PENDAHULUAN
Semua perusahaan yang berdiri dan aktif beroperasi pasti menginginkan suatu
peningkatan kinerja yang baik dari semua karyawan perusahaan. Perusahaan seharusnya
meningkatkan pengendalian apabila ada penurunan tingkat produktivitas karyawan agar kinerja
karyawan semakin meningkat. Kinerja individu yang baik akan mempengaruhi keberhasilan
perusahaan. Kinerja individu yang dihasilkan oleh karyawan disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal muncul dari dalam diri yang memungkinkan
adanya motivasi untuk bekerja lebih baik. Faktor eksternal bisa muncul karena kurangnya sarana
dan prasarana, kurangnya kemampuan menggunakan fasilitas yang ada dan sebagainya.
Sistem informasi akuntansi merupakan bagian yang terpenting dari seluruh informasi
yang diperlukan oleh manajemen dan perusahaan. Informasi akuntansi terutama berhubungan
dengan data keuangan dari suatu perusahaan. Agar data keuangan yang ada dapat
dimanfaatkan baik oleh pihak manajemen maupun pihak luar perusahaan, maka data tersebut
perlu disusun dalam bentuk yang sesuai. Untuk dapat menghasilkan informasi yang sesuai dan
dalam bentuk yang sesuai juga, diperlukan suatu sistem yang mengatur arus dan pengelolaan
Penggunaan sistem teknologi informasi yang tepat didukung oleh keahlian personal
individual yang bersangkutan (Ariyanto, 2007) dalam Wijaya (2013). Sistem teknologi
informasi dalam perusahaan tidak terlepas dari peran sumberdaya manusia yang menjalankan
fungsi-fungsi dari aplikasi-aplikasi sistem teknologi informasi, dan akan menjadi tolak ukur
bagi perkembangan perusahaan itu sendiri. Penggunaan sistem informasi sangat dibutuhkan
oleh suatu organisasi, yang bertujuan untuk meningkatkan suatu kinerja karyawan dan kinerja
perusahaan.
menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Azlina dan
Ira Amelia (2014) yaitu sistem pengendalian intern berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap kinerja instansi pemerintah daerah Kabupaten Pelalawan adalah terbukti. Ummu
Kaltsum dan Abdul Rohman (2013) menyatakan sistem pengendalian intern berpengaruh
terhadap akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah. Tri Putri lestari (2015) menyimpulkan
Pemerintah Daerah. Cahya Annisa Dkk (2014) menyatakan pengendalian intern tidak
Kinerja karyawan cenderung dipengaruhi oleh budaya organisasi yang berlaku. Budaya
organisasi dipengaruhi oleh pemilik organisasi yang akan berpengaruh pada kinerja jangka
secara langsung pada kinerja karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang telah
dibebankan. Kehadiran budaya organisasi tentunya sangat diharapkan bagi perusahaan, agar
nilai-nilai yang ada dapat dipahami dan diterapkan oleh para karyawan agar dapat tercapai
kinerja yang baik dan optimal. 2 Baik buruknya sikap seorang karyawan dipengaruhi oleh
komitmen yang terkandung di dalam diri karyawan tersebut, komitmen karyawan dapat
Komitmen karyawan yang berpengaruh positif terhadap kinerja merupakan dimensi perilaku
yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan bertahan sebagai anggota
organisasi. Berdasarkan penelitian terdahulu dari Moh Thamrin Bey, Retno Catur Kusuma
Dewi dalam artikel yang berjudul Pengaruh Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi
Terhadap Kinerja Karyawan Pada BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Jombang terbit di
jurnal Riset Manajemen dan Bisnis Dewantara Vol. 1 No. 1 Juli 2018, menghasilkan
kesimpulan bahwa Budaya Organisasi (X1) dan Komitmen Organisasi (X2) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan (Y) pada BPJS Ketenagakerjaan (kantor
cabang jombang).
Trisnaningsih (2007) menjelaskan bahwa, kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil
karya yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan waktu yang diukur
dengan mutu kerja yang dihasilkan. Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan penilaian
perilaku manusia dalam melakukan peran yang dimainkannya untuk mencapai tujuan
organisasi.
Berdasarkan literatur dan penelitian yang dilakukan terdahulu bahwa ada pengaruh
yang signifikan antara efektivitas sistem informasi akuntansi, sistem pengendalian internal,
komitmen organisasi, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan mendorong penulis
untuk melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi,
Sistem Pengendalian Internal, Komitmen Organisasi, dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
1. Bagaimana proses pemasaran minyak kelapa sawit (CPO) PT. Socfin Indonesia?
2. Berapa share margin yang tercipta dari pemasaran minyak kelapa sawit (CPO) PT. Socfin
Indonesia ?
3. Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran CPO (Crude Palm Oil) PT. Socfin Indonesia ?
4. Berapa besar elastisitas transmisi harga dari pemasaran minyak kelapa sawit (CPO) PT.
Socfin Indonesia ?
1. Menganalisis proses pemasaran minyak kelapa sawit (CPO) PT. Socfin Indonesia.
2. Menganalisis besar share margin yang tercipta dari pemasaran CPO PT. Socfin Indonesia
3. Menganalisis efisiensi pemasaran CPO (Crude Palm Oil) PT. Socfin Indonesia.
4. Menganalisis elastisitas transmisi harga dari pemasaran CPO PT. Socfin Indonesia.
2. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam membuat keputusan dan menetapkan
3. Bagi Peneliti
Sebagai sumber keterangan, referensi, dan informasi dan dapat menjadi acuan dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit (Elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma. Sawit menjadi populer setelah
Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk
bahan pangan dan industri sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama
kali oleh Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas
Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini berkembang dan
merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini telah mati
pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa dilihat di Kebun Raya Bogor (Komisi Pengawas
Kelapa sawit di Indonesia baru diusahakan sebagai tanaman komersial pada tahun 1912 dan
ekspor minyak sawit pertama dilakukan pada tahun 1919. Perkebunan kelapa sawit pertama
dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911
Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman multiguna. Tanaman tersebut mulai banyak
menggantikan posisi penanaman komoditas perkebunan lain, yaitu tanaman karet. Tanaman
ssawit kini tersebar di berbagai daerah. Kelapa sawit ditempatkan sebagai salah satu komoditas
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Ordo : Aracales
Famili : Aracaceae
Genus : Elaeis
Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut, tidak berbuku, ujungnya meruncing, dan
berwarna putih atau kekuningan. Akarnya dapat menopang tanaman hingga usia 25 tahun.
Sementara itu, batangnya tidak berkambium dan umumnya tidak bercabang. Batang tanaman
yang masih muda tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi batang
terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Daun kelapa sawit membentuk susunan majemuk,
bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun ini membentuk satu pelepah yang panjangnya
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious). Artinya, bunga jantan dan bunga
betani terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian
bunga jantan terpisah dengan bunga betina.Bentuk bunga jantan lonjong memanjang dengan
ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil. Sementara itu, bentuk bunga
betina agak bulat dengan ujung kelopak agak rata dan garis tengah lebih besar (Suwarto dan
Yuke, 2012).
Buah pada tanaman kelapa sawit disebut fructus. Warna buah tergantung verietas dan umurnya.
Secara anatomi, buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama adalah
perikarpium yang terdiri dari epikarpium dan mesokarpium. Bagian kedua adalah biji yang
terdiri dari endokarpium, endosperm, dan lembaga atau embrio (Suwarto dan Yuke, 2012).
Pada awalnya, pelaku usaha kelapa sawit terbatas pada perusahaan asing berskala besar dan
terintegrasi antara budidaya, pengolahan Pabrik Kelapa Sawit (PKS), dan pemasaran hasilnya.
Hal ini berlangsung hingga periode awal Republik. Sekitar 1958, beberapa perusahaan Belanda
dinasionalisasikan dan diambil alih sebagai Perusahaan Perkebunan Negara. Rakyat menjadi
pelaku usaha perkebunan kelapa sawit baru sekitar tahun 1980 dengan dikembangkannya
program PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dalam rangka program akselerasi pembangunan
perkebunan. Terdapat beberapa versi PIR sesuai dengan sasaran dan sumber pendanaannya,
seperti PIR-BUN atau NES (Nucleus Estate and Smallholder), PIR-TRANS dan PIR-KKPA
telah mempercepat perkembangan usaha perkebunan rakyat ini. Perkembangan kelapa sawit
rakyat ini dapat dikatakan fenomenal. Berawal pada tahun 1980, dalam sepuluh tahun pertama
mencapai sekitar 300 ribu Ha, sepuluh tahun berikutnya mencapai sejuta hektar lebih, dan kini
telah 5 mencapai lebih dari 1,8 juta hektar. Dari luas areal kelapa sawit rakyat ini, disamping
perkebunan plasma, sebagian besar adalah perkebunan swadaya yang berinvestasi menggunakan
dana sendiri atau pinjaman, termotivasi oleh pengalaman sukses petani lain serta prospek bisnis
ekonomi terhadap masyarakat, baik masyarakat yang terlibat dengan aktivitas perkebunan
maupun terhadap masyarakat sekitarnya. Dari hasil penelitian Almasdi Syahza (2007)
masyarakat pedesaan; dan ekspor produk turunan kelapa sawit (CPO) dapat merangsang
pertumbuhan ekonomi daerah. Tingkat kesejahteraan yang dirasakan oleh masyarakat pedesaan
(Supriadi, 2011).
Almasdi Syahza (2007) mengungkapkan dalam penelitiannya yang berjudul Percepatan Ekonomi
Pedesaan Melalui Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit, kegiatan penelitian untuk mengkaji
melalui survey dengan metode deskriptif (Descriptive Research). Informasi diperoleh melalui
pendekatan Rapid Rural Appraisal (RRA). Hasil diperoleh kegiatan perkebunan kelapa sawit di
pedesaan menciptakan angka multiplier effect sebesar 3,03, terutama dalam lapangan pekerjaan
dan peluang berusaha. Indek 4 kesejahteraan petani di pedesaan tahun 2003 sebesar 1,72. Berarti
pertumbuhan kesejahteraan petani mengalami kemajuan sebesar 172 persen. Pada periode tahun
2003-2006 indek kesejahteraan petani 0,18 dan periode tahun 2006-2009 juga mengalami positif
sebesar 0,12. Ini berarti kesejahteraan petani pada periode tersebut meningkat sebesar 12 persen
(Supriadi, 2011).
Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah satu andalan produk pertanian Indonesia baik sebagai
bahan baku minyak goreng maupun komoditas ekspor. Untuk mencapai keuntungan maksimum
maka perusahaan penghasil CPO perlu berproduksi secara efisien. Indonesia merupakan
produsen CPO terbesar di dunia dengan produksi mencapai 30,9 juta ton pada tahun 2015, nilai
ini mengalami peningkatan sebesar 5,47% dibandingkan tahun 2014 (BPS, 2015). Apabila dilihat
dari kontribusinya, 56,33% berasal dari perkebunan swasta, 36,56% dari perkebunan rakyat dan
Pasar minyak nabati di pasar internasional merupakan salah satu pasar yang kompetitif,
melibatkan lebih dari sembilan jenis minyak serta hampir diproduksi dan dikonsumsi di semua
negara, baik negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Minyak nabati yang banyak
diperdagangkan di pasar internasional antara lain minyak kedele, minyak sawit, rapeseed oil,
sunflower oil, minyak kelapa, minyak jagung, dan minyak kacang tanah (Susila, 2002).
Ada beberapa faktor yang melandasi pemikiran bahwa prospek CPO cukup cerah dalam
persaingan dengan minyak nabati lainnya. Faktor pertama yang mendukung daya saing minyak
sawit yang tinggi adalah tingkat efisiensi yang tinggi dari minyak tersebut. Pasquali (1993) dan
Basiron (2002) menyebutkan bahwa CPO merupakan sumber minyak nabati termurah.
Rendahnya harga CPO relatif terhadap minyak lain berkaitan dengan tingginya tingkat efisiensi
Dalam melihat peluang pasar CPO Indonesia, maka terlebih dahulu perlu diestimasi peluang
pasar (peningkatan konsumsi) di pasar dunia. Berdasarkan hasil estimasi sebelumnya, tingkat
konsumsi sampai dengan tahun 2025 diperkirakan akan berkisar antara 41.45 – 44.45 juta ton. Di
sisi lain, produksi CPO dunia pada tahun 2004 adalah 25.67 juta ton. Dengan demikian, peluang
peningkatan produksi sampai dengan tahun 2025 berkisar antara 15.78 – 18.78 juta ton. Dengan
peluang pasar yang cukup terbuka baik dari sisi ekspor ataupun konsumsi dunia secara
keseluruhan, negara produsen CPO akan berusaha memanfaatkan peluang pasar tersebut.
Malaysia dan Indonesia diperkirakan sebagai negara yang paling banyak dapat memanfaatkan
peluang tersebut. Sebagai perkiraan, Malaysia sebagai produsen utama diperkirakan akan
memanfaatkan peluang tersebut dengan peningkatan produksi dengan laju 2.8%-1.5% per tahun.
Indonesia diperkirakan masih akan mempunyai peluang untuk memanfaatkan peluang tersebut
dengan peningkatan produksi dengan laju antara 3.0%-7.6% per tahun (Susila, 2002).
Kotler dan Keller (2009:316), mendefinisikan ekspor yaitu: kegiatan untuk menjual barang yang
dihasilkan di negara asal perusahaan ke luar negeri. Ekspor adalah kegiatan menjual produk baik
oleh individu ataupun organisasi suatu negara kepada individu atau organisasi di negara lain.
Directorate General for National Export Development (2011) memaparkan faktor-faktor yang
dapat mendorong negara melakukan kegiatan ekspor antara lain: (1) memiliki komoditas lanjutan
atau sisa peninggalan ekonomi jaman kolonial untuk diproduksi, (2) untuk optimalisasi laba (3)
melakukan diversivikasi pasar (4) memanfaatan kelebihan kapasitas (Excess Capacity) (5)
sebagai negara yang berorientasi ekspor (6) adanya wisma Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)
dagang atau trading house yang mendukung (7) memiliki komoditas berdaya saing tinggi (Turnip
dkk., 2016).
Peningkatan produksi CPO dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan penambahan PKS dan
meningkatkan efisiensi PKS itu sendiri. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis tingkat
efisiensi pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia serta membandingkan tingkat efisiensi PKS
berdasarkan kepemilikannya, lokasi pabrik serta orientasi pemasaran PKS tersebut apakah dijual
Kementerian Pertanian (2012) dalam Ermawati dan Saptia (2013) menjelaskan bahwa pada
tahun 2011, total produksi minyak sawit dunia sebesar 50.894 ribu ton, Indonesia memproduksi
40,27% atau 23.900 ribu ton dari total produksi minyak sawit dunia, sementara Malaysia
40,26%, Thailand 2,78%, Nigeria 2,03%, dan Colombia 1,80%. UN COMTRADE (2016)
mencatat bahwa volume ekspor CPO Indonesia selama periode tahun 1999-2014 selalu lebih
unggul dibandingkan Malaysia dan Thailand. Total volume ekspor CPO Indonesia selama
periode tahun 1999-2014 ialah 81.762.729.850 ton dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
27,12%. Total volume ekspor CPO Malaysia selama periode tahun 1999-2014 ialah
29.164.549.471 ton dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 25,28%, dan Total volume ekspor
CPO Thailand selama periode tahun 1999-2014 ialah 4.154.126.886 ton dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 25,12%. Perdagangan luar negeri (2013) mencatat bahwa negara tujuan
ekspor terbesar Indonesia tahun 2008 – 2012 ialah India, China, Malaysia, dan Belanda.
Indonesia unggul di pasar Asia dan Malaysia unggul di pasar Eropa dan Amerika (Turnip dkk.,
2016).
2.2 Landasan Teori
Isitilah pemasaran muncul pertama kali sejak kemunculan istilah barter. Proses pemasaran
dimulai sebelum barang-barang diproduksi dan tidak berakhir dengan penjualan. Menurut Kotler
(2002), Marketing (pemasaran) adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
Dalam kegiatan tataniaga, besarnya pendapatan atau keuntungan yang dapat diperoleh dari
usahatani selain dipengaruhi oleh faktor teknik budidaya, juga sangat ditentukan oleh cara
pemasaran. Pemasaran dikatakan berhasil jika dapat memperoleh harga jual yang tinggi. Untuk
mendapatkan harga jual yang tinggi, diperlukan adanya suatu penyusunan strategi pemasaran
dengan memperhatikan lembaga pemasaran yang berperan di dalamnya dan standar harga dasar
untuk menentukan harga jual (Lamb, dkk 2001 dalam Siregar, dkk, 2015).
Proses pemasaran meliputi pemahaman misi organisasi dan peran pemasaran dalam memenuhi
pemasaran melalui pemilihan strategi target pasar, pengembangan dan implementasi bauran
pemasaran, implementasi strategi, mendesain pengukuran kinerja dan evaluasi upaya pemasaran
serta membuat perubahan jika dalam Siregar,dkk Tanpa Tahun diperlukan. Bauran pemasaran
mengkombinasikan strategi produk, distribusi (tempat), promosi, dan harga dalam upaya
menciptakan suatu pertukaran untuk mencapai sasaran individu dan organisasi (Lamb, dkk 2001
produk ini mengalir dari penyediaan bahan mentah melalui produsen sampai ke konsumen akhir.
Usaha memperlancar arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen merupakan faktor yang
tidak boleh di abaikan dengan memilih saluran distribusi yang tepat yang akan digunakan dalam
rangka menyalurkan barang-barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Sudiyono (2004)
mengungkapkan bahwa sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu
mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya
semurah-murahnya, dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang
dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Analisis yang dapat digunakan
untuk melihat efisiensi proses pemasaran yaitu mengunakan analisis marjin pemasaran dan
Pemasaran terdiri dari berbagai macam saluran pemasaran (Marketing Channel) dimana setiap
pedagang perantara (distributor, agen komisi, pedagang antar daerah, eksportir, importir) dan
pedagang eceran. Banyaknya jumlah pedagang saluran pemasaran ini berpengaruh kepada biaya
pemasaran dan efisiensi pemasaran (Lamb, dkk 2001 dalam Siregar,dkk 2015).
Saluran pemasaran berkorelasi langsung dengan harga yang ditawarkan oleh konsumen, artinya
semakin panjang saluran pemasaran maka semakin tinggi harga yang harus dibayar oleh
konsumen akhir, begitu juga sebaliknya. Selisih harga yang dibayar oleh konsumen awal dengan
harga yang ditawarkan oleh produsen awal disebut margin pemasaran (Amin dkk, 2016).
tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Hal tersebut disebabkan semakin banyak
lembaga pemasaran yang terlibat menyebabkan semakin besar perbedaan harga yang dibayar
konsumen dengan harga yang diterima petani. Apabila semakin besar marjin pemasaran ini akan
menyebabkan harga yang diterima petani produsen menjadi semakin kecil dan semakin
mengindikasikan sebagai system pemasaran yang tidak efisien. Kemampuan dalam memasarkan
barang yang dihasilkan akan dapat menambah asset dalam upaya meningkatkan dan
pengembangan usahatani. Sebuah usaha tani yang produktivitasnya bagus akan gagal jika
Margin pemasaran menunjukkan selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran. Margin
pemasaran adalah perubahan antara harga produsen dan harga pedagang pengecer. Margin
pemasaran hanya mempresentasikan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga
yang diterima oleh produsen, tetapi tidak menunjukkan jumlah kuantitas produk yang dipasarkan
Istilah efisiensi pemasaran sering digunakan dalam menilai prestasi kerja (performance) proses
pemasaran. Hal ini mencerminkan konsensus bahwa pelaksanan proses pemasaran harus
berlangsung secara efisien. Teknologi atau prosedur baru hanya boleh diterapkan bila dapat
meningkatkan efisiensi proses pemasaran (Downey dan Erickson 1989 dalam Jumiati dkk.,
2013). Untuk mendapatkan pemasaran yang lebih efisien menurut Mubyarto (1985 dikutip dalam
Jumiati dkk., 2013) ada dua persyaratan yang harus dipenuhi yaitu: (a) mampu menyampaikan
hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya, dan
(b) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen
terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang
itu. Faktor-faktor yang dapat sebagai ukuran efisiensi pemasaran adalah sebagai berikut: a).
Keuntungan pemasaran (b). Harga yang diterima konsumen (c). Tersedianya fasilitas fisik
pemasaran yang memadai untuk malancarkan transaksi jual beli barang, penyimpanan,
transportasi, dan (d). Kompetisi pasar, persaingan diantara pelaku pemasaran (Soekartawi 1993
Efisiensi tataniaga dapat dilihat dari struktur pasar yang terbentuk. Struktur pasar ini
mempengaruhi perilaku produsen dan pedagang dalam pembentukan harga. Berbagai studi
empiris menunjukkan bahwa struktur pasar komoditas pertanian tidak sempurna, sehingga
pedagang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar. Struktur pasar ini akan
mempengaruhi perilaku pelaku usaha, dan selanjutnya interaksi antara struktur dan perilaku
pengusaha akan berdampak pada market performance (Tjahjono et al. 2008 dalam Widiastuti dan
Harisudin, 2013).
Efisiensi kegiatan distribusi komoditas pertanian juga dipengaruhi oleh panjang pendeknya mata
rantai jalur distribusi dan besarnya margin keuntungan yang ditetapkan oleh setiap mata rantai
tersebut. Semakin pendek mata rantai distribusi dan semakin kecil margin keuntungan yang
ditetapkan, maka kegiatan distribusi tersebut semakin efisien (Tjahjono et al. 2008 dalam
Soerkartawi (2002), menyatakan bahwa share margin (Sm) adalah persentase price spread
terhadap harga beli konsumen. Hal ini berguna untuk mengetahui porsi harga yang berlaku di
tingkat konsumen yang dinikmati oleh setiap lembaga. Bagian keuntungan yang diperoleh petani
dapat dikatakan sebagai sumbangan pendapatan bagi kesejahteraan keluarga petani. Analisis
efisiensi pemasaran secara ekonomis digunakan untuk mengetahui saluran pemasaran yang
efisien secara ekonomis. Apabila semakin rendah persentase marjin pemasaran, maka farmer’s
share akan semakin tinggi. Menurut Rasyaf dalam Handayani dan Ivana (2011), apabila farmer’s
share < 50% maka pemasaran belum efisien dan apabila farmer’s share > 50% maka pemasaran
Elastisitas transmisi harga digunakan untuk mengetahui hubungan antara harga di tingkat
produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir (George dan King, 1971 dalam Lilimantik,
2011).
Dalam proses pemasaran komoditas pertanian transmisi harga dari pasar konsumen kepasar
produsen yang rendah merupakan salah satu indikator yang mencerminkan adanya kekuatan
monopsoni atau oligopsoni pada pedagang. Hal ini dikarenakan pedagang yang memiliki
kekuatan monopsoni dan oligopsoni dapat mengendalikan harga beli dari petani sehingga
walaupun harga ditingkat konsumen relatif tetap tetapi pedagang tersebut dapat menekan harga
beli dari petani untuk memaksimumkan keuntungannya. Pola transmisi harga seperti ini tidak
menguntungkan bagi petani karena kenaikan harga yang terjadi ditingkat konsumen tidak
Hubungan elastisitas harga di tingkat petani dan konsumen, dapat dilihat dari elastisitas transmisi
harganya, yaitu rasio perubahan nisbi dari harga eceran dengan perubahan nisbi harga di tingkat
ini :
Jaldi Christanto Sinaga (2007), dalam penelitiannnya yang berjudul Analisis Pemasaran CPO
(Crude Palm Oil) PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN-IV) (Studi Kasus : Kantor Pusat PT
Nusantara I-V Cabang Medan). Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.) Menerangkan proses
CPO; 3.) Menerangkan proses penetapan harga CPO di PTPN IV; 4.) Menerangkan share margin
yang tercipta dari pemasaran CPO di PTPN IV; 5.) Menerangkan efisiensi pemasaran CPO, dan
6.) Menerangkan elastisitas transmisi harga dari pemasaran CPO. Hasil penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa kegiatan pemasaran CPO (Crude Palm Oil) PT Perkebunan
Nusantara IV yang dilakukan oleh KPB PTPN telah efisien dengan besar share Margin kegiatan
pemasaran CPO (Crude Palm Oil) PT Perkebunan Nusantara IV ke pasar Domestik, yaitu
96,72% sedangkan nilai share margin pemasaran CPO (Crude Palm Oil) PT Perkebunan
Nusantara IV ke pasar Luar Negeri (Ekspor), yaitu sebesar 95,31% dan nilai share margin
pemasaran total CPO (Crude Palm Oil) PT Perkebunan Nusantara IV ke pasar Luar Negeri
penelitiannya yang berjudul Analisis Efisiensi Tataniaga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa
Sawit (Study Kasus : Petani Perkebunan Inti Rakyat Desa Meranti Paham Kecamatan Panai
Hulu, Kabupaten Labuhan Batu). Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.) . Untuk menganalisis
saluran tataniaga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Meranti Paham, Kecamatan
Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu. 2.) Untuk menganalisis biaya tataniaga dan share margin
yang diterima oleh masing-masing saluran tataniaga tandan buah segar (TBS) Desa Meranti
Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu. 3.) Untuk menganalisis efisisensi
masing masing saluran tataniaga tandan buah segar (TBS) di Desa Meranti Paham, Kecamatan
Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
semakin pendek saluran tataniga suatu barang hasil pertanian maka, biaya tataniaga semakin
rendah, margin tataniaga juga semakin rendah, harga yang harus dibayarkan konsumen semakin
rendah, harga yang diterima produsen semakin tinggi. Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode Penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan
atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat
Putra Bisuk (2009), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Tataniaga Dan Elastisitas
Transmisi Harga CPO Internasional Terhadap Harga TBS (Tandan Buah Segar) Kelapa Sawit
(Studi Kasus: Desa Mananti Kecamatan Sosa Kabupaten Padang Lawas) dengan tujuan
penelitian : 1.) Untuk mengidentifikasi saluran tataniaga TBS (Tandan Buah Segar) yang terjadi
di daerah penelitian. 2.) Untuk menentukan price spread (sebaran harga) dan share margin yang
diterima oleh masing–masing saluran tataniaga TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit di daerah
penelitian. 3.) Untuk mengidentifikasi tingkat efisiensi tataniaga TBS (Tandan Buah Segar) di
daerah penelitian. 4. ) Untuk mengidentifikasi elastisitas transmisi harga CPO (Crude Palm Oil)
Internasional terhadap TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit di daerah penelitian. Metode
analisis data yang digunakan adalah menghitung Price spread, Share margin, dan Efisiensi
tataniaga pada setiap komponen tataniaga dengan rumus masing-masing. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa saluran pemasaran kelapa sawit di daerah penelitian diperoleh share profit
yang berbeda antara pedagang pegumpul/agen dan KUD dan share profit KUD dan nilai efisiensi
yang terdapat pada saluran pemasaran I dan II kelapa sawit di daerah penelitian adalah lebih
kecil daripada 50%, sehingga saluran pemasaran kelapa sawit di daerah penelitian di daerah
penelitian efisien.
Arifayani Rachman (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Integrasi Dan Transmisi Harga
Pada Pasar CPO Dan Minyak Goreng Sawit Di Indonesia menemukan bahwa dalam jangka
panjang terlihat bahwa harga minyak goreng secara signifikan dipengaruhi baik oleh harga CPO
internasional maupun oleh harga CPO domestik. Jika kedua persamaan tersebut dibandingkan,
terlihat jika dalam jangka panjang harga CPO internasional berpengaruh lebih besar daripada
harga CPO domestik. Perubahan harga CPO internasional sebesar 1% menyebabkan perubahan
harga minyak goreng sebesar 0.893%, sedangkan perubahan harga CPO domestik sebesar 1%
hanya merubah harga minyak goreng sebesar 0.769%. Menurut KPPU (2010), sebanyak 68%
dari industri minyak goreng sawit terintegrasi dengan industri hulu dan pengolahan CPO.
Dengan demikian sebagian besar perusahaan dalam industri minyak goreng dimiliki oleh
perusahaan pengolahan CPO. Keterkaitan yang lebih kuat antara harga minyak goreng dengan
harga CPO internasional secara tidak langsung mengindikasikan perilaku industri pengolahan
CPO yang lebih mengutamakan ekspor CPO dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan industri
Sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang sangat memegang peranan
penting dalam dunia pertanian, karena perkebunan mampu membuka lapangan pekerjaan bagi
dihasilkan memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan tanaman
lain. Minyak sawit merupakan hasil utama dari pengolahan TBS (tandan buah segar). Produksi
minyak sawit masih memegang peran penting dalam kontribusi minyak nabati dunia.
Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah
(CPO atau Crude Palm Oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO atau Palm
Kernel Oil) yang tidak berwarna (jernih). CPO atau PKO banyak digunakan sebagai bahan
industri pangan (minyak goreng dan margarine), industri sabun (bahan penghasil busa), industri
baja (bahan pelumas), industri tekstil, dan sebagai bahan bakar alternatif (bio diesel). Prospek
pasar bagi olahan kelapa sawit cukup menjanjikan, karena permintaan dari tahun ketahun
mengalami peningkatan yang cukup besar, tidak hanya didalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Margin tataniaga adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan
harga yang diterima petani produsen. Margin pemasaran atau marketing margin terdiri dari
share margin diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berbeda.
Salah satu kegunaan dari perhitungan marketing margin (price spread) dan share margin adalah
mengetahui tingkat efisiensi pemasaran. Untuk mengetahui kinerja dan besar tingkat efisiensi
pemasaran CPO (crude palm oil) yang dilakukan oleh Kantor Pusat PT. Socfin Indonesia, maka
kita perlu menghitung share margin dan tingkat efisiensinya dengan membandingkan rasio
sehingga PT. Socfin Indonesia dapat mengevaluasi kinerja pemasarannya dan dapat membuat
kebijakan-kebijakan baru yang dapat mendukung kinerja, efisiensi dan memperbesar market
share pemasaran yang dilakukan di bagian pemasaran PT. Socfin Indonesia. Elastisitas transmisi
harga merupakan perbandingan perubahan nisbi dari harga ditingkat pengecer (pemasar) dengan
perubahan harga ditingkat petani (produsen). Analisis elastisitas transmisi harga ini memberikan
gambaran bagaimana harga yang dibayar konsumen akhir ditransmisikan kepada petani
produsen. Karena PT. Socfin Indonesia memasarkan CPO didalam negeri (domestik) maka besar
nilai elastisitas transmisi harga akan dilihat dari dua sisi yaitu perubahan harga Crude Palm Oil
Biaya
Pemasaran
EFISIENSI
PEMASARAN
Keterangan :
= Tahapan
Berdasarkan landasan teori yang sudah dibangun, maka di susun hipotesis sebagai berikut :
1. Semakin tinggi harga pada tingkat produsen, maka semakin tinggi share margin pada lembaga
pemasaran tersebut.
2. Kegiatan pemasaran CPO PT. Socfin Indonesia (Socfindo) (Crude Palm Oil) adalah efisien.
3. Elastisitas transmisi harga pemasaran CPO (Crude Palm Oil) PT. Socfin Indonesia (Socfindo)
Daerah penelitian ditentukan melalui metode Purposive, yaitu di Kantor PT. Socfin Indonesia
(Socfindo) yang beralamat di Jalan KL. Yos Sudarso No. 106, Glugur Kota Medan, Sumatera
Utara. Hal ini berdasarkan pertimbangan, bahwasanya PT. Socfindo merupakan perkebunan
swasta asing yang tela berdiri lebih dari 100 tahun dan mempunyai industri agribisnis yang
Teknik pengambilan sampel dan pemilihan responden dilakukan secara sengaja dan tidak
menggunakan responden yang berasal dari luar perusahaan. Hal ini didasarkan karena tingkatan
manajemen dalam perencanaan strategis akan berpengaruh secara langsung dalam pengambilan
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan tingkat pengetahuan dan pemahaman
responden terhadap pelaksanaan dan kinerja pemasaran CPO yang diterapkan oleh PT. Socfin
Indonesia. Adapun jumlah responden sebanyak satu orang yaitu Kepala Divisi Penjualan CPO di
PT. Socfindo.
primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden, yaitu Kepala Divisi Penjualan
CPO PT. Socfindo, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait : Kantor PT. Socfin
Berbagai jenis data yang telah diperoleh melalui wawancara serta observasi di lapangan,
ditabulasikan terlebih dahulu kemudian di analisis dengan alat uji yang sesuai.
menghitung marketing margin dan share margin yang tercipta dari pemasaran CPO (Crude
Margin tataniaga :
Mj = ∑ mji............................................................................... (4)
Dimana :
Pf
Sm = x 100 %
Pr
Dimana :
menghitung efisiensi dari pemasaran CPO (Crude Palm Oil) PT. Socfin Indonesia (Socfindo),
Jika ;
Pemasaran akan semakin efisien apabila nilai efisiensi pemasaran (Ep) semakin kecil.
(Soekartawi,2002).
pemasaran, yakni menghitung elastisitas transmisi harga dari pemasaran CPO (Crude palm Oil)
dPr Pf
Et = dPf x Pr
Dimana :
Kriteria pengukuran yang digunakan pada analisis transmisi harga adalah (Hasyim, 1994) :
(1) Jika Et = 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen sama dengan laju perubahan
harga ditingkat produsen. Hal ini berarti bahwa pasar yang dihadapi oleh seluruh pelaku
tataniaga adalah bersaing sempurna, dan sistem tataniaga yang terjadi sudah efisien.
(2) Jika Et < 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih kecil dibanding dengan
laju perubahan harga di tingkat produsen. Keadaan ini bermakna bahwa pemasaran yang berlaku
belum efisien dan pasar yang dihadapi oleh pelaku tataniaga adalah bersaing tidak sempurna,
(3) Jika Et > 1, maka laju perubahan harga di tingkat produsen. Pasar yang dihadapi oleh
seluruh pelaku pasar adalah pelaku tidak sempurna, yaitu terdapat kekuatan monopoli dan
oligopoli dalam sistem pemasaran tersebut serta sistem pemasaran yang berlaku belum efisien.
3.5.1. Definisi
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan pengertian dalam penelitian ini, maka
yang dipasarkan.
3. Elastisitas transmisi harga merupakan perbandingan perubahan nisbi dari harga di tingkat
4. Harga (price) adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah
dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat kerena memiliki atau menggunakan
5. Jumlah, yaitu kuantitas barang berdasarkan suatu alat ukur tertentu, seperti, kg, ton, buah, dan
lain sebagainya
6. Margin pemasaran adalah selisih antara harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga jual
produsen.
7. Minyak sawit (CPO), yaitu minyak hasil dari pengolahan TBS (tandan buah segar) yang
padat pada suhu kamar (konsistensi dan titik lebur banyak ditentukan oleh kadar ALB-nya),
8. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan
pertukaran segala sesuatu yang bernilai (products of value) dengan orang lain atau kelompok.
Pembatasan di dalam penelitian ini telah ditetapkan melalui suatu batasan operasional berikut :
1. Daerah penelitian adalah Kantor Pusat PT. Socfin Indonesia (Socfindo) yang beralamat di
Jalan KL. Yos Sudarso No. 106, Glugur Kota Medan, Sumatera Utara.
Medan.