengenai Kesehatan


Berbagai perspektif sosiologi mengenai masyarakat mengembangkan
berbagai peranan pengetahuan medis, dan peranan penyebab sosial terjadinya
penyakit. Perspektif sosiologi juga didasarkan pada pelbagai model sosiologi
tentang masyarakat, baik yang saling menyokong, maupun yang saling
bertentangan. Pendekatan Marxis menekankan peranan kausal ekonomi dalam
produksi dan distribusi penyakit, dan dalam kaitan itu peranan pengetahuan medis
dalam melestarikan kelas sosial. Sosiologi Parsons menekankan peranan
kedokteran dalam memelihara harmonis sosial, dan menunjuk arti penting basis
non-pasar dari kelompok profesional. Pada saat yang sama, pisau kritik sosiologi
12

juga dipertahankan dengan cara menjalankan fungsi kontrol sosial dari kedokteran
dalam mendorong kepada kepatuhan kepada peranan-peranan sosial dalam
masyarakat modern. Pendekatan Parsons bertentangan, namun sekaligus sejalan
dengan Marxisme. Parsons mengangkat isu tentang pentingnya aspek non-
ekonomi masyarakat, tetapi juga menekankan pentingnya peranan sakit sebagai
peranan sosial yang dibentuk oleh elemen sosial dalam masyarakat modern. Jadi,
Parsons itu konservatif sekaligus kritikal (White, 2012:9).
Demikian pula Foucault, memandang penting peranan sosial dari
pengetahuan medis dalam mengontrol penduduk, dan seperti Parsons menekankan
sifat menyebar (diffuse nature) dari hubungan-hubungan kekuasaan dalam
masyarakat modern. Selain itu, sebagaimana halnya
Tabel 1.1 Skema Penyederhanaan Sosiologi Kesehatan

Teori Model Masyarakat Penyebab Penyakit Peranan Profesi Medis


Marxis Konflik dan Mendahulukan Mendisiplin dan
Eksploitatif keuntungan dari mengontrol kelas
kesehatan pekerja.; dan
memberikan penjelasan
individual tentang
penyakit.
Parsonian Pada dasarnya adalah Ketegangan sosial Rehabilitasi individu
perangkat jalinan (soclal strain) yang untuk menjalankan
peranan dan struktur disebabkan oleh peranan-peranan sosial.
sosial yang Harmoni pertemuan kebutuhan
dan stabil. dan peranan sosial.
Foucauldian Suatu jaringan "Penyakit" adalah label Memaksakan kepatuhan
hubungan kekuasaan, yang digunakan- untuk kepada peranan sosial
tanpa sumber dominan menyortir dan yang "normal"; dan
pengawasan yang membeda-bedakan untuk memastikan
dikelola. penduduk agar mudah bahwa kita
dikontrol. menginternalisasi
norma-norma.
Feminis Eksploitatif dan Menjalankan peranan Memaksakan
represif terhadap sosial perempuan konformitas dengan
perempuan melalui sebagaimana ditentukan norma-norma patriarkat
patriarki. oleh laki-laki, mengenai femininitas
(patriarki); medikalisasl dan keibuan.
t. perempuan seputar
siklus hidup
reproduksinya.
13

Parsoris, ia memandang profesi, khususnya profesi menolong, memainkan


peranan kunci dalam memengaruhi individu-individu untuk mematuhi peranan-
peranan sosial yang “normal". bagi Foucault, masyarakat modern adalali sistem-
sistem pengawasan yang terorganisasi, bahwasanya manusia melakukan
pengawasan atas diri mereka sendiri, seraya menyerap model-model "profesional"
dari perilaku yang selayaknya diwujudkan. Marxis-feminis mengidentifikasi cara-
cara di mana kelas dan patriarki berinteraksi mensubordinasikan posisi perempuan
dalam masyarakat, dari peranan sentral pengetahuan medis dalam mendefinisikan
perempuan sebagai pengasuh anak dan ibu rumah tangga. Feminisme
Foucauldian, di pihak lain, lebih jeli terhadap ambiguitas peranan perempuan, dan
menunjukkan cara yang dapat digunakan kaum perempuan untuk menantang
medikalisasi terhadap mereka. Namun, di pihak lain, pengetahuan medis,
khususnya sebagaimana terwujud dalam gerakan menolong diri-sendiri dan
mengawasi kesehatan diri-sendiri, adalah pervasif. Foucauldian feminis
berpendapat bahwa bagian-bagian besar dari gerakan kesehatan perempuan
digabungkan ke dalam jaringan patriarkal pengawasan diri-sendiri. Para sosiolog
yang memusatkan perhatian pada etnisitas menyajikan suatu gambaran
masyarakat yang "dirasialisasikan", yang bekerja dengan konsep ras yang secara
ilmiah sudah ditinggalkan untuk membenarkan penyingkiran dan subordinasi
orang-orang yang berbeda warna kulit atau identitas etnik berlainan (White,
2012:10).
Dengan demikian, ada model-model yang berkompetisi tentang
masyarakat sebagai harmoni atau berkonflik, sebagai suatu perangkat struktur
"melakukan sesuatu", atau individu-individu yang secara sukarela mematuhi
norma-norma sosial mereka, dan kadang-kadang saling menyokong, kadang-
kadang bersaing, peranan kelas, gender dan etnisitas dalam menstrukturkan
produk kesehatan yang tidak setara dalam masyarakat.

2.3 Ilmu Kesehatan Masyarakat


2.3.1 Pengertian
14

Kesehatan masyarakat adalah upaya-upaya untuk mengatasi masalah-


masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan. Dengan kata lain kesehatan
masyarakat adalah sama dengan sanitasi. Upaya memperbaiki dan meningkatkan
sanitasi lingkungan adalah merupakan kegiatan kesehatan masyarakat. Kemudian
pada akhir abad ke-18 dengan diketemukan bakteri-bakteri penyebab penyakit dan
beberapa jenis imunisasi, kegiatan kesehatan masyarakat adalah, pencegahan
penyakit yang terjadi dalam masyarakat melalui perbaikan sanitasi lingkungan dan
pencegahan penyakit melalui imunisasi (Notoatmodjo, 2007:14).
Pada awal abad ke-19, kesehatan masyarakat sudah berkembang dengan
baik, kesehatan masyarakat diartikan suatu upaya integrasi antara ilmu sanitasi
dengan ilmu kedokteran. Sedangkan ilmu kedokteran itu sendiri merupakan
integrasi antara ilmu biologi dan ilmu sosial. Dalam perkembangan selanjutnya.
kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi dan kegiatan terpadu antara
sanitasi dan pengobatan (kedokteran) dalam mencegah penyakit yang melanda
penduduk atau masyarakat. Oleh karena masyarakat sebagai objek penerapan ilmu
kedokteran dan sanitasi mempunyai aspek sosial ekonomi dan budaya yang sangat
kompleks. Akhirnya kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi keterpaduan
antara ilmu kedokteran, sanitasi, dan ilmu sosial dalam mencegah penyakit yang
terjadi di masyarakat (Notoatmodjo, 2007:14).
Dari pengalaman-pengalaman praktik kesehatan masyarakat yang telah
berjalan sampai pada awal abad kc-20, Winslow (1920) akhirnya membuat
batasan kesehatan masyarakat yang sampai sekarang masih relevan, sebagai
berikut: kesehatan masyarakat (Public Health) adalah ilmu dan seni: mencegah
penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan, melalui "Usaha-
usaha Pengorganisasian Masyarakat” untuk (Notoatmodjo, 2007:14):
a. Perbaikan sanitasi lingkungan.
b. Pemberantasan penyakit-penyakit menular.
c. Pendidikan untuk kebersihan perorangan.
d. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis
dini dan pengobatan.
15

e. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi


kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Dari batasan tersebut tersirat bahwa Kesehatan Masyarakat adalah
kombinasi antara teori (ilmu) dan praktik (seni) yang bertujuan untuk mencegah
penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan penduduk
(masyarakat). Ketiga tujuan tersebut sudah barang tentu saling berkaitan dan
mempunyai pengertian yang luas. Untuk mencapai ketiga tujuan pokok tersebut,
Winslow mengusulkan cara atau pendekatan yang dianggap paling efektif adalah
melalui "Upaya-upaya pengorganisasian masyarakat” (Notoatmodjo, 2007:15).
Pengorganisasian masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan
Kesehatan Masyarakat, pada hakikatnya adalah menghimpun potensi masyarakat
atau sumber daya (resources) yang ada di dalam masyarakat itu sendiri untuk
upaya-upaya: preventif, kuratif, promotif, dan rehabilitatif kesehatan mereka
sendiri. Pengorganisasian masyarakat dalam bentuk penghimpunan dan
pengembangan potensi dan sumber-sumber daya masyarakat dalam konteks ini
pada hakikatnya adalah menumbuhkan, membina dan mengembangkan partisipasi
masyarakat di bidang pembangunan kesehatan (Notoatmodjo, 2007:15).
Menumbuhkan partisipasi masyarakat tidaklah mudah, memerlukan
pengertian, kesadaran dan penghayatan oleh masyarakat terhadap masalah-
masalah kesehatan mereka sendiri, serta upaya-upaya pemecahannya, Untuk itu
diperlukan pendidikan kesehatan masyarakat melalui pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat. Jadi pendekatan utama, yang diajukan oleh Winslow
dalam rangka mencapai tujuan-tujuan Kesehatan Masyarakat sebenarnya adalah
salah satu strategi atau pendekatan Pendidikan Kesehatan. Selanjutnya, Winslow
secara implisit mengatakan bahwa kegiatan Kesehatan Masyarakat itu mencakup:
a), sanitasi lingkungan, b), pemberantasan penyakit, c), pendidikan kesehatan
(hygiene), d), manajemen (pengorganisasian) pelayanan kesehatan, dan e),
pengembangan rekayasa sosial dalam rangka pemeliharaan kesehatan masyarakat.
Dari 5 bidang kegiatan Kesehatan Masyarakat tersebut, 2 kegiatan di antaranya
yakni kegiatan pendidikan hygiene dan rekayasa sosial adalah menyangkut
kegiatan pendidikan kesehatan. Sedangkan kegiatan bidang sanitasi
16

pemberantasan penyakit dan pelayanan kesehatan, sesungguhnya tidak sekadar


penyediaan sarana fisik, fasilitas kesehatan dan pengobatan saja, tetapi perlu
upaya pemberian pengertian dan kesadaran kepada masyarakat tentang manfaat
serta pentingnya upaya-upaya atau fasilitas fisik tersebut dalam rangka
pemeliharaan, peningkatan, dan pemulihan kesehatan mereka. Apabila tidak
disertai dengan upaya-upaya ini, maka sarana-sarana atau fasilitas pelayanan
tersebut tidak atau kurang berhasil serta optimal (Notoatmodjo, 2007:15).
Batasan lain disampaikan oleh Ikatan Dokter Amerika (1948), Kesehatan
Masyarakat adalah ilmu dan seni memelihara, melindungi dan meningkatkan
kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat. Batasan
ini mencakup pula usaha-usaha masyarakat dalam pengadaan pelayanan kesehatan
pencegahan dan pemberantasan penyakit. Dari perkembangan batasan kesehatan
masyarakat seperti tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kesehatan
masyarakat itu meluas dari hanya berurusan sanitasi, teknik sanitasi, ilmu
kedokteran kuratif, ilmu kedokteran pencegahan sampai dengan ilmu sosial, dan
itulah cakupan ilmu kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2007:16).

2.3.2 Ruang Lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat


Seperti disebutkan di atas bahwa kesehatan masyarakat adalah ilmu dan
seni. Oleh sebab itu, ruang lingkup kesehatan masyarakat dapat dilihat dari dua
hal tersebut. Sebagai ilmu, kesehatan masyarakat pada mulanya hanya mencakup
2 disiplin pokok keilmuan, yakni ilmu bio-medis (medical biologi) dan ilmu-ilmu
sosial (social Sciences). Tetapi sesuai dengan perkembangan ilmu, maka disiplin
ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat pun berkembang. Sehingga
sampai pada saat ini disiplin iii^ yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat
antara lain, mencakup: biologi, ilmu kedokteran, ilmu kimia, fisika, ilmu
lingkungan, sosiolog antropologi, psikologi, ilmu pendidikan, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, ilmu kesehatan masyarakat adalah merupakan ilmu yang
multidisipliner (Notoatmodjo, 2007:16).
17

Secara garis besar, disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan


masyarakat, atau sering disebut sebagai pilar utama ilmu kesehatan masyarakat
ini, antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007:16):
a. Epidemiologi.
b. Biostatistik/Statistik Kesehatan.
c. Kesehatan Lingkungan.
d. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
e. Administrasi Kebijakan Kesehatan
f. Gizi Masyarakat.
g. Kesehatan Keselamatan Kerja.
Masalah kesehatan masyarakat adalah multi kausal, maka pemecahannya
harus secara multidisiplin. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau
prakteknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan baik yang langsung
maupun tidak langsung untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan
kesehatan (promotif), terapi (terapi fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun
pemulihan (rehabilitatif) kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan
masyarakat. Misalnya: pembersihan lingkungan, penyediaan air bersih,
pengawasan makanan, perbaikan gizi, penyelenggaraan pelayanan kesehatan
masyarakat, cara pembuangan tinja, pengelolaan sampah dan air limbah,
pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, pemberantasan sarang nyamuk, lalat,
kecoa, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007:17).
Secara garis besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni
atau penerapan ilmu kesehatan masyarakat antara lain sebagai berikut:
a. Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.
b. Perbaikan sanitasi lingkungan.
c. Perbaikan lingkungan pemukiman.
d. Pemberantasan vektor.
e. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat.
f. Pelayanan kesehatan ibu dan anak.
g. Pembinaan gizi masyarakat.
h. Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum.
18

i. Pengawasan obat dan minuman.


j. Pembinaan peran serta masyarakat, dan sebagainya.
BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Epidemiologi
Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal
ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja
tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-
penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai
studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya.
Mencakup juga studi tenang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-
determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang
mempengaruhi penyakit tersebut.
Di dalam batasan epidemiologi ini sekurang-kurangnya mencakup 3
elemen, yakni:
a. Mencakup semua penyakit
Epidemiologi mempelajari semua penyakit baik penyakit infeksi maupun non
infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi (malnutrition), kecelakaan
lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. Bahkan di
negara-negara maju epidemiologi ini mencakup juga kegiatan pelayanan
kesehatan.
b. Populasi
Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran penyakit-
penyakit individu-individu, maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya
pada distribusi penyakit pada populasi (masyarakat) atau kelompok.
c. Pendekatan Ekologi
Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada keseluruhan
lingkungan manusia baik lingkungan fisik, biologi maupun sosial. Hal inilah
yang dimaksud pendekatan ekologis. Terjadinya penyakit pada seseorang
dikaji dari manusia dan total lingkungannya.
Peranan epidemiologi, khususnya dalam konteks program Kesehatan dan
Keluarga Berencana adalah sebagai tool (alat) dan sebagai metode atau

19
20

pendekatan. Epidemiologi sebagai alat diartikan bahwa dalam melihat suatu


masalah KB-Kcs selalu mempertanyakan siapa yang terkena masalah, di mana
dan bagaimana penyebaran masalah, serta kapan penyebaran masalah tersebut
terjadi. Demikian pula pendekatan pemecahan masalah tersebut selalu dikaitkan
dengan masalah, di mana atau dalam lingkungan bagaimana penyebaran masalah
serta bilamana masalah tersebut terjadi. Kegunaan lain dari epidemiologi
khususnya dalam program kesehatan adalah ukuran-ukuran epidemiologi seperti,
prevalensi, point of prevalence, dan sebagainya dapat digunakan dalam
perhitungan-perhitungan: prevalensi, kasus baru, case fatality rate, dan
sebagainya.
Peran sosiologi dapat digunakan dalam bidang ilmu epidemiologi.
Sosiolog dan epidemiolog adalah sekutu dekat, yang mengembangkan argumen-
argumen bagi dasar sosial bagi populasi yang sehat. Pada abad kesembilan belas,
peneliti sosial mengenai penyakit dan kondisi-kondisi sosial, ahli statistik awal
dan epidemiolog, terutama adalah peneliti' peneliti kualitatif. Meminjam kata-kata
seorang ahli sejarah sosiologi mereka adalah "penjelajah sosial”; (Kent, 1981).
Engels, Mayhew (lan Booth, misalnya, semaunya turun ke lapangan untuk
menyaksikan kondisi kaum miskin (White, 2001). Friedrich Engels, penulis
pendamping Marx, faktanya tinggal bersama orang miskin itu. Laporan-laporan
tentang penemuan mereka menggunakan informasi statistik mengenai pola
penyakit di daerah miskin kumuh, dan dilengkapi oleh uraian tentang kondisi
kehidupan, yang kelak digunakan untuk mengelaborasi penjelasan tentang
mengapa kemiskinan dan penyakit saling berkelindan- Mereka mengemukakan
eksplanasi yang melibatkan faktor-faktor sosial seperti hubungan sosial di pabrik,
atau dipertahankannya upah pada taraf subsistensi oleh pemilik perusahaan, atau
upaya meraup keuntungan yang selalu mengorbankan kesehatan pekerja. Para ahli
epidemiologi awai memberikan data kualitatif yang kaya, yang didukung oleh
bukti statistik gaya hidup yang menyebabkan sakit dan penyakit dan bagaimana
kaum miskin mengalaminya. Namun, epidemiologi melakukan transformasi
signifikan dalam hal apa yang dikajinya, dan dalam hal bagaimana kajian ini
melaporkan penelitiannya semenjak abad kesembilan belas.
21

Kerapkali dikemukakan bahwa asal-usul epidemiologi adalah mencari


suatu penyebab tunggal penyakit infeksi, khususnya penyakit seperti kolera. Pada
masa kini dikemukakan bahwa, karena kompleksitas penyakit, epidemiologi harus
menemukan "penyebab majemuk", sehingga kehilangan sebagian kekuatannya
untuk memprediksi dan mengontrol penyakit, atau untuk menginformasikan
perdebatan kebijakan. Ini adalah konstruksi sejarah epidemiologi yang sesuai
dengan fokus perhatian epidemiolog masa kini. Epidemiologi klasik tidak
berfokus pada penemuan mikro-organisme, dan juga para praktisinya tidak
berusaha memisahkan penemuan-penemuan mereka dari lingkungan sosial dan
politik di mana penyakit tersebut merebak. Kasus terkenal John Snow, yang
menunjukkan transmisi kholera melalui kontaminasi feces ke dalam suplai air,
Biasanya dikaitkan sebagai suatu contoh intervensi mekanis tunggal
memindahkan tuas (handle) pompa Bow Street yang mengontrol suplai air untuk
daerah tersebut. Implikasinya adalah bahwa solusi teknis sederhana
menyingkirkan penyebab spesifik penyakit infeksi, yakni, mencegah konsumsi air
yang terkontaminasi. Namun, ini bukanlah apa yang dilaporkan Snow. Melainkan,
ia menunjukkan bahwa ketika kehadiran kholera dapat menyebabkan penyakit,
adalah suatu kondisi khusus yang menyebabkannya menyebar dan mengakibatkan
virulensi penyakit.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengembangkan suatu model
sosiologis penyebab-penyebab penyakit, berkebalikan dengan eksplanasi medis
dan epidemiologis penyakit sebagai kejadian individual yang inheren. Sosiolog
berpendapat bahwa alih-alih menggolongkan penyakit sebagaimana adanya pada
tingkat individual, penyakit tersebut; seyogianya digolongkan menurut penyebab
sosial. Pendekatan ini mengingatkan kita pada faktor-faktor lingkungan yang
dapat diubah, dan berarti mencegah penyakit-penyakit berkembang lebih lanjut,
bukan mengubah individu-individu (Syme, 1996). Selain itu, dikemukakan pula
isu, antara lain oleh Cassell (1976) bahwasanya kondisi sosial yang sama dapat
mendorong rentang luas penyakit. Yang dimaksud adalah, kondisi lingkungan
sosial, politik, dan ekonomi spesifik yang menyebabkan suatu rentang luas
22

penyakit, dan nilai prediktif kondisi-kondisi ini lebih kuat daripada suatu fokus
pada faktor-faktor gaya hidup saja

3.2 Biostatistika dan Kependudukan


Penilaian atau ’’assessmen” terhadap kesehatan individu didasarkan pada
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan-pemeriksaan lain
terhadap kesehatan orang yang bersangkutan. Sedangkan penilaian terhadap
kesehatan masyarakat didasarkan kepada kejadian-kejadian penting yang
menimpa penduduk atau masyarakat, yang kemudian dijadikan sebagai indikator
kesehatan masyarakat, seperti angka kesakitan, angka kematian, angka kelahiran,
dan sebagainya. Semua kegiatan tersebut berkaitan dengan pencatatan dalam
penilaian kesehatan, baik individu maupun masyarakat ini disebut statistik
kesehatan.
Secara lebih terinci statistik kesehatan adalah suatu cabang dari statistik
yang berurusan dengan cara-cara pengumpulan, kompilasi. pengolahan dan
interpretasi fakta-fakta numerik sehubungan dengan sehat dan sakit kelahiran
kematian, dan faktor-faktor yang berhubungan dengan populasi manusia. Apabila
kegiatan pencatatan itu ditujukan khusus pada kejadian-kejadian kehidupan
manusia tertentu, yakni: kelahiran, kematian. perkawinan dan perceraian, disebut
statistik vital atau sering juga disebut statistik kehidupan (bio statistik).
Statistik seperti telah dijelaskan pada butir terdahulu adalah pengetatan
yang berhubungan dengan pengumpulan data, pengolahan penganalisis, penyajian
dan penarikan kesimpulan serta pembuatan keputusan berdasarkan data dan
kegiatan analisis yang dilakukan. Dengan kata lain, setiap data yang dibutuhkan
adalah data yang dapat dipercaya dan tepat waktu. Melalui data yang dapat
dipercaya dan tepat waktu diharapkan seluruh kegiatan pengolahan data akan
menghasilkan informasi untuk mengasap suatu keputusan yang tepat.
Kemungkinan-kemungkinan penyimpangan yang telah dicoba untuk dieliminasi
sekecil mungkin melalui berbagi metode yang dikembangkan dalam statistik, akan
sangat membantu j dalam setiap kegiatan perencanaan program.
23

Statistik dalam arti sempit merupakan data ringkasan berbentuk angka


maka hal ini sangat membantu di dalam suatu kegiatan monitoring. Oleh karena
secara umum yang dilakukan dalam kegiatan monitoring adalah memonitor
seluruh keseluruhan dan kelemahan program yang menyangkut berbagai variabel
yang berbentuk data ringkasan, (misalnya: jumlah bayi yang ditimbang, jumlah
penduduk, jumlah peserta K8, jumlah balita yang diimunisasi dan sebagainya).
Dengan mengetahui berbagai data yang dapat dipercaya maka selanjutnya
kita dapat menganalisis dan memutuskan yang baik dan yang buruk. Selain itu
melalui berbagai data yang ada kita dapat membandingkan dan selanjutnya
membuat suatu generalisasi dari sampel yang kecil kepada populasi.
Peran sosiologi kesehatan dalam merangkul statistik dalam berarti
menjauh dari analisis dan upaya memproduksi suatu argumen tentang mengapa
penyakit eksis sebagaimana adanya. Sebagaimana dikemukakan Smith,
epidemiolog telah memproduksi "tumpukan besar data yang tak tersentuh Oleh
pikiran manusia" (Smith, 1985). Informasi statistik adalah tumpukan penemuan
dan korelasi yang tidak saling berkaitan mengenai faktor-faktor risiko. Namun,
mereka tentu sudah menjalankan fungsi sosial dalam masyarakat kita:
pengetahuan yang diberikan oleh epidemiolog menimbulkan dampak besar
terhadap kita sebagai individu dalam kehidupan kita sehari-hari. Epidemiolog
mengkonstruksi kategori-kategori risiko yang kita sebagai individu diperingatkan
akan keberadaannya. Khususnya, epidemiologi, saling berkelindan dengan
representasi media (Markova dan Farr, 1995) dan didukung oleh kelompok
kesehatan profesional, kini menghasilkan “epidemik risiko". Seperti dikemukakan
Forde:
Meningkatnya kecemasan karena penyakit, kecelakaan, dan kejadian-
kejadian buruk lainnya, epidemik risiko memperkuat ketergantungan pelayanan
kesehatan dan konsumsi pelayanan kesehatan, Lebih lanjut, dan barangkali lebih
serius, epidemik risiko ini mengubah cara berpikir orang tentang kesehatan,
penyakit, dan kematian. Pesan odd ratio dari penelitian epidemiologi mendukung
perspektif rasionalistik, individualistik, dan kehidupan prospektif di mana
24

maksimalisasi kontrol dan minimalisasi ketidakpastian dilihat sebagai sasaran


paling penting (Forde, 1998:1155),

3.3 Kesehatan Lingkungan


Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang
saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.
Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari
segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada
pengaruhnya terhadap masalah ’’sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. Banyak
faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan
masyarakat, untuk hal ini Hendrik L. Blum menggambarkan status kesehatan
dipengaruhi keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Keempat
faktor tersebut (keturunan, lingkungan. perilaku dan pelayan kesehatan) di
samping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu
sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal, bilamana keempat
faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Salah
satu faktor saja berada dalam keadaan vang terganggu (tidak optimal), maka status
kesehatan akan tergeser ke arah di bawah optimal.
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya
status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja),
penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah),
rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan
usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau
mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik
untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di
dalamnya.
Usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan ini dari masa
ke masa, dan dari masyarakat satu ke masyarakat yang lain bervariasi dan
bertingkat-tingkat, dari yang paling sederhana (primitif) sampai kepada yang
25

paling mutakhir (modem). Dengan perkataan lain bahwa teknologi di bidang


kesehatan lingkungan sangat bervariasi, dari teknologi primitif, teknologi
menengah (teknologi tepat guna) sampai dengan teknologi mutakhir. Mengingat
bahwa masalah kesehatan lingkungan di negara-negara yang sedang berkembang
adalah berkisar pada sanitasi (jamban), penyediaan air minum, perumahan
(housing). pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (air kotor), maka
hanya akan dibahas kelima masalah tersebut.
Kondisi perumahan cukup dikenal sebagai faktor yang berdampak
terhadap kesehatan dan penyakit. Blane menunjukkan data perbedaan 12 kali lipat
lebih besar kematian kecelakaan di rumah-rumah penduduk miskin karena
pemukiman yang terlalu padat dan kondisi yang tidak aman. Kualitas perumahan
yang buruk berdampak besar terhadap Chronic Obstructive Airways Disease
(COAD), baik pada anak-anak maupun ketika mereka menanjak dewasa.
Polusi atmosfer berdampak besar terhadap kesehatan individu, khususnya
sebagai efeknya kerap kali terbatas pada area tertentu. Area tersebut meliputi
industri-industri spesifik seperti pabrik asbestosis, atau pabrik energi nuklir.
Selain itu, juga dialami sebagai konsekuensi struktur kota, dengan jalan-jalan
industri dengan frekuensi lalu-lalang sangat tinggi melintasi pemukiman
penduduk miskin yang berkualitas buruk. Misalnya, 27 % anak-anak Afrika-
Amerika yang tinggal di area miskin dalam kota meningkatkan kadar timah dalam
darah, dibandingkan dengan 2 % di pemukiman pinggiran kota. Seperti
dikemukakan peneliti yang melakukan penelitian di daerah itu, "kita sedang
mengekalkan suatu populasi anak-anak minoritas miskin yang kecerdasan mereka
terkikis oleh toksin semisal timah hitam, dan mereka yang akan melanjutkan
generasi yang secara lingkungan, medis maupun ekonomi tidak beruntung”
(Freíd, 2000).

3.4 Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku


a. Promosi Kesehatan
Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa promosi kesehatan itu
penting untuk menunjang program-program kesehatan yang lain. Akan tetapi pada
26

kenyataannya pengakuan ini tidak didukung oleh kenyataan. Artinya dalam


program-program pelayanan kesehatan kurang melibatkan promosi kesehatan.
Meskipun program itu mungkin telah melibatkan pendidikan kesehatan, tetapi
kurang memberikan bobot. Argumentasi mereka adalah karena pendidikan
kesehatan itu tidak segera dan jelas memperlihatkan hasil. Dengan perkataan lain
pendidikan kesehatan itu tidak segera membawa manfaat bagi masyarakat, dan
yang mudah dilihat atau diukur. Hal ini memang benar karena pendidikan adalah
merupakan ’behavioral investment’ jangka panjang. Hasil investment pendidikan
kesehatan dapat dilihat beberapa tahun kemudian. Dalam waktu yang pendek
(immediate impact) pendidikan kesehatan hanya menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan pengetahuan saja
belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan.
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil
jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjurnya
perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan
masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan. Hal ini berbeda
dengan program kesehatan yang lain, terutama program pengobatan yang dapat
langsung memberikan hasil (immediate impact) terhadap penurunan kesakitan.
b. Ilmu Perilaku
Sebelum kita bicarakan tentang perilaku kesehatan, terlebih dahulu akan
dibuat suatu batasan terlebih dahulu tentang perilaku itu sendiri, Perilaku dari
pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atari aktivitas organisme
yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas
dari pada manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai
bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian,
dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir,
persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan
kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh
organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak
langsung.
27

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme


tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara
umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan
penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau
faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal untuk
perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjurnya. Sedangkan
lingkungan adalah merupakan kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan
perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam
rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process).
Skinner dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli perilaku mengemukakan
bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus)
dan tanggapan (respon) dan respons, Ia membedakan adanya dua respons, yakni:
1) Respondent respons atau reflexive respons, ialah respons yang
ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-
perangsangan yang semacam ini disebut eliciting Stimuli, karena
menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya: makanan
lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan
menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Pada umumnya
perangsangan-perangsangan yang demikian ini mendahului respons yang
ditimbulkan.
Respondent respons (respondent behavior) ini mencakup juga emosi
respons atau emotional behavior. Emotional respons ini timbul karena hal
yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan, misalnya
menangis karena sedih atau sakit, muka merah (tekanan darah meningkat
karena marah. Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat
menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa, berjingkat- jingkat
karena senang, dan sebagainya.
2) Operant respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul
dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang
semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena
perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah
28

dilakukan olah organisme. Oleh sebab itu, perangsang yang demikian itu
mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah
dilakukan. Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu
perbuatan, kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih
giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut.
Dengan kata lain responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.
Di dalam kehidupan sehari-hari, respons jenis pertama (respondent
respons atau respondent behavior) sangat terbatas keberadaannya pada
manusia. Hal ini disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus dan
respons kemungkinan untuk memodifikasikannya adalah sangat kecil.
Sebaliknya operant respons atau instrumental behavior merupakan bagian
terbesar dari perilaku manusia, dan kemungkinan untuk memodifikasi sangat
besar, bahkan dapat dikatakan tidak terbatas. Fokus teori Skinner ini adalah
pada respons atau jenis perilaku yang kedua ini.
Cara berpikir yang diterima demikian saja tentang sakit dan penyakit
dalam masyarakat kita disebut model kedokteran [medical model) (Engel, 1981).
Yakni, kebanyakan kita yakin bahwa menjadi sakit tak lain adalah kejadian fisik
langsung. Sakit adalah konsekuensi masuknya bibit penyakit atau virus atau
bakteri ke dalam tubuh dan menyebabkan malfungsi. Pengobatan atau solusi
masalah terletak pada nasihat medis profesional, dan biasanya dalam bentuk obat-
obatan yang menyapu bersih organisme penyebab sakit dan memulihkan kondisi
tubuh kita menjadi sehat kembali secara fisik jadi bagi kebanyakan kita, menjadi
sakit adalah proses biokimia yang alamiah dan tidak benar-benar terkait dengan
kehidupan sosial kita.
Model medis ini diterapkan untuk rentang sangat terbatas kondisi medis
akut. Namun, eksplanasi medis perilaku di sekitar kita, pada per-tunjukan TV,
cerita-cerita "keajaiban kedokteran" di Koran-koran, dan di bagian swalayan toko-
toko buku. Bagaimana kedokteran, dengan daerah praktis yang relatif sempit,
menjadi begitu kokoh? Fungsi-fungsi apa saja yang dijalankannya dalam
kehidupan sosial selain daripada perbaikan teknis tubuh?
29

Unsur kunci dalam perspektif sosiologi mengenai kedokteran adalah untuk


mengetahui cara-cara penyakit atau sakit dilabel dan diobati sebagai suatu bentuk
kontrol sosial, dan bahwa apa yang dilabel sebagai penyakit mungkin hanya
terkait secara tangepsial dengan kejadian biologis dalam tubuh (Zola, 1972).
Dengan cara lain; apa yang didefinisikan sebagai penyakit dan bagaimana diobati
tidak semata-mata produk biologis, melainkan sebagai aspek pengharapan sosial
yang lebih luas mengenai apa yang dimaksud sebagai perilaku sosial yang sesuah
Kegagalan kita dalam memenuhi ekspektasi itu dapat mendorong kita meyakini
sesuatu yang dilabel sebagai sakit dan penyakit. Dan hal ini dengan mudah
mendorong kita untuk mematuhi ketentuan-ketentuan pengobatan kimia, bedah,
atau elektrik untuk mendorong kita taat kepada peranan-peranan sosial.
Oleh karena itu, kita harus berpikir tentang penyakit sebagai proses sosial
sama pentingnya dengan proses produk biologi alamiah. Sakit dan penyakit
adalah produk tataran sosial, baik dalam pengertian apa yang menyebabkan kita
sakit, dan siapa saja yang terkena sakit. Oleh karena itu, sakit dan penyakit
bukanlah kategori alam yang statis, melainkan bagian dari proses sosial yang terus
berlangsung dalam kehidupan. Marilah kita mulai dengan suatu contoh historis
yang singkat tentang bagaimana sakit adalah produk hubungan-hubungan sosial,
baik apa yang disebut sebagai penyakit dan dalam konteks siapa yang menderita
sakit. Contoh ini juga menggambarkan peranan yang dimainkan oleh profesi
kedokteran dalam memberikan pembenaran ilmiah bagi memaksa individu-
individu masuk ke dalam peranan-peranan sosial mereka yang "normal”.
Ilustrasi di atas memberikan landasan bagi penjelasan sentral pan sosiolog
mengenai fungsi-fungsi sosial kedokteran. Pertama, para sosiolog menjadikan kita
peka terhadap fakta bahwa kedokteran adalah suata institusi pengendalian sosial.
Kedokteran dalam masyarakat modern adalah mekanisme untuk mengendalikan-
—dari perspektif kelompok yang memiliki kekuasaan—aktivitas-aktivitas
menyimpang dari kelompok kelompok dan individu-individu lain. Kedua, apa
yang didiagnosis sebagai penyakit kerap kali adalah produk lingkungan sosial dan
politik, dan khususnya interaksi antara kelas, gender, dan etnisitas. Ketiga,
praktik- praktik ilmiah maupun teknis kedokteran yang tampaknya murni - seperti
30

pembedahan mengangkat ibu jari kaki dalam kasus drapetomania, atau bedah
psikologikal lainnya, atau pemberian sedatif pada kasus-kasus lainnya - semuanya
secara eksplisit ditujukan kepada mendorong kepatuhan atas peranan-peranan
sosial. Praktik ilmiah dan teknis kedokteran bukanlah pekerjaan yang bebas nilai
dari ilmu pengetahuan yang tidak memiliki kepentingan melainkan produk
hubungan-hubungan sosial. Harus diingat bahwa hak-hak kedokteran untuk
mendefinisikan perilaku normal dan kontrolnya terhadap teknologi bedah dapat
bekerja bersama-sama dalam pengobatan atas apa yang didefinisikan sebagai Hnot
coping” atau "depresi”: antara 40.000 dan 50.000 orang Amerika yang mengalami
lobotomi frontal pada 1950-an dan 1960-an (Shuman, 1977).

3.5 Administrasi Kebijakan Kesehatan


Dalam kegiatan apa saja, agar kegiatan tersebut dapat mencapai tujuannya
secara efektif diperlukan pengaturan yang baik. Demikian juga kegiatan dan atau
pelayanan kesehatan masyarakat memerlukan pengaturan yang baik, agar tujuan
tiap kegiatan atau program itu tercapai dengan baik. Proses pengaturan kegiatan
ilmiah ini disebut manajemen, sedangkan proses untuk mengatur kegiatan-
kegiatan atau pelayanan kesehatan masyarakat disebut "Manajemen Pelayanan
Kesehatan Masyarakat". Sebagian orang menyatakan bahwa proses pengaturan
kegiatan untuk mencapai tujuan ini disebut "Administrasi" sehingga proses
pengaturan kegiatan dan atau pelayanan kesehatan masyarakat disebut
"Administrasi Kesehatan Masyarakat". Di sini timbul kerancuan, karena proses
kegiatan sama, namun istilah berbeda "Manajemen" dan "Administrasi”.
Banyak ahli yang telah membuat batasan tentang manajemen ini antara
lain:
a. The accomplishing of a predetermined objectives through the effoft other
people atau: Manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan yang telah
ditentukan dengan menggunakan orang lain, (Robert D. Terry)-
b. Manajemen adalah ”the process, by which the excution of given purpose is
put in to operation and supervised atau: Manajefltf11 adalah proses di mana
31

pelaksanaan dari suatu tujuan diselenggarakan dan diawasi. (Encyclopasdia of


social Sciences).
c. ”Getting things done throngh the effort of people, and that funtion breaks
down in to at least 2 major responsibllitties, one of whlch is planning, the
other contrror (manajemen adalah membuat tujuan tercapai melalui kegiatan-
kegiatan orang lain dan fungsi-fungsinya dapat dipecah sekurang-kurangnya 2
tanggung jawab utama, yakni perencanaan dan pengawasan).
d. Management is the proccess under taken bay one or more persons to
coordinate the activities of other persons to achieve results not attainable bay
any one person acting alone, atau: Manajemen adalah suatu proses yang
dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk mengkoordinasikan kegiatan-
kegiatan orang lain guna mencapai hasil (tujuan) yang tidak dapat dicapai
oleh hanya satu orang saja. (Evancevich, 1989).
Dari batasan-batasan tersebut di atas dapat diambil suatu kesimpulan
umum bahwa manajemen adalah suatu kegiatan untuk mengatur orang lain guna
mencapai suatu tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Seorang manajer dalam
mencapai tujuan adalah secara bersama-sama dengan orang lain atau bawahannya.
Apabila batasan ini diterapkan dalam bidang kesehatan masyarakat dapat
dikatakan sebagai berikut.” Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau
suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan non petugas kesehatan
guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan.”
Dengan kata lain manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan
manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang
menjadi objek atau sasaran manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh, terpadu yang terdiri dari
berbagai elemen (sub sistem) yang saling berhubungan di dalam suatu proses atau
struktur dalam upaya menghasilkan sesuatu atau mencapai suatu tujuan tertentu.
Oleh sebab itu, kalau berbicara sistem pelayanan kesehatan adalah struktur atau
gabungan dari sub sistem di dalam suatu unit atau di dalam suatu proses untuk
mengupayakan pelayanan kesehatan masyarakat baik preventif, kuratif, promotif
maupun rehabilitatif. Sehingga sistem pelayanan kesehatan ini dapat berbentuk
32

Puskesmas, Rumah Sakit, Balkesmas dan unit-unit atau organisasi-organisasi lain


yang mengupayakan peningkatan kesehatan. Dengan demikian, maka manajemen
kesehatan masyarakat adalah proses manajemen di tiap-tiap sub sistem pelayanan.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa manajemen itu suatu seni mengatur
orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi atau unit pelayanan, maka
manajemen tersebut mempunyai fungsi-fungsi, K. berbagai pendapat para ahli
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fungsi manajemen itu pada garisnya terdiri
dari:
a. Perencanaan (Planning)
b. Pengorganisasian {Organizing)
c. Penyusunan personalia (Staffing)
d. Pengoordinasian (Coordinating)
e. Penyusunan anggaran {Budgeting)
Peran sosiologi dalam AKK ini dapat diketahui melalui sudut pandang
sosiologi. Pertama, sosiolog tidak mencoba memberitahu praktisi kesehatan
tentang bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan mereka, meski sebagian dari
penemuan mereka dapat memberitahu kita hal-hal yang menarik tentang
bagaimana kedokteran dan keperawatan dipraktikkan. Sebagai contoh, kajian
tentang pekerjaan sehari-hari praktisi umum menunjukkan kepada kita pola-pola
pengobatan, diagnosis, dan pedoman yang sama bagi semua praktisi umum
(dokter umum) yang memiliki karakteristik bersama - sebagai contoh, lama
pendidikan, apakah mereka berada di kota maupun desa, praktik sendirian atau
berkelompok, laki-laki atau perempuan (White, 1994).
Hal di atas membawa kita ke butir penting kedua yang menjadi karakter
perspektif sosiologi. Fokusnya bukan individu melainkan kelompok di mana
individu adalah anggotanya. Jadi, ketika sosiolog dihadapkan dengan seorang
yang sakit, pertanyaannya bukan, mengapa orang itu sakit? Melainkan, dalam
kelompok seperti apa orang yang sakit itu hidup yang menyebabkan dirinya
menyandang risiko sakit? Sosiolog berpikir tentang masyarakat bukan sebagai
individu-individu yang berkongkmerasi menjadi kelompok, yang merupakan
perspektif psikologi, melainkan sebagai seperangkat struktur-struktur yang akan
33

memproduksi kesempatan hidup tertentu bagi individu-individu di dalam


kelompok. Kita dilahirkan ke dalam kelompok ini - laki-laki atau perempuan,
hitam atau putih, anggota kelas ini atau itu, etnik ini atau itu dan dalam ruang
yang luas, apa pun maksud dan keinginan kita, posisi kita tidak akan berubah di
dalamnya. Dengan kata lain, perspektif sosiologi tidaklah mengenai individu,
melainkan kelompok di mana individu menjadi anggotanya. Bagi sosiolog,
seseorang sakit apa. bagaimana ia diobati, dan mengapa ia meninggal bukan
produk personalitas atau, terutama biologikal, melainkan posisinya dalam
seperangkat hubungan kekuasaan yang terbentuk di luar akses sociai goods yang
menjamin kualitas kehidupan. Variabel antara yang bersifat kunci yang
memfasilitasi atau menghambat akses kepada benda dan jasa {goods and
Services) adalah kelas, gender, dan etnisitas.
Butir ketiga adalah suatu elemen kunci dalam perspektif sosiologi
mengenai penyakit adalah untuk melihat cara kita melabel dan mengobati sakit
sebagai bentuk kontrol sosial. Apa yang didefinisikan sebagai sakit dan
bagaimana diobati tidak selalu merupakan produk kebutuhan biologis, melainkan
sebagai aspek dari asumsi sosial yang lebih luas mengenai perilaku apa yang
selayaknya. Ambillah contoh, 'percobaan yang tidak beruntung di Auckland
Women's Hospital di Selandia Baru. Profesor Herbert Green berpikir bahwa lebih
baik memiliki perempuan subur tapi berumur pendek daripada yang sehat tapi
mandul. Oleh karena itu, ia tidak menganggap kanker sebagai iri situ serviks.
Perempuan tetap subur, tetapi banyak di antara mereka yang meninggal.
Pendapatnya yang nonmedis adalah produk pandangan bahwa perempuan adalah
pengasuh anak-anak sama pentingnya dengan pandangan kedokteran klinik
(Bunkle, 1988).

3.6 Gizi Masyarakat


Dalam kehidupan manusia sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan,
karena makanan adalah salah satu persyaratan pokok untuk manusia, di samping
udara (oksigen). Empat fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia adalah
untuk:
34

a) Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta


mengganti jaringan tubuh yang rusak.
b) Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari.
c) Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air,, mineral
dan cairan tubuh yang lain.
d) Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai
penyakit.
Agar makanan dapat berfungsi seperti ini, maka makanan yang kita makan
sehari-hari tidak hanya sekadar makanan. Makanan harus mengandung zat-zat
tertentu sehingga memenuhi fungsi tersebut, dan zat-zat ini disebut gizi. Dengan
perkataan lain makanan yang kita makan sehari-hari harus dapat memelihara dan
meningkatkan kesehatan.
Ilmu yang mempelajari atau mengkaji masalah makanan yang dikaitkan
dengan kesehatan ini disebut ilmu gizi. Batasan klasik mengatakan bahwa ilmu
gizi ialah ilmu yang mempelajari nasib makanan sejak ditelan sampai diubah
menjadi bagian tubuh dan energi serta diekskresikan sebagai sisa. (Achmad
Djaeni, 1987). Dalam perkembangan selanjutnya ilmu gizi mulai dari pengadaan,
pemilihan, pengolahan, sampai dengan penyajian makanan tersebut. Dari batasan
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu gizi itu mencakup dua komponen
penting yaitu makanan dan kesehatan.
Peran sosiologi kesehatan dapat mengetahui faktor budaya sebenarnya
masalah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan yang tentunya berdampak
pada masalah gizi. Perilaku masyarakat kota dan desa di sertai dengan budaya-
budaya mereka sangat-sangat berbeda kebutuhan pangan dan status sosial mereka
berbeda. Dari perbedaan ini kita bisa membandingkan bahwa masyarakat kota
tingkat pengetahuan mereka akan masalah gizi dan pola-pola hidup yang mereka
jalani lebih cenderung pada kemajuan teknologi, ekonomi, pengetahuan status gizi
mulai dari menu seimbang untuk pola konsumsi mereka. sedangkan masyarakat
pedesaan lebih dekat pada masalah kemiskinan, artinya banyak kekurangan mulai
dari kurangnya pengetahuan akan maslah gizi, kurangnya ketersediaan pangan,
sampai kurangnya kualitas lingkungan yang baik.
35

Tanah air kita ini memiliki bermacam-macam budaya di dalamnya dari


sabang sampai Merauke, dengan suku dan tata kehidupan sosial yang berbeda
pula, hal ini telah memberikan struktur sosial yang memenuhi menu makan
maupun pola makanya, kecenderungan muncul dari suatu budaya terhadap
makanan sangat bergantung pada potensi alamnya atau faktor pertanian yang
dominan. Pengaruh budaya terhadap gizi terdapat pengaruh yang negatif dan ada
pengaruh yang positif, dampak negatifnya munculnya masalah kekurangan gizi di
masyarakat sekitar karena masyarakat sulit meninggalkan kebiasaan-kebiasaan
mereka, mereka lebih percaya pada hal-hal yang di anggap tabuh dalam budaya
mereka sehingga apa yang sebenarnya tubuh butuhkan tidak terpenuhi sehingga
banyak menimbulkan penyakit.

3.7 Kesehatan Keselamatan Kerja


Dalam uraian sebelumnya telah dinyatakan bahwa yang menjadi objek
kajian ilmu kesehatan masyarakat adalah masyarakat terutama dari aspek
kesehatannya, atau yang menjadi pasien kesehatan masyarakat adalah
"masyarakat". Kesehatan kerja adalah merupakan aplikasi kesehatan masyarakat
di dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, dan sebagainya) dan
yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dan
masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Apabila di dalam kesehatan masyarakat
ciri pokoknya adalah upaya preventif (pencegahan penyakit) dan promotif
(peningkatan kesehatan), maka dalam kesehatan kerja maka kedua hal tersebut
juga menjadi ciri pokok.
Oleh sebab itu, dalam kesehatan kerja pedomannya ialah: "Penyakit dan
kecelakaan akibat kerja dapat dicegah", maka upaya pokok kesehatan kerja ialah
pencegahan kecelakaan akibat kerja. Di samping itu, dalam kaitannya dengan
masyarakat di sekitar perusahaan, kesehatan kerja juga mengupayakan agar
perusahaan tersebut dapat mencegah timbulnya penyakit- penyakit yang
diakibatkan oleh limbah atau produk perusahaan tersebut. Sedangkan upaya
promotif berpedoman, bahwa dengan meningkatnya kesehatan pekerja, akan
meningkatkan juga produktivitas kerja. Oleh sebab itu, upaya pokok kesehatan
36

kerja yang kedua adalah promosi (peningkatan) kesehatan masyarakat pekerja


dalam rangka peningkatan produktivitas kerja.
Seperti halnya pada kesehatan masyarakat, meskipun fokus kegiatannya
pada preventif dan promotif, tetapi tidak ‘berarti meninggalkan sama sekali
upaya-upaya kuratif. Dalam kesehatan kerja juga tidak meninggalkan sama sekali
upaya-upaya kuratif, dalam batas-batas pelayanan dasar (primary care). Hal ini
berarti kesehatan kerja di dalam suatu perusahaan, meskipun upaya pokoknya
pencegahan penyakit dan kecelakaan akibat kerja, serta Promosi kesehatan
pekerja, namun perlu dilengkapi dengan pelayanan pemeriksaan dan pengobatan
penyakit atau kecelakaan yang terjadi pada pekerja atau keluarganya. Keluarga
pekerja memang bukan secara langsung menjadi anggota masyarakat pekerja,
namun peranan keluarga (istri atau suami) sangat penting dalam mencegah
penyakit dan kecelakaan kerja serta peningkatan kesehatan pekerja.
Dari aspek ekonomi penyelenggaraan kesehatan kerja bagi suatu
perusahaan adalah sangat menguntungkan, karena tujuan akhir dari kesehatan
kerja ialah untuk meningkatkan produktivitas seoptimal mungkin. Dengan tidak
terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat kerja maka berarti tidak adanya
absentisme pada pekerja. Selain itu, dengan meningkatnya status kesehatan yang
seoptimal mungkin bagi setiap pekerja sudah barang tentu akan berpengaruh
terhadap meningkatnya produktivitas. Tidak adanya absentisme (atau rendahnya
angka absentisme dan meningkatnya status kesehatan pekerja ini jelas akan
meningkatkan efisiensi, yang bermuara terhadap meningkatkan keuntungan
perusahaan.
Dari uraian tersebut di atas dirumuskan, kesehatan kerja adalah merupakan
bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat di dalam
suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja
bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik,
mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan
perusahaan tersebut, melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap
penyakit-penyakit atau gangguan- gangguan kesehatan akibat kerja atau
lingkungan kerja. Kesehatan kerja ini merupakan terjemahan dari ”Occupatiunal
37

Health" yang cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi


masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja.
Menyeluruh dalam arti usaha-usaha preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif,
higiene, penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya, dan sebagainya.
Secara implisit rumusan atau batasan ini, bahwa hakikat kesehatan kerja
mencakup dua hal, yakni: Pertama, sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan
tenaga kerja yang setinggi-tingginya. Tenaga kerja di sini mencakup antara lain:
buruh atau karyawan, petani, nelayan, pekerja-pekerja sektor non formal, pegawai
negeri* dan sebagainya. Kedua, sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang
berlandaskan kepada meningkatnya efisiensi dan produktivitas. (Sumakmur,
1991). Apabila kedua prinsip tersebut dijabarkan ke dalam bentuk operasional,
maka tujuan utama kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan
akibat kerja.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
c. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
d. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta
kenikmatan kerja.
e. Perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari
bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut.
f. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan
oleh produk-produk perusahaan.
Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga
kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila didukung oleh
lingkungan kerja yang memenuhi syarat- syarat kesehatan. Lingkungan kerja yang
mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain: suhu
ruangan yang nyaman, penerangan/pencahayaan yang cukup, bebas dari debu,
sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh atau
anggotanya (ergonomic), dan sebagainya.
Peran sosiologi dalam kesehatan dan keselamatan kerja untuk upaya
memilah-milah kontribusi faktor-faktor material bagi menyebabkan penyakit-
38

penyakit tertentu (Blane et al., 1997). Pemilahan itu meliputi menghimpun bukti
mengenai peranan pekerjaan sebagai penyebab, diet, perumahan dan polusi
atmosfer terhadap kanker, penyakit jantung koroner, kecelakaan dan penyumbatan
jalan pernapasan kronis. Setiap penyakit ini berkaitan dengan pekerjaan dan
penghasilan. Semakin besar penghasilan, sejalan dengan pekerjaan yang semakin
baik dan kurang berbahaya, memberikan akses yang lebih baik kepada akomodasi,
meningkatnya pilihan diet, dan menentukan lokal- lokal dalam suatu kota di mana
penduduk hidup. Namun, faktor-faktor tersebut dapat dipisahkan secara empirik.
Pekerjaan mendedah kita ke bentang luas gangguan fisik dan psikososial.
Sebagai contoh, pendedahan terhadap agen penyebab kanker, jelas, ada industri
yang berisiko tinggi di mana pekerjaan dengan mudah dianggap sebagai penyebab
kanker satu-satunya, seperti pada industri asbestos. Akan tetapi, di luar itu, jurnal
ilmiah bergengsi Nature melaporkan bahwa 20 % dari semua kematian karena
kanker disebabkan oleh pekerjaan. Kajian yang lebih resen mendukung temuan
itu, dengan the World Health Organization pada 2006 melaporkan bahwa
penyebab proporsi dari semua kematian karena kanker di negara-negara industri
dialamatkan kepada ekspos pekerjaan antara 4 - 20 %. Lebih lanjut, kanker adalah
salah satu dari penyebab utama kematian terkait dengan pekerjaan, yang
memberikan kontribusi bagi proporsi fatalitas yang jauh lebih tinggi daripada
kecelakaan atau luka-luka di tempat bekerja (Hamalainen et al., 2007).
Data tentang kematian terkait dengan pekerjaan mengindikasikan hal
penting, khususnya karena hal ini nyaris tidak pernah dilaporkan. Sebagai contoh,
kematian karena tabrakan kendaraan di jalan raya tidak dianggap sebagai
kecelakaan pekerjaan. Di Australia, statistik terakhir menunjukkan bahwa antara
300 hingga 700 pekerja meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja
(Australien Safety and Compensation Council, 2006). Suatu kiraan 5.000 kanker
invasif dan 34.000 kanker kulit nonmelanoma per tahun di Australia disebabkan
oleh ekspos terkait dengan pekerjaan, dan sekitar 1.5 juta orang terekspos
karsinogen yang diketahui. Semakin diketahui bahwa kesehatan pekerja individual
tidak harus secara fisik bersikap terhadap dampak praktik pekerjaan kapitalis.
Kurangnya otonomi pada pekerjaan, kurangnya kontrol atas proses produksi dan
39

pemisahan dari sesama pekerja komponen kunci dari teori alienasi Marx-
semuanya kini terdukung dalam penelitian empirik sebagai penyebab penyakit
(Fritschi dan Driscoll, 2006).
40

BAB 4. PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan ulasan makalah di atas maka kesimpulan yang dapat diambil
adalah:
a. Epidemiologi
Peran sosiologi dapat digunakan untuk mengembangkan argumen-argumen
bagi dasar sosial bagi populasi yang sehat. Dapat mengemukakan eksplanasi
yang melibatkan faktor-faktor sosial seperti hubungan sosial di masyarakat.
Kerapkali dikemukakan bahwa asal-usul epidemiologi adalah mencari suatu
penyebab tunggal penyakit infeksi, khususnya penyakit seperti kolera. Salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah mengembangkan suatu model
sosiologis penyebab-penyebab penyakit, berkebalikan dengan eksplanasi
medis dan epidemiologis penyakit sebagai kejadian individual yang inheren.
Sosiolog berpendapat bahwa alih-alih menggolongkan penyakit sebagaimana
adanya pada tingkat individual, penyakit tersebut; seyogianya digolongkan
menurut penyebab sosial.
b. Biostatistika dan Kependudukan
Peran sosiologi kesehatan dalam statistik untuk upaya memproduksi suatu
argumen tentang mengapa penyakit eksis sebagaimana adanya. Informasi
statistik adalah tumpukan penemuan dan korelasi yang tidak saling berkaitan
mengenai faktor-faktor risiko. Epidemiolog mengkonstruksi kategori-kategori
risiko yang kita sebagai individu diperingatkan akan keberadaannya.
Khususnya, epidemiologi, saling berkelin dan dengan representasi media dan
didukung oleh kelompok kesehatan profesional, kini menghasilkan “epidemik
risiko". Peran odd ratio dari penelitian epidemiologi mendukung perspektif
rasionalistik, individualistik, dan kehidupan prospektif di mana maksimalisasi
kontrol dan minimalisasi ketidakpastian dilihat sebagai sasaran paling
penting.
c. Kesehatan Lingkungan
41

Peran sosiologi digunakan untuk mengetahui faktor sosial apa saja yang dapat
mendukung kesehatan lingkungan guna mengentaskan masalah kesehatan.
Selain itu sosiologi dapat mengangkat fenomena yang melatarbelakangi suatu
permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan lingkungan, sehingga dengan
pendekatan sosiologi akan mendapatkan informasi yang lebih baik dan dapat
menyelesaikan masalah.
d. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Peran sosiologi dalam konsentrasi promosi kesehatan dan ilmu perilaku
menggunakan pendekat-pendekatan sosial digunakan untuk melakukan
edukasi kesehatan supaya masyarakat dapat mengubah perilaku masyarakat
menjadi lebih sehat. Selain itu juga mempelajari fenomena-fenomena sosial
yang terjadi pada suatu kultur masyarakat untuk mendekatkan diri pada
masyarakat untuk memudahkan komunikasi dan perubahan perilaku sehat
dalam sehari-hari.
e. Administrasi Kebijakan Kesehatan
Sosiologi tidak mencoba memberitahu praktisi kesehatan tentang bagaimana
mereka melaksanakan pekerjaan mereka, meski sebagian dari penemuan
mereka dapat memberitahu kita hal-hal yang menarik tentang bagaimana
kedokteran dan keperawatan dipraktikkan. Fokusnya bukan individu
melainkan kelompok di mana individu adalah anggotanya. Sosiolog berpikir
tentang masyarakat bukan sebagai individu-individu yang berkongkmerasi
menjadi kelompok, yang merupakan perspektif psikologi, melainkan sebagai
seperangkat struktur-struktur yang akan memproduksi kesempatan hidup
tertentu bagi individu-individu di dalam kelompok. perspektif sosiologi
mengenai penyakit adalah untuk melihat cara kita melabel dan mengobati
sakit sebagai bentuk kontrol sosial.
f. Gizi Masyarakat
Peran sosiologi kesehatan dapat mengetahui faktor budaya sebenarnya dapat
menjadi masalah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan yang tentunya
yang dapat mengarah pada masalah gizi. Sosiologi dapat menganalisis dengan
42

berbagai pendekatan untuk mengetahui bagaimana budaya dalam


mempengaruhi status gizi masyarakat pada wilayah tertentu.
g. Kesehatan Keselamatan Kerja
Peran sosiologi dalam kesehatan dan keselamatan kerja untuk upaya
memilah-milah kontribusi faktor-faktor material bagi menyebabkan penyakit-
penyakit tertentu. Pemilahan itu meliputi menghimpun bukti mengenai
peranan pekerjaan sebagai penyebab terhadap kanker, penyakit jantung
koroner, kecelakaan dan penyumbatan jalan pernapasan kronis. Setiap
penyakit ini berkaitan dengan pekerjaan dan penghasilan. Semakin besar
penghasilan, sejalan dengan pekerjaan yang semakin baik dan kurang
berbahaya, memberikan akses yang lebih baik kepada akomodasi,
meningkatnya pilihan diet, dan menentukan lokal- lokal dalam suatu kota di
mana penduduk hidup. Namun, faktor-faktor tersebut dapat dipisahkan secara
empirik.

4.2 Saran
Sebagai bagian akhir dari makalah ini, maka saran yang dapat disampaikan
adalah:
a. Perlu digambarkan secara lebih terperinci berdasarkan konsep-konsep
yang ada pada setiap pilar utama ilmu kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Blane, D., Bartley, M. dan Davey, S. G. 1997. Disease Aetiology and Materialist
Explanations of Socioeconomic Mortality Defferentials. European Journal
of Public Health.

Bunkle, P. 1988. Second Opinion. Auckland: Oxford University Press.

Cassel, J. 1976. The Contribution of the Social Environment to Host Resistance.


American Journal of Epidemiology.

Doyle, S., Skoner, W., Rabin, B. dan Gwaltney, J. 1997. Social Ties and
Susceptibility to the Common Cold. Journal of the American Medical
Association.

Engel, G. L. 1981. The Need for a New Medical Model: A Challenge for
Biomedicine. MA: Addison-Wesley

Forde, G. 1998. Is Imposing risk Awareness Cultural Imperialism? Social Science


and Medicine.

Freid, M. 2000. Poor Children Subject to Environment Injustice. Journal of the


American Medical Association.

Fritschi, L dan Driscoll, T. 2006. Cancer Due to Occupaition in Australia.


Australian and New Zealand Journal of Public Health 30.

Hamalainen, P., Takala, J. dan Saarela, K. 2007. Global Estimates of Fatal Work-
Releated Diseases. American Journal od Industrial Medicine.

Haron, P. B. & Hunt, C. L. 1987. Sosiologi Jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga.

Kelly, S., Hertzman, C. dan Daniel, M. 1997. Searching for the Biological
Pathway Between Stress and Health. Annual Review of Public Health.

Kent, R. 1981. A History of British Emperical Sociology. Aldershot: Gower

Markova, I dan Farr, R. 1995. Representations oh Health, Illnes and Handicap.


Chur: Harwood

43
44

Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka


Cipta

Schaefer, R. T. 2012. Sosiologi. Jakarta: Salemba Humanika.

Shuman, S. 1977. Psychosurgery and the Medical Control of Daviance. Detroit:


Wayne State University Press.

Smith, A. 1985. The Epidemiology Basis of Comunity Medicine. Edinburgh:


Churchill Livingstone

Soekanto, S. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sumakmur.1991. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: CV.


Masagung.

Syme, S. 1996. Rethinking Disease: Where Do We Go from Here? Annals of


Eprdemiology.

White, K. 1994. Social Construction of Medicine and Health. Pamerston North:


Dunmore Press.

White, K. 2001. The Early Sociology of Health, six volume. London: Routledge.

White, K. 2012. Pengantar Sosiologi Kesehatan dan Penyakit. Jakarta: Rajawali


Pers.

Zola, I, 1972. Medicine as an Institution of Social Control. American Journal


Sociology Review.

Anda mungkin juga menyukai