Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS BAB IV UU CIPTA KERJA

BERDASARKAN KONSEP DASAR MANAGEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Undang-undang Cipta Kerja merupakan salah satu bagian dari omnibus law, yang paling
banyak menjadi sorotan di ranah publik, karena dikhawatirkan akan memperburuk hubungan
kerja dan praktek ketenagakerjaan di Indonesia. Diperlukan suatu kajian MDSM yang lebih
obyektif dan lebih bermakna l, sehingga mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja
rakyat Indonesia melampaui harapan yang diinginkan (beyond expectation).

Bagaimana pandangan pengusaha Indonesia terhadap tenaga kerja dinilai berdasarkan


Naskah Akademik Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yang meliputi 11 klaster, diantaranya
Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan untuk investasi, Ketenagakerjaan untuk
mempermudah usaha, Pemberdayaan dan perlindungan untuk UMKM, Dukungan riset dan
inovasi, Administrasi pemerintahan, Pengenaan sanksi, Pengadaan lahan, Kemudahan
investasi dan proyek dari pemerintah, serta Kawasan ekonomi khusus. Untuk menguji
ketulusan para perumus dan sponsor dari UU Cipta Kerja tersebut, maka menurut pendapat
kami dapat dinilai dari cara pandang mereka dari sisi tenaga kerja untuk selama ini. Cara
pandang tersebut dapat membentuk asuransi dasar dan keyakinan mereka terhadap siapa
sesungguhnya tenaga kerja itu? Kajian inilah yang akan menjadi kapitalis di Amerika Serikat,
menjelaskan bahwa mereka memiliki paradigma tertentu terhadap tenaga kerja saat itu. Hal
ini dapat meyakinkan bahwa manusia itu adalah sumber daya atau aset yang dimiliki oleh
pihak yang berwenang, sebagaimana sumber daya , seperti material, mesin, uang, dan
metode. Mereka memandang semua sumber daya itu perlu dihemat demi kelangsungan hidup
manusia agar unggul dalam persaingan yang bersifat efektif. Untuk itu diperlukan
pengembangan sumber daya agar dapat dikendalikan dan dibagi secara menyeluruh.
Demikian juga dengan sumber daya lainnya, seperti tenaga kerja yang pada prinsipnya harus
dapat diganti sewaktu-waktu pemiliknya kurang produktif dan cakap. Prinsip ini dapat kita
pelajari pada ilmu MSDM dalam memandang tenaga kerja dan pengerjaannya. Doktrin ini
dinilai sangat tidak manusiawi, namun sayang tidak banyak dipahami oleh para ilmuwan di
bidang MSDM. Doktrin tersebut ikut melahirkan praktek kerja kontrak dan alih daya (out
sourcing) yang masih diakomodir oleh UU Cipta Kerja karena tetap diyakini sebagai langkah
jitu untuk mencapai efisiensi.

Lalu, bagaimana dengan Paradigma baru Ketenagakerjaan Indonesia. Kontroversi tentang


perlakuan orang terhadap para tenaga kerja di Indonesia dan pengesahan UU Cipta Kerja,
boleh jadi akan terus menjadi perdebatan panjang di antara pihak-pihak yang terkait. Untuk
mempersempit perbedaan pandangan diperlukan suatu kesamaan sikap Paradigmatik yang
dapat menjadi dasar pembangunan sekaligus peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia di
masa mendatang. Sikap yang perlu dibangun perlu diselaraskan dengan nilai atau values
bangsa Indonesia dan dengan memperhatikan peningkatan orde kebutuhan rakyat Indonesia
pada masa modern ini.

Sesungguhnya ilmu management untuk sumber daya manusia dijadikan acuan secara
akademik dan praktek kerja Indonesia selama ini, tidak bebas nilai. Dengan demikian perlu
diwarnai dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang religius. Penilaian ini
diselaraskan terhadap nilai-nilai persaudaraan, gotong royong, dan kepedulian yang ada dan
tumbuh di lingkungan masyarakat. Nilai-nilai itu pun perlu dipraktekkan di organisasi publik
maupun organisasi bisnis. Pada saat yang sama diperlukan bahwa manusia sebagai tenaga
kerja bagi Indonesia mengalami peningkatan orde kebutuhan yang lebih tinggi sesuai dengan
peran sentral pada masa modern berkembang saat ini.

Kini sudah saatnya kita memiliki cara pandang yang baru yang lebih sesuai dengan nilai
dan kebutuhan kita untuk menjadikan dasarnya menerapkan pepatah kaidah habis manis
sepah dibuang. Menjadi salah satu bukti yang tidak terbantahkan dari implementasi
paradigma sumber daya manusia selama ini. Selaku aset nasib tenaga kerja sangat tergantung
pada belas kasih dan kepentingan pemilik aset tersebut. Hal ini dikarenakan upah mereka
diatur secara regret yang berarti sementara kontribusinya, yang menyebabkan konstribusi
mereka tidak pernah diapresiasi secara proposional. Akumulasi kekayaan ini ini seringkali
tidak berbanding lurus dengan gaji karyawannya. Sementara itu para pengusaha seringkali
melakukan tindakan PHK sepihak yang menyebabkan banyak warga kesulitan untuk saat ini.

Itulah buah dari pilihan paradigma sumber daya manusia yang sejak awal ditunjukkan
untuk memenuhi kepentingan kaum pengusaha. Para pengusaha berhasil meyakinkan
pemerintah untuk membuat dan juga mencari pembenaran sesuai dengan paradigma yang
dipilih melalui asumsi dan keyakinan rakyat selama ini. Hal itu dapat menguatkan argumen
dan lahirlah undang-undang cipta kerja yang ada pada tanggal 5 Oktober 2020 dan disahkan
oleh DPR RI.

Mengetahui paradigma baru ini, sesungguhnya merupakan langkah penyesuaian yang tepat
untuk perkembangan yang terjadi di dunia tenaga kerja Indonesia saat ini. Saat ini seiring
dengan berjalannya kemajuan bangsa dan negara pasca kemerdekaan, selain menginginkan
penghasilan yang banyak para penegak kerja Indonesia juga ingin mengharapkan adanya rasa
aman dan rasa pengakuan sosial di lingkungan kerja mereka. Sebagai suatu keluarga yang
selaras akan budaya dan komunitas bangsa, kedewasaan secara psikologis tentunya dapat
mendorong kebutuhan aktualisasi diri sebagai tenaga kerja yang memiliki potensi insani yang
dapat siap dimanfaatkan untuk kemajuan negara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai