Anda di halaman 1dari 17

Nama : Retno Rahdiya N

NIM : R0217088
Kelas :B

TUGAS PENGGANTI UAS MATA KULIAH STD


ANALISIS KASUS MANAJEMEN BENCANA INDUSTRI

A. STUDI KASUS

Industri pupuk merupakan salah satu industri kimia yang memiliki potensi bahaya yang
besar. Proses produksinya menggunakan alat dan bahan produksi yang dapat menimbulkan
kebakaran. Bahan Kimia yang digunakan di Industri Pupuk Antara lain Amonia, Urea,
Hidrogen, Nitrogen,dan gas alam. Kebakaran dan ledakan merupakan salah satu bahaya
potensial yang dapat timbul karena setiap produksinya yang menggunakan bahan kimia.
Kebakaran merupakan bencana yang datangnya tidak kita ketahui atau diprediksi kapan dan
dimana, sehingga perlu adanya kegiatan pencegahan dan penanggulangan dini. Industri
Pupuk X merupakan perusahaan petrokimia yang memproduksi urea, dengan bahan baku
yang digunakan berupa gas alam, air dan udara. serta menggunakan bahan-bahan kimia
seperti hidrogen, nitrogen, untuk kemudian dihasilkan urea dengan konsentrasi yang tinggi.
Bahan baku ini dilakukan pada suhu dan tekanan yang tinggi. Dengan adanya proses
produksi yang berlangsung pada suhu dan tekanan yang tinggi serta keterlibatan penggunaan
bahanbahan kimia, maka kebakaran, ledakan serta kebocoran bahanbahan kimia berbahaya
dan beracun menjadi potensi bahaya tertinggi di Industri Pupuk X. Industri Pupuk X
memiliki beberapa area. Area pabrik yang terdiri pabrik 1A, pabrik 1B,, pabrik NPK, dan
pabrik Organik. Luar kawasan pabrik seperti kawasan area perumahan, gedung serbaguna,
dan kantor administrasi. Pabrik 1A dan 1B merupakan Tempat yang memiliki potensi
bahaya yang tinggi. Pabrik ini merupakan pusat proses produksi yang didalamnya
menggunakan dan menghasilkan bahan kimia yang berpotensi kebakaran. Berdasarkan
survei awal, kejadian kebakaran industri pupuk X antara tahun 2003 sampai 2009 ada 38
kejadian kebakaran baik dalam kawasan pabrik maupun di luar kawasan pabrik. Di dalam
area pabrik 1A dan 1B terdapat 18 kejadian kebakaran, sedangkan di luar pabrik terdapat 20
kejadian kebakaran. Kejadian kebakaran lebih sedikit di pabrik 1A dan 1B dari pada di luar
area pabrik, akan tetapi didalam area produksi terdapat proses produksi yang melibatkan
bahan-bahan kimia yang berbahaya yang mudah meledak dan terbakar sehingga kebakaran
sekecil apapun dapat memicu kebakaran yang lebih besar lagi. Kebakaran di pabrik
disebabkan oleh beberapa penyebab seperti percikan api, bocoran oli, bocoran gas, dan
bocoran bahan kimia. Pekerjaan di pabrik 1A dan 1B yang dapat menimbulkan kebakaran
seperti pengelasan, penggerindaan, dan pemotongan baut. Kebakaran terjadi pada awal bulan
mei tahun 2012 yaitu di pabrik amonia. Penyebab dari kebakaran ini adalah bocoran oli yang
mengenai insulasi turbin yang menyebabkan insulasi turbin terbakar. Kebakaran dapat
dipadamkan oleh karyawan, namun kerugian akibat kebakaran tidak bisa dihindari yaitu
kerusakan alat. Penerapan pencegahan dan penaggulangan telah dilakukan seperti
penempatan sarana dan prasarana kebakaran di setiap area seperti APAR, hidrant, dan alarm
sistem. Industri pupuk X juga telah menerapkan sistem ijin kerja di setiap pekerjaan yang
dapat berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran. Melihat keadaan tersebut maka perlu
dilakukan penelitian tentang analisis implementasi teknis pencegahan dan penanggulangan
kebakaran pada pabrik 1A dan 1B di industri pupuk X berdasarkan standar di Indonesia.

B. ANALISIS MANAJEMEN BENCANA INDUSTRI


1. Penyelenggaraan Pra-Bencana
a. Pencegahan (Prevention)
Pencegahan kebakaran dimulai sejak perencanaan perusahaan dan pengaturan
proses produksi. Suatu prinsip penting pada semua perencanaan adalah tidak
meluasnya kebakaran yang terjadi dan dimungkinkan untuk penanggulangan
kebakaran yang efektif. Pendekatannya dilakukan dengan penelahan secara cermat
atas bangunan menurut kegunaannya dan penentuan lokasi yang diperlukannya.
Bangunan-bangunan tersebut harus diatur letaknya sedemikian, sehingga aman dari
kebakaran, dan cukup jarak diantara satu dengan yang lainnya. Perlengkapan
penanggulangan kebakaran termasuk alat-alat pemadam kebakaran harus tersedia
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku.(Suma’mur, 1996)
Pencegahan kebakaran adalah segala daya upaya atau tindakan secara
terencana untuk mencegah dan meniadakan sejauh mungkin timbulnya kebakaran.
Karena itu pencegahan kebakaran dan pemadaman dalam tahap awal penyalaan
sangat penting untuk dilakukan, baik dengan jalan meningkatkan ilmu pengetahuan
maupun ketrampilan khususnya tentang kebakaran. (Sulaksmono, 1997).
Manajemen puncak perlu menyadari pentingnya perencanaan dan persiapan
keadaan darurat terutama masalah kebakaran. Untuk itu manajer keselamatan kerja
perlu memberikan penjelasan serta mengupayakan agar rencana itu mendapat
dukungan. Untuk menyusun rencana keadaan darurat terlebih dahulu perlu di
identifikasi dan di evaluasi jenis dan skala keadaan darurat yang mungkin terjadi.
Selanjutnya disiapkan suatu rencana kerja. Perencanaan tersebut harus 23 dibuat oleh
perusahaan, bila perlu dengan bantuan ahli dari pihak pemerintah atau konsultan.
Rencana juga bisa bisa disusun bersama perusahaan yang berada dalam satu awasan.
(Syukri Sahab, 1997) Rencana keadaan darurat harur praktis, sederhana dan mudah
dimengerti. Rencana harus sudah mengantisipasi berbagai skenario keadaan darurat,
meliputi bencana karena keselahan operasi, bencana alam dan kemungkinan sabotase.
Bila hal ini tidak diantisipasi dan tidak diambil langkah penanggulangan yang
memadai akan dapat menimbulkan kerugian total, karena musnahnya seluruh aset
perusahaan. Karena itu persiapan keadaan darurat kebakaran perlu dilakukan untuk
mencegah kerugian yang besar baik harta, benda maupun jiwa manusia. (Syukri
Sahab, 1997)
Pada industri pupuk X mempunyai unit penanggulangan kebakaran yaitu
bagian Keselamatan dan Pemadam Kebakaran (KPK). Unit ini bertanggung jawab
untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran baik secara
pelaksanaannya maupun secara manajemennya. KPK terdiri dari 2 bidang, yaitu
bidang teknik keselamatan kerja dan bidang pencegahan dan Penanggulangan. Bagian
ini dipimpin oleh seorang superintendent. Bagian teknik keselamatan kerja bertugas
untuk memaintenance semua peralatan keselamatan kerja dan kebakaran, administrasi
pelaksanaan K3, baik itu tentang administrasi pencegahan dan penanggulangan
kebakaran maupun administrasi pelaksanaan K3 yang lainnya. Anggota bidang teknik
keselamatan kerja ada 13 orang dengan 1 supervisor. Di bidang teknik keselamatan
kerja masih dibagi menjadi 2 yaitu pemeliharaan dan material. Di bidang pencegahan
dan penanggulangan) terdiri dari 47 orang yang masing-masing terbagi menjadi 4
shift yaitu A, B, C, D.
Manajemen pencegahan dan penanggulangan kebakaran di industri pupuk X
dilakukan pada pra kebakaran, saat kebakaran dan pasca kebakaran. Kegiatan yang
dilakukan untuk pra kebakaran yaitu menetapkan kebijakan manajemen, organisasi,
prosedur, Identifikasi resiko kebakaran, analisis resiko bahaya kebakaran, pembinaan
dan pelatihan, Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya kebakaran. Pada
saat terjadi kebakaran industry pupuk X juga sudah merencenakan kegiatan
peyusunan tanggap darurat kebakaran yang selalu ditinjau ulang setiap tahun. Jika
terjadi kebakaran yang dilakukan adalah melakukan investigasi dan rehabilitasi.
Investigasi dilakukan agar kejadian kebakaran tidak terjadi lagi. Rehabilitasi
dilakukan pada alat-alat yang mengalami kerusakan.

b. Mitigasi (Mitigation)
Dalam upaya mencegah atau meminimalkan potensi dampak bencana
kebakaran pada masa mendatang diperlukan perencanaan program mitigasi dan
kesiagaan terhadap bencana kebakaran. Mitigasi adalah upaya mengeliminasi,
menurunkan/meminimalkan risiko bahaya bencana pada populasi yang rentan.
Lingkup mitigasi meliputi eliminasi dan reduksi risiko serta transmisi tanggung
jawab. Fokus mitigasi adalah mengeliminasi atau membatasi kemungkinan kejadian
bencana, dan menurunkan kerentanan populasi. Kesiagaan terhadap potensi bencana
adalah suatu bentuk upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam merespon
secara efektif ancaman dan dampak bencana dan segera pulih dari dampak jangka
panjang. Partisipasi aktif pekerja memainkan peran yang paling penting dalam aspek
kesiagaan terhadap bencana.

Melakukan pembinaan dan pelatihan petugas pemadam kebakaran adalah


salah satu cara mitigasi bencana kebakaran. Petugas pemadam kebakaran tidak dipilih
atas dasar pengalaman sematamata, melainkan dibentuk dan dibina melalui program
latihan yang meliputi pendidikan teori, latihan jasmani, praktek tentang dan
pengalaman-pengalaman yang benar-benar di dapat dari pemadaman kebakaran.
Maka percobaan sebaiknya diadakan, agar seseorang diberi kesempatan untuk
memperlihatkan kesanggupannya dan untuk mengambil keputusan secara tepat
tentang pekerjaan yang dipilihnya. Latihan-latihan secara bertingkat meliputi fase-fase
pendidikan teori, latihan jasmani dan praktek pemadam kebakaran. Dalam latihan ,
harus ditekankan bahwa cara yang tepat dan dilaksankan secara benar adalah teraman
dan paling efisien. (Suma’mur, 1996) Dalam pendidikan teori, diberikan teori tentang
terjadinya peristiwa kebakaran, perambatan panas, bahaya-bahaya kebakaran,
pencegahan kebakaran, 30 konstruksi bangunan, dasar-dasar pompa air, isyarat-isyarat
dan komunikasi yang di pakai pada dinas pemadam kebakaran, pengunaan alat
pemadam kebakaran, sistem sprinkler dan pemakaian serta keterbatasan-keterbatasan
alat proteksi diri. (Suma’mur, 1996) Selama latihan, siswa petugas pemadam
kebakaran harus mengembangkan kesegaran jasmaninya dan kemampuan fisik
bagian-bagian tubuh yang penting dalam menghadapi kebakaran seperti kekuatan
lengan, kaki, paha serta kekuatan rohaninya. (Suma’mur, 1996) Pelatihan tersebut
meliputi :
1. Praktek ikat-mengikat dengan tali untuk kegiatan pemadaman kebakaran.
2. Penggunaan alat-alat dan perlengkapan dinas pemadam kebakaran.
3.Perawatan, penyimpanan dan pencegahan kerusakan slang-slang untuk
pemadaman kebakaran.
4. Pengenalan cara-cara pemadaman kebakaran dan pemilihan secara tepat
caracara yang harus dipakai.
5. Pengenalan dan praktek untuk mendapatkan sumber air untuk pemadaman
kebakaran.
6. Pengenalan dan praktek memasuki dbangunan secara paksa seta
pengetahuan tentang tingkat efektifnya.
7. Praktek tentang tata cara pemadaman kebakaran yang bersifat rutin dan
standar, yang meliputi pemasangan slang-slang penyemprotan air,
pemasangan slangslang keatas atau lantai atas melalui bagian luar
bangunan, penggantian slang tyang pecah, pemasangan slang melalui
jalan penyelamatan diri, penggunaan

c. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna. Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan
berubahnya tata kehidupan masyarakat. Adanya fasilitas dan peralatan dalam
Kebakaran yang dapat mendukung penanggulangan kebakaran di Industri yakni :

a. Sarana Komunikasi
Sarana komunikasi yang perlu dipersiapkan antara lain : alarm, radio panggil,
telepon genggam dengan satuan khusus dan lain-lain. Karena fungsinya yang
sangat penting maka sarana komunikasi harus selalu dirawat dan dijaga agar
senantiasa berfungsi dengan baik dan dapat dipakai secara terus menerus dengan
efektif.(Syukri Sahab, 1997)

b. Alat pelindung diri


Alat pelindung diri harus ditempatkan di lokasi yang strategis bagi tim
emergency, tergantung pada bahan kimia yang ada tempat kerja sesuai dengan
jenis kecelakaannya. Alat pelindung meliputi alat bantu pernafasan dan saluran
oksigen, baju tahan bahan kimia dan tahan api,sarung tangan tahan api, sepatu
boot. Alat pilindung tersebut selalu diperiksa dan di uji coba secara rutin sehingga
dapat pada saat dibutuhkan selalu siap. Sebelum digunakan perlu dilakukan 28
pengujian untuk mencoba peralatan tersebut sebelum keadaan darurat yang
sebenarnya terjadi. (Kuhre, 1996)

c. Peralatan Pemadam Kebakaran


Peralatan pemadam kebakaran seperti fire extinguiser (Alat Pemadam Api
Ringan/APAR), hidran, sprinkler, dan lain sebagainya harus tersedia di seluruh
bagian pabrik dan harus dicek secara teratur.(Kuhre, 1996) Setiap satu atau
kelompok alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah
dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta di lengkapi dengan
pemberian tanda pemasangan. Pemberian tanda pemasangan yaitu segitiga sama
sisi dengan warna dasar merah, ukuran sisi 35 cm, tinggi huruf 3 cm dan bewarna
putih, serta tinggi tanda panah 7,5 cm warna putih. Tinggi pemberian tanda
pemasangan adalah 125 cm dari dasar lantai tepat diatas satu atau kelompok alat
pemadam api ringan bersangkutan. Penempatan harus sesuai dengan jenis dan
penggolongan kebakarannya serta pemasangan antara alat pemadam api yang satu
dengan lainnya atau kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter,
kecuali telah ditetapkan pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
(Permenakertrans No: Per-04/Men/1980) Instalasi alarm kebakaran otomatik
adalah sistem atau rangkaian alarm kebakaran yang menggunakan detektor panas,
detektor asap, detektor nyala api dan titik panggil secara manual serta
perlengkapan lainnya yang dipasang pada sistem alarm kebakaran. Setiap
perusahaan harus memiliki sistem alarm kebakaran baik secara otomatis maupun
manual untuk memperingatkan semua tenaga kerja .(Permenaker No:
PER/02/MEN/1983) 29

d. Peralatan medis
Tim emergency harus dilengkapi dengan peralatan medik untuk pertolongan
darurat seperti oksigen, alat resusitasi jantung dan paru, pembalut dan obat-
obatan.(Syukri Sahab, 1997)

e. Alat transportasi
Jika terdapat suatu keadaan darurat maka peralatan transportasi juga memegang
peranan tidak kalah pentingnya. Alat transportasi dibutuhkan untuk memindahkan
pekerja keluar dari lokasi, mengangkut bantuan yang diperlukan dan membawa
korban yang ada. Untuk itu ambulans, mobil, bus, truk dan lainlainharus tersedia
untuk keperluan evakuasi. (Kuhre,1996)

f. Pemasangan sistem proteksi dan Alat Kebakaran


Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung merupakan sistem yang terdiri
atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun
pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem
proteksi pasif maupun caracara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan
dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Persyaratan teknis sistem proteksi
kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan Menurut Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 bahwa pengelolaan proteksi kebakaran
adalah upaya mencegah terjadinya kebakaran atau meluasnya kebakaran ke
ruangan-ruangan ataupun lantai-lantai bangunan, termasuk ke bangunan lainnya
melalui eliminasi ataupun meminimalisasi risiko bahaya kebakaran, pengaturan
zona-zona yang berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan dan kesiagaan
sistem proteksi aktif maupun pasif
 Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara
lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun
otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa
tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan
kimia, seperti APAR (alat pemadam api ringan) dan pemadam khusus.
 Sistem proteksi kebakaran pasif merupakan sistem proteksi kebakaran yang
terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan
komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan
berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api, serta perlindungan terhadap
bukaan. Sedangkan kompartemensasi merupakan usaha untuk mencegah
penjalaran kebakaran dengan cara membatasi api dengan dinding, lantai,
kolom, balok yang tahan terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas
bangunan gedung.

Sebuah gedung harus memiliki standar keselamatan yang memadahi. Berbagai


ancaman bisa terjadi kapanpun saja. Sehingga gedung perlu dirancang untuk dapat
bertahan terhadap berbagai bencana yaitu dengan melengkapi gedung tersebut dengan
fasilitas-fasilitas / peralatan guna menghadapi segala kemungkinan terjadinya
bencana. Salah satu fasilitas yang harus ada dalam sebuah gedung adalah alat
pemadam kebakaran. Alat pemadam kebakaran gedung mengantisipasi kebakaran
dalam sebuah gedung, ada tiga jenis alat pemadam kebakaran yaitu alat pemadam api
ringan (APAR), instalasi pemadam kebakaran dan pemadaman oleh dinas pemadam
kebakaran. Berikut ini Macam-macam alat pemadam kebakaran Gedung
a. Kain basah, kain basah merupakan sarana alternatif yang sangat bermanfaat untuk
memadamkan api secara cepat dan mudah, kain basah bisa menjadi solusi untuk
melakukan pemadaman awal. Yang tentunya jika api masih berlanjut berkobar kita
harus mencari alat pemadam kebakaran yang lebih memadahi. Kain basah juga
dapat kita gunakan sebagai pelindung tubuh dari panas serta melindungi diri dari
api dengan cara menutup tubuh dengan kain basah dan menyisakan mata untuk
mencari jalan keluar.
b. APAR merupakan tabung yang berfungsi untuk mecegah atau membantu
memadamkan api. Dan juga merupakan perangkat portable yang mampu
mengeluarkan air, busa, gas, atau bahan lainnya yang mampu memadamkan api.
APAR dilengkapi dengan berbagai sparepart seperti valve, tube, levers, pressure
gauge, hose, nozzle, sabuk tabung, pin pengaman, bracket, dan media atau isi
tabung seperti dry chemical powder, carbon dioxide (CO 2 ), Foam AFFF
(Aqueous Film Forming Foam), dan hydrochlorofluorocarbon (HCFC).
c. Rambu – rambu pencegah kebakaran, contohnya rambu larangan merokok, area
khusus merokok, jalur evakuasi kebakaran dll. fungsinya cukup besar dalam
mencegah adanya bahaya kebakaran.
d. Hydrant Box, ber fungsinya hampir sama dengan tabung APAR namun volume
airnya lebih besar, hydrant box biasa diletakan didalam maupun diluar gedung.
Perlengkapan dari hydrant box ini adalah : a. Sebuah connector + stop valve
ukuran 1,5 b. Sebuah connector + stop valve ukuran 2,5 c. 1 roll hydrant hose
dengan panjang minimal 30 meter d. Sebuah nozzle e. 1 unit break glass fire alarm
f. 1 unit alarm bell g. 1 unit emergency phone socket h. 1 unit lampu indikator
e. Pipa sprinkler, adalah instalasi pipa pemadam kebakaran yang selalu berisi air
penuh sebagai persiapan jika sewaktu-waktu diperlukan.
f. Dinas pemadam kebakaran, ini adalah langkah terakhir untuk melawan si jago
merah yang sedang mengepakan sayapnya.

d. Peringatan Dini (Early Warning)


Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang. Penanggulangan kebakaran adalah semua tindakan yang
berhubungan dengan pencegahan, pangamatan dan pemadaman kebakaran dan
meliputi perlindungan jiwa dan keselamatan manusia serta perlindungan harta
kekayaan. Dengan meningkatnya penggunaan bahan-bahan yang mudah terbakar,
pengintensifan pencegahan dan penanggulangan terhadap kebakaran harus di
tingkatkan, agar kerugian-kerugian menjadi sekecil mungkin. Pencegahan kebakaran
lebih ditekankan pada usaha-usaha yang memindahkan atau mengurangi terjadinya
kebakaran. Penanggulangan lebih ditekankan kepada tindakan-tindakan terhadap
kejadian kebakaran, agar korban menjadi sesedikit mungkin. (Suma’mur, 1996)
Untuk mengurangi dampak dari peristiwa terjadinya kebakaran, dibutuhkan
mekanisme penanganan atau penanggulangan kebakaran yang di antaranya di bagi
dalam beberapa point penting di bawah ini :
a. Sistem tanda kebakaran dalam perusahaan. Sistem pendukung keselamatan dalam
kebakaran harus terpasang seperti alat deteksi dan alarm untuk kebocoran gas dan
kebakaran, sprinkler, hidran, penyemprot air instalasi tetap (fixed monitor) dan lain-
lain. Media pemadaman kebakaran harus di sesuaikan dengan klasifikasi kebakaran
yang dapat terjadi di suatu area. (Syukri Sahab, 1997) Sistem tanda bahaya kebakaran
harus bekerja dengan baik dan memberikan tanda secara tepat tentang terjadinya
kebakaran. Adapun dua jenis sistem tanda kebakaran di antaranya :
1. Sistem tak otomatis yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda-tanda
bahaya dengan segera secara memijit atau menekan tombol dengan tangan.
2. Sistem otomatis yang dapat menemukan/mendeteksi kebakaran dan kemudian
memberikan tanda peringatan denagan sendirinya tanpa di kendalikan oleh
orang.(Suma’mur, 1996) Kedua sistem tersebut sangat berguna berguna
sebagai bagian-bagian dari cara pencegahan terhadap kebakaran dalam
perusahaan. Namun sangat baik lagi bila suatu perusahaan dilindungi pula oleh
alat pembangkit percikan air secara otomatis, jika terjadi kebakaran.
(Suma’mur, 1996)
Sistem Deteksi Dan Alarm Kebakaran Smoke detector berfungsi sebagai alat yang
secara otomatis menghidupkan alarm ketika mendeteksi adanya asap
kebakaran,terbagi menjadi 3 yaitu :
a. Fire Alarm Smoke Detector Prinsip Kerja Fire Alarm Smoke Detector Type
Ionization Smoke Detector bekerja berdasarkan proses ionisasi molekul
udara oleh unsur radioaktif Am (Americium241). Bahan ini digunakan
sebagai pembangkit ion di dalam ruang detector. Dalam detector terdapat
dua plat yang masing-masing bermuatan postif dan negatif. Ion bermuatan
positif akan tertarik ke plat negatif, sedangkan ion negatif tertarik ke plat
positif. Proses ini akan menghasilkan sedikit arus listrik yang dikatakan
“normal”. Manakala asap kebakaran masuk, terjadilah tumbukan antara
partikel asap dengan molekul udara (yang terionisasi tadi). Sebagian partikel
asap akan dimuati oleh ion positif dan sebagian lagi oleh ion negatif. Oleh
karena ukuran partikel asap lebih besar dan jumlahnya lebih banyak
daripada molekul udara (yang terionisasi tadi), maka arus ion yang
sebelumnya “normal” tadi, kini akan mengecil akibat terhalang oleh partikel
asap. Jika sudah melampaui batas ambangnya, maka terjadilah kondisi
“alarm”.
2. Fire Alarm Smoke Detector faktor udara Faktor kelembaban dan tekanan
udara sering memberikan efek yang sama seperti asap, sehingga dapat
mengganggu kerja detector ini, maka dibuatlah detector yang memakai dua
ruang (dual chamber). Dual chamber terdiri dari dua ruang, masing-masing
dinamakan Reference Chamber yang berhubungan langsung dengan udara
luar dan Sensing Chamber yang berhubungan dengan Reference Chamber.
Rangkaian elektronik memonitor kondisi kedua ruang tersebut. Jika arus ion
di kedua ruangan tersebut stabil, maka dikatakan kondisi “normal”.
Kelembaban dan tekanan udara hanya terjadi di Reference Chamber saja.
Jika asap masuk ke Sensing Chamber, maka arus ion menjadi tidak
seimbang. Ini akan menyebabkan kondisi alarm. Kendati demikian, ada saja
faktor yang bisa mengganggu kinerja detector dual chamber ini, diantaranya:
debu, kelembaban berlebih (kondensasi), aliran udara keras dan serangga
kecil. Faktor tersebut bisa salah terbaca oleh detector, sehingga disangka
sebagai asap.
3. Fire Alarm Smoke Detector photoelectric Prinsip Kerja Fire Alarm Smoke
Detector Type Photoelectric (Optical) Smoke Detector bekerja berdasarkan
perubahan cahaya di dalam ruang detector (chamber) disebabkan oleh
adanya asap dengan kepadatan tertentu. Berdasarkan prinsip kerjanya, kita
kenal dua jenis optical smoke, yaitu:
a. Light Scattering. Prinsip ini yang banyak dipakai oleh smoke detector saat ini.
Terdiri atas light-emitting diode (LED) sebagai sumber cahaya dan
photodiode sebagai penerima cahaya. LED diarahkan ke area yang tidak
terlihat oleh photodiode. Jika ada asap yang masuk, maka cahaya akan
dipantulkan ke photodiode, sehingga menyebabkan detector bereaksi
b. Light Obscuration. Prinsip ini mirip dengan cara kerja beam sensor pada
alarm. Cahaya yang terhalang oleh asap menyebabkan detector mendeteksi.
Prinsip ini pula yang digunakan pada smoke detector jenis infra red beam,
sehingga bisa mencapai panjang hingga 100m

2. Penyelenggaraan Saat Bencana


a. Tanggap Darurat (Response)
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana.
a. Teknik–teknik cara pemadaman api berdasarkan pembagian/penggolongan api
dapat dibagi menjadi:
1) Api kelas A, yang mana api berasal dari bahan-bahan yang mudah terbakar seperti:
kayu, pakaian, kertas, dan bahan-bahan yang dipak. Memadamkan api kelas A
paling efektif menggunakan air atau plastik jika jauh dari sumber listrik.
2) Api kelas B, api kelas ini berasal dari cairan yang mudah terbakar seperti: petrol,
minyak tanah, minyak pelumas, cat, tinner, alkohol maupun bensin. Cara
memadamkan api kelas ini paling baik dan efektif dengan cara menggunakan alat
pemadam CO2 atau dengan penekanan api untuk mengeluarkaan oksigen. Dan
untuk diperhatikan juga, jangan memadamkan api dengan air dikarenakan dapat
menyebarkan cairan yang terbakar sehingga meluasnya area kebakaran.
3) Api kelas C, api kelas ini berasal dari kebakaran yang di timbulkan oleh peralatan
listrik seperti: motor listrik, generator, kabel-kabel, saklar, dan peralatan
elektronik. Cara penanganan kebakaran dari api kelas ini yaitu: tutup sumber
kebakaran sewaktu api masih kecil, penekanan dan penyelimutan api untuk
mengeluarkan oksigen, gunakan alat pemadam kebakaran yang berjenis BCF
(Bromochlorodiflouromethan), dry chemical dan CO2. Petugas pemadam
kebakaran harus menggunakan non konduktor dari elektrik untuk menghindari
tersengatnya listrik (shock listrik). (Buchori,2007)
b. Evakuasi Korban dan Lokalisir Tempat.
Untuk menyelamatkan diri jika terjadi kebakaran adalah kita harus sadar akan adanya
api dan berusaha mengetahui bagaiman cara menguasainya dan mempelajari lokasi,
petunjuk-petunjuk api, tanda peringatan kebakaran, telepon dan pintu keluar darurat.
Ketika api sudah berkobar lebih besar, hendaknya kita putuskan arus listrik untuk
menyelamatkan diri, agar proses evakuasi korban kebakaran dapat lebih efektif.
Sebaiknya cepat meninggalkan tempat kebakaran secepat mungkin jika :
1. Api muncul diluar control.
2. Api mengancam tempat penyelamatan.
3. Asap yang mengepul mengancam tempat pemadaman.(Buchori, 2007) Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam menyelamatkan diri waktu terjadi kebakaran adalah :
1. Setelah ditinggalkan, bukalah pintu dengan hati-hati untuk mencegah asap yang
mengepul atau nyala api.
2. Hati-hatilah akan asap dan gas yang dihasilkan oleh api.

3. Pada area yang berasap, lakukanlah posisi merendah untuk menjaga mulut dan
hidung sedekat mungkin ke lantai.
4. Jangan sekali-kali kembali dan berhenti untuk segala sesuatu jika sudah diancam
api.
5. Ketika meninggalkan gedung hendaklah ditutup pintu di belakang anda.
6. Jangan memasuki gedung yang telah terbakar.(SNI-03-7011-2004)

b. Bantuan Darurat (Relief)


Bantuan Darurat adalah bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dalam keadaan tanggap
darurat bencana. Bantuan kebutuhan dasar yang diberikan antara lain tempat
penampungan/hunian sementara, bantuan pangan, bantuan non pangan, bantuan
sandang, sanitasi dan air bersih, serta layanan kesehatan.
1. Mengoptimalkan Peran Petugas Pemadam Kebakaran (DAMKAR)
Peran petugas pemadam kebakaran sangat membantu dalam proses
pemadaman dan dalam proses evakuasi. Selain itu dengan adanya
petugas pemadam kebakaran, maka dapat menjangkau titik-titik
persebaran api yang sulit dijangkau dengan alat pemadaman yang
dimiliki perusahaan.
2. Memberikan perawatan terhadap tenaga kerja yang terluka
Dalam memberikan perawatan korban, perusahaan memprioritaskan
korban dengan memiliki luka serius agar dapat mencegah terjadinya
keparahan luka yang diderita oleh tenaga kerja, dengan memprioritaskan
korban dengan luka yang berat maka dapat mengurangi resiko terjadinya
korban jiwa.
3. Tenda evakuasi
Tenda evakuasi didirikan untuk menjadi tempat penampungan sementara
para tenaga kerja yang sedang menunggu proses evakuasi ataupun
menjadi tempat dalam melakukan pertolongan pertama

c. Pemulihan (Recovery)
Pemulihan adalah kegiatan mengembalikan sistem infra struktur untuk
mengembalikan kehidupan ke keadaan dan kondisi normal, keadaan yang lebih baik
setelah bencana. Pemulihan bertujuan untuk memperbaiki dan meulihkan semua
aspek pelayanan publik dan masyaakat samapai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana, dperlukan rehabilitasi dengan sasaran utama normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintah dan kehidupan masyarakat.
Perbaikan dan pemulihan yang dimaksud pada semua aspek pelayanan publik di
wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Rehabilitasi
merupakan tanggung jawab pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena
bencana. Rehabiitasi dikoordinasikan oleh BPBD dan wajib menggunakan dana
penanggulangan bencana dari APBD Kabupaten/Kota. Dalam sektor kesehatan
pelayanan kesehatan ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak
bencana dalam rangka memulihkan kondisi kesehatan masyarakat melalui pemulihan
sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Bentuk pemulihan kondisi kesehatan
tersebut adalah
(a) membantu perawatan lanjut korban bencana yang sakit dan mengalami luka;
(b) menyediakan obat - obatan;
(c) menyediakan peralatan kesehatan;
(d) menyediakan tenaga medis dan para medis;
(e) memfungsikan kembali sistem pelayanan kesehatan termasuk sistem rujukan.

3. Penyelenggaraan Pasca Bencana


a. Rehabilitasi (Rehabilitation)
Ditingkat industri atau perusahaan, fase rehabilitasi dilakukan untuk
mengembalikan jalannya operasi perusahaan seperti sebelum terjadi bencana
terjadi. Upaya rehabilitasi misalnya memperbaiki peralatan yang rusak dan
memulihkan jalannya perusahaan seperti semula.
Pelaksanaan Rehabilitasi
1) Penyiapan infrastruktur : organisasi dan prasarana fisik.
2) Penyaluran bantuan (dalam tahapan)
• Dana perbaikan.
• Komponen bangunan dan material.
• Peralatan pembangunan.
• Pendampingan: Tenaga ahli (konsultan teknis) dan/atau fasilitator dan/atau tenaga
kerja.
3. Pengendalian pasar dan pasokan material
• Perencanaan & monitoring kebutuhan.
• Kerjasama dengan produsen & pemasok.
4) Pelaksanaan fisik oleh masyarakat (dengan pendampingan)
• Gotong-royong, padat-karya.
• Pemborongan (kontrol oleh masyarakat).
• Penunjukan (kontrol oleh masyarakat).
5) Monitoring & Evaluasi
• Monitoring periodik.
• Evaluasi akhir program.

b. Rekonstruksi (Reconstruction)
Rekonstruksi, yaitu kegiatan untuk membangun kembali berbagai yang diakibatkan
oleh bencana secara lebih baik dari pada keadaan sebelumnya dengan telah
mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadinya bencana di masa yang akan datang.
Disini peranan K 3 menjadi penting untuk mendukung siklus tersebut.

a. Pembangunan kembali prasarana dan sarana


1) Proses ini dilakukan oleh institusi/lembaga terkait, di bawah koordinasi badan
penanggulangan bencana, bersama-sama dengan masyarakat.
2) Proses ini dilakukan dengan memperhatikan arahan tata ruang yang ada, atau
arahan tata ruang yang diperbaharui yang sudah memperhatikan aspek pengurangan
risiko bencana di masa datang.
3) Proses ini diselenggarakan dengan memanfaatkan kesempatan untuk memperbaiki
penataan ruang wilayah pasca bencana yang muncul setelah suatu bencana yang
merusak, yang mencakup :
Rencana struktur ruang wilayah;
Rencana pola ruang wilayah;
Penetapan kawasan;
Arahan pemanfaatan ruang wilayah; dan
Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.

4. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, dilaksanakan oleh


institusi terkait di bawah koordinasi badan penanggulangan bencana melalui cara :
1) Menghilangkan rasa traumatik masyarakat terhadap bencana dan menciptakan
suasana kondusif untuk perkembangan kegiatan sosial budaya masyarakat;
2) Mendorong dan memfasilitasi kegiatan sosial budaya masyarakat yang tadinya
terganggu oleh bencana, ke arah yang aktif dan kreatif;
3) Menyesuaikan kehidupan sosial budaya masyarakat dengan lingkungan rawan
bencana;
4) Mempersiapkan masyarakat melaui kegiatan kampanye sadar bencana dan peduli
bencana.

5. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, dilaksanakan oleh institusi


terkait di bawah koordinasi badan penanggulangan bencana bersama-sama dengan
masyarakat, melalui upaya :
1) Pembinaan kemampuan ketrampilan masyarakat yang terkena bencana;
2) Pemberdayaan kelompok usaha bersama, dapat berbentuk bantuan dan/atau
barang;
3) Melibatkan kelompok-kelompok usaha dan unit-unit usaha lokal sebanyak-
banyaknya dalam kegiatan rekonstruksi fisik dan non-fisik;
4) Mendorong penciptaan lapangan usaha yang produktif;
5) Memperhatikan dan memfasilitasi kelompok-kelompok sosialyang rentan untuk
dapat meningkatkan kemampuan mereka; dan
6) Mendorong dan memfasilitasi kegiatan budaya yang ada agar pulih kembali dan
dapat beraktifitas seperti semula, sekaligus memanfaatkan pendekatan budaya
untuk kegiatan sadar bencana.

Anda mungkin juga menyukai