Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

PETA KONSEP PPh PASAL 23........................................................................................................2


PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
1.1 Pengertian PPh Pasal 23............................................................................................................3
1.2 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23.....................................................................................3
1.3 Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23..............................................................5
1.4 Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23..............................................................................5
1.5 Bukan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23..............................................................................5
1.6 Tarif Pajak dan Dasar Pemotongan........................................................................................6
1.7 Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23......................................................8
1.8 Tatacara Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23................................................................9
1. Tatacara Penyetoran PPh Pasal 23.....................................................................................9
2. Tatacara Pelaporan PPh Pasal 23.......................................................................................9
1.9 Menghitung PPh Pasal 23.......................................................................................................11
KESIMPULAN..................................................................................................................................14

1
PPh Pasal 23
PETA KONSEP PPh PASAL 23

Dikecualikan dari
Pemotongan PPh Pasal 23

Penghasilan yang dibayar


 Dividen atau terutang kepada bank
 Bunga Sewa yang dibayar atau
15 % X Jumlah Bruto  Royalti terutang sehubungan dengan
 Hadiah sewa guna usaha dengan hak
opsi
SHU koperasi yang
dibayarkan oleh koperasi
 Sewa harta kepada anggotanya
 Jasa Konsultan
2 % X Jumlah Bruto  Jasa Teknik
 Jasa Manajemen
 Jasa Kontruksi
 Jasa lain

PPh PASAL 23
Pemotong PPh pasal 23

-Badan Pemerintah
-Subjek badan dalan
PPh Pasal 23 merupakan pajak yang negeri
dikenakan pada penghasilan atas modal, -Penyelenggara Kegiatan
penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan -BUT
selain yang telah di potong PPh Pasal 21 -OP sebagai Wakil Pajak
( Dokter, Arsitek,
Notaris, Konsultan,
Dll)

2
PPh Pasal 23
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian PPh Pasal 23


Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah
atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

1.2 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23


1. Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan
Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud
dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah
Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya. Dalam prakteknya,
pemotongan PPh Pasal 23 oleh instansi pemerintah dilakukan oleh bendahara
pemerintah.

2. Subjek Pajak badan dalam negeri


Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek
pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan
ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan
bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan
keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.
Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak
Penghasilan 1984 adalah  sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara
atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi

3
PPh Pasal 23
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

3. Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang
melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang
pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan,
seminar dan lain-lain.

4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)


BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di Indonesia
sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT
disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak
Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat
kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik,
bengkel dan lain-lain.

5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya


Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga
merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative Office (RO) dari
perusahaan-perusahaan asing.

6. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak.
a. akuntan, arsitek, dokter, notaries, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali
camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas;

4
PPh Pasal 23
b. orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa.

1.3 Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23


Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, penerima
penghasilan yang dapat dipotong PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk
Usaha Tetap. Dengan demikian, pihak yang dipotong PPh Pasal 23 bisa Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri ataupun Wajib Pajak badan dalam negeri. Ini berarti bahwa jika
penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri, kecuali BUT, maka PPh Pasal 23 tidak
bisa dikenakan.

1.4 Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23


Hal lainnya yang menjadi ruang lingkup pemotongan PPh Pasal 23 adalah bahwa
penghasilan yang diterima oleh penerima penghasilan adalah jenis penghasilan yang
menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23. Jenis-jenis penghasilan ini diatur dalam Pasal 23
ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu :
1. Dividen;
2. bunga termsuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
3. royalti;
4. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e Undang-undang Pajak
Penghasilan 1984;
5. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak
Penghasilan; dan
6. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.

1.5 Bukan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23


Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

5
PPh Pasal 23
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
b. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor.
4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
5. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan yang diatur dengan PMK.

1.6 Tarif Pajak dan Dasar Pemotongan


Pasal 23 ayat (1) UU No 36 Tahun 2008 menetapkan tarif sebagai berikut:
1. 15% dari jumlah bruto atas:
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. royalti;
d. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
4. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:
a. Jasa penilai;
b. Jasa Aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Jasa perancang;
e. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT;

6
PPh Pasal 23
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i. Jasa penebangan hutan
j. Jasa pengolahan limbah
k. Jasa penyedia tenaga kerja
l. Jasa perantara dan/atau keagenan;
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI
dan KPEI;
n. Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p. Jasa mixing film;
q. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan
dan perbaikan;
r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi
s. Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon,
air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi
t. Jasa maklon
u. Jasa penyelidikan dan keamanan;
v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w. Jasa pengepakan;
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau
media lain untuk penyampaian informasi;
y. Jasa pembasmian hama;
z. Jasa kebersihan atau cleaning service;
5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
6. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau

7
PPh Pasal 23
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk
usaha tetap, tidak termasuk:
a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia
tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak
dengan pengguna jasa;
b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan
faktur pembelian);
c. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan
kepada pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);
d. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran
sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah
dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
e. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
f. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan
pajak yang bersifat final.

1.7 Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23


1. PPh Pasal 23 terutang pasa akhir bulan dilakukan pembayaran atau pada akhir bulan
terutangnya pengasilan yang bersangkutan.
2. PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal 10
bulan takwim berikutnya setelah bulan saar terutangnya pajak ke bank presepsi atau
kantor pos Indonesia
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20
hari setelah masa pajak berakhir
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang
pribadi atau badan yang dibebani PPh yang dipotong
5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara
desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya
penghasilan yang merupakan Objek PPh Pasal 23, hal ini dimaksutkan untuk
mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan PPh PAsal 23 tersebut.

8
PPh Pasal 23
Transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh pasal 23 yang
pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat, PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan
dilaporkan oleh kantor pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang pembayarannya
dilakukan oleh kantor cabang misalnya sewa kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong,
disetor dan dilaporkan oleh kantor cabang yang bersangkutan.

1.8 Tatacara Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23


Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 memiliki kewajiban melakukan penyetoran
PPh Pasal 23 ke kas negara atas PPh Pasal 23 yang dipotong dari penerima penghasilan.
Terhadap penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 kepadanya diberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 23. Atas pemotongan yang telah dilakukan salam suatu masa pajak,
Wajib Pajak sebagai pemotong pajak wajib melakukan pelaporan pemotongan PPh Pasal 23
yang telah dilakukan. Pelaporan dilakukan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) Masa PPh Pasal 23.

1. Tatacara Penyetoran PPh Pasal 23


Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010
tanggal 1 April 2010 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 184/PMK.03/2007, PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari
libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak
dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Dalam pengertian hari libur nasional
termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan
oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
SSP ini berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat
kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.
SSP dianggap sah jika telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara
(NTPN). Adapun tempat pembayaran adalah Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan sebagai tempat pembayaran pajak.
 

9
PPh Pasal 23
2. Tatacara Pelaporan PPh Pasal 23
Pemotong PPh Pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada
orang pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan pemotongan atau pemungutan.
Bagi penerima penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 23 ini adalah bukti pelunasan
PPh terutang dalam tahun tersebut yang nantinya akan dikreditkan dalam SPT
Tahunannya.

Apabila masa pajak telah berakhir, pemotong PPh Pasal 23 wajib melaporkan
pemotongan yang telah dilakukan dalam masa pajak tersebut. Pelaporan ini dilakukan
dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak pemotong PPh Pasal 23 terdaftar.

Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 harus disampaikan paling lama 20
(dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Contoh, untuk pemotongan PPh Pasal 23
bulan Oktober 2010, SPT Masa PPh Pasal 23 harus disampaikan paling lambat tanggal
20 Nopember 2010.

Dalam hal batas akhir pelaporan di atas bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu
atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pengertian
hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan
Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang
ditetapkan oleh Pemerintah.

10
PPh Pasal 23
1.9 Menghitung PPh Pasal 23
Cara menghitung PPh Pasal 23 untuk masing-masing Objek Pajak dapat dilihat pada
table dibawah ini:
No. Objek Pajak Besarnya PPh Pasal 23
1. Dividen 15% x jumlah dividen
2. Bunga 15% x jumlah bunga
3. Royalti 15% x jumlah royalti
4. Sewa 2% x jumlah sewa
5. Hadiah, penghargaan, bonus, dan 15% x jumlah
sejenisnya selain yang telah dipotong hadiah/penghargaan/bonus
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e
6. Sewa dan penghasilan lain sehubungan 2% x jumlah sewa
dengan penggunaan harta, kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2)
7. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, 2% x jumlah imbalan
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa (tidak termasuk PPN)
konsultan, dan jasa lain.

Perhitungan PPh Pasal 23


1. Contoh Kasus-1:
Pada tanggal 10 May 2010, PT. Sukses Gagalnya, membagikan dividen masing-
masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan,
PT. Sukses Gagalnya wajib memungut PPh Pasal 23.

PPh pasal 23 yang harus dipotong PT. Sukses Gagalnya adalah :


=>15% x Rp 10.000.000,- = Rp 150.000,-
=>20 x Rp 150.000,- = Rp 3.000.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010

11
PPh Pasal 23
2. Contoh Kasus-2:
Pada tanggal 20 agustus 2010, PT. Tukang Utang membayar bunga atas pinjaman
membayarkan bunga kepada PT. Lintah Darat sebesar Rp 90.000.000,-

PPh pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Tukang Utang adalah :


=> 15% x Rp 90.000.000 = Rp 13.500.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 September 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 September 2010
3. Contoh Kasus-3:
CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes membayar Royalti kepada Tuan.
Doan Wiro Pasaribu atas pemakaian merek Ayam Goreng “Pak Doan” sebesar Rp
1.000.000.000,- pada tanggal 2 Maret 2010

PPh pasal 23 yang harus dipotong CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes :
=> 15% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 150.000.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Maret 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 April 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 April 2010
4. Contoh Kasus-4 :
Doan Pasaribu mendapat hadiah sebuah mobil senilai Rp 200.000.000,- atas undian
tabungan yang diselenggarakan Bank Kecap ABC pada tanggal 20 Januari 2010
PPh pasal 23 yang harus dipotong Bank Kecap ABC adalah :
=> 15% x Rp 200.000.000,- = Rp 30.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Januari2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Februari 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Februari 2010

5. Contoh Kasus-5 :
PT. Selalu Susah menyewa sebuah bus pariwisata dengan nilai sewa Rp 20.000.000,-
milik Budi

12
PPh Pasal 23
PPh pasal 23 yang harus dipungut PT. Selalu Susah
=> 2% x Rp. 20.000.000,- = Rp 400.000,-
Apabila Budi tidak mempunyai NPWP maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT. Selalu
susah adalah Rp 800.000,-
6. Contoh Kasus-6 :
PT Kalkulus meminta jasa dari Pak Dodi untuk membuat sistem akuntansiPerusahaan
dengan imbalan sebesar Rp. 22.000.000,- (sudah termasuk PPN)
PPh pasal 23 yang dipotong PT kalkulus adalah
2% x Rp 20.000.0000,- = Rp 400.000,-
PT. Celalu cayang dy membayarkan jasa konsultan PT Jaya sebesar Rp 2.200.000
( termasuk PPN). PT jaya tidak mempunyai NPWP
maka PPh pasal 23 yang dipotong PT. Celalu cayang dy adalah:
200% x 2% x Rp 2.000.000 = Rp 80.000,-

13
PPh Pasal 23
KESIMPULAN

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong
PPh Pasal 21. Dalam melakukan pemotongan PPh Pasal 23 terdapat pemotong pajak yang
telah ditentukan oleh peraturan uu PPh pasal 23 begitu pula dengan tarif dan penghasilan
apasaja yang tergolong dapat dipotong PPh Pasal 23 ataupun yang dikecualikan.
Penyetoran Pajak Penghasilan pasal 23 oleh pemotong Pajak Penghasilan pasal 23 ke
kas negara dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP). paling lambat tanggal
10 bulan takwim berikutnya setelah bulan timbulnya penghasilan yang menjadi objek Pajak
Penghasilan pasal 23. Pelaporan oleh pemotong Pajak Penghasilan pasal 23 menggunakan
Surat Pemberitahuan (SPT) masa Pajak Penghasilan pasal 23 selambat-lambatnya tanggal 20
bulan takwim berikutnya.

14
PPh Pasal 23

Anda mungkin juga menyukai