Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ASPEK SOSIAL & PERILAKU DALAM PENCARIAN PELAYANAN


KESEHATAN

Kelompok 1
Disusun oleh:
1. Dewi Masithoh (23100200003)
2. Nurbait Aprialiani (23100200001)
3. Simfhony Intan Permata Sari (23100200004)

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023
Kata Pengatar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat All SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Aspek Sosial dan Perilaku dalam
pencarian Pelayanan Kesehatan” dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis berharap
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang aspek
pencarian pelayanan Kesehatan. Begitu pula atas limpahan Kesehatan dan kesempatan yang
Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa
sumber yakni melalui kajian Pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang banyak memberikan kontribusi, dan dosen pembimbing kami dan juga
kepada teman-teman seperjuangan.

Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Tiada yang sempurna didunia ini, melainkan Allah SWT, sehingga kami memohon
kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tangerang, Oktober 2023

Penulis
i
Daftar Isi

Kata Pengatar..........................................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................................iii
Daftar Gambar...................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1


1.2. Tujuan .............................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
PERILAKU MENCARI LAYANAN KESEHATAAN ....................................................... 3
2.1. Definisi ............................................................................................................................. 3
2.2. Model Teori Pelayanan Kesehatan ................................................................................3
2.2.1. Model Keyakinan Kesehatan (Health belief Model)………………………............. 7
2.2.2. Model utilitas pelayanan Kesehatan………………………………………................8
2.2.3. Model Andersens atau Model Kroeger........................................................................9
2.2.4. Model pathway…………………………………………………………………….….11
2.2.5. Model perilaku perencanaan (Theory of Planned behaviour)…………………….12
BAB III KAJIAN KASUS TOPIK TERKAIT TUBERKULOSIS................... 13
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ……………………………………………………………………...........18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................20

ii
Daftar Gambar

Gambar 1. Sectoral Model of health ..................................................................................... 6


Gambar 2. Health belief Model.............................................................................................. 7
Gambar 3. Model Andersens atau Model Kroeger............................................................... 9
Gambar 4. Model pathway ...................................................................................................11
Gambar 5. Model pathway ...................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Pembangunan Kesehatan merupakan bagian dari pembangunan secara nasional,
seperti yang terdapat dalam Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan
bahwa Kesehatan adalah keadaan sehat , baik secara fisik, mental, spiritual maupun social
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Pola perilaku pencarian pengobatan dapat dipandang sebagai salah satu cerminan
implementasi system Kesehatan nasional dan akses terhadap pelayanan Kesehatan. Pada
konteks perilaku pencarian pengobatan di Indonesia, dimana masyarakat memiliki strategi
sendiri untuk mengatasi penyakit mereka, yang disesuaikan dengan pelayanan yang tersedia,
kondisi keuangan ( seperti mencari pengobatan tradisional, pembelian obat diwarung /apotik )
dan penggunaan asuransi kesehatan pemerintah.
Perilaku pencarian layanan kesehatan merupakan suatu respon dalam bentuk tindakan
dan upaya untuk mendapatkan pengobatan yang tepat ketika seseorang merasa dirinya
memiliki gangguan Kesehatan.Oleh karena itu pelayanan Kesehatan menjadi semakin penting
saat ini untuk mencapai Masyarakat sehat, banyak factor seperti jenis kelamin, usia, jenis
penyakit, akses terhadap layanan dan kualitas layanan yang dirasakan mempengaruhi
perilaku mencari layanan Kesehatan.
Ada beberapa model yang berbeda untuk menjelaskan pemanfaatan layanan
Kesehatan, Adanya model teori pelayanan Kesehatan dimana pemanfaatan pelayanan
kesehatan seseorang dilihat dari aspek perilaku dg munculnya Model Anderson dan newman
(1973) , Model Kroeger ( 1983).
Pemanfaatan layanan kesehatan dari aspek model sosio-perilaku dg munculnya :
Model Keyakinan Kesehatan (Health belief Model) dikenal dalam kesehatan masyarakat
yang dikembangkan pada tahun 1950, ada beberapa pilihan penyedia layanan kesehatan
yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang diantaranya mengenai Keyakinan individu
terhadap dampak penyakit dan akibat yang ditimbulkannya; Keyakinan tentang konsekuensi
praktik kesehatan , ,adanya keyakinan dan motivasi kesehatan ditentukan oleh variabel
sosio-demografis (kelas, usia, jenis kelamin, agama, dll) dan karakteristik psikologis orang

1
yang diwawancarai.Adanya Model utilitas pelayanan Kesehatan Contoh faktor yang disusun
dalam kategori model pemanfaatan layanan kesehatan adalah usia, jenis kelamin, agama,
penilaian Kesehatan global, pengalaman sebelumnya dengan penyakit, Pendidikan formal,
sikap umum terhadap layanan kesehatan, pengetahuan tentang penyakit, dll. Termasuk
didalamnya adanya Model perilaku Anderson , Model Kroeger, Model pathway
(menekankan pentingnya “orang lain yang signifikan” dan proses pengambilan keputusan ),
Model perilaku perencanaan (Theory of Planned behaviour) (model keyakinan, sikap dan
perilaku).
Perilaku Kesehatan Masyarakat dapat dijelaskan oleh banyak teori , salah satunya
dalam teori perilaku dan akses kelayanan Kesehatan oleh Ronald M.Andersen. Pengguna
fasilitas layanan kesehatan dipengaruhi beberapa factor antara lain kondisi lingkungan,
karakteristik masyarakat, perilaku kesehatan dan hasil dari pengguna layanan kesehatan itu
sendiri.
Di Indonesia sendiri, penyakit tuberculosis masih merupakan masalah utama
kesehatan di masyarakat. Jumlah kasus tuberculosis di Indonesia menempati urutan ke -2
didunia sebagai negara yang memiliki jumlah penderita TB terbanyak setelah India. Sejak
menjadi masalah didunia, telah dilakukan penelitian perilaku pada pasien tuberculosis,
perilaku pencarian pengobatan tahap pertama ketika seseorang mengalami gejala suspek
tuberculosis yaitu ketoko obat, dikarenakan biaya yang terlalu mahal, membutuhkan waktu,
jarak yang jauh, kepercayaan akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik ditempat lain, dan
ketidakpercayaan akan fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga terjadi keterlambatan
pengobatan tuberculosis. Penemuan kasus tuberculosis atau penjaringan suspek tuberculosis
memegang peranan penting dalam penanggulangan tuberculosis di Indonesia .Perilaku
pencarian pengobatan merupakan salah satu yang perlu diperhatikan karena menjadi salah
satu penentu dalam menerima pengobatan yang kurang tepat dan keterlambatan dalam
diagnosa.

2
1.1. Tujuan
1.1.1. Tujuan umum :
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi health seeking behavior pada
masyarakat
1.1.2. Tujuan khusus :
1. Mengalanisa Korelasi antara karakteristik sosiodemografi dan ekonomi
dengan health seeking behavior pada masyarakat
2. Menganalisis hubungan faktor budaya dengan health seeking behavior
3. Menganalisa hubungan akses layanan kesehatan dengan health seeking
behavior
4. Menganalisis hubungan keseriusan penyakit dengan health seeking behavior
5. Menganalisis hubungan faktor cakupan asuransi dengan health seeking
behaviour

3
BAB II
PEMBAHASAN
PERILAKU MENCARI LAYANAN KESEHATAN

2.1. Definisi
Perilaku mencari Kesehatan telah didefinisikan sebagai “ rangkaian Tindakan perbaikan
yang dilakukan individu untuk memperbaiki persepsi Kesehatan yang buruk”.
Secara khusus pencarian layanan Kesehatan dapat digambarkan dengan data yamg
dikumpulkan dari informasi seperti perbedaan waktu antara timbulnya penyakit dan
kontak dengan professional kesehtan, jenis penyedia layanan Kesehatan, pasien mencari
bantuan, seberapa patuh pasien terhadap pengobatan yang direkomendasikan, alasannya
untuk pilihan professional Kesehatan dn alsannya untuk tidak mencari bantuan dari
professional Kesehatan.
Dalam perilaku yang terkait dengan pembentukan dan pemeliharaan kondisi fisik dan
mental yang sehat, pencegahan primer adalah perilaku pencarian Kesehatan yang juga
mencakup perilaku yang berhubungan dengan penyimpangan dari kondisi sehat,
Pencegahan Sekunder adalah pengendalian dari penyimpangan kondisi sehat tersebut, dan
Pencegahan Tersier adalah mengurangi dampak serta perkembangan dari suatu penyakit.

WHO telah melakukan survey terperinci dan menempatkan india pada peringkat 112
dari 190 negara dalam survey mengenai system layanan Kesehatan di negaranya. Hal ini
tidak menghenrankan karena negara ini hanya mengalokasikan 4,2 % PDB nya untuk
belanja Kesehatan, dimana belanja masyarakatnya hanya sebesar 1,2% dibandingkan
dengan 3% diTiongkok dan 8,3% di Amerika Serikat.

2.2. Model Teori Pelayanan Kesehatan


Para sarjana dari berbagai aliran ekonomi, antropologi, epidemiologi, kebijakan publik
dan manajemen telah mengeksplorasi alasan di balik pemanfaatan layanan kesehatan
oleh seseorang.
Ada beberapa model yang berbeda untuk menjelaskan pemanfaatan layanan kesehatan,
misalnya model psikologis berdasarkan struktur sosial dan orientasi medis individu

4
(Suchman, 1965), model keyakinan kesehatan berdasarkan berbagai persepsi dan
motivasi individu, dan layanan kesehatan yang didorong oleh utilitas. mencari model
langkah pengambilan keputusan.
Ketika berbicara tentang perilaku individu dalam mencari layanan kesehatan, fokusnya
adalah pada elemen kontekstual yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi individu
dan karakteristik sistem kesehatan yang berlaku. Oleh karena itu, fokus penelitian
pemanfaatan layanan kesehatan dari perspektif perilaku adalah mengidentifikasi faktor-
faktor yang paling tepat (baik individu maupun lingkungan) yang dapat mempengaruhi
pilihan penyedia layanan kesehatan.

Ada dua kerangka besar yang diusulkan untuk menjelaskan pemanfaatan layanan
kesehatan seseorang dari aspek perilaku. Ini adalah:
1) Model Andersen & Newman (1973)
Kerangka kerja pemanfaatan layanan kesehatan Andersen & Newman (1973),
membayangkan bahwa penggunaan layanan kesehatan oleh individu bergantung
pada tiga komponen:
a. Predisposisi,
Komponen predisposisi mencoba menjelaskan kecenderungan seseorang
terhadap penggunaan layanan kesehatan sebelum timbulnya suatu episode
penyakit. Ini terdiri dari variabel demografi, struktur sosial dan kepercayaan.
b. Pemungkin, dan
Komponen pemungkin terdiri dari variabel-variabel yang berperan
menunjang dalam pemenuhan kebutuhan individu akan pelayanan
kesehatan. Ini terdiri dari variabel yang mewakili atribut keluarga dan sumber
daya komunitas.
c. tingkat penyakit.
Tingkat penyakit berfokus pada alasan langsung penggunaan layanan
kesehatan oleh seseorang. Terdiri dari penyakit yang dirasakan dan tingkat
penyakit yang dievaluasi untuk individu.

2) Model Kroeger (1983)

5
Kerangka penting kedua diberikan oleh Kroeger (1983) tentang pemanfaatan layanan
kesehatan, yang berdasarkan tinjauan literatur rinci di bidang pemanfaatan layanan
kesehatan mengusulkan kerangka konseptual yang cocok untuk negara maju dan
berkembang.

Kerangka kerjanya meliputi:


a. Karakteristik pasien,
Karakteristik pasien mirip dengan faktor predisposisi yang dikemukakan oleh
Andersen & Newman (1973). Ini mencakup variabel-variabel yang terkait
dengan demografi dan masyarakat.
b. karakteristik gangguan,
Karakteristik kelainan terdiri dari tingkat keparahan dan sifat penyakit
c. Persepsi pasien, dan
Persepsi pasien terdiri dari persepsi tentang manfaat yang diharapkan dari
pengobatan, persepsi tentang jenis kelainan, dan persepsi tentang penyebab
penyakit.
d. Karakteristik pelayanan sebagai karakteristik utama pemanfaatan layanan
kesehatan.
Pelayanan kesehatan, praktik pelayanan kesehatan, sikap dan persepsi
kesehatan merupakan empat sektor yang mencakup disiplin ilmu Ilmu Sosial.
Ada banyak konstruksi sosio-ekonomi dan sosio-demografis seperti etnis,
gender, usia, agama, kasta dan kelas sosial yang mempengaruhi paparan dan
kerentanan terhadap penyakit, membentuk persepsi dan respons terhadap
masalah kesehatan, menggerakkan upaya dan menciptakan dampak pada
kesehatan. kehidupan dan kesejahteraan individu.

6
Sektor ''Layanan dan sistem kesehatan'' berkaitan dengan pengembangan kesehatan
masyarakat dengan memberikan layanan kesehatan yang dapat diterima dan dapat diakses
oleh masyarakat. Praktik pelayanan kesehatan berkaitan dengan perilaku dan praktik
kesehatan masyarakat serta cara masyarakat memperlakukan orang sakit. Hal ini
berkaitan dengan pemahaman seseorang mengenai penyebab penyakit, perilaku
kesehatannya, dan cara mereka merawat diri ketika jatuh sakit

Pemanfaatan layanan kesehatan atau model sosio-perilaku dan model pengambilan


keputusan merupakan model yang paling populer dalam mempelajari sistem kesehatan.
Tujuan utama dari berbagai model adalah untuk meningkatkan solusi praktis dari faktor-
faktor kunci yang mungkin terjadi dibandingkan untuk mencapai kemajuan teoritis.

2.2.1. Model Keyakinan Kesehatan (Health belief Model)


Ini adalah yang paling dikenal dalam kesehatan masyarakat yang dikembangkan pada
tahun 1950, Model keyakinan kesehatan berdasarkan berbagai persepsi dan motivasi
individu dan model langkah pengambilan keputusan pencarian layanan kesehatan
yang didorong oleh utilitas ketika menyangkut perilaku pencarian layanan kesehatan
individu, fokusnya adalah pada kontekstual elemen individu dan karakteristik sistem
kesehatan yang berlaku.

7
Oleh karena itu, fokus penelitian pemanfaatan layanan kesehatan dari perspektif
perilaku adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang paling tepat (baik individu
maupun lingkungan) yang dapat mempengaruhi pilihan penyedia layanan kesehatan,
yaitu:
1. Keyakinan tentang dampak penyakit dan akibat yang ditimbulkannya;
kerentanan yang dirasakan, atau keyakinan tentang betapa rentannya seseorang
menganggap dirinya sehubungan dengan penyakit atau masalah kesehatan
tertentu, dan konsekuensinya.
2. Motivasi kesehatan atau kesiapan untuk peduli terhadap masalah kesehatan.
3. Keyakinan tentang konsekuensi praktik kesehatan dan kemungkinan serta upaya
untuk menerapkannya. Evaluasi perilaku bergantung pada 'kemauan' dalam
praktik kesehatan tertentu.
4. Isyarat untuk bertindak, yang mencakup berbagai faktor internal dan eksternal,
yang mempengaruhi tindakan, misalnya. sifat dan intensitas gejala penyakit
kampanye media massa, saran dari pihak lain yang relevan. [Keluarga, teman,
staf kesehatan, dll.]
5. Keyakinan dan motivasi kesehatan ditentukan oleh variabel sosio-demografis
[kelas, usia, jenis kelamin, agama, dll.] dan karakteristik psikologis orang yang
diwawancarai.

2.2.2. Model utilitas pelayanan Kesehatan


Contoh faktor yang disusun dalam kategori model pemanfaatan layanan kesehatan
adalah usia, jenis kelamin, agama, penilaian Kesehatan global, pengalaman
sebelumnya dengan penyakit, Pendidikan formal, sikap umum terhadap layanan
kesehtan, pengetahuan tentang penyakit, dll.
Model perilaku Anderson tentang Pemanfaatan layanan kesehatan digunakan
sebagai kerangka konseptual. Model ini telah digunakan secara luas baik di negara
berkembang maupun maju untuk memahami pemanfaatan layanan kesehatan.
Model tersebut mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan
layanan kesehatan menjadi tiga kelompok:
1. Faktor Predisposisi

8
Di antara faktor-faktor predisposisi, karakteristik demografi (usia, jenis kelamin,
status perkawinan) mencerminkan kecenderungan individu untuk menggunakan
layanan. Struktur sosial (pendidikan, pekerjaan, dan ras/etnis) mengukur
kemampuan individu dalam mengatasi permasalahan, sumber daya yang
tersedia dalam masyarakat, dan keadaan lingkungan fisik.
Keyakinan kesehatan adalah nilai-nilai dan pengetahuan tentang kesehatan dan
sistem pelayanan kesehatan yang mempengaruhi pemanfaatan dan ini
mencakup sikap umum terhadap pelayanan medis, dokter dan penyakit.
2. Faktor Pemungkin
Faktor pemungkin, baik pribadi maupun organisasi, harus ada dalam
pemanfaatan layanan dan ini mewakili kemampuan aktual individu untuk
memperoleh layanan kesehatan. Faktor pendukung pribadi mencakup
pendapatan, asuransi kesehatan, sumber perawatan rutin, serta waktu
perjalanan dan waktu tunggu.
faktor pendukung organisasi mencakup ketersediaan penyedia layanan
kesehatan dan distribusi spasialnya.

3. Faktor kebutuhan
Penyebab paling mendesak dari pemanfaatan layanan kesehatan adalah
kebutuhan. Penilaian mengenai kebutuhan ini dapat dilakukan oleh individu itu
sendiri atau keluarga pengasuhnya (perceived need) dan dapat diperkirakan
melalui penilaian diri terhadap status kesehatan, gejala yang dialami selama
jangka waktu tertentu, atau jumlah gejala selama jangka waktu tertentu.
Kebutuhan juga dapat didefinisikan melalui evaluasi profesional (evaluated
need); misalnya peringkat keparahan dokter untuk suatu episode penyakit.

2.2.3. Model Andersens atau Model Kroeger


Model ini didasarkan pada revisi literatur yang luas dan diuraikan dengan baik,
kerangka kerjanya yaitu asset dan interaksi jaringan social.

9
Talcott Parson memandang bahwa kedokteran sebagai startegi masyarakat untuk menjaga
Kesehatan anggotanya, dalam skema ini dia berbicara tentang kemampuan masyarakat
untuk melakukan peran mereka dalam bidang Kesehatan.
Masyarakat merespon penyakit tidak hanya dengan memberikan pelayanan Kesehatan
tetapi dengan prilaku yang diterima oleh masyarakat. Menurut Parson peran sakit
mempunyai 3 ciri, yaitu
1. Penyakit menjauhkan orang dari tanggung jawab rutinnya
Orang yang sakit akan ditangguhkan dari kewajiban rutinnya yaitu bekerja atau
bersekolah, dan harus pergi ke dokter untuk berkonsultasi tentang penyakitnya.
2. Orang yang sakit Pasti ingin sembuh
Kita amati bahwa tidak ada seorangpun yang ingin menjadi sakit tetapi seseorang
akan berperilaku seperti orang sakit yang bertujuan untuk menghindari tanggung
jawab atau untuk mendapatkan perhatian.
3. Orang yang sakit harus mencari pertolongan yang kompeten
Orang yang sakit harus pergi ke dokter dan berkonsultasi tentang penyakitnya dan
harus mengambil Tindakan pencegahan. Bagian utama dari analisis fungsional
struktural kesehatan adalah peran orang sakit yang menjauhkan orang sakit dari
tanggung jawab social rutinnya. Teori interaksi simbolik ini menyelidiki
bagaimana kesehatan dan perawatan medis Sebagian besar merupakan masalah
definisi yang dikonstruksikan secara social. Analisis konflik social berfokus pada
ketimpangan distribusi layanan Kesehatan dan medis. Disini uang adalah
penyebab utama kehidupan yang lebih baik. Suchman adalah orang pertama yang
menggunakan model jalur untuk menggambarkan Langkah-langkah proses, mulai
dari identifikasi gejala hingga penggunaan fasilitas penyedia layanan Kesehatan
tertentu. Model ini bertujuan untuk mengidentifikasi urutan Langkah yang logis.

10
Hal ini juga menganalisis bagaimana factor social dan budaya mempengaruhi
rangkaian ini.
Pendekatan ini merupakan pendekatan antropologis yang menggunakan metode
investigasi kualitatif. Febregu mengembangkan metode teoritis perilaku penyakit
yang berkonsentrasi pada informasi yang mungkin diharapkan diproses oleh
seseorang selama suatu episode penyakit. Pendekatan ini didasarkan pada teori
ekonomi dan keputusan dasar dan prinsip manfaat biaya digunakan untuk
mengevaluasi tindakan karena perilaku mencari layanan kesehatan adalah proses
asosial yang melibatkan interaksi individu dengan jaringan sosial, maka penting
untuk melihat proses pengambilan keputusan dari perspektif ini.

2.2.4. Model Pathway


Model jalur ini menekankan pentingnya “orang lain yang signifikan” dan proses
pengambilan keputusan.
Sebuah konsep yang diuraikan oleh ‘Jansen 1978’ yang merupakan kunci untuk
memahami pengambilan keputusan dalam proses pengobatan. Selama perjalanan
penyakit, keterlibatan manajemen kelompok pendukung dapat berubah secara
bertahap. Sebagian besar penelitian yang menggunakan model jalur ini menyelidiki
mulai dari pertama kali menghubungi fasilitas kessehatan.

Pryer (1989) menunjukkan konsekuensi tragis dari semangat yang rentan. Dari studi
terhadap rumah tangga, Ketika rumah tangga jatuh sakit, keluarga harus menghadapi
permasalahan tertentu seperti, Perempuan dan anak-anak yang harus keluar rumah

11
untuk bekerja, membeli obat-obat yang berasal dari dana sebagai mata pencaharian
untuk hidup, pengobatan yang tidak lengkap.

Jika mereka ingin memenuhi kebutuhan ini maka mereka harus mencari pinjaman,
bantuan dari tetangga, hingga mengurangi belanja untuk konsumsi makanan, dll.
Ketika perempuan keluar untuk bekerja, konsekuensi yang dihadapi adalah ia tidak
akan mempunyai waktu untuk anak-anaknya, sehingga hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan kerentanan anak terhadap penyakit.

2.2.5. Model Perilaku Perencanaan (Theory of Planned behaviour)


Pusat dari berperilaku mempertanyakan model keyakinan, sikap dan perilaku, Teori
ini menentukan bahwa perilaku tertentu akan dievaluasi dalam konsekuensinya yang
spesifik:
a. Keyakinan (belief)
Adalah motivasi diri untuk memenuhi harapan orang lain
b. Sikap (attitude)
Perilaku tertentu yang akan dievaluasi konsekuensinya secara spesifik
c. Perilaku (Behaviour)
Keyakinan tentang akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat bertindak dengan
sukses. Faktor kunci dari teori ini adalah dorongan perasaan pengendalian diri (self control).

12
BAB III
KAJIAN KASUS TOPIK TERKAIT
TUBERKULOSIS

Menurut Jurnal Gambaran Perilaku Pencarian Pengobatan Pasien Tuberkulosis di Kota


Bandung, Alasan responden terlambat dalam mencari pengobatan TB yaitu karena tidak tahu
keparahan dari gejala yang dialami (90,6%) .

Lama waktu yang dibutuhkan responden dalam mencari pengobatan untuk gejala sakitnya
sampai pada diagnosis TB yaitu rata-rata sekitar 24 hari (max: 90 hari, min: 1 hari).
Kemudian lama waktu yang dibutuhkan responden dari didiagnosis TB sampai mulai
pengobatan TB yaitu rata-rata sekitar 2 hari (max: 7 hari, min: 1 hari).

Penelitian lain menunjukan bahwa 14 hari merupakan waktu yang direkomendasikan untuk

pergi ke pusat kesehatan. Ada penelitian lain yang menjelaskan bahwa keterlambatan yang
dikatakan signifikan adalah lebih dari 30 hari. Tetapi jarak antara 20-81 hari sudah dikatakan
terlambat.

Keterlambatan mencari pengobatan bisa merefleksikan ketidaktahuan pasien tentang TB dan

gejalanya. Seperti ditunjukan dalam penelitian ini, 90,6% responden menyatakan karena

alasan tidak tahu keparahan dari gejala yang dialaminya sehingga terlambat mencari
pengobatan. Seperti hasil penelitian lain yang menunjukan ketidaktahuan tentang gejala TB

berpengaruh ke keterlambatan pengobatan.

Waktu untuk mendapatkan pengobatan di pusat kesehatan sekitar 2 hari. Lebih sedikit

dibandingkan penelitian Osei dkk. Dari data tersebut, terlihat lebih lama waktu yang
diperlukan masyarakat dalam mencari pengobatan dari pada dipusat kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan. Penelitian lain menyebutkan bahwa faktor-faktor demografi-sosial
berpengaruh pada keterlambatan, seperti usia, status pernikahan, pendidikan yang rendah, dan
pendapatan yang rendah, dan tidak punya asuransi kesehatan.

13
Beberapa faktor dalam perilaku pencarian pengobatan dijelaskan dalam teori Andersen, yang
menyatakan perilaku pencarian pengobatan bergantung pada 4 faktor, yaitu Kondisi
lingkungan, terdiri dari sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan luar; Karakteristik
masyarakat, seperti keadaan demografi-sosial, pengetahuan, kondisi keluarga, sosial-budaya,
persepsi kesahatan dirinya; Perilaku kesehatan, terdiri dari menjaga kesehatan pribadi, dan
penggunaan fasilitas kesehatan; Hasil pengobatan, terdiri dari persepsi kesehatan setelah
berobat, hasil pemeriksaan dari petugas kesehatan, dan kepuasan akan pengobatan.

Dalam penelitian oleh Dodi Hidayat et.al dikota Bandung, dijelaskan bahwa faktor
karakteristik responden seperti faktor psikologis, individu, sosial budaya dan keluarga,
keadaan, dan pengetahuan lebih berperan bagi responden dalam mencari pengobatan. Faktor
kondisi lingkungan dan hasil pengobatan, seperti faktor penyedia layanan kesehatan lebih
berperan dalam perilaku pencarian pengobatan responden dibandingkan dengan faktor
pemasaran. Yang paling berpengaruh dalam perilaku pencarian pengobatan yaitu faktor

karakteristik responden. Seperti ditunjukan dalam penelitian Yimer dkk. bahwa faktor
karakteristik masyarakat seperti, keadaaan demografi-sosial, pengetahuan memegang peranan
dalam pencarian pengobatan seseorang.

3.1. Tujuan Khusus


3.1.1. Korelasi antara Karakteristik sosiodemografi dan ekonomi dengan health
seeking behavior pada Pasien Tb Paru

a. Faktor Jenis Kelamin


Menurut Penelitian Jyothi et al di distrik Gwalior, Madhya, Pradesh, India
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki 4,19 berisiko terhadap kejadian
tuberkulosis.
Menurut Penelitian Dodi Hidayat et al di Kota Bandung, Indonesia didapatkan
bahwa berdasarkan data karakteristik responden, didapatkan lebih banyak pasien
TB dengan jenis kelamin laki-laki (54,2%) dibandingkan dengan perempuan
(45,8%)
b. Faktor Umur

14
c. Berdasar Penelitian Begna et al (2014) di South East Ethiopia didapatkan bahwa
umur diatas 36 tahun berisiko 3,54 kali berisiko terhadap kejadian tuberkulosis.
Sedangkan penelitian Fitriani berisiko 3,21 kali terhadap kejadian tuberkulosis.
Berdasarkan jurnal Gambaran Perilaku Pencarian Pengobatan Pasien Tuberkulosis
di Kota Bandung, Usia produktif (18-50 tahun) lebih banyak terkena penyakit Tb
85,4% dari pada usia non Produktif (>50 tahun) yaitu sekitar 14,6%. Tb pada usia
produktif lebih banyak, akibatnya mereka bisa kehilangan produktifitasnya untuk
bekerja.

d. Faktor Status Pendidikan

Berdasarkan Penelitian Cheru et al (2015) di Metema district didapatkan bahwa


status pendidikan yang buta huruf atau tidak sekolah 3,65 kali berisiko terhadap
kejadian tuberkulosiS. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Jurcev-
Savicevic et al (2013) didapatkan tingkat pendidikannya sekolah dasar dan tidak
berisiko 2,33 kali terhadap kejadian tuberkulosis.

Dody Hidayat et.al dikota bandung, Tingkat pendidikan responden mayoritas SD-
SMA, dapat dikategorikan rendah-sedang, sehingga masih banyak responden yang
tidak tahu tentang TB dan keparahan dari gejalanya. Penelitian lain menjelaskan

bahwa faktor pendidikan bisa menyebabkan keterlambatan dalam pengobatan.


tidak tamat SD sekitar 4,2%, SD 21,9% , SMP 29,2%, SMA 39,6% , Diploma 1
%, Sarjana 4,2%.

e. Faktor Status perkawinan

Berdasarkan Penelitian Begna et al (2014) di South East Ethiopia didapatkan


bahwa status perkawinan yang belum menikah 8,40 kali berisiko terhadap
kejadian tuberkulosis.

Berdasarkan penelitian Dody Hidayat et.al diKota Bandung, satus pernikahan


menikah memilki resiko mengalami penyakit Tb sekitar 72,9% dari pada yang
belum menikah (24%) dan Duda/janda yaitu sekitar 3,1%.

f. Faktor Pendapatan

15
Berdasarkan Penelitian Jyothi et al di distrik Gwalior, Madhya, Pradesh, India
didapatkan bahwa pendapatan keluarga yang kurang dari 10.000 rupee berisiko
1,32 kali terhadap kejadian tuberkulosis. Sedangkan pada penelitian Fitriani
(2013) bahwa tingkat pendapatan yang rendah 3,17 kali berisiko terhadap kejadian
tuberkulosis. Karakteristik penghasilan diatas UMK memiliki angka kejadian
penyakit tuberculosis lebih sedikit yaitu sekitar 8,3% dari pada yang mendaptakan
penghasilan dibawah UMK yaitu sekitar 91,7%.

g. Faktor Pekerjaan

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Jurcev-Savicevic et al (2013)


didapatkan bahwa jenis pekerjaan yang menganggur atau tidak bekerja berisiko
2,69 kali terhadap kejadian tuberkulosis. sedangkan menurut penelitian Jyothi et
al, jenis pekerjaan pemecah batu berisiko 1,22 kali terhadap kejadian tuberkulosis.

Berdasarkan penelitian Dody Hidayat et.al diKota Bandung, karakteristik


pekerjaan mempengaruhi angka kejadian penyakit Tuberkukosis, petani 1%,
pedagang atau wiraswasta (21,9%), Buruh pabrik (24%), Tidak bekerja (12.5%),
Ibu Rumah tangga (29,2% ), lainnya (11,5%).

3.1.2. Hubungan Faktor Budaya dengan health seeking behaviour pada pasien TB
Paru

Dody Hidayat et.al dikota bandung , Kemudian stigma memegang peranan penting bagi

seseorang dalam perilaku pencarian pengobatannya. Stigma yang ada tentang penyakit TB di
masyarakat kebanyakan mereka mendukung dan membantu, tidak terlalu banyak masyarakat
yang memiliki pikiran negatif tentang TB, dan responden tidak takut jika masyarakat tahu

bahwa dia memiliki TB. Seperti didukung dalam penelitian Osei dkk.

Namun dalam penelitian Bam dkk. di Banglades. Menunjukan hasil lain, yaitu masih ada
stigma negatif terhadap TB di masyarakat yang berpengaruh ke pencarian pengobatan yang
terlambat.

16
3.1.3. Hubungan akses layanan kesehatan dengan health seeking behavior pada
pasien TB paru

Dody Hidayat et.al dikota bandung , Responden memiliki perilaku pencarian pengobatan
yang bervariasi, kebanyakan responden memilih pergi ke pusat kesehatan seperti ke
puskesmas (62,5%) atau lebih memilih ke klinik (8,3%) atau dokter praktik mandiri (20,8%).
Perilaku pencarian pengobatan yang serupa, lebih memilih ke pusat kesehatan untuk berobat
ditunjukan oleh penelitian Bam dkk. di Bangladesh tahun 2014.

Jarak fasilitas Kesehatan primer seperti puskesmas berpengaruh pada tingginya perilaku
pencarian pengobatan Tuberkulosis, yaitu Jarak tempuh <5 km sekitar 74%, jarak tempuh 5-
10 Km sekitar 17,7%, jarak tempuh 10-20 Km sekitar 5,2%, jarak tempuh 20-30 Km yaitu
sekitar 2,1% dan jarak tempuh >30 Km sekitar 1%.

Sedangkan waktu tempuh untuk mendapatkan akses pelayanan Kesehatan ke puskesmas yaitu
kurang dari 30 menit sekitar 91,7% dan waktu tempuh 30-60 menit yaitu sekitar 8,3%. Yang
artinya, semakin pendek waktu tempuh ke fasilitas Kesehatan akan mempengaruhi semakin
tingginya perilaku pencarian pengobatan.

3.1.4. Hubungan keseriusan penyakit dengan health seeking behavior pada pasien TB
paru

Gejala yang banyak dialami oleh responden yaitu batuk lebih dari 2 minggu (54,2%), batuk
berdarah (14,6%) dan sakit dada (10,4%). Hasil serupa ditunjukan oleh penelitian Duan dkk.

di Wuhan Cina, bahwa lebih banyak gejala batuk lebih dari 2 minggu yang dialami oleh
pasien. Gejala kronis seperti batuk lebih dari 2 minggu, batuk berdarah, memungkinkan
responden lebih memilih pusat kesehatan, seperti puskesmas atau klinik sebagai tempat
berobat. Hal ini ditunjukan dalam penelitian lebih banyak yang memilih ke pusat Kesehatan
untuk berobat.

3.1.5. Hubungan faktor cakupan asuransi dengan health seeking behavior pada
pasien TB paru

17
Kondisi responden yang memiliki asuransi kesehatan (59,4%) dibandingkan dengan yang
tidak memiliki asuransi kesehatan (40,6%) bisa menjadi faktor bagi responden untuk lebih

mencari pengobatan ke pusat kesehatan. Penelitian Duan dkk. di Wuhan Cina, menunjukan
bahwa orang yang memiliki asuransi kesehatan lebih mencari pengobatan ke pusat kesehatan
untuk mengobati gejalanya, dan yang tidak memiliki asuransi kesehatan lebih berisiko
mengalami keterlambatan dalam pengobatan. Penelitian lain juga menjelaskan bahwa orang
yang memiliki asuransi kesehatan lebih cenderung mencari pengobatan ke pusat kesehatan.

BAB IV
PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Para sarjana dari berbagai aliran ekonomi, antropologi, epidemiologi, kebijakan publik dan
manajemen telah mengeksplorasi alasan di balik pemanfaatan layanan kesehatan oleh
seseorang. Relasi gender di wilayah masyarakat juga tercermin dalam pola kelembagaan
sistem pelayanan kesehatan.
Dengan menerapkan teori-teori ini, perilaku kesehatan individu dapat dipelajari dalam
dimensi yang berbeda. Peneliti dapat memperluas penelitian teoritis untuk menjelaskan
keterlibatan klien dalam perilaku pengendalian penyakit. Profesional layanan kesehatan
dapat menggunakan penjelasan ini untuk merancang intervensi guna mendorong perilaku
mencari layanan. Jika penjelasan tentang perilaku mencari layanan didukung secara empiris
untuk satu kondisi, maka penjelasan ini dapat diuji dalam kaitannya dengan pencarian
layanan untuk perilaku kesehatan lainnya
Beberapa faktor dalam perilaku pencarian pengobatan dijelaskan dalam teori Andersen, yang
menyatakan perilaku pencarian pengobatan bergantung pada 4 faktor, yaitu:

1. Kondisi lingkungan, terdiri dari sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan luar;
2. Karakteristik masyarakat, seperti keadaan demografi-sosial, pengetahuan, kondisi
keluarga, sosial-budaya, persepsi kesahatan dirinya;
3. Perilaku kesehatan, terdiri dari menjaga kesehatan pribadi, dan penggunaan fasilitas
kesehatan;

18
4. Hasil pengobatan, terdiri dari persepsi kesehatan setelah berobat, hasil pemeriksaan
dari petugas kesehatan, dan kepuasan akan pengobatan.

Berdasarkan temuan diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku pencarian pengobatan lebih
banyak memilih pusat kesehatan, seperti puskesmas, dokter praktik dan klinik. Karakteristik
responden, seperti kepemilikan asuransi, jarak yang dekat dengan fasilitas kesehatan, stigma
tentang TB yang berkurang, mendukung untuk pencarian pengobatan ke pusat kesehatan,
ditunjukan dengan hasil yang serupa oleh penelitian lain.

Kemudian keterlambatan yang terjadi 24 hari, lebih dari waktu yang direkomendasikan
sekitar 14 hari, dikarenakan pengetahuan yang kurang tentang TB. Faktor- faktor yang
menyebabkan perilaku pencarian pengobatan yaitu faktor karakteristik masyarakat,
sepertidemografi-sosial,kondisikeluarga,sosial- budaya, pengetahuan, sikap dan stigma.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Indian Journal of research. Health care seeking behavior- A theoretical perspective.


Diunduh dari: https://journals.indexcopernicus.com/api/file/viewByFileId/594321.pdf.
Diakses Oktober 2023.

2. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. Perubahan Health-seeking behavior


pada pengguna fasilitas kesehatan BPJS Kesehatan. Diunduh dari:
https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpkk8af3068e36full.pdf. Diakses Oktober
2023.

3. Erlina Burhan. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Tuberculosis. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2020.

4. Jurnal Sistem Kesehatan. Gambaran perilaku pencarian pengobatan pasien tuberculosis


dikota Bandung. Diunduh dari: https://www.researchgate.net/publication/329647261. Diakses
Oktober 2023.

5. Jurnal Bikfokes. Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis di Indonesia. Diunduh


dari:https://journal.fkm.ui.ac.id . Diakses Oktober 2023.

20
21

Anda mungkin juga menyukai