Anda di halaman 1dari 24

Blok Stomatognati 2

Pemeriksaan dan Gangguan TMJ

Dosen Fasilitator:

Dr. Susi R. Puspitadewi, drg., Sp. Pros

Disusun Oleh :

Kelompok 1
Kelas B

Bonita Suroso ( 201911031) Christina Johny (201911036)


Bunga Latifah (201911032) Cynthia Triska F
(201911037)
Carenina Claudia H. (201911033) D Jihan Tasya Firna (201911038)
Carissa Devina Putri (201911034) Diah Ayu Sri R (201911039)
Choi Jae Hyeon (201911035) Diana Brillianty R (201911040)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkah dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Dan kami berterimakasih kepada teman-teman yang telah bekerjasama
dalam pembuatan makalah, serta dosen yang telah membimbing dan memberi
masukkan dalam pembuatan makalah yang berjudul “Pemeriksaan dan Gangguan
TMJ”.
Harapan kami semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi serta menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca tentang
“Pemeriksaan dan Gangguan TMJ”.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kami menunggu kritik dan saran yang
membangun dari dosen pembimbing dan para pembaca yang membaca makalah ini
demi keberhasilan pembuatan makalah selajutnya.

Jakarta, 12 Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

1.1.....................................................................................................................Latar
Belakang.....................................................................................................1
1.2.....................................................................................................................Rumus
an Masalah..................................................................................................2
1.3.....................................................................................................................Tujuan
Penulisan.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

2.1.....................................................................................................................Pemeri
ksaan Sendi Temporomandibular...............................................................3
2.1.1 Anamnesis.......................................................................................3
2.1.2 Inspeksi...........................................................................................6
2.1.3 Pemeriksaan Fisik...........................................................................7
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang..................................................................11
2.2.....................................................................................................................Gejala
Gangguan Sendi Temporomandibular........................................................12
2.7.1 Gangguang Fungsional pada Otot..................................................12
2.7.2 Gangguan Fungsional pada TMJ....................................................13
2.7.3 Gangguan Fungsional pada Gigi-Geligi.........................................15
2.3.....................................................................................................................Hubun
gan Gangguan Sendi Temporomandibular dangan Sistem
Stomatognati...............................................................................................16

ii
BAB III PENUTUP.........................................................................................19

Kesimpulan.......................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Sendi Temporomandibula (STM) merupakan persendian yang
menghubungkan antara rahang bawah (mandibula) dan rahang atas (maksila)
yang berperan penting dalam menggerakkan rahang. TMJ merupakan salah satu
sendi yang paling kompleks pada tubuh dan merupakan tempat mandibula
berartikulasi dengan kranium. Komponen STM terdiri dari mandibular surface,
temporal surface, Joint Disc, capsule, membrane synovial, dan ligamen.
Pergerakan utama pada STM yaitu gerakan rotasi dan gerakan translasi. Kelainan
yang terjadi pada STM disebut temporomandibular disorder (TMD).
Gangguan STM atau temporomandibular disorder merupakan suatu
kumpulan gejala yang melibatkan sendi rahang dan otot di daerah orofasial.
Gangguan STM merupakan penyebab utama nyeri non-dental pada daerah kepala,
leher dan wajah dan dianggap sebagai subkelas gangguan muskuloskeletal dan
neuromuskular yang melibatkan STM, otot-otot pengunyahan, dan semua
jaringan terkait.
Untuk mengetahui apakah seorang pasien memiliki gaangguan sendi
temporomandibular, maka dilakukan suatu pemeriksaan untuk masalah ini.
Tujuan dari pemeriksaan adalah untuk mengidentifikasi pasien dengan tanda serta
gejala yang secara umum terkait dengan gangguan sendi temporomandibular.
Pemeriksaan ini dapat terdiri dari beberapa pertanyaan yang akan membantu
mengarahkan klinisi menegakkan diagnosis gangguan STM. Hal ini dapat
ditanyakan secara langsung oleh dokter gigi atau mungkin disertakan dalam
kuesioner kesehatan umum dan gigi yang diselesaikan oleh pasien, kemudian

1
setelah itu dapat dilakukan inspeksi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Sistem stomatognatik merupakan sistem yang bertanggung jawab terhadap
fungsi pengunyahan, penelanan, dan bicara. Sistem stomatognatik terdiri dari tiga
organ utama, yaitu sendi temporomandibula, otot pengunyahan, dan gigi geligi.
Gangguan pada sendi temporomandibular akan berdampak pada sistem
stomatogati, yang mana hal ini akan memepengaruhi pasien terutama dalam
melakukan pengunyahan.
Berdasarkan uraian di atas penulis akan membahas lebih mendalam
mengenai pemeriksaan sendi temporomandibular, gejala gangguan sendi
temporomandibular, serta hubungan gangguan sendi temporomandibular dengan
sistem stomatognati yang dapat membantu memperluas pengetahuan mahasiswa
yang merupakan calon dokter gigi di masa depan.

1.2Rumusan Masalah
1. Apa saja yang dilakukan dalam pemeriksaan sendi temporomandibular?
2. Apa sajakah gejala yang timbul pada gangguan sendi temporomandibular?
3. Bagaimanakah hubungan antara gangguan sendi temporomandibular dengan
sistem stomatognati?

1.3Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan sendi temporomandibular.
2. Untuk mengetahui dan memahami gejala yang timbul pada gangguan sendi
temporomandibular.
3. Untuk mengetahui dan memahami hubungan antara gangguan sendi
temporomandibular dengan sistem stomatognati.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1Pemeriksaan Sendi Temporomandibular


Bagi sebagian besar pasien, proses pemeriksaan mencakup wawancara
klinis yang terperinci dan pemeriksaan fisik yang komprehensif. Pencitraan sendi
temporomandibular (TMJ) dan tes tambahan (seperti serologi dan
elektromiografi) hanya diperlukan untuk beberapa kasus tertentu. Telah
dinyatakan bahwa sekitar 70% dari proses diagnostik didasarkan pada tinjauan
riwayat. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan rentang gerak aktif
mandibular atau active range of motion (AROM), TMJ standar dan palpasi otot
pengunyahan dan serviks, serta pemeriksaan suara sendi artikular. 1 Seorang
dokter gigi akan sangat sering menemui permasalahan atau gangguan pada TMJ.
Untuk itu, perlu diketahui cara-cara pemeriksaan TMJ untuk mendukung
diagnosis.
2.1.1 Anamnesis
Informasi berikut harus menjadi bagian dari riwayat
komprehensif: keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat medis
dan gigi masa lalu, tinjauan sistem (kondisi sistemik yang dapat
meningkatkan atau menyebabkan sensasi nyeri) dan riwayat psikososial.1
Tinjauan riwayat adalah bagian terpenting dari proses
pemeriksaan. Pertanyaan pertama yang harus dilakukan adalah tentang
keluhan utama yang menjadi alasan utama pasien mencari pertolongan.
Informasi ini sangat penting karena meskipun pasien memiliki banyak
keluhan, pengurangan atau penyelesaian masalah utama dapat
meningkatkan status umum dan kualitas hidup.1

3
Setiap keluhan harus dicantumkan secara terpisah menurut urutan
kepentingannya bagi pasien, dan harus berisi informasi tentang:1
 Onset: berhubungan dengan saat pasien pertama kali melihat gejala
dan penting untuk menentukan berapa lama pasien telah sakit.
Informasi ini berguna untuk menentukan apakah pasien memiliki
kondisi akut atau kronis, yang sangat penting untuk penetapan terapi
yang tepat.1
 Lokasi: pasien harus diorientasikan untuk menunjukkan hanya dengan
satu jari tempat yang tepat dari rasa sakitnya. Nyeri intrakapsular
ditunjukkan dengan baik oleh pasien, tetapi nyeri otot menyebar dan
sulit dilokalisasi. Deteksi sumber nyeri sangat menentukan
keberhasilan pengobatan. Penting untuk dicatat bahwa tempat nyeri
dapat berbeda dari sumber nyeri (nyeri ektopik), seperti pada sindrom
nyeri myofascial.1
 Intensitas: Intensitas nyeri adalah parameter yang sulit untuk diukur.
Skala analog visual (VAS) adalah metode sederhana dan andal yang
banyak digunakan dalam praktik klinis dan penelitian untuk
mengukur intensitas nyeri. Ini adalah representasi visual dari
intensitas nyeri relatif yang terdiri dari garis horizontal 10 cm dengan
"tidak ada rasa sakit" di satu ujung dan "nyeri terburuk yang pernah
ada" di ujung yang berlawanan. Dengan hanya menempatkan tanda di
sepanjang garis ini, pasien dapat menunjukkan intensitas nyeri
relatifnya.
 Frekuensi: dikenal sebagai perilaku temporalnya. Pasien ditanya
apakah rasa sakitnya konstan atau paroksismal, yang berarti datang
dalam periode serangan. Rasa sakit yang konstan jelas akan
membutuhkan perawatan segera. Ketika nyeri berasal dari
muskuloskeletal dan hanya muncul selama aktivitas seperti
mengunyah dan berbicara, pengobatan biasanya menggunakan

4
pendekatan non-invasif. Nyeri yang datang dalam serangan cepat dan
berlangsung selama beberapa detik biasanya berhubungan dengan
neuralgia trigeminal atau glosofaringeal.1
 Kualitas: Pasien seringkali tidak dapat menentukan dengan tepat
kualitas nyeri yang mereka derita. Nyeri TMD biasanya digambarkan
sebagai nyeri yang dalam, tumpul, dan terkadang nyeri (berdenyut),
seperti pada proses inflamasi akut pada sendi. Rasa terbakar atau
nyeri seperti syok mungkin berasal dari neuropatik. Laporan sakit
kepala berhubungan dengan migrain atau gangguan sakit kepala
primer lainnya.1
 Riwayat keluhan utama: penting untuk mendeteksi kemungkinan
faktor yang memperberat nyeri dan memperoleh informasi lebih lanjut
tentang keluhan utama pasien. Nyeri muskuloskeletal diperburuk
ketika menggunakan struktur sistem pengunyahan dan juga oleh stres
emosional. Menghindari kegiatan ini atau menggunakan obat
antiinflamasi atau analgesik dapat meringankan gejala pasien. Nyeri
vaskular atau neurogenik biasanya tidak dipengaruhi oleh fungsi
pengunyahan. Ortodontis juga harus menanyakan pasien tentang
modalitas perawatan sebelumnya, kejadian traumatis dan cara onset
nyeri.1
 Obat saat ini dan masa lalu: Jika pasien menggunakan obat apa pun,
itu harus dilaporkan karena beberapa kondisi dapat dikaitkan dengan
efek samping obat. Selain itu, obat yang mungkin akan diresepkan
dapat berinteraksi dengan obat yang sudah dikonsumsi pasien.
Pertanyaan tentang alergi juga sangat penting.1
 Riwayat medis dan pembedahan: Pertanyaan yang berkaitan dengan
kondisi kesehatan umum harus dijawab oleh pasien. Beberapa
patologi sistemik, seperti fibromyalgia dan osteoartritis, antara lain,
dapat menyebabkan nyeri dan disfungsi menyeluruh.1

5
 Riwayat keluarga: Pasien harus melaporkan jika beberapa kerabat
menunjukkan kondisi yang sama karena beberapa kelainan memiliki
kecenderungan genetik. Migrain, misalnya, adalah sakit kepala utama
yang terkait dengan warisan keluarga.1
 Riwayat gigi: banyak pasien mengaitkan timbulnya sensasi nyeri
dengan prosedur yang dilakukan oleh dokter gigi. Pasien sangat sering
melaporkan timbulnya rasa sakit setelah janji perawatan gigi yang
lama, seperti terapi saluran akar dan pencabutan gigi molar ketiga.1
 Adanya kebiasaan parafungsional: Pasien harus ditanya tentang
adanya aktivitas parafungsional. Kebiasaan yang paling sering
ditemukan pada pasien TMD adalah mengepalkan dan menggiling.
Menggigit kuku dan postur tubuh yang buruk karena aktivitas kerja
juga harus dicatat.1

2.1.2 Inspeksi
 Perhatikan apakah terdapat pembengkakan lokal, deformasi,
penyimpangan dagu dan keausan gigi pada pasien.2
 Adanya pembengkakan mungkin akibat dari bakteri atau radang sendi
(sering rheumatoid, terkadang karena psoriasis atau asam urat), atau
pada anak-anak mungkin disebabkan oleh peradangan kelenjar
parotid.2
 Pada Bell's palsy, ada penurunan sisi ipsilateral mulut dan kerutan
halus.2
 Gangguan inflamasi yang parah pada area TMJ selama masa kanak-
kanak dapat menyebabkan perkembangan asimetris pada wajah
bagian bawah karena gangguan pada pusat pertumbuhan mandibula.
Arthrosis lanjut dapat menyebabkan asimetri wajah dan kepala dan
penyempitan saluran pendengaran eksternal. Sinovitis biasanya

6
menyebabkan deviasi ipsilateral saat mulut dibuka dan deviasi
kontralateral saat ditutup.2
 Keausan abnormal pada gigi merupakan tanda bruxism atau grinding.
Maloklusi dan kehilangan gigi dapat menyebabkan masalah TMJ.
Ada hubungan bilateral antara gigi dan TMJ. Perubahan dalam
hubungan gigi, seperti pada maloklusi dan kehilangan gigi, dapat
menyebabkan adaptasi pada TMJ. Masalah dengan sendi dapat
menyebabkan perubahan oklusi gigi dental.2

2.1.3 Pemeriksaan Fisik


1. Pergerakan Aktif (Range of Motion)
 Ukur jarak interinsisal maksimal pada saat membuka mulut
secara makimum. Jarak normal berkisar 36-38 mm pada orang
dewasa namun dapat bervariasi mulai dari 30-67 mm tergantung
usia dan jenis kelamin. Cara yang praktis dan cepat untuk
memeriksa rentang gerak adalah dengan meminta pasien
memasukkan buku-buku jari di sela-sela gigi depan (Gambar 1a
dan 1b).2
 Kemudian pasien diminta untuk menutup mulut (Gambar 1c).2
 Setelah itu, pasien diminta mendeviasikan mandibula ke kanan
dan kiri. Ketika mandibula menyimpang ke samping, ia berputar
di sekitar sumbu vertikal melalui ramus mandibula ipsilateral.
Kepala mandibula kontralateral bergerak ke anterior pada saat
yang bersamaan (Gambar 1d dan 1e).2
 Kemudian pasien diminta melakukan gerakan protrusi. Ini
dilakukan oleh otot pterygoid lateral dan medial, masseter,
geniohyoid dan digastric. Ketika terganggu, ini biasanya akibat
dari masalah inert (Gambar 1f).2

7
Gambar 1. a) pergerakan aktif dari mulut; b) memeriksa range of
motion atau rentang gerak dari TMJ; c) menutup mulut; d) dan e)
deviasi mandibula ke kanan dank ke kiri; f) gerakan protrusi.2

2. Pergerakan yang Dibatasi


 Operator menempatkan satu tangan di bawah dagu pasien, yang
lain di vertex. Dengan mulut terbuka sekitar 1 cm, pasien
sekarang diminta untuk membuka lebih jauh sementara operator
memberikan resistensi yang kuat, sehingga mencegah gerakan
apa pun. Kekuatan pterigoid lateral diuji dengan cara ini
(Gambar 2a).2

8
 Bantalan karet setebal 1 cm diletakkan di antara gigi. Pasien
diminta untuk menggigit sekeras mungkin. Ini adalah tes untuk
mengidentifikasi kekuatan pterygoid masseter, temporal dan
medial (Gambar 2b).2
 Operator meletakkan satu tangan di sisi kiri dagu pasien dan
memegang kepala dengan stabil dengan meletakkan tangan
lainnya pada area temporal kanan. Pasien diminta untuk
membengkokkan dagu ke kiri melawan tahanan yang diberikan
oleh tangan operator. Tes diulang untuk sisi yang berlawanan.
Gerakan ini menguji pterygoideus lateral kontralateral (Gambar
2c dan 2d).2

Gambar 2. Pergerakan yang dibatasi.2

9
3. Palpasi
Sendi dipalpasi selama membuka dan menutup aktif dan
selama deviasi aktif ke kiri dan kanan.2
Saat gerakan membuka mulut, TMJ dipalpasi dengan jari di
bawah os zygomatic tepat di depan kondilus atau, saat gerakan
menutup mulut, dengan ujung jari ditempatkan tepat di depan tragus
(Gambar 3a) di belakang kondilus atau di bagian luar. meatus
auditorius (Gambar 3b), memberikan tekanan yang diarahkan ke
anterior terhadap aspek posterior sendi. Pemeriksa biasanya
merasakan depresi saat membuka. Jika efusi parah hadir, tonjolan
dapat teraba. Perhatian harus diberikan pada suara abnormal dan
krepitus dan gerakan meluncur anteroposterior dari kondilus.2
Prosesus koronoideus dapat dipalpasi saat membuka dan
menutup mulut ketika jari-jari diletakkan tepat di bawah arkus
zigomatikus. Prosesnya dirasakan melalui otot masseter.2
Palpasi lebih lanjut dilakukan untuk mendapatkan nyeri tekan
lokal dari beberapa otot pengunyahan, kapsul sendi dan tulang di
sekitar soket gigi. Otot masseter dapat dipalpasi saat membuka mulut
dan mengatupkan gigi. Palpasi otot temporal dilakukan dengan
mengatupkan gigi.2

Gambar 3. Palpasi sendi temporomandibular: (a) anterior tragus (b)


di meatus auditori eksternal.2

10
4. Auskultasi
Adanya bunyi sendi selama pembukaan mulut dan ekskursi
mandibula dapat berguna dalam diagnosis inkoordinasi diskus-
kondilus. Dengan menggunakan stetoskop yang diletakkan pada
anterior meatus, pasien diminta melakukan gerakan membuka dan
menutup mulut untuk mendeteksi suara artikular. Klik (clicking),
krepitasi, dan bunyi terminal (terkait dengan hipertranslasi) adalah
suara yang paling umum pada pasien TMD (temporomandibular
disorder).1

Gambar 4. Pemeriksaan auskultasi menggunakan stetoskop.2

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang


Tingkat sedimentasi eritrosit sering meningkat pada penyakit
sistemik dan infeksi.2
Pemeriksaan radiografi tidak memberikan banyak informasi
kecuali untuk bukti arthrosis.13 CT scan dapat menentukan lebih akurat
posisi dan kondisi meniskus dan sendi.2
Dalam beberapa tahun terakhir, pencitraan resonansi magnetik
telah semakin banyak digunakan untuk menyelidiki gangguan
temporomandibular, misalnya gangguan internal.2

2.2Gejala Gangguan Sendi Temporomandibular

11
Tanda dan gejala klinis tentang TMD atau gangguang sendi
temporomandibular dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori menurut struktur
yang terpengaruhi, yaitu: otot, TMJ dan gigi geligi.3
2.2.1 Gangguan Fungsional pada Otot
Gangguan fungsional pada otot pengunyah mungkin merupakan
keluhan TMD yang paling umum. Umumnya gangguan fungsional pada
otot dikelompokkan dalam kategori besar yang disebut masticatory
muscle disorder, berupa dua gejala utama yang dapat diamati yaitu rasa
sakit dan disfungsi.3
Keluhan yang paling umum dari pasien masticatory muscle
disorder adalah rasa sakit pada otot, yang berkisar dari ketidaknyamanan
ringan hingga berat. Rasa sakit yang dirasakan pada jaringan otot disebut
myalgia. Myalgia dapat diakibatkan oleh meningkatnya penggunaan otot.
Gejala sering berkaitan dengan perasaan lelah otot dan ketegangan otot,
yang dikaitkan dengan vasokontriksi arteri nutrien yang relevan dan
akumulasi produk-produk limbah metabolik dalam jaringan otot (muscle).
Di daerah iskemik otot melepaskan zat algogenik (bradykinin,
prostaglandin) yang menyebabkan sakit pada otot.3
Disfungsi adalah gejala klinis umum yang berkaitan dengan
masticatory muscle disorder biasanya disfungsi dianggap sebagai
berkurangnya kisaran gerakan mandibula. Jika jaringan otot digunakan
secara berlebihan, maka kontraksi akan meningkatkan rasa sakit. Oleh
karena itu, untuk mempertahankan kenyamanan pasien membatasi
gerakan dalam kisaran yang tidak meningkatkan rasa sakit. Secara klinis
ini disebut sebagai ketidakmampuan untuk membuka lebar. Pada
beberapa penyakit myalgia, pasien masih dapat membuka lebar secara
perlahan, rasa sakit masih terjadi dan mungkin menjadi semakin
memburuk.3

12
Keseluruhan masticatory muscle disorder secara klinis
memberikan gambaran yang tidak sama, perawatan pada masingmasing
jenis juga berbeda. Kebanyakan gangguan otot ini terjadi dan
berkembang dalam waktu relatif pendek. Jika kondisikondisi itu tidak
diatasi, bisa banyak terjadi gangguan sakit kronis. Masticatory muscle
disorder kronis menjadi lebih rumit, dan perawatannya berbeda dibanding
yang akut. Oleh karena itu, penting untuk mampu mengidentifikasi
gangguan otot akut dan gangguan otot kronis sehingga dapat dilakukan
terapi dengan tepat. Fibromyalgia adalah salah satu contoh gangguan
myalgic cronics yang terjadi sebagai masalah penyakit muskuloskeletal
sistemik, ini perlu diketahui oleh dokter gigi dan ditangani dengan baik
melalui rujukan ke staf medis yang ahli.3

2.2.2 Gangguan Fungsional pada TMJ


Gangguan fungsional TMJ mungkin merupakan temuan yang
paling banyak ketika melakukan pemeriksaan pasien atas disfungsi otot
pengunyahan. Kebanyakan gangguan fungsional TMJ tidak menimbulkan
rasa sakit, sehingga pasien membiarkannya. Dua gejala utama masalah
TMJ adalah nyeri dan disfungsi.3
Timbulnya bunyi pada sendi merupakan disfungsi TMJ yang
dapat dibagi atas dua jenis, yaitu rubbing sound, dan clicking souond.
Pada kebanyakan kasus suara kliking pada TMJ 70-80 % disebabkan oleh
disk displacement dengan berbagai tingkatan dan arah, tetapi sebagian
besar pada arah anteromedial.3
Fenomena ini dapat digambarkan sebagai suatu interferensi
terhadap gerak translatori kondilus dan meniscus (diskus) selama gerakan
menutup dan membuka mandibula. Lingir superior pada kondilus
memungkinkan terjadinya interfensi antara kondilus dan meniscus
sewaktu keduanya bergerak. Normalnya , aktifitas otot adalah sedemikian

13
sehingga meniscus yang fleksibel bergerak mulus antara kondilus dan
eminentia. Jika posisi awal kondilus berubah (misal akibat perubahan
pola oklusi), arah gerakannya bisa berubah dan zona posterior yang lebih
tebal sementara terjebak antara kondilus dan eminentia. Respon
neuromuskular biasanya menghasilkan gerak adaptasi yang dibutuhkan
untuk menyempurnakan gerak membuka mulut. Penyimpangan gerak
untuk menghindari kliking akan terjadi dan muncul rentetan lebih lanjut
dari kliking dan gerak adaptasi, pada kelompok yang mengalami kliking
terdapat penyimpangan pola gerakan dibanding pada kelompok sehat.
Tidak adanya serabut nyeri pada meniskus, membuat kliking jarang sekali
menimbulkan nyeri, tetapi jika resistensi meningkat (misalnya viskositas
cairan sinovial), melanjutkan gerak membuka bisa mengakibatkan
robeknya serabut otot (pterigoideus lateralis), sehingga timbul nyeri dan
kekakuan sebagai gejala yang menyertainya.3
Kliking umumnya terjadi selama gerak membuka mulut, tetapi
juga bisa terjadi sesaat sebelum menutup mulut ketika diskus bergerak
kebelakang pada arah yang sudah berubah. Kliking dapat dihilangkan
dengan membuka atau menutup mandibula pada sumbu retrusi atau
dengan meletakkan bidang gigit (bite plane) berkontak dengan gigi
incisivus bawah tepat sebelum gerak menutup.3
Perubahan pola oklusi adalah salah satu penyebab terjadinya
kliking. Penyebab lainnya adalah gerak mandibula yang berlebihan dan
mendadak yang mengakibatkan pergerseran diskus atau clenching pada
gigi yang berkepanjangan sehingga pembukaan berubah akibat kelelahan
otot. Kliking juga bisa terjadi secara intermiten pada remaja akibat gerak
adaptasi waktu pertumbuhan sedang berlangsung, keadaan ini bisa
dihindari dengan menutup dan membuka pada sumbu retrusi.
Watt mengklasifikasikan bunyi sendi menjadi kliking dan
krepitus, kemudian keduanya dikelompokkan menjadi lunak dan keras

14
tergantung kualitasnya. Selanjutnya juga diklasifikasikan menjadi initial,
intermediate dan terminal, tergantung posisi rahang pada saat terjadinya
kliking. Kliking keras mungkin mengindikasikan adanya kelainan sendi
yang biasa diikuti dengan krepitus keras yang menunjukkan adanya cacat
spesifik pada permukaan sendi. Berdasarkan penyebab terjadinya kliking
menurut dapat dibedakan/ diklasifikasikan menjadi :3
1. Kelompok 1 :
a) Lateral dan/atau medial ligament.
b) Hipermobilitas diskus.
2. Kelompok 2 :
a) Partial disk displacement.
b) Total disk displacement.
3. Kelompok 3 :
a) Disk displacement dengan perlengketan.
b) Hipertropi cartilage.
4. Kelompok 4 :
a) Disk displacement dengan reposisi terminal.
b) Hipermobilitas kondilus.3

2.2.3 Gangguan Fungsional pada Gigi – Geligi


Seperti halnya otot dan sendi, gigi geligi juga dapat menunjukkan
tanda dan gejala gangguan fungsional. Salah satunya adalah kerusakan
pada struktur pendukung gigi geligi. Tanda yang timbul berupa mobilitas
gigi yang terlihat secara klinis sebagai gerakan tidak biasa dari gigi
terhadap soketnya. Hal ini dapat disebabkan oleh hilangnya tulang
pendukung dan tekanan oklusal yang tidak wajar.3
Hingga saat ini tanda yang paling umum berhubungan dengan
gangguan fungsional gigi adalah tooth wear. Ditandai dengan area
mendatar yang mengkilat pada gigi yang tidak sesuai dengan bentuk

15
alami oklusal gigi. Area ini disebut wear facet. Meskipun wear facet
sering ditemukan pada pasien, tetapi jarang dilaporkan. Tooth wear
merupakan bentuk predominan dari aktivitas parafungsional, dapat
ditentukan dengan observasi lokasi terbanyak wear facet. Jika tooth wear
dihubungkan dengan aktivitas parafungsional, maka secara logika akan
ditemukan pada permukaan gigi fungsional (seperti cusp lingual maxilla,
cusp buccal mandibula). Melalui pemeriksaan pada pasien ditemukan
bahwa kebanyakan tooth wear berasal dari kontak eksentrik gigi yang
dihasilkan oleh tipe bruxing.3

2.3Hubungan Gangguan Sendi Temporomandibular dengan Sistem


Stomatognati
Sistem stomatognati terdiri dari banyak struktur anatomi seperti sendi
temporomandibula, otot dan gigi. Sistem stomatognati memiliki interaksi yang
sangat kompleks untuk mengoptimalkan kinerja sistem ketika berfungsi. Fungsi
sistem stomatognati meliputi fungsi pengunyahan, penelanan, fonasi, pernapasan,
dan ekspresi wajah ketika berbicara. Karena komponen anatomi sistem
stomatognati berhubungan secara fungsional antara satu sama lain, perubahan
atau disfungsi pada satu atau beberapa elemen dapat menyebabkan
ketidakseimbangan keseluruhan sistem. Bila fungsi normal dipengaruhi oleh
masalah lokal atau sistemik yang melampaui toleransi fisiologis, respon patologi
memicu berbagai macam tanda dan gejala yang menandai sindrom disfungsi
sistem stomatognati atau gangguan sendi temporomandibula.4
Gangguan sendi temporomandibula (STM) mencakup sejumlah
perubahan dan kelainan pada STM dan/atau otot mastikatori dan struktur terkait.
Gangguan sendi temporomandibular dapat terjadi ketika rahang berputar sewaktu
melakukan gerakan membuka, menutup, atau gerakan ke samping. Pergerakan ini
mempengaruhi sendi rahang dan otot pengunyahan.4, 5

16
Studi yang mengevaluasi kecenderungan pengunyahan, mampu
mengamati bahwa individu dengan TMD (temporomandibular disorder) atau
gangguan pada sendi temporomandibular menunjukkan gangguan yang lebih
besar dari fungsi pengunyahan (mestikasi), serta sisi preferensi pengunyahan.
Kemampuan mastikasi dapat dipengaruhi oleh tanda dan gejala gangguan sendi
temporomandibula. Gangguan sendi temporomandibula berhubungan secara
patofisiologis dengan otot pengunyahan, sendi temporomandibular atau struktur
terkaitnya. Gejala yang sering ditemui pada gangguan STM adalah nyeri pada
daerah wajah dan rahang saat istirahat atau berfungsi, bunyi sendi, rasa pegal atau
lelah pada otot pengunyahan, keterbatasan dalam membuka mulut, dan gangguan
pada gerak mandibula yang meliputi deviasi dan defleksi rahang.6, 7
Nyeri dapat menurunkan efisiensi pengunyahan, karena rasa sakit
menyebabkan pasien tidak nyaman, sehingga cenderung sulit membuka mulut
dengan lebar. Hal ini merupakan respon tubuh untuk melindungi bagian yang
cedera dengan membatasi penggunaannya. Temuan klinis ini biasa terjadi pada
banyak pasien sakit gigi. Setelah sakit gigi teratasi, pembukaan mulut normal
kembali. Terbatasnya pembukaan mulut hanyalah respon sekunder terhadap
adanya nyeri yang dalam. Setiap sumber dari nyeri dalam yang konstan dapat
mewakili faktor etiologi yang dapat menyebabkan pembukaan mulut terbatas dan
oleh karena itu secara klinis disebut sebagai gangguan STM. Ahn dkk (2010)
yang dilakukan pada subjek yang memiliki nilai rata- rata umur 26 tahun
menyimpulkan bahwa nyeri pada pasien gangguan STM akan mengurangi
efisiensi pengunyahan.7
Kliking juga dapat menurunkan efisiensi pengunyahan karena dibutuhkan
lebih banyak mastikasi untuk menghancurkan makanan. Perubahan pola oklusi
adalah salah satu penyebab terjadinya kliking. Penyebab lainnya adalah gerak
mandibula yang berlebihan dan mendadak yang mengakibatkan pergerseran
diskus atau clenching pada gigi yang berkepanjangan sehingga pembukaan
berubah akibat kelelahan otot. Kliking juga bisa terjadi secara intermiten pada

17
remaja akibat gerak adaptasi waktu pertumbuhan sedang berlangsung, keadaan ini
bisa dihindari dengan menutup dan membuka pada sumbu retrusi. Henri dkk
(2014) menunjukkan bahwa efisiensi pengunyahan pada pasien gangguan STM
dengan gejala kliking pada anak-anak umur 12-15 tahun dari subras Deutero
Malay mengalami penurunan efisiensi pengunyahan. Penelitian yang juga
dilakukan oleh Felicio dkk (2007) menyatakan bahwa tingkat keparahan TMD
berhubungan dengan pengunyahan, di mana semakin tinggi keparahan TMD,
maka semakin banyak dibutuhkan waktu untuk mengunyah dan semakin rendah
pengunyahannya.
Deviasi dan defleksi juga dapat menurunkan efisiensi pengunyahan akibat
dari perubahan pola pergerakan mandibula itu sendiri ketika membuka dan
menutup mulut. Perubahan pola pergerakan mandibula dapat terjadi karena
tekanan yang berlebihan pada area kondilus menyebabkan ligamen yang
memegang kondilus terganggu, sehingga otot membutuhkan tenaga yang lebih
kuat untuk bekerja.7

BAB III
PENUTUP

18
Kesimpulan
Gangguan sendi temporomandibular sangat berpengaruh pada sistem
stomatognati terutama dalam hal pengunyahan. Maka dari itu penting untuk
mengetahui lebih awal mengenai gangguan sendi temporomandibular dengan cara
melalakukan pemeriksaan terhadap sendi tempormandibular, ini bertujuan untuk
mendapatkan pengobatan atau terapi terhadap gangguan sendi temporomandibular
lebih awal untuk menghilangkan rasa sakit serta gejala dari gangguan sendi
temporomandibular.

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Conti, Ana Claúdia de Castro Ferreira, dkk. Examination of Temporomandibular
Disordes in Orthodontic Patient: A Clinical Guide. J Appl Oral Sci. Vol. 15, No.
1. 2007: 78-79
2. Ombregt L. A System of Orthopaedic Medicine. Third edition. London: Elsevier.
2013: 204-207
3. Suharti. Kelainan Pada Temporo Mandibular Joint (TMJ). Stomatognatic (J.K.G
Unej). Vol. 8 No. 2 2011: 81-83
4. Saragih, TSM dan Chairunnisa R. Hubungan Kebiaaan Parafungsional dengan
Gangguan Sendi Temporomandibula pada Mahasiswa FKG USU. Cakradonya
Dental Journal. Vol. 12, No. 1. 2020: 31
5. Sutono E dan Machmud E. Perawatan Gangguan Sendi Temporomandibular:
Pertimbangan dalam Bidang Prostodontik. Dental Journal. Vol. 2, No. 4. 2013
6. Cardoso, Alice Helena de Lima Santos, dkk. Influence of Temporomandibular
Disorder in the Stomatognatic System: Electromyography, Mandibular
Movements and Articular Sounds Analysis. Journal of Dentistry and Oral Biology.
Volume 5, Issue 4. 2020: 4
7. Angreini DJ. Pengaruh Gangguan Sendi Temporomandibula terhadap Efisiensi
Pengunyahan pada Mahasiswa FKG USU. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Prostodonsia Universita Sumatra Utara. 2018: 34-35

20

Anda mungkin juga menyukai