Anda di halaman 1dari 11

FIQH MUAMALAH

IJARAH

Dosen Pengampu:
Muhammad Nur,M.Pd.I

Disusun oleh:
~Maharani Kinanti Pramono (4.20.5188)
~Risna Ade Triana (4.20.5204)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Muhammad
Nur,M.Pd.I pada bidang studi PGMI. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ijarah bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Nur,M.Pd.I. selaku dosen PGMI
mata kuliah Fiqh Muamalah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

14 Oktober 2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................5
1. Pengertian Ijarah..............................................................................................................................5
2. Hukum Dasar Ijarah.............................................................................................................................6
3. Rukun dan Syarat Ijarah......................................................................................................................7
4. Aplikasi Ijarah Dalam Perbankan Syariah...........................................................................................7
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................10
Kesimpulan............................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................11
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna. Seluruh aktifitas di dalamnyatelah diatur dengan
hukum Islam, baik itu dalam hal ibadah, munkahat,muamalah maupun jinayat. Dalam karya
ilmiah ini, penulis akanmendeskribsikan kajian tentang bab Ijarah (sewa-menyewa / upah-
mengupah). Ijarah merupakan salah satu pokok pembahasan yang masuk dalam wilayah fiqh
muamalah. Muamalah sendiri berarti “saling berbuat”atau berbuat secara timbal balik.
Sederhananya dapat diartikan dengan“hubungan antar orang dengan orang”. Maka, dalam
kajian fiqh mengandung arti aturan yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang
laindalam pergaulan hidup di dunia (dalam bagian ini berkaitan dengan harta).
Hubungan antara sesama manusia berkaitan dengan harta inidibicarakan dan diatur
dalam kitab-kitab fiqh karena kecenderungan manusiakepada harta itu begitu besar dan
sering menimbukan persengketaansesamanya, sehingga jika tidak diatur, dapat menimbulkan
ketidak stabilandalam pergaulan hidup sesama manusia. Di samping itu penggunaan
hartadapat bernilai ibadah bila digunakan sesuai dengan kehendak Allah, yang berkaitan
dengan harta itu(garis-garis besar fiqh: Amir Syarifuddin).Hal ini adalah yang mendorong
penulis untuk mengkaji lebih dalammengenai muamalah, khususnya bab Ijarah. Keterangan
lebih lanjut akan penulis paparkan pada bab pembahasan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ijarah?
2. Apa yang menjadi dasar hukum ijarah?
3. Bagaimana rukun dan syarat ijarah?
4. Bagaimana aplikasi ijarah dalam perbankan Syariah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ijarah
2. Dasar hukum ijarah
3. Rukun dan syarat ijarah
4. Aplikasi ijarah dalam perbankan Syariah
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Ijarah
Al-Ijarah merupakan bentuk masdar dari ‫ يجيز أجاز‬dari kata al-Ajru yang berarti al-Iwadh
(ganti). Dari sebab itu ats-Tsawab (pahala) dinamai ajru atau upah (Sabiq, 1987:7).
Sementara menurut al-Jaziri:
‫اإلجارة يف اللغة يه مصدر سمايع لفعل أجر ىلع وزن رضب وقتل فمضارعها‬
‫يأجر وأجر بكرس اجليم وضمها ومعنها اجلزاء ىلع العمل‬
Artinya :“Ijarah menurut bahasa merupakan mashdar sima’i bagi fi’il “ajara” setimbang
dengan kata “dharaba” dan “qatala”, maka mudhari’nya ya’jiru dan ajir(dengan kasrah
jim dan dhammahnya) dan maknanya adalah imbalan atas suatu pekerjaan”.
Secara terminologi pengertian ijarah adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh para
ulama di bawah ini:
1. Menurut Ulama Syafiiyah
‫عقد ىلع منفعة مقصودة معلو مة قا بلة للبذل واإل با حة بعوض معلوم‬
Artinya:“Akad atas suatu manfaat yang diketahui kebolehannya dengan serah terima dan
ganti yang diketahui manfaat kebolehannya”.
2. Menurut Ulama Hanafiyah
‫عقد ىلع املنافع بعوض‬
Artinya:”Akad terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti”
3. Menurut Ulama Malikiyyah
‫تمليك منافع يشء مباحة مدة معلومة‬
Artinya:”Ijarah adalah menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu
tertentu”.
4. Menurut Sayyid Sabiq
‫وىف الرشع عقد ىلع املنفعة بعوض‬
Artinya: ”Ijarah secara syara’ ialah akad terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti”.
Dari beberapa pendapat ulama dan mazhab diatas tidak ditemukan perbedaan yang mendasar
tentang defenisi ijarah, tetapi dapat dipahami ada yang mempertegas dan memperjelas tentang
pengambilan manfaat terhadap benda atau jasa sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dan
adanya imbalan atau upah serta tanpa adanya pemindahan kepemilikan. Dalam bahasa yang lain,
ijarah adalah sewa menyewa yang jelas manfaat dan tujuanya, dapat diserah terimakan, boleh
dengan ganti (upah) yang telah diketahui (Samsuddin, 2010:209),seperti rumah untuk ditempati,
mobil untuk dinaiki.
Pemilik yang menyewakan manfaat disebut mu’ajjir (orang yang menyawakan). Pihak lain
yang memberikan sewa disebut Musta’jir ( orang yang menyewa = penyewa). Dan, sesuatu yang
di akadkan untuk diambil manfaatnya disebut ma’jur ( Sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan
sebagai imbalan manfaat disebut ajran atau ujrah (upah). Dan setelah terjadi akad Ijarah telah
berlangsung orang yang menyewakan berhak mengambil upah, dan orang yang menyewa berhak
mengambil manfaat, akad ini disebut pula mu’addhah (penggantian).

2. Hukum Dasar Ijarah


Dasar –dasar hukum atau rujukan Ijarah adalah Alqur’an, hadis dan ijma’:
1. Al-Qur’an :
6 : ‫)فا ن ارضعن لكم فاء توهن اجو رهن ) ا لطالق‬
Artinya: “Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah upahnya.”(Al-
Talaq: 6)
2. Hadits
Para ulama mengemukakan alasan kebolehan ijarah berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari sebagai berikut:
‫ واستأجرانلىب صىل اهلل عليه وسلم وأبو بكر رجال‬:‫عن اعئشة ريض اهلل عنها‬
‫ امالهر باهلداية قد‬:‫ هاديا خريتا اخلريت‬،‫ ثم من بىن عبد بن عدي‬،‫من بين ادليل‬
‫ فدفعا‬،‫ فأمناه‬،‫ وهو ىلع دين كفار قريش‬،‫غمس يمني حلف ىف آل العاص بن وائل‬
‫ فأتهما براحلتيهما صبيحة يالل‬،‫ ووعداه اغر ثور بعد ثالث يالل‬،‫إيله راحلتيهما‬
‫ فأخذ بهم أسفل مكة‬،‫ وادليلل ادلييل‬،‫ وانطلق معهما اعمربن فهرية‬،‫ثالث فارحتال‬،
‫(وهو طريق الساحل )رواه ابلخاري‬
Artinya:“Dari Aisyah R.A, ia menuturkan Nabi SAW dan Abu Bakar menyewa seorang laki-
laki yang pintar sebagai penunjuk jalan dari dari bani Ad-Dil, kemudian dari Bani Abdi bin
Adi. Dia pernah terjerumus dalam sumpah perjanjian dengan keluarga al-Ash bin Wail dan dia
memeluk agama orang-orang kafir Quraisy. Dia pun memberi jaminan keamanan kepada
keduanya, maka keduanya menyerahkan hewan tunggangan miliknya, seraya menjanjikan
bertemu di gua Tsur sesudah tiga malam/hari . Ia pun mendatangi keduanya dengan membawa
hewan tunggangan mereka pada hari di malam ketiga, kemudian keduanya berangkat
berangkat. Ikut bersama keduanya Amir bin Fuhairah dan penunjuk jalan dari bani Dil, dia
membawa mereka menempuh bagian bawah Mekkah, yakni jalur pantai”(H.R. Bukhari).

Dalam hadis di atas di jelaskan bahwa Nabi menyewa orang musyrik saat darurat atau
ketika tidak ditemukan orang Islam, dan Nabi mempekerjakan orang-orang Yahudi Khaibar
selama tiga hari. Dalam hal ini Imam Bukhari, tidak membolehkan menyewa orang musyrik,
baik yang memusuhi Islam (harbi) maupun yang tidak memusuhi Islam (dzimmi), kecuali
kondisi mendesak seperti tidak didapatkan orang Islam yang ahli atau dapat melakukan
perbuatan itu. Sedangkan Ibnu Baththa mengatakan bahwa mayoritas ahli fiqih membolehkan
menyewa orang-orang musyrik saat darurat maupun tidak, sebab ini dapat merendahkan martabat
mereka.
3. Ijma’:
Umat Islam pada masa sahabat telah ber ijma’ bahwa ijarah diperbolehkan sebab bermanfaat
bagi manusia

3. Rukun dan Syarat Ijarah


Menurut ulama Hanafiyah, rukun Ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain dengan
menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira’, dan al-ikra.
Adapun menurut jumhur ulama, rukun ijarah ada 3, yaitu:
1. Aqid (orang yang akad).
Orang yang berakad harus baligh, berakal dan tidak terpaksa atau didasari kerelaan dari
dua pihak yang melakukan akad ijarah tersebut.
2. Ma'qud 'alaihi (Ujrah dan Manfaatnya).
Ujrah di dalam akad ijarah harus diketahui, baik dengan langsung dilihat ataupun
disebutkan kriterianya secara lengkap semisal ‘seratus ribu rupiah.
3. Shigat akad
Shigat(kalimat yang digunakan transaksi) seperti perkataan pihak yang menyewakan
“Saya menyewakan mobil ini padamu selama sebulan dengan biaya/upah satu juta rupiah.” Dan
pihak penyewa menjawab “Saya terima. Sebagaimana transaksi-transaksi yang lain, di dalam
ijarah juga disyaratkan shigat dari pihak penyewa dan pihak yang menyewakan dengan bentuk
kata-kata yang menunjukan terhadap transaksi ijarah yang dilakukan sebagaimana contoh di atas.

4. Aplikasi Ijarah Dalam Perbankan Syariah


Akad-akad yang dipergunakan oleh perbankan syari’ah di Indonesia dalam operasinya
merupakan akad-akad yang tidak menimbulkan kontroversi yang disepakati oleh sebagian besar
ulama dan sudah sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diterapkan dalam produk dan instrumen
keuangan syari’ah. Akad-akad tersebut meliputi akad-akad untuk pendanaan, pembiayaan, jasa
produk, jasa operasional, dan jasa investasi (Ascarya, 2009). Praktek pembiayaan ijarah dan
ijarah muntahiya bittamlik dalam lembaga perbankan syari’ah:
1. Ijarah
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada Penjelasan Pasal 19 huruf f, akad ijarah
merupakan akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu
barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri.
Berdasarkan SOP yang disampaikan oleh Bank Syari’ah, tahapan pelaksanaan ijarah
adalah sebagai berikut:
a. Adanya permintaan untuk menyewakan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh
nasabah kepada bank syari’ah,
b. Wa’ad antara bank dan nasabah untuk menyewa barang dengan harga sewa dan waktu sewa
yang disepakati.
c. Bank Syari’ah mencari barang yang diinginkan untuk disewa oleh nasabah.
d. Bank syari’ah menyewa barang tersebut dari pemilik barang.
e. Bank syari’ah membayar sewa di muka secara penuh.
f. Barang diserahterimakan dari pemilik barang kepada bank syari’ah.
g. Akad antara bank dengan nasabah untuk sewa.
h. Nasabah membayar sewa di belakang secara angsuran.
i. Barang diserahterimakan dari bank syari’ah kepada nasabah,
j. Pada akhir periode, barang diserahterimakan kembali dari nasabah ke bank syari’ah, yang
selanjutnya akan diserahterimakan ke pemilik barang.

2. Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT)


Di atas telah disebutkan bahwa produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan akad
sewa-menyewa terdiri dari sewa murni dan sewa yang diakhiri dengan pemindahan hak
kepemilikan atau dikenal dengan ijarah muntahiya bit tamlik (Ghafur, 2010: 79).
Ijarah muntahia bittamlik (IMBT) pada dasarnya merupakan perpaduan antara sewa
menyewa dengan jual beli. Semakin jelas dan kuat komitmen untuk membeli barang di awal
akad, maka hakikat IMBT pada dasarnya lebih bernuansa jual beli. Namun, apabila komitmen
untuk membeli barang di awal akad tidak begitu kuat dan jelas (walaupun opsi membeli tetap
terbuka), maka hakikat IMBT akan lebih bernuansa ijarah.
Dari sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak dari adanya opsi untuk membeli barang
dimaksud pada akhir periode. Sedangkan dari sisi jual beli, perbedaan IMBT terletak pada
adanya penggunaan manfaat barang dimaksud terlebih dahulu melalui akad sewa (ijarah),
sebelum transaksi jual beli dilakukan.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Akad ijarah ialah, pengambilan manfaat terhadap benda atau jasa sesuai dengan jangka
waktu yang ditentukan dan adanya imbalan atau upah, serta tanpa adanya kepemindahan
kepemilikan.Seperti yang telah dijelaskan rukun ijarah terdiri dari Mu’jir (orang/barang
yangdisewa) dan Musta’jir (orang yang menyewa), Objek transaksi (manfaat dan Imbalanatau
upah ), Sighat (ijab dan qabul).
Ijarah juga memiliki dasar hukum nya sendiri sehingga tidak dapat diaplikasikan sesuka
hati. Di dunia perbankan ijarah juga memiliki S.O.P yang sudah ditentukan. Syarat dan rukun
ijarah juga sudah du jelaskan diatas. Semoga dapat dipahami dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Syamsuddin Abu. Terjemah Fathul Qarib, Surabaya:Grafika, 2010
Anshori, Abdul Ghofur. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2010.
Ascarya. Akad & Produk Bank Syari’ah. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008
Sabiq, Sayyid Fikih Sunnah, Jilid 3, Bandung: Alma’arif, 1987
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai