Anda di halaman 1dari 17

PENGERTIAN PENGHASILAN

Penghasilan (income) berarti suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikkan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanamann modal (PSAK
Nomor 23 buku SAK 1994). Pengertian penghasilan dapat menjangkau keuntungan yang belum
direalisasi, misalnya selisih lebih revaluasi aktiva tetap. Penghasilan dapat menambah atau
menimbulkan berbagai jenis aktiva, atau mengurangi dan menyelesaikan kewajiban.

Konsep penghasilan untuk tujuan pajak penghasilan dapat berbeda dari konsep penghasilan pada
akuntansi komersial, karena perpajakan umumnya berkaitan dengan keadilan vertikal dan
horizontal serta dapt dipakai sebagai suatu instrumen kebijakan ekonomi dan sosial. Untuk
keperluan perpajakan, terdapat dua pendekatan pendefinisian penghasilan, yaitu :

1. Pendekatan Sumber (Source concept of income)

Pendekatan pertama membatasi penghasilan untuk kepentingan pajak, berdasarkan pasal 2b


penghasilan berasal dari :

a. Usaha dan tenaga

b. Harta tak bergerak

c. Harta bergerak

d. Hak atas pembayaran berkala


Menurut konsep sumber beberapa penghasilan menurut pengertian akuntansi komersial yang
tidak tersebut dalam ketentuan perpajakan bukanlah merupakan penghasilan (menurut pajak)

2. Pendekatan pertambahan (accretion concept of income).

Pendekatan pertambahan terdapat dalam pasal 4 ayat (1) UU PPh 1984. Berbeda dengan konsep
sumber, konsep pertambahan mendefinisikan istilah penghasilan secara meluas yang meliputi
unsur pertambahan kekayaan dan pengeluaran konsumsi. Namun terdapat pendekatan (sintesis)
dari kedua konsep itu dengan pembatasan definisi pada konsep pertambahan dan perluasan
definisi pada konsep sumber yang akan memberikan jumlah penghasilan kena pajak yang relatif
sama.

Secara sepintas tampak terdapat perbedaan konsep penghasilan antara akuntansi dan ketentuan
perpajakan, terutama dari cara merumuskan pengertiannya. Namun, perbedaan itu hanya bersifat
minor saja. Pada umumnya apa yang oleh akuntansi dianggap sebagai penghasilan akan
dianggap begitu oleh ketentuan pajak. Misalnya, sehubungan dengan hibah tertentu dan deviden
saham. Perbedaan yang lain kadangkala lebih bersifat perbedaan waktu pengakuan saja.

Sesuai dengan aspek stabilitas dan kontinuitas anggaran, pajak penghasilan dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam tahun pajak. Untuk dapat
mengenakan pajak atas penghasilan tahunan, dua hal yang perlu ditentukan , yaitu berapa besar
penghasilan (pengukuran) dan kapan penghasilan dapat dianggap diperoleh dalam suatu
tahun(pengakuan).

Pada umumnya diakui cara yang terbaik untuk mengukur panghasilan dengan menggunakan nilai
tukar (exchange value) dari barang dan jasa. Nilai tukar berupa kas atau yang setara dengan kas
(cash equivalent) yang diterima dari transaksi penghasilan. Penghasilan diakui (recognized) pada
waktu terjadi penjualan walaupun didapat (earned) secara bertahap selama proses perolehan
penghasilan. Dengan demikian, pengakuan penghasilan terjadi pada saat realisasi penjualan dan
pada saat itu penghasilan sudah didapat. Penjualan dianggap direalisasi apabila terjadi
penyerahan barang dengan berpindahnya hak pemilikan atas barang. Mengenai kapan pengakuan
penghasilan dilakukan, terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu :

a. Substansi ekonomis dari transaksi mendahulukan bentuk formal transaksi

b. Kolektibilitas piutang dari penjualan

c. Resiko dan manfaat kepemilikan ditransfer kepada pembeli.

Sehubungan dengan pengakuan penghasilan dalam praktek terdapat dua kebiasaan sebagai
berikut :

(1) Prinsip umum

Secara umum penghasilan diakui pada saat realisasi transaksi, yaitu :

a. Penghasilan dari transaksi penjualan produk diakui pada tanggal penjualan (tanggal penyerahan
produk kepada pembeli)

b. Penghasilan dari pemberian jasa diakui pada saat jasa dilakukan dan dibuatka fakturnya

c. Imbalan atas penggunaan aktiva atau sumber ekonomis perusahaan, seperti bunga, sewa dan
royalty, diiakui sejalan dengan berlalunya waktu (accrual) atau pada saat penggunaan aktiva

d. Pennghasilan dari penjualan aktiva selain barang dagangan diakui pada tanggal penjualan.

(2) Pengecualian terhadap prinsip umum


Dalam keadaan tertentu, pengakuan penghasilan dapat menyimpang dari prinsip umum
seperti berikut ini

a. Penghasilan diakui pada saat selesainya proses produksi. Pendekatan ini diterapkan terhadap
produk yang harga dan pemasarannya terjamin, misalnya logam mulia dan produk pertanian.

b. Penghasilan diakui secara proporsional selama tahap produksi. Pendekatan ini umumnya
dilakukan terhadap proyek konstruksi dan pemberian jasa jangka panjang , dengan mendasarkan
kepada persentase penyelesaian pekerjaan.

c. Penghasilan diakui pada saat pembayaran diterima. Pendekatan ini umumnya dipakai dalam
perusahaan jasa dengan kolektibilitas piutang atas penyerahan jasa kkurang pasti dan
kemungkinan terdapat pembatalan transaksi dalam frekuensi yang cukup tinggi.

d. Penghasilan dari penjualan konsinyasi. Untuk barang yang dijual melalui konsinyasi, penghasilan
baru diakui setelah consignee (penitip) melakukan penjualan dan melaporkan hasil penjualan itu.

Pengakuan penghasilan : stelsel akrual dan stelsel kas

Untuk menentukan kapan penghasilan diterima atau diperoleh, Undang-Undang Perpajakan


menunjuk kepada metode pembukuan yang diselenggarakan oleh wajib pajak berdasarkan akrual
dan kas basis. Pendekatan akrual mengakui penghasilan pada saat diperoleh, pendekatan kas
mengakui penghasilan pada saat diterima. Namun, stelsel kas murni tidak dapat sepenuhnya
digunakan dalam penghitungan Pajak Penghasilan. Hal ini karena stelsel kas murni dapat
mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan penghasilan, artinya besar penghasilan dari
tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Untuk
memakai stelsel kas dalam menghitung Pajak Penghasilan harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :

(1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik
tunai maupun bukan. Akibatnya penghitungan harga pokok penjualan harus menyertakan
seluruh pembelian dan persediaan.
(2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasikan,
biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan
dan amortisasi.

(3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten)

Dengan memperhatikan persyaratan tersebut, dapat dikatakan bahwa pemakaian stelsel


dalam perpajakan adalah stelsel akrual dan stelsel campuran (stelsel kas dengan akrual).
Sekalipun demikian, Wajib Pajak tetap dapat menggunakan pembukuan berdasarkan stelsel kas,
asalkan ketika menghitung Penghasilan Kena Pajak syarat-syarat pemakaian stelsel kas dapat
terpenuhi.

Pengertian Penghasilan
Penghasilan (income) berarti suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikkan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanamann modal (PSAK
Nomor 23 buku SAK 1994). Pengertian penghasilan dapat menjangkau keuntungan yang belum
direalisasi, misalnya selisih lebih revaluasi aktiva tetap. Penghasilan dapat menambah atau
menimbulkan berbagai jenis aktiva, atau mengurangi dan menyelesaikan kewajiban.
Konsep penghasilan untuk tujuan pajak penghasilan dapat berbeda dari konsep penghasilan
pada akuntansi komersial, karena perpajakan umumnya berkaitan dengan keadilan vertikal dan
horizontal serta dapt dipakai sebagai suatu instrumen kebijakan ekonomi dan sosial. Untuk
keperluan perpajakan, terdapat dua pendekattan pendefinisian penghasilan, yaitu :
1. pendekatan sumber (Source concept of income)
Pendekatan pertama membatasi penghasilan untuk kepentingan pajak, berdasarkan pasal 2b
penghasilan berasal dari :
a. Usaha dan tenaga
b. Harta tak bergerak
c. Harta bergerak
d. Hak atas pembayaran berkala
Menurut konsep sumber beberapa penghasilan menurut pengertian akuntansi komersial yang
tidak tersebut dalam ketentuan perpajakan bukanlah merupakan penghasilan (menurut pajak)
2. Pendekatan pertambahan (accretion concept of income).
Pendekatan pertambahan terdapat dalam pasal 4 ayat (1) UU PPh 1984. Berbeda dengan konsep
sumber, konsep pertambahan mendefinisikan istilah penghasilan secara meluas yang meliputi
unsur pertambahan kekayaan dan pengeluaran konsumsi. Namun terdapat pendekatan (sintesis)
dari kedua konsep itu dengan pembatasan definisi pada konsep pertambahan dan perluasan
definisi pada konsep sumber yang akan memberikan jumlah penghasilan kena pajak yang relatif
sama.
Secara sepintas tampak terdapat perbedaan konsep penghasilan antara akuntansi dan
ketentuan perpajakan, terutama dari cara merumuskan pengertiannya. Namun, perbedaan itu
hanya bersifat minor saja. Pada umumnya apa yang oleh akuntansi dianggap sebagai penghasilan
akan dianggap begitu oleh ketentuan pajak. Misalnya, sehubungan dengan hibah tertentu dan
deviden saham. Perbedaan yang lain kadangkala lebih bersifat perbedaan waktu pengakuan saja.
Pengakuan penghasilan : stelsel akrual dan stelsel kas
Untuk menentukan kapan penghasilan diterima atau diperoleh, Undang-Undang Perpajakan
menunjuk kepada metode pembukuan yang diselenggarakan oleh wajib pajak berdasarkan akrual
dan kas basis. Pendekatan akrual mengakui penghasilan pada saat diperoleh, pendekatan kas
mengakui penghasilan pada saat diterima. Namun, stelsel kas murni tidak dapat sepenuhnya
digunakan dalam penghitungan Pajak Penghasilan. Hal ini karena stelsel kas murni dapat
mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan penghasilan, artinya besar penghasilan dari
tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Untuk
memakai stelsel kas dalam menghitung Pajak Penghasilan harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
(1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik tunai
maupun bukan. Akibatnya penghitungan harga pokok penjualan harus menyertakan seluruh
pembelian dan persediaan.
(2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasikan, biaya-
biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan
amortisasi.
(3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten)
Dengan memperhatikan persyaratan tersebut, dapat dikatakan bahwa pemakaian stelsel
dalam perpajakan adalah stelsel akrual dan stelsel campuran (stelsel kas dengan akrual).
Sekalipun demikian, Wajib Pajak tetap dapat menggunakan pembukuan berdasarkan stelsel kas,
asalkan ketika menghitung Penghasilan Kena Pajak syarat-syarat pemakaian stelsel kas dapat
terpenuhi.

1.      Konsep Akuntansi


Para akuntan menggunakan pendekatan transaksi (transaction approach) dan konsep
harga pertukaran (exchange price) sebagai dasar pengukuran penghasilan. Alasan utama
digunakannya pendekatan dan harga demikian adalah karena transaksi yang sesungguhnya
terjadi dan harga pertukaran bersifat obyektif dan dapat diverifikasi kebenarannya. Pendekatan
transaksi dan harga pertukaran sebagai dasar pengukuran penghasilan bukan tanpa kelemahan
atau keterbatasan. Salah satu kelemahan dari penggunaan konsep harga pertukaran adalah karena
penghasilan diukur hanya berdasar jumlah rupiah absolut, tanpa mempetimbangkan
kemungkinan adanya perubahan tingkat harga atau penurunan daya beli/inflasi.
Pengalaman tingkat inflasi yang relatif tinggi dibeberapa negara maju, telah membuat
sebagian akuntan untuk memikirkan kembali kemungkinan diaplikasikannya model-model
akuntansi dengan mempertimbangkan perubahan tingkat harga (current cost accounting model,
general price level accounting model, replacement cost accounting model); yang sebagai
konsekuensinya harus mengakui keuntungan yang belum direalisasikan sebagai komponen
penghasilan. Namun pada umumnya, para akuntan tetap bersikukuh untuk tidak beranjak dari
model akuntansi berdasar harga historis (historis cost accounting model), yang tidak mengakui
keuntungan yang belum direalisasikan sebagai komponen penghasilan.
Secara garis besar, perbedaan antara konsep akuntansi dengan konsep ekonomik
menyangkut penghasilan dapat diakui sebagai berikut. Menurut konsep ekonomik, penghasilan
meliputi semua keuntungan dan kerugian; dari manapun sumbernya, yang didalam pengukuran
atau penentuan jumlahnya harus mempertimbangkan efek perubahan tingkat harga. Sedang
menurut konsep akuntansi, penghasilan hanya meliputi keuntungan yang direalisasikan dan
semua kerugian (termasuk yang belum sesungguhnya terjadi namun besar kemungkinannya akan
terjadi); yang di dalam pengukuran atau penentuan jumlahnya tidak perlu mempertimbangkan
efek perubahan tingkat harga.
1.1  Pengertian Penghasilan Menurut Akuntansi
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (1999:12), penghasilan didefinisikan sebagai
peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan
atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang
tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.
Berdasarkan definisi di atas, penghasilan meliputi pendapatan (revenues) maupun
keuntungan (gains). Pendapatan (revenues) timbul dari pelaksanaan aktivitas perusahaan yang
bisa dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga,
deviden, royalty dan sewa. Sedangkan keuntungan (gains) mencerminkan pos lainnya yang
memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat
ekonomi dan dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Oleh karena
itu, pos ini tidak di pandang sebagai unsur terpisah dari penghasilan.
1.2  Pengertian Penghasila Menurut Pajak
Definisi penghasilan menurut UU PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Prinsip Realisasi dan Pengakuan Penghasilan

Diakui bahwa pada umumnya, konsep penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan
lebih mendekati konsep akuntansi daripada konsep ekonomik.

Realisasi Penghasilan

Istilah realisasi didefinisikan sebagai saat dimana ketidakpastian yang berkaitan dengan jumlah
uang yang pada akhirnya akan diterima tidak lagi tampak; sehingga tidak terdapat lagi keraguan
untuk mengakui dan melaporkan adanya sejumlah penghasilan. Adanya perubahan (dalam hal ini
kenaikan) nilai dari sumber-sumber ekonomi; secara rasional dapat diukur atau ditentukan
jumlahnya. Oleh karena itu, penekanan harus diberikan kepada transaksi, kejadian, atau keadaan;
sebagai aspek krusial dalam keseluruhan proses untuk memperoleh penghasilan. Dengan
transaksi, kejadian, atau keadaan sebagai acuan, maka secara garis besar penghasilan harus
diakui pada saat diperoleh (earned), direalisasikan (realized), atau dapat direalisasikan
(realizable).

Tergantung pada sifat dan jenis pekerjaan atau usaha, serta industri dan masing-masing entitas;
transaksi atau peristiwa yang dianggap krusial tersebut bisa berupa saat terjadinya:

1. Penjualan barang atau penyerahan jasa


2. Penerimaan kas
3. Diselesaikannya proses produksi atau kegiatan konstruksi
4. Saat diselesaikannya tahap-tahap tertentu dari suatu proses produksi atau kegiatan
konstruksi.

Dalam banyak hal, prinsip realisasi dan pengakuan penghasilan yang dianut oleh Undang-
Undang Pajak sama seperti halnya yang dianut oleh Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Namun demikian, dalam setiap hal; UU Pajak biasanya mengatur secara lebih spesifik, serta tidk
memberikan banyak alternatif. Lebih dari itu, UU Pajak dapat dikatakan lebih konsisten di dalam
menggunakan transaksi atau kejadian sebagai acuan didalam mengakui penghasilan (dan biaya
sebagai pengurang penghasilan bruto). Pengakuan penghasilan atas kontrak jangka panjang
misalnya, sementara SAK memperkenankan baik metode kontrak selesai maupun metode
persentase penyelesaian; UU Pajak hanya memperkenankan metode persentase penyelesaian.
Demikian pula menyangkut pengakuan terhadap Biaya Kerugian Piutang sebagai pengurang
penghasilan bruto. Sementara SAK memperkenankan baik metode cadangan maupun metode
penghapusan langsung untuk mengakui biaya kerugian piutang. Dihadapkan pada ketidakpastian,
dalam banyak hal SAK lebih toleran dibanding UU Pajak. Hal ini disebabkan oleh karen di
dalam mengakui penghasilan (pendapatan, keuntungan, dan kerugian) disamping didasarkan
pada konsep realisasi, SAK juga menganut konsep konservatisme, yang dapat dikatakan tidak di
kenal dalam UU Pajak.
Sisi lain yag membuat aplikasi prinsip realisasi penghasilan berbeda antara SAK dengan UU
Pajak, adalah terletak pada konsistensinya. Dalam kaitan ini, barangkali tidak salah apabila
dikatakan UU Pajak relatif lebih taat asas daripada SAK. Konsistensi di dalam mengaplikasikan
prinsip realisasi penghasilan mutlak diperlukan dalam UU Pajak, dengan dua alasan yaitu untuk
efisiensi di dalam administrasinya dan untuk menjamin obyektivitas dan perlakuan yang adil
bagi semua Wajib Pajak. Adalah mustahil untuk bisa mencipatakan suatu sistem admistrasi yang
efisien, obyektif, dan dirasakan adil bagi semua Wajib Pajak terhadap adanya penghasilan yang
belum direalisasikan dab biaya yang belum sesungguhnya terjadi; yang pada umumnya harus di
dasarkan pada taksiran.

SAK dan UU Pajak keduanya memang menganut prinsip realisasi penghasilan. Namun
demikian, seperti telah dikemukakan terdapat beberapa perbedaan di dalam implementasinya.
Perbedaan itu, terutama tampak pada toleransinya terhadap alternatif metode atau prosedur, dn
penyimpangan-penyimpangan baik dalam kaitannya dengan unsur ketidakpastian maupun
konsistensinya. Akan tetapi, karena pada dasarnya menganut prinsip yang sama, maka disamping
perbedaan harus diakui pula adanya beberapa kesamaan. Baik SAK maupun UU Pajak, keduanya
berorientasi pada transaksi (menggunakan pendekatan transaksi) sehingga diperlukan adanya
suatu transaksi, kejadian, atau keadaan sebagai kriteria pengakuan pendapatan.

Pengakuan atas dasar tersebut dilakukan bila :


 (1) besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh
perusahaan; dan
 (2) jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.

Namun bila ketidakpastian timbul tentang kolektibilitas sebesar jumlah yang telah masuk dalam
pendapatan, jumlah yang tidak dapat ditagih, atau jumlah pemulihannya atau pengembaliannya
tidak lagi besar kemungkinan, diakui sebgai beban, dari pada penyesuaian jumlah pendapatan
yang diakui semula.

Semua pernyataan di atas mengurai sifat konseptual dari pendapatan dan merupakan dasar
akuntansi untuk transaksi pendapatan.  Dalam praktik-praktik pengakuan pendapatan,
adakalanya pendapatan diakui pada saat lain dalam proses menghasilkan laba, yang sebagian
besar diakibatkan oleh (1) keinginan untuk mengakui lebih awal (recognize earlier) jika terdapat
tingkat kepastian yang tinggi mengenai jumlah pendapatan yang dihasilkan dan (2) keinginan
untuk menangguhkan pengakuan pendapatan jika tingkat ketidakpastian mengenai jumlah
pendapatan atau biaya cukup tinggi, atau jiak penjulan bukan merupakan penyelesaian yang
substansial dari proses menghasilkan laba.

Pengakuan pendapatan yang sering dilakukan perusahaan menurut Kieso, dkk (2002:5)
terdiri dari : 
(1) Pengakuan pendapatan pada saat penjualan (penyerahan);
(2) Pengakuan pendapatan sebelum penyerahan;
(3) Pengakuan pendapatan setelah penyerahan;
(4) Pengakuan pendapatan untuk transaksi penjualan khusus – waralaba dan konsinyasi.  Berikut
penjelasan dari keempat pengakuan pendapat di atas :

1. Pengakuan pendapatan pada saat penjualan (penyerahan)  


Pendapatan dari aktivitas pabrikasi serta penjualan umumnya diakui pada saat penjualan (point
of sell) yang biasanya berarti terjadi penyerahan.  Namun timbul masalah dalam pelaksanaannya
yang disebabkan oleh tiga situasi yaitu :
a) Penjualan dengan Perjanjian Beli Kembali
Dalam situasi ini, hak milik legal telah berpindah pada pembeli namun resiko kepemilikan tetap
berada pada penjual.  Untuk itu jika terjadi perjanjian beli kembali dengan harga tertntu dan
harga tersebut dapat menutupi semua biaya persediaan ditambah biaya kepemilikan yang terkait,
maka persediaan dan kewajiban yang terkait itu tetap ada dalam pembukuan penjualan dengan
kata lain tidak terjadi penjualan.

b) Penjualan dengan hak retur


Perlakuan akuntansi untuk situasi seperti ini sebenarnya normal, namun jika tingkat retur tinggi
maka perlu dilakukan penundaan pelaporan penjualan sampai hak retur habis masa berlakunya.
Untuk itu terdapat tiga metode pengakuan pendapatan alternative jika penjual mengalami situasi
ini yaitu : (1) Tidak mencatat penjualan sampai seluruh hak retur habis masa berlakunya; (2)
Mencatat penjualan, tetapi mengurangi penjualan dengan estimasi retur dimasa depan; dan (3)
Mencatat penjualan serta memperhitungkan retur pada saat terjadi.

Jika terjadi penjualan dengan hak retur maka pendapatan dari transaksi penjualan diakui pada
saat penjualan jika memenuhi keenam kondisi sebagai berikut : (1) Harga penjual kepada
pembeli relatif tetap (fixed) atau dapat ditentukan pada tanggal penjualan; (2) Pembeli sudah
membayar penjual, atau pembeli berkewajiban untuk membayar penjual, dan kewajiban itu tidak
bergantung pada penjualan kembali produk tersebut; (3) Kewajiban pembeli pada penjual tidak
akan berubah apabila terjadi pencurian atau kerusakan atau rusaknya fisik produk; (4) Pembeli
yang memperoleh produk untuk dijual kembali memiliki substansi ekonomi yang terpisah dari
yang diberikan oleh penjual; (5) Penjual tidak memiliki kewajiban yang signifikan atas kinerja
masa depan yang secara langsung menyebabkan penjualan kembali produk itu oleh pembeli; dan
(6) Jumlah retur dimasa depan dapat diestimasi secara layak.

Jika pendapatan penjualan dan harga pokok penjualan tidak diakui karena keenam kondisi tidak
dipenuhi harus diakui ketika hak retur secara substansial telah habis masa berlakunya atau
kemudian keenam kondisi ini dapat dipenuhi.

c)    Trade Loading
Trade Loading dan Channel Stuffing merupakan praktik yang gila; licik; dan tidak ekonomis;
melalui praktik ini pabrikan membujuk (dengan penjualan, laba, dan pangsa pasar yang
sebenarnya tidak mereka miliki) pelanggan mereka untuk membeli produk dari pada yang bisa
mereka jual kembali atau dengan kata lain mencatat pembukuan hari ini untuk pendapatan yang
akan datang.

2. Pengakuan pendapatan sebelum penyerahan  


Contoh yang paling konkrit dari pengakuan pendapatan sebelum penyerahan adalah ”akuntansi
kontrak konstruksi jangka panjang”.  Kontrak jangka panjang sering kali menetapkan bahwa
penjual (kontraktor) dapat menagih pembeli pada selang waktu ketika berbagai tahap  dari
proyek yang telah dicapai.  Terdapat dua metode akuntansi untuk kontrak kontruksi jangka
panjang yang diakui oleh profesi akuntansi, yaitu :

a)    Metode persentase penyelesaian


Pendapatan dan laba kotor  diakui setiap periode berdasarkan kemajuan proses kontruksi, yaitu
persentase penyelesaian.
Metode ini digunakan hanya jika estimasi kemajuan kearah penyelesaian, pendapatan, serta
biaya secara layak dapat dipercaya, dan memenuhi syarat-syarat  berikut : (1) Kontrak itu secara
jelas menetapkan hak-hak yang dapat dipaksakan pemberlakuannya mengenai barang atau jasa
yang diberikan dan diterima oleh pihak yang terlibat dalam kontrak, imbalan yang akan
dipertukarkan, serta cara dan cara penyelesaian; (2) Pembeli dapat diharapkan untuk memenuhi
semua kewajiban dalam kontrak; dan (3) Kontraktor dapat diharapkan untuk melaksanakan
kewajiban kontraktual tersebut.

b)    Metode kontrak selesai


Pendapatan dan laba kotor hanya diakui pada saat kontrak diselesaikan.
Metode ini hanya digunakan (1) Jika suatu entitas terutama memiliki kontrak jangka pendek,
atau (2) Jika syarat-syarat untuk menggunakan metode persentase penyelesaian tidak dapat
terpenuhi, atau (3) Jika terdapat bahaya yang melekat dalam kontrak  itu di luar resiko bisnis
normal dan berulang.

3. Pengakuan pendapatan setelah penyerahan


Dalam beberapa kasus, hasil penagihan atas harga jual tidak dapat dipastikan secara layak
sehingga pengakuan pendapatan akan ditangguhkan.  Ada dua metode yang dapat digunakan
dalam menagguhkan pengakuan pendapatan sampai kas diterima, yaitu : (1) Metode akuntansi
penjualan cicilan dan (2) Metode pemulihan biaya.

a)    Metode akuntansi penjualan cicilan (installment sales method)   


Dalam metode akuntansi penjualan cicilan mengakui laba dalam periode penagihan bukan dalam
periode penjualan.  Metode akuntansi penjualan cicilan dibenarkan atas dasar bahwa jika tidak
ada pendekatan yang layak untuk mengestimasi tingkat ketertagihan, pendapatan tidak boleh
diakui sampai kas berhasil ditagih.
b)    Metode pemulihan biaya (cost recovery method)
Dalam metode pemulihan biaya, tidak ada laba yang diakui sampai pembayaran kas oleh pembeli
melebihi harga pokok barang dagang yang dijual bagi penjual.  Setelah seluruh biaya dipulihkan,
setiap penagihan kas tambahan dimasukkan dalam laba.  Laporan laba rugi untuk periode
penjualan melaporkan pendapatan penjualan, harga pokok penjualan, serta laba kotor baik
jumlah yang diakui selama periode berjalan maupun jumlah yang ditangguhkan.  Laba kotor
yang ditangguhkan dikurangkan dari piutang terkait dengan neraca.  Laporan laba rugi
selanjutnya melaporkan laba kotor sebagai pos pendapatan terpisah apabila laba kotor diakui
pada saat dihasilkan.

Dalam beberapa situasi kas diterima sebelum penyerahan atau pengalihan properti dan dicatat
sebagai simpanan karena transaksi penjualan tersebut belum selesai.  Cara ini disebut metode
simpanan (deposit method).  Menurut metode ini penjualan melaporkan kas yang diterima dari
pembeli sebagai uang tanggungan atas kontrak dan mengklasifikasikannya dalam neraca.  Selain
itu, penjual juga mencatat beban penyusutan sebagai biaya periode untuk properti tersebut.
Menurut metode ini tidak ada pendapatan atau laba yang harus diakui sampai penjualan selesai.
Pada saat itu akun simpanan ditutup dan salah satu metode pengakuan pendapatan diatas
diterapkan.

4. Pengakuan pendapatan untuk transaksi penjualan khusus


a)    Waralaba
 Peruasahaan waralaba memperoleh pendapatan dari sumber-sumber berikut, yaitu : (1) dari
penjualan waralaba awal dan aktiva atas jasa terakit; dan (2) dari iuran (fee) berkesinambungan
yang didasarkan pada pengoperasian waralaba. Franchisor adalah pihak yang memberikan hak
bisnis dalam waralaba, dan franchisee adalah pihak yang megoperasikan bisnis warlaba.

Dalam perjanjian waralaba iuran awal dicatat sebagai pendapatan hanya bila dan ketika
franchisor melaksanakan pelaksanaan substansial jasa yang wajib ia laksanakan dan penagihan
iuran dapat dipastikan secara layak.  Iuran waralaba yang berkesinambungan diakui sebagai
pendapatan saat dihasilkan dan dapat ditagih dari franchisee.
b)    Konsinyasi
Dalam perjanjian konsinyasi,  Consignor (pabrikan) mengirim barang dagang kepada Consignee
(dealer) yang bertindak sebagai agen yang menerima barang dagang dan setuju untuk menjual
dan menjaga barang tersebut.  Kas yang diterima dari pelanggan dikirim kepada consignor
setelah dikurangi komisi penjualan dan semua beban yang dapat dikenakan.

Pendapatan hanya diakui setelah consignor menerima pemberitahuan penjualan dan pengiriman
kas dari consignee.

Ada dua metode akuntansi yang lazim digunakan oleh perusahaan dalam hal mengakui
pendapatan, yaitu :

a. Metode Kontrak Selesai Metode kontrak selesai digunakan apabila perusahaan


mengerjakan proyek-proyek yang sebahagian besar sifatnya jangka pendek, sehingga
dengan demikian posisi keuangan maupun hasil operasi tidak akan jauh berbeda dengan
jika diterapkan metode persentase penyelesaian. Pendapatan pada metode kontrak selesai
diakui hanya pada saat pekerjaan atau kontrak telah selesai dilaksanakan, dimana pada
saat itu seluruh biaya yang berhubungan dengan pekerjaan telah dihitung dan jumlah
pendapatan yang diperoleh sudah dapat ditentukan.

Hal ini berdasarkan pada pendapatan bahwa laba atau rugi suatu perusahaan baru akan
diakui apabila sudah dilakukan penjualan terhadap barang yang bersangkutan dalam
bentuk finish good. Dengan kata lain, pengakuan pendapatan dan laba tidak ada selama
periode terjadinya pekerjaan, pendapatan hanya akan diakui pada saat pekerjaan telah
diselesaikan. Sebagai akibat dari metode ini laporan keuangan perusahaan tidak akan
mencantumkkan pendapatan dari suatu pekerjaan, pendapatan hanya akan diakui pada
saat pekerjaan telah diselesaikan. Meskipun sesungguhnya untuk pekerjaan itu sendiri
telah dikeluarkan sejumlah sumber daya perusahaan dan dibebankan pada periode yang
bersangkutan sebagai biaya. Akan tetapi kerugian yang terjadi selama pelaksanaan
pekerjaan akan tetap diakui dan dilaporkan pada periode terjadinya kerugian tersebut.
b. Metode Persentase Penyelesaian Berdasarkan metode ini perusahaan akan mengakui
pendapatan dan biaya sesuai dengan tingkat kemajuan pekerjaan yang telah dicapai pada
suatu periode dan bukan menangguhkan pencatatan itu sampai kontrak tersebut selesai
seluruhnya. Tingkat kemajuan penyelesaian suatu pekerjaan ditentukan dengan
membandingkan biaya-biaya yang telah terjadi dalam suatu periode akuntansi dengan
taksiran biaya yang masih dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dalam
mengukur dan menentukan tingkat kemajuan penyelesaia pekerjaan dalam metode
persentase penyelesaian dibagi dalam dua kelompok, yaitu :

1. Ukuran Masukan ( input measure )Ukuran ini didasarkan pada suatu hubungan yang
nyata antara unit masukan dengan produktivitasnya yang terdiri dari :

a) Metode biaya ke biaya ( cost to cost method )Dalam metode ini tingkat
penyelesaian suatu kontrak ditentukan dengan cara membandingkan biaya-
biaya yang telah dikeluarkan dengan taksiran terbaru mengenai seluruh biaya
yang diharapkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Persentase
penyelesaian=Biaya yang telah dikeluarkan x 100% Taksiran biaya
penyelesaian Untuk menetapkan jumlah pendapatan atau jumlah laba kotor
yang diakui sampai sekarang, persentase yang diperoleh dari perbandingan
biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap taksiran jumlah seluruh biaya yang
ditetapkan pada jumlah seluruh pendapatan atau taksiran seluruh laba kotor
dalam kontrak.

b) Metode usaha yang dikeluarkan Metode ini mendasarkan penentuan


persentase penyelesaian pada ukuran tertentu dari pekerjaan yang
dilaksanakan. Ukuran tersebut meliputi jam kerja buruh, upah buruh, jumlah
jam mesin dan lainnya. Tingkat penyelesaian diukur dengan cara yang sama
dengan yang digunakan dalam pendekatan biaya ke biaya. Tingkat
penyelesaian diukur dengan cara membandingkan usaha yang telah
dikeluarkan dengan taksiran biaya yang masih diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan. Sebagai contoh jika ukuran dari pekerjaan yang
dilaksanakan adalah jam kerja maka tingkat penyelesaian adalah rasio dari jam
kerja yang sudah dilaksanakan terhadap taksiran seluruh biaya jam kerja untuk
menyelesaikan pekerjaan.

2. Ukuran hasil ( output measure )Ukuran keluaran yang dibuat berdasarkan pada
perbandingan hasil yang telah dicapai atau diselesaikan secara fisik dengan
keseluruhan pekerjaan yang dilaksanakan. Pengukuran fisik ini biasanya dilakukan
dengan meminta bantuan para arsitek dan insinyur untuk mengevaluasi berbagai
pekerjaan kemudian menaksir persentase pekerjaan yang telah selesai. Setelah
pengukuran tingkat penyelesaian suatu kontrak selesai, selanjutnya pendapatan akan
ditentukan dengan cara mengalihkan tingkat persentase penyelesaian dengan niali
keseluruhan kontrak yang bersangkutan.
Salah satu dari kedua metode ini dapat digunakan oleh setiap perusahaan yang bergerak
dalam usaha kontrak kontruksi, tetapi harus didasarkan pada evaluasi yang seksama
mengenai kondisi perusahaan tersebut. Sebab kedua metode ini mensyaratkan kondisi-
kondisi tertentu yang harus ada dalam perusahaan jika ingin menerapkan salah satu dari
metode ini diluar batas resiko usaha yang biasa maka sebaiknya digunakan metode kontrak
selesai.
Kedua metode diatas baik metode kontrak selesai maupun metode persentase
penyelesaian memiliki kelebihan dan kekurangan. Keuntungan dari metode persentase
penyelesaian adalah adanya pengakuan akan prestasi kerja berkala perusahaan. Sedangkan
kelemahannya adalah perusahaan dituntut untuk membuat penaksiran-penaksiran yang
tepat mengenai biaya-biaya dimana ini bukanlah merupakan pekerjaan mudah.

Anda mungkin juga menyukai