Anda di halaman 1dari 40

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran November 2021


Universitas Halu oleo

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh :

Putri Maharani, S.Ked

K1A1 15 107

Pembimbing

dr. Hasniah Bombang, M.Kes., Sp.A.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Putri Maharani, S.Ked
Stambuk : K1A1 15 107
Judul Kasus : Demam Berdarah Dengue
Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan
klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu
Oleo.

Kendari, November 2021

Mengetahui :
Pembimbing,

dr. Hasniah Bombang, M.Kes., Sp.A

2
BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. AN
Tanggal Lahir : 22-10-2004
Umur : 17 Tahun 1 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
BB masuk : 40 kg
PB masuk : 155 cm
Agama : Islam
Alamat : Jln. Imam Bonjol, Mandonga
Suku : Tolaki
No RM : 25 60 92
Tanggal Masuk RS : 26 Oktober 2021
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Demam
2. Anamnesis terpimpin
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan demam yang dirasakan
sejak 5 hari yang lalu SMRS. Demam mendadak, dan dirasakan terus-
menerus, disertai menggigil (+), keringat (-). Keluhan lainnya seperti
nyeri kepala (+), pusing (+), lemas (+), menggigil (+), nyeri retro-orbita
(+), mimisan (-), gusi berdarah (-). Riw. batuk darah (+) 1 hari SMRS,
pilek (-), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+) 5x berisi air dan
makanan, nafsu makan menurun (+), minum biasa. BAB (-) sejak 5 hari
SMRS, BAK (+) dalam batas normal.Terdapat peteki pada ekstremitas
atas.
 Riwayat pengobatan = Pasien sudah mendapatkan obat penurun
panas dirumah, berupa paracetamol tablet.

3
 Riwayat penyakit sebelumnya = Tidak ada.
 Riwayat penyakit keluarga = (+) adik pasien mengalami keluhan
yang sama.
 Riwayat sosial/lingkungan = Tidak terdapat tetangga disekitar
lingkungan rumah pasien maupun lingkungan sekolah yang
menderita DBD.
 Riwayat Imunisasi = Mendapatkan imunisasi dasar lengkap
 Riwayat tumbuh kembang = Tumbuh kembang pasien baik sesuai
dengan usianya.

C. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang , Compos mentis
Antropometri : BB : 40 kg │ TB : 155 cm
Status Gizi : Gizi kurang (89%)
Tanda Vital :
TD : 100/60 mmHg P : 22 x/menit
N : 100 x/menit S : 39.0 oC
Kepala : Normocephal
Muka : Simetris kanan dan kiri, peteki (-), ruam (-), edema (-)
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah tercabut
Telinga : Otorhea (-), perdarahan (-)
Mata : Edema palpebral (-), konjungtiva anemis (-), Perdarahan
subkonjungtiva (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Rinorhea (-), napas cuping hidung (-), epistaksis (-)
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), kering (-), perdarahan gusi (-)
Tenggorok: Hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru :
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, retraksi (-)
Palpasi : Massa (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-)

4
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler│Rhonki (-/-) │ Wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Batas kiri ICS V Linea midclavicularis sinistra
Batas kanan ICS IV Linea parasternalis dekstra
Aukultasi : BJ I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : tymphani
Palpasi : distensi (-) nyeri tekan (+) regio epigastrium
Limpa : Tidak teraba
Hati : Teraba 3 cm di bawah arcus costa, konsistensi kenyal,
permukaan rata dengan pinggiran tajam. Tidak terdapat
nyeri tekan.
Kelenjar Limfe : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Alat kelamin : tidak ada kelainan
Anggota Gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik
Kulit : Turgor baik, ikterik (-), pucat (-), peteki (+) pada
ekstremitas bawah.
Tasbeh : (-)
Col. Vertebralis : spondilitis (-) skoliosis (-)
KPR : (-)
APR : (-)
Refleks Patologis: (-)

5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Darah Rutin
(26 Oktober 2021)
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
WBC 3.6 [103/µL] (4.00 – 10.00)
RBC 4.86 [106/µL] (4.50 – 5.50)
HGB 12.4 [g/dL] (12.0 – 16.0)
HCT 41.1 [%] (37.0 – 48.0)
PLT 80 [10^3/µL] (150 – 400)

(28 Oktober 2021)


PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
WBC 5.6 [103/µL] (4.00 – 10.00)
RBC 4.34 [106/µL] (4.50 – 5.50)
HGB 12.1 [g/dL] (12.0 – 16.0)
HCT 33.3 [%] (37.0 – 48.0)
PLT 59 [10^3/µL] (150 – 400)

b) Rapid Antigen SARS COV-2 (26 Oktober 2021) : Negatif


E. ANJURAN PEMERIKSAAN
Kontrol darah rutin
F. RESUME
An. AN jenis kelamin perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan
demam yang dirasakan sejak 5 hari yang lalu SMRS. Demam mendadak, dan
dirasakan terus-menerus, disertai menggigil (+). Keluhan lainnya seperti nyeri
kepala (+), pusing (+), lemas (+), menggigil (+), nyeri retro-orbita (+). Riw.
batuk darah (+) 1 hari SMRS, nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+) 5x
berisi air dan makanan, nafsu makan menurun (+). Riwayat pengobatan (+)
pasien sudah meminum obat penurun panas namun gejala tidak membaik.
Riwayat penyakit keluarga (+) adik pasien mengalami keluhan yang sama.

6
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang,
pemeriksaan tanda vital didapatkan TD: 100/60 mmHg, P: 22 x/menit, N: 100
x/menit, S: 39,0 oC. Pemeriksaan kepala, paru, dan jantung dalam batas
normal, pemeriksaan abdomen terdapat pembesaran hepar 3 cm di bawah
arcus costae dengan konsistensi kenyal, permukaan rata, pinggiran tajam dan
tanpa nyeri tekan. Pemeriksaan ekstremitas terdapat peteki pada ekstremitas
atas kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan penunjang darah rutin tanggal 28 Oktober 2021: WBC
5,6.103/µL, RBC 4,34.106/µL, HGB 12.1 g/dL, HCT 36,3 %, PLT 59.103/µL.
Pemeriksaan rapid antigen SARS COV-2 tanggal 26 Oktober 2021: Negatif.

G. DIAGNOSA KERJA
DBD Grade I

H. PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring
2. Minum air yang cukup
3. IVFD RL 20 tpm (makrodrips)
4. Inj. Paracetamol 400 mg/IV/8 Jam
5. Inj. Ranitidin 50 mg/IV/12 Jam
6. Inj. Ondansentron 4 mg/IV/12 Jam
7. Multivitamin 1x1 Tab

I. FOLLOW UP
Tanggal Keluhan Intruksi Dokter
26/10/21 S : Demam (+), menggigil (+),  IVFD RL 30 Tpm
20.35 nyeri kepala (+), pusing (+),  Inj. Paracetamol 400 mg/IV/8
IGD lemas (+), nyeri retro-orbita (+), Jam
mual (+), muntah (+) 5x berisi air  Inj. Ranitidin 50 mg/IV/12
dan makanan, NUH (+), nafsu Jam
makan menurun (+). BAB (-)

7
sejak 5 hari yll, BAK (+) DBN  Inj. Ondansentron 4 mg/IV/12
O: Jam
KU : Sakit sedang  Apialys Syr/24 Jam
TD : 100/60 mmHg  Banyak minum
N : 100x/menit
P : 22x/menit
S : 39,3oC
SpO2: 98%
BB: 40 kg
Mata : edema palpebra (-/-),
konjungtiva anemis (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-)
Hidung : epiktasis (-)
Bibir : pucat (-), sianosis (-),
kering (+)
Telinga : otorhea (-/-),
perdarahan (-)
Paru : inspeksi simetris kiri
kanan, retraksi (-/-). Palpasi nyeri
tekan (-), massa (-). Perkusi sonor
pada kedua lapang paru.
Auskultasi vesikuler (+/+)
Abdomen : Inspeksi cembung
mengikuti gerak napas.
Auskultasi peristaltik kesan
normal. Palpasi nyeri tekan (+).
Perkusi tymphani. Pembesaran
hepar 3 cm di bawah arcus costae
dengan konsistensi kenyal,
permukaan rata, pinggiran tajam,
nyeri tekan (-).

8
Kulit : Peteki (+) ekstremitas atas
D/S
A : DBD Grade I
27/10/21 S : Demam (+) naik turun,  IVFD RL 20 Tpm
07.00 menggigil (+), nyeri kepala (+),  Inj. Paracetamol 400 mg/IV/8
pusing (+), lemas (+), nyeri retro- Jam
orbita (+), mual (+), muntah (+)  Inj. Ranitidin 50 mg/IV/12
1x, NUH (+), nafsu makan Jam
menurun (+). BAB (-), BAK (+)  Inj. Ondansentron 4 mg/IV/12
DBN. Jam
O:  Multivitamin Tab/24 Jam
KU : Sakit sedang  Banyak minum
TD : 100/60 mmHg
N : 105x/menit
P : 25x/menit
S : 37,4oC
SpO2: 98%
BB: 40 kg
Mata : edema palpebra (-/-),
konjungtiva anemis (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-)
Hidung : epiktasis (-)
Bibir : pucat (-), sianosis (-),
kering (+)
Telinga : otorhea (-/-),
perdarahan (-)
Paru : inspeksi simetris kiri
kanan, retraksi (-/-). Palpasi nyeri
tekan (-), massa (-). Perkusi sonor
pada kedua lapang paru.
Auskultasi vesikuler (+/+)

9
Abdomen : inspeksi cembung
mengikuti gerak napas.
Auskultasi peristaltik kesan
normal. Palpasi nyeri tekan (-).
Perkusi tymphani.
Kulit : Peteki (+) ekstremitas atas
D/S
A : DBD Grade I
28/10/21 S : Demam (-), menggigil (-),  IVFD RL 20 Tpm
07.00 nyeri kepala (+), pusing (+),  Inj. Paracetamol 400 mg/IV/8
lemas (+), nyeri retro-orbita (-), Jam jika suhu ≥ 38oC
mual (+), muntah (-), NUH (+),  Inj. Ranitidin 50 mg/IV/12
nafsu makan baik (+). BAB dan Jam
BAK (+) DBN.  Inj. Ondansentron 4 mg/IV/12
O: Jam jika muntah
KU : Sakit sedang  Multivitamin Tab/24 Jam
TD : 110/70 mmHg
N : 92x/menit
P : 22x/menit
S : 36,8oC
SpO2: 98%
BB: 40 kg
Mata : edema palpebra (-/-),
konjungtiva anemis (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-)
Hidung : epiktasis (-)
Bibir : pucat (-), sianosis (-),
kering (-)
Telinga : otorhea (-/-),
perdarahan (-)
Paru : inspeksi simetris kiri

10
kanan, retraksi (-/-). Palpasi nyeri
tekan (-), massa (-). Perkusi sonor
pada kedua lapang paru.
Auskultasi vesikuler (+/+)
Abdomen : inspeksi cembung
mengikuti gerak napas.
Auskultasi peristaltik kesan
normal. Palpasi nyeri tekan (-).
Perkusi tymphani.
Kulit : Peteki (-) ekstremitas atas
D/S
A : DBD Grade I
29/10/21 S : Demam (-), menggigil (-),  IVFD RL 20 Tpm
07.00 nyeri kepala (-), pusing (+), lemas  Multivitamin Tab/24 Jam
(+), nyeri retro-orbita (-), mual (-  Cek DR, jika PLT <50.000
), muntah (-), NUH (-), nafsu Pasien boleh pulang
makan baik (+). BAB dan BAK
(+) DBN.
O:
KU : Sakit sedang
TD : 100/70 mmHg
N : 82x/menit
P : 20x/menit
S : 36,4oC
SpO2: 98%
BB: 40 kg
Mata : edema palpebra (-/-),
konjungtiva anemis (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-)
Hidung : epiktasis (-)
Bibir : pucat (-), sianosis (-),

11
kering (-)
Telinga : otorhea (-/-),
perdarahan (-)
Paru : inspeksi simetris kiri
kanan, retraksi (-/-). Palpasi nyeri
tekan (-), massa (-). Perkusi sonor
pada kedua lapang paru.
Auskultasi vesikuler (+/+)
Abdomen : inspeksi cembung
mengikuti gerak napas.
Auskultasi peristaltik kesan
normal. Palpasi nyeri tekan (-).
Perkusi tymphani.
Kulit : Peteki (-) ekstremitas atas
D/S
A : DBD Grade I

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut

yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditandai demam 2-7 hari

disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan trombosit

(trombositopenia), adanya hemokonsentasi yang ditandai kebocoran

plasma (peningkatan hematokrit, asites, efusi pleura, hipoalbuminemia,).

Dapat disertai gejala-gejala tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri otot &

tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata. 1

B. ETIOLOGI

DBD diakibatkan virus dengue dari kelompok arthropod-borne virus.

Ada empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, yang ditularkan

melalui nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini berkembang biak di wilayah

tropis dan bersarang pada genangan air. Semua tipe ada di Indonesia dan

DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Infeksi akibat satu serotipe akan

menimbulkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe yang sama,

sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap

serotipe yang lain. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan

diberbagai daerah di Indonesia.2

C. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah demam dengue

(DBD) disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologinya

13
yang berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama

adalah hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada

kondisi renjatan. Renjatan itu disebakan karena kebocoran plasma yang

diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan

akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari

sebelum timbul gejala dan berakhir setelah setelah lima hari gejala panas

mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell).

Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktivasi sel T-Helper

dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-Helper

akan mengaktivasi sel T-sitotoksik yang akan melilis makrofag yang sudah

memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi.

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi

hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. 5

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot,

malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifestasi perdarahan karena

terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi

trombositopenia ini bersifat ringan. Imunopatogenesis DBD dan DSS yaitu

teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous

infection theory).Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan

14
patogenesis demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara

pasti, tetapi sebagian besar menganut “the secondary heterologous

infection hypothesis” yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila

seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang

dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu tertentu yang

diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun. Akibat infeksi kedua oleh tipe

virus dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibodi

anti dengue yang rendah, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi

dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit

imun dengan menghasilkan titer tinggi antibodi igG antidengue. Disamping

itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang

bertransformasi akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen- antibodi yang selanjutnya

akan mengaktivasi sistem komplemen . 5

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya

plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien

dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30%

dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma yang erat

hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini

terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar

natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan

asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat akan menyebabkan

15
asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan

syok sangat penting guna mencegah kematian.

Gambar 1. Patogensis Terjadinya Syok Pada DBD

Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen

antibody selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan

agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui

kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan

mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi

sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada

membrane trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosine

diphosphat), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo

endhotelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi

trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

16
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID; koagulasi

intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP

(fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor

pembekuan. Agregasi trombosit ini juga menyebabkan gangguan fungsi

trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak,

tidak berfungsi dengan baik. Disisi lain, aktivasi koagulasi akan

menyebabkan aktivasi faktor Hagamen sehingga terjadi aktivasi sistem

kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler

yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada

DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan

(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel

kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi. 3

Gambar 2. Patogenesis Terjadinya Perdarahan Pada DBD.

17
D. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis

klinis dan kriteria diagnosis laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting

dalam penapisan kasus, tata laksana kasus, memperkirakan prognosis

kasus, dan surveilans. Kriteria diagnosis laboratoris yaitu kriteria diagnosis

dengan konfirmasi laboratorium yang penting dalam pelaporan, surveilans,

penelitian dan langkah-langkah tindakan preventif dan promotif.

1. Kriteria Diagnosis Klinis


Berdasarkan petunjuk klinis tersebut dibuat kriteria diagnosis klinis,

yang terdiri atas kriteria diagnosis klinis Demam Dengue (DD), Demam

Berdarah Dengue (DBD), Demam Berdarah Dengue dengan syok (Sindrom

Syok Dengue/SSD), dan Expanded Dengue Syndrome (unusual

manifestation).

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut:

a. Diagnosis Klinis:

- Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus

- Manifestasi perdarahan baik spontan seperti peteki, purpura,

ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, atau melena,

maupun berupa uji tourmiquet positif

- Nyeri kepala, mialgia, arthralgia, dan nyeri retroorbital

- Dijumpai kasus DBD baik dilingkungan sekolah, rumah, atau sekitar

rumah

18
- Hepatomegali

b. Trombositopnia (Trombosit ≤ 100.000/mm³)

c. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari peningkatan

permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau lebih tanda berikut:

- Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi ≥ 20% dari nilai baseline

atau penurunan sebesar itu pada fase konvalesen

- Efusi pleura, asites

- Hipoproteinemia / hipoalbuminemia.

Gambar 3. Tanda Bahaya DBD6

Gambar 4. Tanda dan Gejala Syok Terkompensasi

19
Gambar 5. Tanda dan Gejala Syok Dekompensasi6

3. Pemeriksaan Laboratorium
Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita

infeksi dengue antara lain:

1) Hematologi

a. Leukosit

• Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan

dominasi sel neutrofil.

• Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma

biru (LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari

sakit ketiga sampai hari ke tujuh.

b. Trombosit

Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:

• Semi kuantitatif (tidak langsung)

• Langsung (Rees-Ecker)

20
• Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi Jumlah trombosit

≤100.000/μl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7 sakit.

Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam sampai

terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau

keadaan klinis penderita sudah membaik.

c. Hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran

pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan indikator

yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu

dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya

penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.

Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit > 20%

(misalnya nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan

peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu

mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh

penggantian cairan atau perdarahan. Namun perhitungan selisih

nilai hematokrit tertinggi dan terendah baru dapat dihitung setelah

mendapatkan nilai Ht saat akut dan konvalescen (hari ke-7).

Pemeriksaan hematrokrit antara lain dengan mikro-hematokrit

centrifuge

Nilai normal hematokrit:

• Anak-anak : 33 - 38 vol%

• Dewasa laki-laki : 40 - 48 vol%

21
• Dewasa perempuan : 37 - 43 vol% Untuk puskesmas yang tidak

ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan estimasi

nilai Ht = 3 x kadar Hb.

2) Radiologi
Pada foto toraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi

adanya efusi pleura minimal pada paru kanan. Sedangkan asites,

penebalan dinding kandung empedu dan efusi pleura dapat pula

dideteksi dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG).

3) Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada

penderita terinfeksi virus Dengue.

a. Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition

Test) Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku

emas (gold standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2

sampel darah (serum) dimana spesimen harus diambil pada fase

akut dan fase konvalensen (penyembuhan), sehingga tidak dapat

memberikan hasil yang cepat.

b. ELISA (IgM/IgG)

Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau

sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM

terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji

tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu 21

22
sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat

didapat. Saat ini tersedia Dengue Rapid Test (misalnya Dengue

Rapid Strip Test) dengan prinsip pemeriksaan ELISA.

c. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Dengue Rapid Test

Dengue Rapid Test mendiagnosis infeksi virus primer dan

sekunder melalui penentuan cut-off kadar IgM dan IgG dimana

cut-off IgM ditentukan untuk dapat mendeteksi antibodi IgM yang

secara khas muncul pada infeksi virus dengue primer dan

sekunder, sedangkan cut off antibodi IgG ditentukan hanya

mendeteksi antibodi kadar tinggi yang secara khas muncul pada

infeksi virus dengue sekunder (biasanya IgG ini mulai terdeteksi

pada hari ke-2 demam) dan disetarakan dengan titer HI > 1:2560

(tes HI sekunder) sesuai standar WHO. Hanya respons antibodi

IgG infeksi sekunder aktif saja yang dideteksi, sedangkan IgG

infeksi primer atau infeksi masa lalu tidak dideteksi. Pada infeksi

primer IgG muncul pada setelah hari ke-14, namun pada infeksi

sekunder IgG timbul pada hari ke-2. Interpretasi hasil adalah

apabila garis yang muncul hanya IgM dan kontrol tanpa garis IgG,

maka Positif Infeksi Dengue Primer (DD). Sedangkan apabila

muncul tiga garis pada kontrol, IgM, dan IgG dinyatakan sebagai

Positif Infeksi Sekunder (DBD). Beberapa kasus dengue sekunder

tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis kontrol dan IgG

saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif apabila hanya garis kontrol

23
yang terlihat. Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi apabila

gejala klinis kearah DBD. Pemeriksaan dinyatakan invalid apabila

garis kontrol tidak terlihat dan hanya terlihat garis pada IgM

dan/atau IgG saja.

E. TATALAKSANA

Pada dasarnya pengobatan infeksi dengue bersifat simtomatis dan

suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat

peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien

DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan

biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan

intensif. Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila

terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka

kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Kunci

keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para petugas

medis dan paramedis untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase

demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.

Pertolongan Pertama Penderita Pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda

tidak spesifik, oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada

jika terdapat gejala dan tanda yang mungkin merupakan awal perjalanan

penyakit tersebut. Gejala dan tanda awal DBD dapat berupa panas tinggi

tanpa sebab jelas yang timbul mendadak, terus-menerus selama 2-7 hari,

badan lemah/lesu, nyeri ulu hati, tampak bintik-bintik merah pada kulit

seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler

24
di kulit. Untuk membedakannya kulit diregangkan bila bintik merah itu

hilang, bukan tanda penyakit DBD.7 Apabila keluarga/masyarakat

menemukan gejala dan tanda di atas, maka pertolongan pertama oleh

keluarga adalah sebagai berikut:

a. Tirah baring selama demam

b. Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10-15 mg/kgBB/

kali untuk anak. Asetosal, salisilat, ibuprofen jangan dipergunakan

karena dapat menyebabkan nyeri ulu hati akibat gastritis atau

perdarahan.

c. Kompres hangat

d. Minum banyak (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori diperbolehkan

kecuali cairan yang berwarna coklat dan merah (susu coklat, sirup

merah).

e. Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian,

tidak memberikan apapun lewat mulut selama kejang) Jika dalam 2-3

hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya gejala dan

tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk),

muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera dibawa

berobat/periksakan ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan untuk

segera mendapat pemeriksaan dan pertolongan.

25
1. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue (DBD)

a. Tata laksana DBD tanpa syok

Perbedaan patofisilogik utama antara DBD dan penyakit lain

adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang

menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Maka

keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi

secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of

defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan

sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan

perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD

terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang

dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada

umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah

trombosit sampai ≤100.000/μl atau kurang dari 1-2 trombosit/Ipb

(rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan

hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan

hematokrit ≥20% mencerminkan perembesan plasma dan

merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Larutan garam

isotonik atau kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume

plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit.

Perhatian 25 khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit

yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit <50.000/μl.

Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat

26
dipuskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari

di rumah sakit kelas B dan A. Secara umum perjalanan penyakit

DBD dibagi menjadi 3 fase yaitu fase demam, fase kritis dan fase

penyembuhan (konvalesens):

a) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan

tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu

pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan

oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah

atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan

perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi

perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi

lama demam pada DBD.

b) Fase Kritis

Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun

pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi

ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Pemeriksaan

kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium

yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu

menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman

kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya

terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan

nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari

27
sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana

pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin

dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu

sensitif.

Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi

pada fase penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka

dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang.

Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan

bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3

jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap

30-60 menit). Tetesan berikutnya harus selalu disesuaikan dengan

tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum

volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-

8%. Cairan intravena diperlukan, apabila:

1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi

sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan

terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok,

2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.

Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan

kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan

NaCI 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat

28
7,46%, 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Pada saat

pasien datang, berikan cairan kristaloid/ NaCI 0,9% atau dekstrosa

5% dalam ringer laktat/NaCI 0,9%, 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor

tanda vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap

6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam. Apabila selama observasi

keadaan umum membaik yaitu anak nampak tenang, tekanan nadi

kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung

turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka

tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam 27

observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi

menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-

48 jam.

Jenis Cairan

- Kristaloid: Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA),

Larutan garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat

(D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/ RA),

Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/ 1/2LGF) (Catatan:

Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA, tidak boleh

larutan yang mengandung dekstosa)

- Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%,

gelafundin

a) Fase Penyembuhan/konvalesen

29
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen/ sekunder akan muncul

pada daerah esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika

memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan

ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler. Apabila pada saat

itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra,

edema paru dan distres pernafasan.

Tatalaksana DBD dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/ SSD)

Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti (volume

replacement) adalah pengobatan yang utama, berguna untuk

memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat

mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48

jam. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda

syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis,

oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit ( ≤ 20mmHg) atau

hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar

hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan

intravena.Pada penderita SRD dengan tensi tak terukur dan tekanan

nadi ≤20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg

BB selama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10

ml/kgBB/jam. Tatalaksana DBD dengan Syok meliputi:

a) Penggantian Volume Plasma Segera Cairan resusitasi awal adalah

larutan kristaloid 20 ml/kgBB secara intravena dalam 30 menit.

30
Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB

ideal dan umur, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid

ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah

60 menit, berikan cairan koloid 10-20 ml/kg BB secepatnya dalam

30 menit. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi

30ml/kgBB/hari atau maksimal pemberian koloid 1500ml/hari, dan

sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian

cairan resusitasi kristaloid dan koloid, syok masih menetap

sedangkan kadar hematokrit turun, maka pikirkan adanya

perdarahan internal. Maka dianjurkan pemberian transfusi darah

segar/ komponen sel darah merah. Apabila nilai hematokrit tetap

tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10ml/kgBB/jam)

dapat diulang sampai 30ml/kgBB/24jam, Setelah keadaan klinis

membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan

kadar hematokrit.

b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume

Plasma

Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah

membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera

diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan

tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.

Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun,

dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin 1ml/kgBB/ jam atau

31
lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada

umumnya, cairan dapat dihentikan setelah 48 jam syok teratasi.

Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada

saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan

penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan),

maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru

dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi

plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi

disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal,

diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase

reabsorbsi.

c) Koreksi Ganggungan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien

DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu

diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan

memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih

kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma

diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium

bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi

sehingga heparin tidak diperlukan. Pemberian Oksigen Terapi

oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien

syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan

32
masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi

makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.

e) Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada

setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan

(prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada

keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk

mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila

disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50%

menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan

cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan.

Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan

karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor

pembeku trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit

berguna untuk pasien dengan KID (Koagulasi Intravascular

Disseminata) dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok

berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat

menimbulkan kematian.

f) Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi

secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus

diperhatikan pada monitoring adalah :

33
(1) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat

setiap 15-30menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

(2) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai

keadaan klinispasien stabil.

(3) Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai

jenis cairan,jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah

cairan yang diberikan sudah mencukupi.

(4) Jumlah dan frekuensi diuresis Pada pengobatan renjatan/ syok,

kita harus yakin benar bahwa penggantian volume

intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik.

Apabila diuresis belum cukup 1ml/kgBB/jam, sedang jumlah

cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda

overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka

selanjutnya furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Jika pasien

sudah stabil, maka bisa dirujuk ke RS rujukan.

g) Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD

Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien

DBD seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi

dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan khusus

tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa

kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit yang tersedia selama

24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang

34
perawatan DBD. Paramedis dapat dibantu oleh orang tua/ keluarga

pasien untuk mencatat jumlah cairan baik yang diminum maupun

yang diberikan secara intravena, serta menampung urin serta

mencatat jumlahnya.

h) Kriteria Memulangkan Pasien Pasien dapat dipulangkan, apabila

memenuhi semua keadaan dibawah ini:

(1) Tampak perbaikan secara klinis

(2) Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

(3) Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi

pleura atau asidosis)

(4) Hematokrit stabil

(5) Jumlah trombosit >50.000/μl dan menunjukan kecenderungan

meningkat Tiga hari setelah syok teratasi (hemodinamik stabil)

(7) Nafsu makan membaik7

F. KOMPLIKASI

- Ensefalopati dengue : edema otak dan alkalosis. Dapat terjadi baik

pada syok maupun tanpa syok

- Kelainan ginja: akibat syok berkepanjangan

- Edema paru; akibat pemberian cairan berlebihan.

35
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK


An. AN jenis kelamin perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan demam
yang dirasakan sejak 5 hari yang lalu SMRS. Demam mendadak, dan dirasakan
terus-menerus, disertai menggigil (+). Keluhan lainnya seperti nyeri kepala (+),
pusing (+), lemas (+), menggigil (+), nyeri retro-orbita (+). Riw. batuk darah (+) 1
hari SMRS, nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+) 5x berisi air dan makanan,
nafsu makan menurun (+). Terdapat peteki pada ekstremitas atas. Riwayat
pengobatan (+) pasien sudah meminum obat penurun panas namun gejala tidak
membaik. Riwayat penyakit keluarga (+) adik pasien mengalami keluhan yang
sama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang,
pemeriksaan tanda vital didapatkan TD: 100/60 mmHg, P: 22 x/menit, N: 100
x/menit, S: 39,0 oC. Pemeriksaan kepala, paru, dan jantung dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen terdapat pembesaran hepar 3 cm di bawah arcus costae
dengan konsistensi kenyal, permukaan rata, pinggiran tajam dan tanpa nyeri
tekan. Pemeriksaan ekstremitas terdapat peteki pada ekstremitas atas kanan dan
kiri.
Pada pemeriksaan penunjang darah rutin tanggal 28 Oktober 2021: WBC
3,6.103/µL, RBC 4,34.106/µL, HGB 12.1 g/dL, HCT 36,3 %, PLT 59.103/µL.
Pemeriksaan rapid antigen SARS COV-2 tanggal 26 Oktober 2021: Negatif.

Infeksi dengue terbagi menjadi demam dengue (DD) dan demam berdarah
dengue (DBD). Adapun manifestasi klinis utama pada demam dengue yaitu
ditandai dengan adanya demam tinggi mendadak, sakit kepala, nyeri retroorbital,
nyeri sendi, dan nyeri otot. Sedangkan demam berdarah dengue merupakan
bentuk yang lebih berat dari demam dengue yang ditandai dengan manifestasi
klinis berupa fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi.
Manifestasi perdarahan yang ditemukan pada pasien DBD dapat berupa tes

36
torniket positif, peteki pada kulit, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, dan
perdarahan gastrointestinal pada kondisi berat. 3
Penyakit DBD memiliki dua perubahan patologik utama, yakni
peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan hemostasis. Pertama, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat menyebabkan kehilangan volume
plasma pada pembuluh darah sehingga terjadi hemokonsentrasi. Peningkatan
hematokrit sangat banyak ditemukan pada kasus syok sehingga pemeriksaan nilai
hematokrit perlu dilakukan dalam pemantauan kasus penyakit DBD. Kedua,
gangguan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan
juga koagulopati. Trombositopenia muncul pada hari ke-3 pada DBD, dan tetap
bertahan selama perjalanan penyakit tersebut. Akibat dari gangguan hemostasis
ini, maka terjadi manifestasi klinis perdarahan. 4

B. DIAGNOSIS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosa DBD grade I. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
didapatkan :
1. Anamnesis
a. Demam dirasakan sejak 5 hari SMRS demam mendadak, bersifat terus-
menerus
b. Mengigil (+), lemas (+)
c. Nyeri kepala (+), pusing (+), nyeri retroorbita (+),
d. Mual (+), muntah (+) 5 kali dan perut kembung (+)
e. Nafsu makan menurun (+).
f. Riwayat pengobatan (+) pasien sudah meminum obat penurun panas
namun gejala tidak membaik.
2. Pemeriksaan Fisis
a. Tekanan Darah 100/60 mmHg
b. Nadi 100 x/menit
c. Pernapasan 22 x/menit
d. Suhu 39,3 oC

37
e. Perdarahan subkonjungtiva (-/-)
f. Epiktasis (-)
g. Perdarahan gusi (-)
h. Pulmo dalam batas normal
i. Cor dalam batas normal
j. Abdomen: Inspeksi : cembung ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : tymphani
Palpasi :distensi (-) nyeri tekan (+) regio epigastrium
k. Terdapat pembesaran hepar 3 cm di bawah arcus costae dengan
konsistensi kenyal, permukaan rata, pinggiran tajam dan tanpa nyeri
tekan.
l. Ekstremitas peteki (+) pada ektremitas atas D/S, akral hangat, CRT < 2
detik.
3. Pemeriksaan Penunjang
26/10/2021 28/10/2021
WBC 3.6 x 103/ UL 5.6 x103/ UL
RBC 4.86 x106/ UL 4.34 x106/ UL
HGB 12.4 g/dL 12.1 g/dL
HCT 41.1 % 33.3 %
PLT 80 x 103/UL 59 x 103/UL

Derajat penyakit Demam Berdarah Dengue dapat diklasifikasikan dalam 4


derajat: (WHO, 2011)
a. Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji tourniquet positif.
b. Derajat II: Sama seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan
atau perdarahan lainnya.
c. Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi, sianosis di sekitar
mulut, kaki dingin dan lembab dan tampak gelisah.

38
d. Derajat IV: Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.

Gambar 2. Klasifikasi WHO dan grading tingkat keparahan DBD6

C. Tatalaksana
Pada dasarnya pengobatan Demam Berdarah Dengue bersifat suportif,
yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DBD dirawat diruang
perawatan biasa, namun kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan
intensif. Diagnosis dini dan edukasi segera dirawat bila terdapat tanda syok.8
Pada kasus ini penatalaksanaan dengue sesuai dengan perjalanan penyakit
yang terbagi atas 3 fase. Pada fase demam yang diperlukan hanya pengobatan
simtomatik dan suportif. Pemberian paracetamol merupakan antipiretik pilihan
pertama dengan dosis 10mg/kg/dosis selang 4 jam apabila suhu >38 oC sedangkan
golongan antipiretik lain seperti pemberian aspirin dan ibuprofen merupakan
indikasi kontra. Kompres hangat kadang membantu apabila anak merasa nyaman
dengan pemberian kompres. Pengobatan suportif lain yang dapat diberikan antara
lain diet makanan lunak, asupan cairan yang cukup.9
Asupan cairan pasien harus dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan
oral pasien tidak adekuat maka diperlukan pemberian cairan melalui intravena
untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara penuh.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Lardo, S., Soesatyo, M.H.N.E., Juffrie., Umniyati, S.R. 2016. Kinetika


Demam Berdarah Dengue dalam Spektrum Imunopatogenesis dan Klinis.
CDK-247. 43(12): 896-899.
2. Hidayat. 2021. Perbandingan Kelainan Hematologi Antara Pasien Infeksi
Dengue Primer dan Sekunder di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan Terpadu (JITKT). 1(1): 28-
37.
3. Alvinasyrah. 2021. Nilai Trombosit dan Hematokrit Dalam Manifestasi
Perdarahan Pasien Demam Berdarah Dengue. JPPP. 3(1): 153-158.
4. Kafrawi., Ulhaq, V., Dewi., Purnama, N., Adelin., Prima. 2019. Gambaran
Jumlah Trombosit Dan Kadar Hematokrit Pasien Demam Berdarah Dengue Di
Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang. Health & Medical Journal. 1(1): 38-
44.
5. Pujiadi, A.H., Hegar, B., Hadryastuti, S., dkk. 2009. Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised and
expanded edition. Regional Office for South-East Asia: World Health
Organization.
7. Hadinegoro, S.R., Kadim, M., Devaera, Y., dkk. 2012. New Dengue Case
Classification dalam Update Management of Infectious Diseases and
Gastrointestinal Disorders. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan Anak.
8. Herry, Garna. 2015. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ikatan Dokter
Anak Indonesia
9. Sukohar A. 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD). Medula. Vol 3(2) : 1-15.
10. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI. 2014. Pedoman Diagnosis dan
Tatalaksana Infeksi Dengue pada Anak. IDAI: Jakarta.

40

Anda mungkin juga menyukai