Anda di halaman 1dari 79

STRATEGI INDONESIA MENGHADAPI KEBIJAKAN

ANTI DUMPING UNI EROPA

(STUDI KASUS PRODUK LEMAK ALKOHOL)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen
Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Hasanuddin

ANDI MUHAMMAD MARDHATILLAH

E131 12 272

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018
ii
iii
KATA PENGANTAR

Al-hamdu lillahi rabbil „alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah S.W.T dan shalawat kepada junjungan Rasulullah Muhammad S.A.W yang
telah memberikan keberkahan dalam hidup hingga penulis bisa menyelesaikan
tugas akhir ini.

Penulis juga mempersembahkan skripsi ini ibunda Andi Ruhaeni dan


saudari Andi Nurul Afifah yang terus memberikan semangat serta doa selama
penulis mengerjakan tugas akhir ini. After all I did, they never give up on me.
These two strong women mean the world to me. Selain itu, penulis juga ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada nenek saya tercinta Andi Djunehati
yang selalu terus memberikan dukungan finansial dan moral selama penulis
berkuliah dan mengikuti lomba, pelatihan serta kegiatan lainnya yang diadakan di
luar kota Makassar.

Menyadari bahwa penulis memiliki keterbatasan ilmu dan pegetahuan,


penulis juga ingin menghaturkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu selaku rektor Universitas


Hasanuddin beserta jajarannya
2. Bapak Prof. Dr. A. Alimuddin Unde selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik
3. Bapak H. Darwis, Ph.D selaku ketua Departemen Ilmu Hubungan
Internasional Universitas Hasanuddin dan juga selaku pembimbing I
skripsi penulis atas segala bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan
selama penulis berkuliah dan khususnya selama menyelesaikan tugas
akhir.
4. Bapak Prof. Dr. Mappa Nasrun selaku pembimbing akademik penulis
5. Ibu Pusparida Syahdan, S.Sos, M.Si selaku pembimbing II yang telah
memberikan banyak masukan serta dengan sabar membimbing penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir. Penulis tentunya akan merindukan kelas
Ibu Puspa yang selalu bisa mengajak penulis dan mahasiswa lainnya
berpikir dan terkesima dengan penjelasannya.
6. Bapak Nasir Badu, Ph.D selaku dosen Dept. Ilmu Hubungan
Internasional, terima kasih banyak sudah memberikan saya kesempatan
selama saya berkuliah di Universitas Hasanuddin sehingga saya banyak
belajar mulai dari meng-organize kegiatan baik itu konferensi dan kegiatan
kepemudaan lainnya. May everything you’ve been dreaming come true
and may everything you’ve done be rewarded by Allah S.W.T

iv
7. Bapak Muh. Ashry Sallatu, M.Si, terima kasih sudah pernah mengajak
penulis untuk menginjakkan kaki di Eropa dan mengikuti kegiatan Paris
MUN serta membantu banyak dalam proses persiapannya. Selain itu,
penulis juga ingin berterima kasih karena telah diberi banyak kesempatan
untuk mengikuti banyak kegiatan selama penulis berkuliah.
8. Ibu Seniwati, Ph.D, terima kasih atas segala kebaikan dan dukungannya
selama penulis berkuliah serta terima kasih telah dilibatkan di kegiatan
UICOSP sehingga penulis bisa bertemu banyak orang baru yang sangat
inspiratif.
9. Bapak Agus Salim , S.IP, MIRAP, dan Ibu Nurjannah, SIP, MA yang
telah memberikan banyak masukan dalam skripsi penulis sehingga penulis
bisa memperbaiki kekurangan yang terdapat didalamnya.
10. Bapak dan Ibu dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Universitas Hasanuddin lainnya Drs. Patrice Lumumba, Drs. H.M.
Imran Hanafi, MA., M.Ec., Drs. Aspiannor Masrie, M.Si., Dr. H. Adi
Suryadi B, Drs. Munjin Syafik Asyari M.Si., Drs. H. Husain Abdullah,
M.Si., Burhanuddin S.IP., M.Si., Ishaq Rahman S.IP., M.Si., Nur
Isdah S.IP., MA, Aswin Baharuddin, S.IP., MA terima kasih atas ilmu
yang telah diberikan selama penulis berkuliah.
11. Terima kasih juga kepada kakak-kakak Hasanuddin English Debating
Society dan UNHAS MUN Community yaitu Bama Andhika Putra,
Muhammad Akbar Walenna, Andi Emiral Amal, Satkar Ulama,
Radillah Khaerany, Sri Rahayu Bon, Biondi Sanda Sima, Maman,
Mustaqim dan Framitha Rahman yang telah memberikan banyak
bimbingan serta pelajaran dan juga informasi bagi penulis selama penulis
beroraganisasi. Stay awesome Kak!
12. Terima kasih juga kepada rekan-rekan sejawat debaters dan MUN-ers di
Hasanuddin English Debating Society dan UNHAS MUN Community
yang turut memberi warna dalam kehidupan kampus penulis serta turut
mengembangkan kualitas pribadi penulis baik secara keilmuan dan
manajemen organisasi. Terima kasih kepada Andi Aumi Angreny Amin,
Sri Rahayu, Ayu Anastasya Rachman, Mutiah Wenda Juniar,
Nurhidayani Namiruddin, Rezky Ramadhani, Hasnawir, Andi
Rachmatullah, Ikhsan Chalik, Andriano Sumule, Ikhsanul Tajuddin,
M. Fajar Nur, Putri Winda Pakuan, Mashita Dewi Tidor, Andi Ayyub
Ansarullah, Muh. Alif Andyva, Chandra Setiabudi, Muh. Nur Setia
Budi, Khatibul Umam, Munirah, Titania Ishaq, Kevin Bonaparte,
Muh Firmansyah W., Alifah Ummu, Muh. Haykal, Galuh Natasja,
Akbar Rusdy dan lain lain yang penulis mungkin susah mengingatnya
karena penulis hanya manusia biasa yang bisa lupa dan khilaf. You guys

v
are one of the most colorful and diverse people I have ever met, embrace
it!
13. Teman-teman Un(deaf)eated yaitu Jalia Rahmadiana, Mustaqim,
Akbar Rusdy, Nurfadhilah Nuryanda Yasin, Nisria Nurul Maghfirah,
Andi Kasri Unru, dan teman-teman Tuli serta Dengar lainnya yang tidak
bisa saya sebutkan satu-satu. Semoga usaha dan perjuangan kita mencapai
kesetaraan aksesibilitas informasi bisa tercapai suatu saat nanti. Do not
GIVE UP! If God ask me what is the greatest thing that I am thankful for,
my answer will be “my Deaf and Hearing friends who never give up
fighting for equality”. You guys give color to my life and I thank you very
much for it.
14. Terima kasih juga kepada HIMAHI yang meberikan warna tersendiri bagi
kehidupan saya di kampus. Still, LOI and Golden Moment are the best
part of my college life.
15. Terima kasih kepada teman-teman Interupters (HI 2012) yang telah
memberikan pengalaman tersendiri selama penulis berkuliah. I would
rather not to write the stories we had here because it would take 50 pages
to write it all. I thank you very much and it is nice knowing you.
16. Terima kasih kepada sahabat yang tak lekang oleh waktu Adwiyati
Triputri, Muh. Fahmi Masda, Muh. Kharji Muhajir, Raditio,
Nurzaitun Zenita, Amalia Hasanah Ismail, Mufidhatul I., Dian
Fadilah L., Nurul Fitria Ramadhani, dan Rivaldi Lanti yang telah
dengan sabar berteman dengan penulis, mendengar keluh kesah,
membantu dalam kesulitan apapun itu, memberikan motivasi agar cepat
selesai kuliah, dan kebaikan-kebaikan kalian yang tidak bisa kusebutkan
satu persatu. Biarlah kebaikan-kebaikan tersebut menjadi cacatan amal
kebaikan kalian di akhirat nanti bukan di kata pengantar penulis sehingga
kita bisa menikmati indahnya surga bersama sebagai sahabat. I love you to
the moon and back. To be honest, there are lots nice words I’d like to
write, yet I just can’t handle the emotion and the feeling of every moment
we’ve had together! I just can’t!
17. Terima kasih juga kepada adik tingkat rasa teman angkatan Felix
Christian, Rafika Pratiwi, Nabila C., Indah Kurnia, Maharani Putri,
Andi Annisa Ramli, Hadi, Andi Reski Wardina, Tiara Safira.,
Qoanita dan Nirwana Gandhi yang telah membantu banyak dan
menemani penulis dalam mengurus berkas persiapan ujian proposal hingga
ujian skripsi penulis. Penulis berterima kasih banyak kepada kalian karena
telah menjadi substitute teman angkatan dalam dunia perkuliahan penulis.
I thank you very much for your time, your kindness, your laugh, and your
very kind attention. Certainly, I am happy knowing you adiks!

vi
18. Terima kasih juga kepada teman teman KKN Afrika Selatan Saifullah
Masdar, Akmal Yahya, Zulistianingsih M, Dwita Ratu Kusuma P.,
dan Abdul Hamid Zainal sudah menemani masa-masa lamanya
menunggu keberangkatan, masa-masa mencari informan dan sejarawan
baik di Gowa, Makassar, Banten, hingga Capetown. Waiting the tickets to
South Africa for a year wasn’t worthless simply because we spent the time
waiting for it together,
19. Terima kasih juga kepada teman-teman Kyoto Squad dan sensei Dr. Andi
Amri S.Pi., M.Sc., Dr. Muhammad Hasrul dan Prof Dr. Farida
Patittingi S.H., M.Hum. selaku supervisor selama program berlangsung.
The trip was one of the best trip I have ever had not because it was my
first overseas trip far from southeast Asian region, yet it was because of
you guys. Terima kasih kepada Arif Rachman Nur yang selalu
mengingatkan saya untuk cepat lulus. Terima kasih juga kepada Ilmi
Jaya, Nur Shaqylla Shyahnaz, Azhariah Nur B. Arafah yang sudah
menjadi teman trip GELISAH (Gerakan Lincah Salah) in most of my days
in Kyoto. I can’t never forget the silly things we did. I swear, never!
20. Last but not least, terima kasih juga untuk adik tingkat rasa kakak tingkat
yaitu Moch. Mihram yang selalu memberikan suasana baru di tiap
kehadirannya di kampus. You are the most cheerful person I have ever
met! Semoga bisa terus membawa keceriaan dimana pun kau berada.
Terima kasih juga untuk adik Dita Zhazha Paramita yang selalu ngotot
mau kasih hadiah kelulusan.
21. Juga kepada pihak-pihak lain yang sudah berkontribusi banyak selama
masa perkuliahan, penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak.

Makassar, 8 Maret 2018

Andi Muhammad Mardhatillah

vii
ABSTRAK

Andi Muhammad Mardhatillah, E13112272, “Strategi Indonesia Menghadapi


Kebijakan Anti Dumping Uni Eropa (Studi Kasus Produk Lemak Alkohol)”
dibawah bimbingan H. Darwis selaku Pembimbing I dan Pusparida Syahdan
selaku Pembimbing II, pada Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pertama, bagaimana pemerintah


Indonesia menghadapi kebijakan anti dumping Uni Eropa atas produk lemak
alkohol Indononesia dan kedua, dampak yang ditimbulkan dari kebijakan anti
dumping Uni Eropa. Dalam menjawab pertanayaan penelitian tersebut, maka
metode penelitian yang penulis gunakan adalah tipe deskriptif dengan teknik
pengumpulan data melalui studi pustaka yaitu melalui buku, jurnal, dokumen,
artikel, berita, maupun media elektronik (internet). Adapun untuk menganalisa
data, penulis memakain teknik analisis kualitatif dengan teknik penulisan
deduktif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia dalam menghadapi


penyelesaian kasus pengenaan Bea Masuk Anti Dumping atas produk lemak
alkohol mengambil langkah secara bilateral melalui konsultasi dengan Uni Eropa.
Setelah mendapatkan putusan yang tidak memuaskan, Indonesia kemudian
membawa kasus ini ke Dispute Settlement Body WTO. Dalam proses penyelesaian
sengketa tersebut ditemukan bahwa Indonesia memiliki kepentingan besar
terhadap interpretasi Anti Dumping Agreement pasal 2.4 dan kaitannya dengan
Single Economic Entity dikarenakan hampir semua produk turunan kelapa sawit
menggunakan selling company dalam proses penjualannya. Selain itu, penelitian
ini juga menunjukkan bahwa pengenaan BMAD telah menurunkan rata-rata
pertumbuhan pertahun jumlah ekspor lemak alkohol dari negara pemasok lemak
alkohol yang berbahan dasar minyak nabati kelapa sawit khususnya Indonesia.

Kata Kunci : WTO, Anti Dumping, Lemak Alkohol, Indonesia, Uni Eropa

viii
ABSTRACT

Andi Muhammad Mardhatillah, E13112272, "Indonesia Strategies Facing the


Anti Dumping Measure Imposed by European Union (Case Study : Fatty
Alcohol)” under the supervision of H. Darwis and Pusparida Syahdan as the
supervisors, Department of International Relations, Faculty of Social and Political
Sciences, Hasanuddin University.

This research aims to find out: firstly, how the Indonesian government responded
the EU anti-dumping measures on fatty alcohol from Indonesia and secondly, the
impact of EU anti-dumping measure. In answering the questions of the research,
the research method used is descriptive research method with data collection
technique through literature review from books, journals, articles, documents,
news, and electronic media (internet). To analyse the data, the authors use
qualitative analysis method with deductive writing style

The results of this research shows that Indonesia in settling the dispute of the
imposition of Anti Dumping Import Duty on fatty alcohol took the step bilaterally
through consultation with the European Union. After obtaining an unsatisfactory
verdict, Indonesia then took the case to the Dispute Settlement Body WTO.
During the process of dispute settlement, it was found that Indonesia had a very
huge interest in the interpretation of Anti Dumping Agreement article 2.4 and its
relation with Single Economic Entity because almost all palm oil derivative
products use selling company in its selling activities. In addition, the study also
shows that the imposition of Anti Dumping Import Duty has lowered the average
annual growth of the amount of fatty alcohol exports from the country of suppliers
of palm oil based fatty alcohol, particularly from Indonesia.

Keywords : WTO, Anti Dumping, Fatty Alcohol, Indonesia, European Union

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................. ii
HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI ...............................................iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………….…….…x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GRAFIK ..........................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................ 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................................... 7
1. Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
2. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 7
D. Kerangka Konseptual ........................................................................... 8
1. Hambatan Non Tarif ................................................................................ 8
2. Organisasi Internasional......................................................................... 10
3. Dispute Settlement Dalam Perdagangan................................................ 11
E. Metode Penelitian..................................................................... ………..13
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL ............................................................ 15
A. Penelitian-Penelitian Sebelumnya ...................................................... 15
B. Hambatan Non-Tarif .......................................................................... 16
C. Organisasi Internasional ..................................................................... 26
D. Dispute Settlement Dalam Perdagangan ............................................ 33

x
BAB III PRODUK LEMAK ALKOHOL DAN TUDUHAN DUMPING UNI
EROPA.............................................................................................................. 37
A. Gambaran Objektif Industri Produk Lemak Alkohol Indonesia ........ 37
B. Gambaran Objektif Industri Lemak Alkohol Uni Eropa .................... 44
C. Kasus Dumping Serupa Dan Sentimen Terhadap Produk Turunan
Minyak Sawit Indonesia Oleh Uni Eropa ...................................................... 53
D. Tuduhan Dumping Uni Eropa Terhadap Produk Lemak Alkohol
Indonesia........................................................................................................ 56
BAB IV DAMPAK DAN STRATEGI INDONESIA MENGHADAPI
KEBIJAKAN ANTI DUMPING UNI EROPA (STUDI KASUS PRODUK
LEMAK ALKOHOL) ....................................................................................... 77
A. Dampak Kebijakan Anti Dumping Uni Eropa ................................... 77
B. Strategi Indonesia Menghadapi Kebijakan Anti Dumping Uni Eropa92
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 98
A. Kesimpulan ......................................................................................... 98
B. Saran ................................................................................................. 100
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 102

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nilai Tambah Produk Hilir Kelapa Sawit ………………..…………...41

Tabel 3.2 Ekspor Fatty Alcohol Indonesia ke Dunia (Ton) ……………………..42

Tabel 3.3 Negara-Negara Pengekspor Lemak Alkohol Terbesar ke Uni Eropa

tahun 2007-2016 …………………………………………………………………46

Tabel 3.4 Nilai Ekspor Lemak Alkohol ke Uni Eropa Tahun 2010-2016 ….…..47

Tabel 3.5 Tabel Permintaan-Penawaran Minyak Nabati di Uni Eropa Tahun 2010-

2016 berdasarkan US Department of Agriculture ………………………….……49

Tabel 3.6 Margin Dumping Eksportir Lemak Alkohol Indonesia ………………61

xii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1 Produksi Kelapa Sawit Indonesia …………………………………..38

Grafik 3.2 Total Impor Lemak Alkohol Tahun 2010-2016 (Ton) ……………..45

Grafik 3.3 Total Produksi Lemak Alkohol Tahun 2010-2016 (Ton) …………..45

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Nilai Ekspor Saturated Fatty Alcohol Indonesia ke Dunia (Juta Dollar

AS ...………………………………………………………………………….......42

Gambar 3.2 Jumlah Ekspor Produk Fatty Alkohol Indonesia ke Dunia .…..…....43

Gambar 3.3. Pola Produksi Minyak Nabati Uni Eropa Tahun 1999-2016 ….......50

Gambar 3.4 Pola Konsumsi Minyak Nabati Uni Eropa Tahun 1999-2016 ……..50

Gambar 3.5 Widening Gap Minyak Nabati Uni Eropa Tahun 1999-2016

Berdasarkan United States Department of Agriculture …..……………………...52

Gambar 3.6 Produksi, Kapasitas Produksi,dan Capacity Utilization

Lemak Alkohol Uni Eropa .......………………………………………..………...65

Gambar 3.7 Penjualan dan Pangsa Pasar Lemak Alkohol Produksi UE …......…65

Gambar 3.8 Jumlah Pekerja, Gaji, dan Produktiftas Industri Lemak Alkohol

Uni Eropa …………………………………………………………………...…..66

Gambar 3.9 Penetapan BMAD oleh Unie Eropa Terhadap Eksportir Lemak

Alkohol …………………………………………………………………………..67

xiv
DAFTAR SINGKATAN

AB : Appellate Body

ADA : Anti-Dumping Agreement

AS : Amerika Serikat

BMAD : Bea Masuk Anti Dumping

CPO : Crude Palm Oil

CPKO : Crude Palm Kernel Oil

DSB : Dispute Settlement Body

DSU : Dispute Settlement Understanding

EC : European Commission

GATT : General Agreement on Tariffs and Trade

ISPO : Indonesia Sustainable Palm Oil

RSO : Rapeseed Oil

SBO : Soybean Oil

SEE : Single Economic Entity

SFO : Sunflower Oil

UE : Uni Eropa

WTO : World Trade Org

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdagangan internasional telah berkembangan secara drastis sejak enam

puluh tahun terakhir. Hal itu disebabkan karena semua negara telah sepakat untuk

menghapuskan kebijkan proteksionis dan sebagai gantinya semua negara bisa

lebih mudah dalam melakukan pertukaran barang. Perdagangan internasional

dianggap mampu memberikan manfaat bagi setiap negara misalnya seperti

pemenuhan kebutuhan barang tertentu yang hanya diproduksi di daerah tertentu,

memperoleh keuntungan dari spesialisasi produk, memperluas pasar, dan

menambah keuntungan dari produksi domestik suatu barang yang berlebih

Melalui perdagangan internasional diharapkan perekonomian suatu negara dapat

tumbuh dan memberi manfaat lebih bagi warganya.

Perdagangan internasional merupakana hubungan dagang yang

interaksinya melewati batas-batas negara sehingga hal tersebut tidak akan lepas

dari sebuah aturan dan atau sistam. Sistem perdagangan internasional dirancang

sedemikian rupa sehingga sifatnya transparan, predictable, equitable, bebas dan

fair, sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pihak yang

terlibat dalam perdagangan tersebut. Selain itu prinsip dasar dari perdagangan

internasional harus bersifat nondiskriminasi, perlakuan yang sama terhadap

1
barang impor di pasar domestik, dan saling memberikan konsesi dan resiprokal

(General Agreement on Tariffs and Trade, 1947, p. 1).

General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) tahun 1947 merupakan

awal dari sebuah perjanjian liberalisasi dagang yang bertujuan pada pengurangan

hambatan tarif (tariff barrier), kuota, dan hambatan non tarif (non-tariff barrier)

dalam perdagangan internasional yang ditandatangani oleh 23 negara di Jenewa,

Swiss. Hingga tahun 1994 semakin banyak negarao yang terlibat dalam GATT

dengan ditandatanganinya oleh 123 negara. Hal tersebut menujukkan adanya

keinginan besar dari negara-negara terhadap keterbukaan pasar dan penghapusan

trade barrier.

Mempunyai spesialisasi produk-produk tertentu menjadi keuntungan

tersendiri bagi sebuah negara. Terlebih ketika industri dalam negeri yang lebih

efisien dibandingkan negara lain yang memproduksi produk yang sama. Hal

tersebut menjadikan sebuah negara memiliki cukup sumber daya untuk memenuhi

kebutuhan domestik dan ketika over production terjadi sebuah negara bisa

menjualnya melalui perdagangan internasional.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi strategis Indonesia. Luas

lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia per tahun 2016 diestimasikan mencapai

11.672.861 hektar dengan total produksi minyak kelapa sawit yang mencapai

33.500.691 ton (Direktorat Jendral Perkebunan Indonesia, 2016). Kelapa sawit

memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena dapat diolah menjadi beberapa produk

turunan seperti yaitu minyak sawit kasar yang lebih dikenal dengan crude palm oil

(CPO) dan inti sawit yang akan menghasilkan minyak inti sawit kasar crude palm

2
kernel oil (CPKO). Kedua produk turunan kelapa sawit sawit tersebut merupakan

bahan dasar produk oleokimia dasar seperti asam lemak (fatty acid), lemak

alkohol (fatty alcohol), amina lemak (fatty amine), dan gliseril.

Produk olahan kelapa sawit Indonesia misalnya lemak alkohol merupakan

salah satu bahan utama pembuatan produk surfaktan. Surfaktan merupakan bahan

baku untuk membuat beberapa produk pembersih sehari-hari seperti detergen cair,

sampo, serta bahan baku kosmetik, dan lain-lain. Hampir 75% dari total bahan

baku produk-produk tersebut menggunakan lemak alkohol. Sehingga membuat

pasar produk lemak alkohol sangat menjanjikan.

Dalam perdagangan Internasional produk oleokimia yaitu oleokimia alami

yang diekstraksi dari lemak nabati maupun hewani dan oleokimia buatan yang

diperoleh dari petrokimia (minyak bumi) tetapi sangat susah teruarai

dibandingkan dengan produk oleokimia alami. Produk oleokimia yang berbahan

dasar petrokimia telah diteliti bersifat karsinogenik sehingga membuat

kebanyakan industri yang meproduksi surfaktan beralih ke produk oleokimia

berbahan dasar minyak nabati (Economic Research Service United Stated

Department of Agriculture, 1995, p. 16). Karena sifatnya yang mudah terurai (bio-

degradable), produk oleokimia alami lebih diminati pasar internasional. Selain itu

produk oleokimia alami menggunakan bahan baku kelapa sawit meningkat hampir

9% pertahunnya (Badan Litbang Pertanian Kementrian Republik Indonesia, 2006,

p. 6).

Ketatnya aturan Uni Eropa terhadap tingkat keamanan bahan kimia

menjadikan Uni Eropa sebagai pasar utama oleokimia alami Indonesia. Uni Eropa

3
merupakan salah satu pasar sratetegis Indonesia. Berdasarkan data yang

dikeluarkan Market Access Database European Comission, per tahun 2016

Indonesia mengekspor 20 persen dari total kuantitas impor Uni Eropa sebanyak

184.301.000 kg. Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara pengekspor

produk lemak alkohol ke Uni Eropa dimana Malaysia menempati urutan pertama

lalu Amerika Serikat di urutan kedua.

Selama beberapa tahun terakhir terjadi beberapa perubahan kebijakan

terkait proteksi perdagangan demi melindungi industri dalam negeri sehingga

tidak terjadinya injury. Perubahan kebijakan ini dimulai ketika perjanjian terkait

liberaisasi perdagangan internasional di Uruguay Round yang berkesesuaian

dengan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). GATT menjadi

perjanjian multirateral penghapusan preferensi secara timbal balik yang

menguntungkan semua pihak. Uruguay Round kemudian menghasikan Organisasi

Perdagangan Dunia (World Trade Organisation).

Liberalisasi perdagangan selain membawa manfaat ternyata juga

membawa persoalan. Persoalan dalam perdagangan international yang kerap

dihadapi oleh tiap negara yaitu dumping, subsidi yang dilarang, diskriminasi

dagang, dll. Sejak terbentuknya World Trade Organisation (WTO), kebijakan

proteksi demi menyelesaikan persoalan perdangan intenasional seperti anti

dumping, countervailing dan safeguard mulai diperkenalkan dan diterapkan.

WTO menjelaskan dumping bahwa (General Agreement on Tariffs and Trade,

1947, p. 10):

“The contracting parties recognize that dumping, by which products of


one country are introduced into the commerce of another country at less

4
than the normal value of the products, is to be condemned if it causes or
threatens material injury to an established industry in the territory of a
contracting party or materially retards the establishment of a domestic
industry.”
Sebagai bentuk respon terhadap praktik dumping, WTO memberikan

ototritas kepada setiap negara-negara anggota untuk menerapkan kebijakan

proteksi dalam bentuk hambatan non-tarif untuk melindungi produsen dalam

negeri pada kondisi tertentu. Hambatan non-tarif merupakan suatu cara yang

diterapkan sebuah negara dalam mengatur perdagangan dengan negara lain.

Kebijakan non-tarif biasanya dibuat untuk melindungi industri yang masih baru di

negara yang ekonominya masih berkembang. Kebijakan non-tarif merupakan

bentuk restrictive trade. Kebijakan non-tarif dalam perdagangan dapat berupa

penetapan kuota impor, embargo, sanctions, dan beberapa jenis hambatan lainnya.

Kebijakan proteksi tersebut tersebut dapat berupa tindakan anti-dumping,

safeguard, atau anti-subsidi. Tindakan anti-dumping dan tindakan countervailing

ditujukan untuk mengatasi impor yang dianggap tidak sehat dari negara tertentu

yang masuk ke dalam pasar domestik yang menyebabkan kerugian bagi industri

domestik yang memproduksi barang sejenis.

Pada Agustus 2010, Uni Eropa menginisiasi diadakannya investigasi

terkait dugaan praktik dumping yang dilakukan oleh Indonesia. Investigasi

tersebut didasarkan pada laporan dua perusahaan Uni Eropa yang memproduksi

lemak alkhol yaitu; Cognis GmbH dan Sasol Olefins & Surfactants GmbH. Kedua

perusahaan tersebut memproduksi 50 persen dari total produksi lemak alkohol Uni

Eropa (European Comission, 2010, p. 12). Kedua perusahaan tersebut mengklaim

bahwa tindakan dumping yang dilakukan Indonesia memberikan kerugian

5
material bagi perusahaan Uni Eropa tersebut. Terdapat dua perusahaan yang

diinvestigasi oleh Uni Eropa yaitu; PT. Ecogreen Oleochemicals dan PT. Musim

Mas. Pada tahun berikutnya Mei 2011, Uni Eropa menerapkan bea-masuk anti-

dumping (anti-dumping measures) terhadap produk lemak alkohol Indonesia.

Kebijakan tersebut tersebut dilandaskan atas dasar praktik dumping yang

dituduhkan kepada Indonesia, Uni Eropa mengenakan BMAD yang berbeda pada

kedua perusahaan tersebut. PT. Ecogreen Oleochemicals dikenakan BMAD

sebesar 6,3& dan PT. Musim Mas dikenakan BMAD sebesar 4,3% (Guzman,

2011).

Melihat tujuan dibentuknya WTO yaitu untuk mengurangi hambatan tariff

(tariff reduction), kuota, dan hambatan non tarif, Indonesia menganggap

penetapan BMAD terhadap produk ekspor lemak alkohol Indonesia bertentangan

dengan tujuan dibentuknya WTO. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk

mengangkat judul mengenai “Strategi Indonesia Menghadapi Kebijakan Anti-

Dumping Uni Eropa (Studi Kasus Produk Lemak Alkohol)”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Sengketa dalam pandangan WTO diartikan sebagai suatu perjanjian yang

telah disepakati yang kemudian dilanggar. Dalam menyelesaikan sengketa

perdagangan, terdapat beberapa cara yang ditempuh pemerintah antara lain

menyelesengkaian sengketa secara bilateral dan penyelesaian sengketa seara

multilateral.

Dalam penulisan ini, akan dibahas langkah yang ditempuh oleh

pemerintah Indonesia dalam menghadapi penerapan tuduhan anti dumping Uni

6
Eropa terhadap produk lemak alkohol Indonesia demi menjaga kestabilan volume

ekspor lemak alkohol Indonesia. Selain itu, juga akan dibahas terkait efektifitas

penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia. Maka dari itu,

penulis telah merumuskan pertanyaan sebagai batasa dalam penulisan skripsi ini

dengan tujuan untuk menghindari kesalahan dalam menganalisis permasalahan

diatas, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak kebijakan anti dumping Uni Eropa?

2. Bagaimana Indonesia merespon kebijakan anti dumping Uni Eropa?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan batasan pada perumusan masalah, penelitian ini bertujuan

untuk:

1. Untuk mengetahui dampak kebijakan anti dumping Uni Eropa

terhadap eksportir produk lemak alkohol Indonesia

2. Untuk mengetahui langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia

menghadapi kebijakan anti-dumping lemak alkohol Indonesia oleh

Uni Eropa.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :

1. Memberi sumbangan pemikiran dan informasi bagi Akademisi

Ilmu Hubungan Internasional, yaitu Dosen dan Mahasiswa dalam

mengkaji dan memahami proses penyelesaian sengketa

7
perdagangan khususnya terhadap penyelesaian sengketa BMAD

produk lemak alkohol Indonesia oleh Uni Eropa.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi setiap aktor Hubungan

Internasional, baik individu, organisasi, pemerintah, maupun

organisasi non-pemerintah baik dalam level nasional, regional,

maupun internasional tentang perumusan strategi penyelesaian

sengketa perdagangan internasional.

D. Kerangka Konseptual

1. Hambatan Non Tarif

Jenis hambatan yang paling sering digunakan dalam perdagangan

internasional yaitu hambatan non tarif. Meskipun pada dasarnya hambatan non

tarif merupakan bentuk diskriminasi perdagangan yang bertentangan dengan

prinsip GATT yaitu most-favoured nation dan juga prinsip equal treatment

terhadap semua partner dagang. Pada kondisi tertentu, kebijakan terkait hambatan

non tarif diperbolehkan ketika salah satu atau lebih partner dagang sebuah negara

melanggar ketentuan WTO.

Salah satu bentuk praktik kecurangan dalam WTO yaitu dumping.

Dumping merupakan istilah yang digunakan dalam perdagangan internasional

yaitu aktivitas dagang dimana harga barang yang diekspor dibawah nilai yang

wajar (normal value) atau dibawah harga barang tersebut di negerinya seniri, atau

dari harga jual kepada neda negara lain pada umumnya yang berimplikasi

terhadap produsen pesaing di negara pengimpor (Elly Erawaty, 1996, p. 39).

8
Beberapa alasan suatu negara melakukan dumping diantaranya (Wilig, 1998, pp.

61 - 66) :

a. Predatory dumping, dumping yang dilakukan untuk mematikan

pesaing agar dapat memonopoli pasar barang tertentu

b. Cycling dumping, dumping yang dilakukan akibat kelebihan jumlah

barang tertentu dalam negeri akibat menurunnya permintaan terhadap

barang tersebut

c. Market expansion dumping, dumping yang dilakukan dengan cara

menetapkan mark up harga yang lebih rendah kaitannya dengan

besarnya permintaan pasar yang meninggi jika harga yang ditawarkan

rendah.

d. State-trading dumping, dumping yang dilakukan dengan motif untuk

menarik mata uang asing dan atau memperbesar cadangan devisa

negara

e. Strategic dumping, dumping yang dilakukan dengan berbagai strategi

kepada negara pengimpor yaitu dengan cara penerapan non-tariff

barrier seperti kuota barang yang masuk dari negara pengimpor dan

menjual barang yang sama yang di produksi dalam negeri ke pasar

internasional dengan harga yang lebih rendah. Dumping ini dilakukan

dengan tujuan untuk memonopoli pasar suatu barang tertentu.

World Trade Organization (WTO) memperkenankan bentuk-bentuk

kebijakan Trade Remedies sebagai respon terhadap unfair trade practices seperti

9
dumping antara sesama negara anggota WTO.1 Bentuk dari trade remedies

diataranya adalah anti dumping, anti-subsidy, dan safeguard. Anti dumping

merupakan tindakan yang diterapkan oleh negara pengimpor kepada negara

pengekspor. Kebijakan anti dumping hanya dterapkan ketika hasil dari investigasi

terbukti bahwa praktik dumping yang dilakukan negara pengimpor menyebabkan

kerugian (injury) industri negara pengimpor. Kebijakan anti dumping biasanya

diwujudkan dalam bentuk pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang

penerapannya dalam jangka waktu yang panjang untuk mencegah timbulnya

kembali dan atau mengurangi kerugian yang terus berlanjut pada industri

domestik negara pengimpor. Penetapan kebijakan anti dumping tidak bersifat

mandatory bagi negara anggota WTO melainkan sifatnya hanya permissive

meskipun dalam proses investigasi terbukti adanya injury (World Trade

Organization, 2007, p. 541).

2. Organisasi Internasional

Argumen yang paling popular saat ini ketika berbicara tentang organisasi

internasional yaitu selalu menggunakan pendekatan globalisasi. Pendekatan yang

menggunakan konsep globalisasi dalam organisasi internasional diakibatkan oleh

adanya pengaruh transnasional mulai dari penanaman modal asing hingga

degradasi lingkungan yang membatasi lingkup gerak negara dalam pengambilan

keputusan secara unilateral melainkan secara multilateral (Barkin, 2006, p. 7).

Sebagai contoh kebijakan proteksi dagang dapat dievaluasi kembali melalui DSB

1
Istilah Trade Remedies digunakan oleh Uni Eropa sebagai Trade Deffence Instrument yang
terdiri dari Antidumping, Antisubsidy, dan Safeguard. Anti dumping dan Antisubsidy tergolong
dalam kategori unfair trade practices.

10
dengan melibatkan contracting parties dan third parties hanya jika negara-negara

tersebut tergabung dalam organisasi internasional yaitu WTO 2.

Definisi organisasi internasional menurut Clive Archer formal, continuous

structures established by agreement between members… from two or more

sovereign states with the aim of pursuing the common interest of membership

(Meierhenrich, 2012, p. 85). Organisasi internasional sejatinya menjadi bagian

dari aturan internasional dan aturan internasional merupakan hal yang paling

esensial dari organisasi internasional itu sendiri, terutama organisasi internasional

seperti WTO. Birbeck menyatakan bahwa sebagian besar kajian mengenai tata

kelola dan reformasi kelembagaan menyetujui bahwa tujuan dibentuknya WTO

yaitu untuk melindungi perdangang internasional dengan menggunakan

pendekatan yang berbasis aturan serta multilateral. (VanGrasstek, 2013, p. 6)

3. Dispute Settlement Dalam Perdagangan

Sengketa dalam perspektif WTO secara sederhana diartikan sebagai

pelanggaran dalam sebuah agreement. Negara anggota WTO telah sepakat bahwa

jika salah satu negara anggota melanggar aturan perdagangan, negara anggota

sepakat untuk menyelesaikan sengketa dagang secara multilateral alih-alih

mengambil sebuah tindakan secara unilateral.

Sengketa dalam perdagangan muncul ketika salah satu atau beberapa

negara anggota WTO.mengambil sebuah kebijakan perdagangan dimana satu atau

beberapa anggota menganggap kebijakan terseut melanggar ketentuann WTO

2
Contracting parties diartikan sebagai aktor negara yang sedang terlibat dalam sengketa
perdagangan sedangkan third parties diartikan sebagai pihak negara yang mempunyai interst
terhadap kasus yang sedang dihadapi contracting parties

11
yang telah disepakati bersama (World Trade Organization, 2015, p. 55). Selain itu

sengketa juga muncul ketika satu pihak tidak memenuhi kewajiban yang telah

disepakati sebelumnya. Selain itu, dalam penyelesaian sengketa, pihak ketiga bisa

berpartisipasi jika pihak ketiga tersebut mempunyai interest dalam sengketa

tersebut dan bisa memberikan pandangan terhadap kasus tersebut.

Prosedur penyelesaian sengketa tercantum dalam GATT lama, tapi GATT

tersebut belum memiliki jadwal yang tetap, peraturan yang tidak

terimplementasikan, dan juga banyak kasus yang tidak terselesaikan dalam waktu

yang lama. Perjanjian yang dibuat dalam Putaran Uruguay memperkenalkan

proses penyelesaian yang lebih terstruktur dan juga tahap-tahap penyelesaian yang

lebih jelas.

Penyelesaian sengketa melalui Dispute Settlement Body (DSB) WTO,

prosedurnya mirip dengan prosedur peradilan tribunal. Selain itu, penyelesaian

sengketa juga biasanya dilakukan dengan melibatkan pemerintah-pemerintah yang

sedang bersengketa. Penyelesaian pada tahap ini selalu dimulai dengan melakukan

konsultasi dengan pihak pihak terkait. Konsultasi antara pemerintah masih

menjadi preferensi paling utama dan menjadi langkah awal dalam penyelesaian

sengketa yang ditempuh dalam penyelesaian sengketa sebagaimana WTO

memberikan wewenang kepada pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan

permasalahannya sendiri dengan harapan dapat tercapainya keputusan saling

memuaskan dari pihak yang bersengketa.

12
E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif secara umum memberi gambaran, informasi dan data tentang

fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian. Penelitian ini

dijabarkan secra deskriptif, yaitu peneliti menjabarkan penelitiannya

dengan mnggunakan pola penggabaran fakta disertai dengan argument

yang memiliki relevansi dengan data yang telah dijabarkan. Kemudian,

hasil penjabaran tersebut dilanjutkan dengan analisis untuk menarik

kesimpulan yang bersifat analitik.

2. . Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data, penulis menelaah sejumlah

literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti berupa buku, jurnal,

dokumen, artikel dalam berbagai media, baik internet maupun surat kabar

harian. Adapun bahan-bahan tersebut diperoleh dari beberapa tempat yang

telah penulis kunjungi, yaitu:

- Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia

-Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin

-Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

3. Jenis Data

Jenis data yang penulis gunakan adalah data sekunder. Data

sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi literatur. Seperti

13
buku, jurnal, artikel, majalah, handbook, situs internet, institut dan

lembaga terkait. Adapun, data yang dibutuhkan adalah data yang berkaitan

langsung dengan penelitian penulis tentang strategi Indonesia merespon

kebijakan anti dumping Uni Eropa.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam

menganalisis data hasil penelitian adalah teknik analisis kualitatif. Adapun

dalam menganalisis permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta

yang ada, kemudian menghubungkan fakta tersebut dengan fakta lainnya

sehingga menghasilkan sebuah argumen yang tepat. Sedangkan, data

kuantitatif memperkuat analisis kualitatif.

5. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan oleh penulis ialah metode

deduktif, yaitu penulis mencoba menggambarkan secara umum masalah

yang diteliti, kemudian menarik kesimpulan secara khusus.

14
BAB III

PRODUK LEMAK ALKOHOL DAN TUDUHAN DUMPING UNI EROPA

A. Gambaran Objektif Industri Produk Lemak Alkohol Indonesia

Oleokimia pada dasarnya merupakan produk kimia yang berasal dari

minyak hewani maupun nabati. Pengolahan minyak nabati menjadi produk

olekimia memberikan nilai tambah bagi produk itu sendiri. Beberapa jenis

oleokimia diantara yaitu asam lemak (ftty acid), lemak alkohol (fatty alcohol), dan

gliserin. Pada tahun 2006, hasil olahan minyak nabati menjadi produk oleokimia

yaitu 16% dari total produksi minyak nabati dunia (Rupilius & Ahmad, 2006, p.

15). Penggunaan produk oleokimia digunakan pada industri kimia dan industri

makanan (Rupilius & Ahmad, 2006, p. 15). Beberapa bahan baku pembuatan

lemak alkohol berasal dari lemak hewani, serabut kelapa sawit, kedelai, kanola,

rapa (rapessed), bunga matahari, kelapa, dan sawit.

Salah satu bahan baku penghasil produk oleokimia Indonesia yaitu minyak

nabati kelapa sawit. Menurut Arianto, industri kelapa sawit Indonesia memiliki

prospek yang cerah karena alasan-alasan berikut (Yoyo, 2014, pp. 1-2):

a. Kebutuhan minyak nabati meningkat seiring dengan meninkatnya

populasi penduduk

b. Kelapa sawit masih memiliki potensi produksi paling tinggi

dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.

37
c. Keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia antara lain masih

tersedianya lahan dengan iklim yang sesuai dengan kelapa sawit

serta tersedianya tenaga kerja yang relative lebih murah dengan

jumlah yang cukup besar.

d. Dikembangkannya kebijakan deregulasi dan debirokratisasi terkait

kelapa sawit.

e. Berkembangnya industri hulu kelapa sawit maupun industri hilir

olekimia kelapa sawit serta industri pangan (oleofood)

Produksi CPO dan CPKO Indonesia merupakan yang terbesar di dunia.

Total perkiraan produksi kelapa sawit Indonesia di tahun 2017 yaitu 35.359.384

Ton. Total produksi tersebut naik kurang lebih 100% dalam 10 tahun terakhir.

Grafik 3.1 Produksi Kelapa Sawit Indonesia

40

35

30
Produksi (Juta Ton)
25

20

15

10
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, Kementrian Pertanian, Statistik Perkebunan Indonesia,


Kelapa Sawit, 2016, p. 3 (data diolah)

38
Indonesia saat ini mengekspor kurang lebih 40an jenis produk berbasis

kelapa sawit. Dibandingkan dengan negara-negara kawasan ASEAN, Malaysia

masih menjadi negara pengekspor produk berbasis kelapa sawit terbanyak dengan

jumlah kira-kira melebihi 100 jenis produk (Yoyo, 2014, p. 2). Mengolah sawit

mentah memberikan nilai tambah jual yang tinggi bagi produk olahan kelapa

sawit yang dihasilkan.

Permintaan produk oleokimia dunia khusunya lemak alkohol terus

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal tersebut dikarenakan semakin

beragamnya penggunaan produk oleokimia dalam berbagai kebutuhan sehari-hari,

meningkatnya jumlah penduduk dunia, serta meningkatnya pendapatan perkapita

berbagai negara (Yoyo, 2014, p. 6). Peningkatan permintaan lemak alkohol nabati

Indonesia juga dikarenakan beberapa keunggulan yang dimilikinya diantaranya

harga yang relative lebih murah, sumber minyak nabati yang dapat diperbaharui,

dan produknya lebih ramah lingkungan (degadrable) (Yoyo, 2014, p. 6).

Beberapa alasan mengapa produksi lemak alkohol bergeser secara massif

di kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara berdasarkan LMC Internasional di

tahun 2009 yaitu (Yoyo, 2014, pp. 6-7)

a. Ketersediaan bahan baku dari minyak kelapa sawit (CPO dan

CPKO).

b. Biaya operasional dan capital yang lebih murah di Asia

dibandingkan dengan Amerika Utara atau Eropa. Selain karena

39
ketersediaan bahan baku yang lebih banyak, industri di kawasan

asia cenderung lebih besar dan efisien.

c. Insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah di kawasan Asia

khusunya untuk industri lemak alkohol di Malaysia dan Indonesia

telah mendorong kapasitas produksi lemak alkohol di Asia.

d. Stagnan-nya produksi lemak sapi (tallow) di kawasan Amerika

Utara dan Eropa.

e. Industri miyak kelapa sawit Indonesia berkembang kemudian

setelah Malaysia sehingga industri asam lemak alkohol di Indonesi

juga menyusul kemudian perkembangannya

f. Biaya pengiriman melalui jalur laut yang lebih efisien dari Asia

Tenggara ke pasar utama lemak alkohol dunia.

Berdasarkan data dari Kementrian Perindustrian, Indonesia lebih unggul

dibandingkan dengan Malaysia dari hal ekspor produk mentah CPO dan CPKO

(Yoyo, 2014, p. 7). Hingga tahun 2011, Indonesia mengekspor hasil perkebunana

kelapa sawitnya dalam bentuk mentah (raw material) sekitar 60%, sisanya

kemudian diekspor dalam bentuk produk olahan dan ditahun setelahnya Indonesia

mulai mengekspor lebih banyak produk olahan dibandingkan dengan produk

mentah CPO dan CPKO (termasuk didalamya produk lemak alkohol) (Yoyo,

2014, p. 7). Produk olahan kelapa sawit punya nilai tambah lebih di bandingkan

dengan menjual mentah produk kelapa sawit. Kementrian Perindustrian

menjelaskan bahwa produk hilir kelapa sawit seperti lemak alkohol memiliki nilai

tambah beberapa kali lipat (Yoyo, 2014, p. 11)

40
Tabel 3.1 Nilai Tambah Produk Hilir Kelapa Sawit

Produk Nilai Tambah


(dari CPO/CPKO)
(%)
CPO 0
Minyak Goreng 60
RDB Stearine 90
Margarine/Shortening 180
Produk-Produk Coklat 200
Asam Lemak 300
Lemak Alkohol 400
Metil Ester 500
Surfaktan 800
Kosmetik 1200
Sumber : (Kementrian Perindustrian, 2012)

Ekspor saturated fatty alcohol Indonesia ke dunia pada tahun 2014 bernilai

USD 495,8 juta dengan tiga negara tujuan utama yaitu Republik Rakyat

Tiongkok/RRT (USD 147,3 juta), Belanda (USD 83,3 juta), dan Amerika

Serikat/AS (USD 76,4 juta). Selama periode 2010-2014, trend ekspor produk

saturated fatty alcohol Indonesia ke dunia tumbuh 8,6% per tahun Namun

demikian, pada Januari-Juli 2015 nilai ekspor saturated fatty alcohol Indonesia ke

dunia mengalami penurunan sebesar 26,1%. (Pusat Kebijkan Perdagangan Luar

Negeri, Kementrian Perdagangan, 2015, p. 35).

41
Tabel 3.2 Ekspor Fatty Alcohol Indonesia ke Dunia (Ton)

Tahun Total Ekspor (Ton)

2010 156.128.703
2011 188.129.846
2012 183.412.842
2013 259.780.184
2014 323.860.660
2015 272.412.360
2016 250.818.590
Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah)

Gambar 3.1 Nilai Ekspor Saturated Fatty Alcohol Indonesia ke Dunia

(Juta Dollar AS)

Sumber: (Pusat Kebijkan Perdagangan Luar Negeri, Kementrian Perdagangan, 2015, p. 34)

Belanda merupakan salah satu negara di Uni Eropa dengan tujuan ekspor

ke-2 produk saturated fatty alcohol Indonesia pada tahun 2014 dengan nilai ekspor

mencapai USD 83,3 juta atau 16% dari total nilai ekspor saturated fatty alcohol

Indonesia ke dunia . Jika dibanding kan dengan total ekspor non migas Indonesia

ke Uni Eropa yang mencapai 16,8 miliar (Bank Indonesia, 2016, p. 160), pangsa

ekspor saturated fatty alcohol Indonesia hanya sebesar 0,49%. Namun demikian,

pasar Belanda dan Uni Eropa merupakan pasar yang potensial untuk terus

42
dikembangkan bagi ekspor produk saturated fatty alcohol Indonesia karena selama

periode 2010-2014 terbukti mencatatkan nilai ekspor yang stabil dengan

pertumbuhan di kisaran 3% pertahunnya, dengan pangsa pasar terbesar kedua di

dunia.

Gambar 3.2 Jumlah Ekspor Produk Fatty Alkohol Indonesia ke

Dunia

Sumber: (Pusat Kebijkan Perdagangan Luar Negeri, Kementrian Perdagangan, 2015, p. 35)

Dilihat dari volumenya, ekspor produk saturated fatty alcohol Indonesia

ke dunia pada tahun 2014 berjumlah 353,8 ribu ton dengan tiga negara tujuan

terbesar meliputi RRT (110,9 ribu ton), Belanda (61,1 ribu ton), dan AS (51,4ribu

ton). Selama periode 2010-2014, volume ekspor produk saturated fatty alcohol

Indonesia ke dunia tumbuh 18,5% per tahun. Namun demikian, pada Januari-Juli

2015 volume ekspor saturated fatty alcohol Indonesia ke dunia mengalami

penurunan sebesar 10,2%. Penurunan volume ini salah satunya merefleksikan

melemahnya permintaan produk saturated fatty alcohol Indonesia di pasar

internasional serta menjelaskan mengapa nilai impor produk tersebut juga

mengalami penurunan yang signifikan. Dari sisi volume, pangsa ekspor produk

43
saturated fatty alcohol Indonesia ke Belanda tahun 2014 mencapai 17% dari total

ekspor produk tersebut ke dunia. Volume ekspor ke India pada Januari-Juli 2015

turun 42.84% dibandingkan periode yang sama tahun 2014.

B. Gambaran Objektif Industri Lemak Alkohol Uni Eropa

1. Kebutuhan Produk Lemak Alkohol Uni Eropa

Uni Eropa telah menjadi salah satu mitra dagang strategis Indonesia. Nilai

Ekspor Non-Migas Indonesia ke Uni Eropa berada di urutan ketiga setelah

Kanada dan Amerika Serikat. Nilai ekspor non migas Indonesia ke Uni Eropa per

tahum 2015 mencapai 14.7 Miliar Dollar AS (Bank Indonesia, 2016) dan lemak

alkohol menyumbang sekita 0.36% dari total nilai ekspor ke Uni Eropa.

Pemenuhan kebutuhan lemak alkohol Uni Eropa sangat bergantung

terhadap beberapa negara di kawasan Asia. Salah satu negara pengekspor lemak

alkohol terbesar ke Uni Eropa yaitu Indonesia dan Malaysia. Hal tersebut

dikarenakan Indonesia dan Malaysia memiliki sektor perkebenun kelapa sawit

yang strategis dan melimpah ruah. Indonesia menyumbang kurang lebih

seperempat dari jumlah impor lemak alkohol Indonesia setiap tahunnya.

44
Grafik 3.2 Total Impor Lemak Alkohol Tahun 2010-2016 (Ton)
300,000

250,000

200,000
Total Impor Lemak
150,000
Alkohol Uni Eropa
100,000 (Ton)

50,000

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Market Access Database European Commission (data diolah)

Grafik 3.3 Total Produksi Lemak Alkohol Tahun 2010-2016 (Ton)

70,000
60,000
50,000
40,000
Total Produksi Lemak
30,000 Alkohol Uni Eropa (Ton)
20,000
10,000
0
2010 2011 2012 2013 2015 2016

Sumber : Eurostat (data diolah)

Data diatas menunjukkan bahwa kebutuhan lemak alkhol Uni Eropa diatas

150.000 ton per tahunnya. Total impor lemak alkohol pertahunnya bahkan

melebihi jauh dari total produksi Uni Eropa pertahunnya. Kebutuhan Uni Eropa

terhadap impor lemak alkohol berbanding terbalik dengan total produksinya. Hal

tersebut dapat dilihat dari grafik 3.2 dan 3.3, dijelaskan bahwa rat-rata total

produksi kecuali pada tahun 2013 yaitu diatas 55.000 ton per tahun sedangkan

45
yang terjadi di tahun 2013 produksi menurun dibawah 40.000 ton diikuti dengan

kuantitas impor yang meningkat melebihi 200.000 ton.

Tabel 3.3 Negara-Negara Pengekspor Lemak Alkohol Terbesar ke


Uni Eropa tahun 2007-2016

Jumlah Impor Uni Eropa (Tahun)


No Negara
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 India 19718 23525 19364 28491 19746 18839 16776 5982 1737 2621

2 Indonesia 17335 33507 38128 48351 34367 47017 75523 38062 31875 36848

3 Malaysia 63305 103472 93096 97057 45933 31657 55061 38005 50311 49889

4 Amerika 10115 8879 26354 19900 29614 36332 32827 29798 35085 40132
Serikat
Sumber : Market Access Database European Commission (data diolah)

Pada tabel diatas dijelaskan bahwa Indonesia dan Malaysia masih menjadi

negara pengekspor terbanyak lemak alkohol ke Uni Eropa. Sebagaimana yang

dijelaskan sebelumnya, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam dalam

hal industri kelapa sawit dan inti sawit dari segi luas lahan dan total produksi

sama halnya dengan Malaysia. Indonesia pada tahun 2016 sendiri memasok 20%

dari total impor lemak alkohol UE dan Malaysia memasok sekitar 27% serta

Amerika Serikat sebanyak 21.7%. Nilai ekspor ke UE pada tahun 2016 Indonesia

berada di peringkat krtiga setelah Malaysia dan Amerika Serikat dengan total

448.8 juta Euro.

46
Tabel 3.4 Nilai Ekspor Lemak Alkohol ke Uni Eropa Tahun 2010-2016

Nilai Ekspor Lemak Alkohol ke Uni Eropa (Juta Euro)


Negara
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Amerika Serikat 24,176 41,444 52,544 47,936 45,752 58,883 62,381
India 31,918 36,448 31,396 18,925 7,566 3,122 3,095
Indonesia 60,657 72,971 69,084 82,383 46,918 35,079 48,850
Malaysia 115,704 93,003 50,517 68,699 52,505 59,934 68,579
Afrika Selatan 4,171 12,151 17,610 11,442 7,798 7,455 12,938
Sumber : Market Access Database European Commission (data diolah)

2. Produksi Lemak Nabati Uni Eropa Sebagai Bahan Baku Lemak

Alkohol

Dalam kurun waktu antara 1990-2016, supply-demand minyak nabati di

UE meningkat hampir dua kali lipat dari 12,6 juta ton menjadi 24.3 juta ton.. Pada

tahun 1999, UE mampu memenuhi 93% konsumsinya dari produksi domestiknya,

namun pada tahun 2016, dengan konsumsi minyak nabati sebanyak 22.7 juta ton,

kesediaan domestik hanya mencapai 15.36 juta ton. Gap pada tahun 2016 kurang

lebih sekitar 30 persen. Pada tahun 2016, impor minyak nabati berupa Crude

Palm Oil, Sun Flower Oil, Rapessed Oil, dan Soybean Oil masing masing

sebanyak 7,2 juta ton, 1,3 juta ton, 300 ribu ton, dan 250 ribu ton (Gabungan

Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, 2017).

Kontribusi minyak sawit mencapai 80% dari total impor nabati

dibandingkan dengan minyak kedelai (soybean oil), miyak bunga matahari

(sunflower oil), dan minyak rapa (rapessed oil). Selain itu 60% dari total impor

kelapa sawit UE merupakan pasokan dari Indonesia. Hal tersebut memberi pesan

yang kuat bahwa komoditas produk kelapa sawit dan turunannya memiliki peran

yang penting dalam memenuhi konsumsi UE.

47
Minyak nabati Uni Eropa umumnya menghasilkan dua jenis minyak nabati

yaitu minyak bunga matahari dan minyak rapa. Kedua komoditas tersebut menjadi

komoditas utama yang dihasilkan UE. Parlemen UE juga tengah mendapatkan

tekanan dari petani minyak rapa dan minyak bunga matahari UE yang kemudian

menjadi perhatian bagi parlemen UE untuk melindungi kepentingan domestiknya

(Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, 2017).

Kedudukan minyak sawit di Uni Eropa, bisa dilihat sebagai barang

substitusi dimana minyak sawit memiliki harga yang relative lebih rendah

dibandingkan dengan minyak bunga matahari dan minyak rapa. Pada tahun 2015,

rasio perbandingan minyak sawit dan minyak rapa yaitu 0.67 dimana harga

minyak rapa sebanyak dua ton setara dengan harga minyak sawit. Dengan rasio

harga 0.67 Uni Eropa diuntungkan sebesar 1 ton minyak sawit dengan jumlah

uang yang sama. Bahkan ketika rasio haraga minyak sawit dan minyak rapa

mendekati satu, kedudukan minyak sawit masih dianggap sebagai complementary

diakarenakan demand Uni Eropa yang besar dan produksi domestiknya yang tidak

cukup (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, 2017).

48
Tabel 3.5 Permintaan-Penawaran Minyak Nabati di Uni Eropa Tahun 2010-
2016 berdasarkan US Department of Agriculture

Supply Demand
Tahun
Produksi Impor Stok Awal Jumlah Konsumsi Ekspor Stok Akhir Jumlah
2010 13760 7712 -143 21329 20759 841 -271 21329
2011 14199 8272 -271 22200 20709 1179 312 22000
2012 14465 8983 312 23760 22108 1713 -61 23760
2013 15753 9263 -61 24955 22964 1449 542 24955
2014 16419 8665 542 25626 23924 1785 -83 25626
2015 15775 8947 -83 24639 23019 1694 -74 24639
2016 15364 9050 -74 24340 22736 1550 54 24340
Sumber : (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, 2017) (data diolah)

Produksi minyak nabati Uni Eropa meliputi tiga komoditas yaitu minyak

kedelai, minyak rapa, dan minyak bunga matahari. Minyak sawit tidak tumbuh di

daratan eropa dikarenakan minyak tersebut merupakan komoditas perkebunan

yang hanya tumbuh di daerah tropis. Pada tahun 2000. UE masih bisa memenuhi

kebutuhan domestiknya sebanyak 81% (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit

Indonesia, 2017). Hingga pada tahun 2010, UE hanya mampu memenuhi 66%

kebutuhan domestiknya dan pada tahun 2016 produksi minyak nabatinya hanya

mampu memenuhi 60% dari total konsumsinya.

49
Gambar 3.3 Pola Produksi Minyak Nabati Uni Eropa Tahun 1999-2016

Sumber : (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, 2017)

Gambar 3.4 Pola Konsumsi Minyak Nabati Uni Eropa Tahun 1999-2016

Sumber: (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, 2017)

50
Pada tahun 1999 hingga 2016, pola konsumsi dan produksi minyak rapa

berada pada urutan pertama dikarenakan hingga pada tahun 2008 produksi minyak

rapa mengalami trend yang positif sebesar 7,8% pertahunnya, dimana produksinya

bertambah sekitar 449 ribu ton pertahunnya. Sedangkan minyak kedelai dan

bunga matahari mengalami trend penururunan sebesar -0.5% pertahunnya. Laju

penurunan produksi minyak kedelai lebih besar dibandingkan minyak bunga

matahari dengan rata- rata penurunan 24 ribu ton per tahun sedangakan minyak

bunga matahari berkurang sebanyak 23.56 ribu ton per tahunnya sejak 2008.

Dikarenakan pola konsumsi yang terus meningkat dan tidak dibarengi

dengan pola produksi yang meningkat pula, maka alternatif yang dipilih Uni

Eropa yaitu dengan memasok minyak sawit sebanyak 31% dari total

konsumsinya. Konsumsi minyak nabati RPO dan CPO terus mengalami

peningkatan sejak tahun 1999. RPO dan CPO turut menyumbang masing-masing

33% dan 27% dan terus meningkat hingga 42% dan 31% di tahun 2016. Saat ini

industri domestik minyak nabati sangat bergantung terhadap produsen minyak

rapa dikarenakan stagnannya serta menurunnya produksi minyak nabati lainnya

seperti minyak bunga matahari dan minyak kedelai.

51
Gambar 3.5 Widening Gap Minyak Nabati Uni Eropa Tahun 1999-2016
Berdasarkan United States Department of Agriculture

Sumber : (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, 2017)

Jika dilihat trend produksi dan konsumsi minyak nabati Uni Eropa dari

tahun 1999 hingga 2016. Jumlah total produksi minyak rapa masih belum bisa

memenuhi konsumsi domestik UE. Hal yang sama juga terjadi dengan minyak

bunga matahari. Minyak kedelai yang kurang lebih produksinya sebanyak 13%

dari produksi total habis digunakan untuk konsumsi domestik. Dalam kurun

waktu 1999-2016 widening gap produksi dan konsumsi sebesar 34 %.

Ketergantungan Uni Eropa terhadap minyak nabati sangatlah besar sebagai

bahan baku yang dapat diolah menjadi berbagai produk hilir yang bernilai jual

tinggi. Indistri yang tidak menopang kebutuhan domestik UE membuat UE harus

mengambil tindakan yaitu mengimpor minyak nabati dengan jenis lain dalam

jumlah yang lebih besar. Uni Eropa tidak bisa mengandalkan bahan baku minyak

nabati yang diproduksi oleh produsen domestiknya. Selain dikarenakan

pertumbuhan produksi yang cenderung stagnan dan menurun, produk minyak

nabati seperti minyak bunga matahari, minyak kedelai dan minyak rapa

52
merupakan komoditas thin market di pasar dunia karena volume yang bisa

diperdagangkan sangatlah kecil.

C. Kasus Dumping Serupa Dan Sentimen Terhadap Produk Turunan

Minyak Sawit Indonesia Oleh Uni Eropa

1. Tuduhan Dumping Uni Eropa Terhadap Produk Biodiesel Indonesia

Sejak tahun 2006, Indonesia telah melakukan kebijakan biofuel seiring

dengan upaya Indonesia mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, serta

mendorong penggunaan energi terbarukan. Biofuel Indonesia merupakan biodiesel

berbasis minyak sawit. Kemajuan produksi biodiesel pun didukung oleh kebijakan

pemerintah yang memberlakukan CPO Supporting Fund, dan mendukung

subsisdi bagi produsen biodiesel karena harganya yang mahal dibandingkan

dengan diesel fosil. Meningkatnya produksi biodiesel Indonesia mendorong

pertumbuhan ekspor yang pesat , terutama ke Uni Eropa. Namun untuk

melindungi produk domestiknya, UE menciptakan hambatan perdagangan yaitu

dengan pengenaan pajak impor yang tinggi dengan tuduhan adanya praktik

dumping yang dilakukan Indonesia. Bea Masuk Anti Dumping yang diberlakukan

UE cukup besar yaitu di kisaran 8.8% - 23.3% (76.94 euro hingga 178.85 euro)

per ton .

BMAD yang dikenakan Uni Eropa menyebabkan ekspor biodiesel

Indonesia ke Uni Eropa menurun tajam. Kinerja ekspor Indonesia untuk

komoditas bioedisel ke UE turun dari total nilai 635 juta Dollar AS pada tahun

2013 menjadi 150 juta Dollar AS pada 2016 (Gumetar, 2018). Hal tersebut

53
dianggap merugikan industri biodiesel Indonesia dan dianggap tidak mematuhi

aturan WTO dalam Anti Dumping Agreement (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit

Indonesia, 2017).

Tuduhan dumping juga berasal dari Amerika Serikat dikarenakan

anggapan Dewan Biodiesel Nasional AS bahwa penjualan biodiesel yang jauh di

bawah biaya produksi. Pada tahun 2014, Indonesia mengambil pansa pasar

produsen domestik AS sebesar 18.3%. Hal tersebut dianggap berdampak negative

terhadap produsen AS.

Demikian dengan Uni Eropa, pada November 2013, UE telah

memberlakukan BMAD untuk impor biodiesel dari Argentina dan Indonesia

dengan memberlakukan pajak tambahan 24.6% dan 23.3% yang didasarkan pada

keputusan European Commission setelah melakukan penyelidikan selama 15

bulan yang dilakukan sejak 2012. Dampak yang ditimbulkan oleh pengenaan

BMAD yaitu melambung tingginya harga impor melebihi harga biodiesel yang

diproduksi di UE. Selain itu, pengenaan BMAD juga telah membuat ekspor diesel

ke UE menurun sebanyak 36% di tahun 2013 (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit

Indonesia, 2017). Terkait dengan ini, pemerintah Indonesia melalui Kementrian

Perdagangan mengajukan kasus ini ke WTO.

54
Setelah melalui beberapa proses penyelesaian sengketa perdagangan di

WTO. Indonesia memenangkan gugatan yang diajukan terhadap Uni Eropa atas

pengenaan BMAD pada produk biodiesel Indonesia. Hasil akhir DSB WTO

memenangkan enam gugatan Indonesia atas Uni Eropa. Hal tersebut memberikan

harapan untuk terbuka lebarnya kembali pasar biodiesel Indonesia di UE setelah

mengalami penurunan nilai ekspor sebesar 42.84% antara tahun 2013 hingga

2016. Catatan terburuk jatuhnya nilai ekspor biodiesel Indonesia yaitu pada tahun

2015 dengan nilai ekspor yaitu 68 juta Dollar AS.

Berdasarkan hasil putusan DSB WTO, terdapat beberapa inkonsistensi

yang dilakukan Uni Eropa terhadap perjanjian Anti Dumping WTO selama proses

penyelidikan dumping hingga penetapan BMAD atas impor biodiesel asal

Indonesia. UE dianggap tidak menggunakan data yang disampaikan eksportir

Indonesia dalam menghitung biaya produksi dan normal value. UE juga tidak

menggunakan data biaya-biaya yang terjadi di Indonesia pada penentuan normal

value sebagai dasar penentuan margin dumping.

Selain itu, Uni Eropa juga dianggap menetapkan batas keuntungan yang

terlalu tinggi untuk industri biodiesel di Indonesia. UE juga menetapkan pajak

BMAD yang lebih tinggi dari margin dumping. Selain itu UE juga tidak dapat

membuktikan material injury yang dialami oleh industri domestik UE.

55
D. Tuduhan Dumping Uni Eropa Terhadap Produk Lemak Alkohol
Indonesia

1. Prosedur Penyelesaian Sengketa WTO

Beberapa tahap penyelesaian sengketa WTO yaitu (Syahmin AK, 2006):

a. Konsultasi (Consultation)

Tujuan dari mekanisme penyelesaian sengketa

dagang di WTO adalah untuk menguatkan solusi yang

positif terhadap sengketa. Tahap pertama adalah

kosnultasi para pihak yang bersengketa. Setiap anggota

harus menjawab secara tepat dalam waktu sepuluh hari

untuk meminta diadakan konsultasi dan memasuki

periode konsultasi selama tiga puluh hari setelah waktu

permohonan.

Untuk memastikan kejelasannya, setiap

permohonan untuk konsultasi harus diberitahukan kepada

DSB (Dispute Settlement Body) secara tertulis, kemudian

disebutkan alasan-alasan permohonan konsultasi termasuk

dasar-dasar hukum untuk pengaduan. Bila konsultasi gagal

dan kedua pihak setuju, masalah ini dapat diajukan ke

Direktur Jenderal WTO yang akan siap menawarkan

diadakan good offices konsiliasi atau mediasi dalam

penyelesaian sengketa.

56
b. Pembentukan Panels (Establishment of Panels)

Jika suatu anggota tidak membverikan jawaban untuk

meminta diadakan konsultasi dalam waktu sepuluh hari atau jika

konsultasi gagal untuk diselesaikan dalam waktu enam puluh hari,

penggugat dapat meminta ke DSB untuk membentuk suatu panel

untuk menyelesaikan masalah pembentukan panel. Prosedur ini

menntut DSB untuk segera membentuk panel, selambat-

lambatnya pada sidang kedua dari permintaan panel. Jika tidak,

maka diputuskan secara konsensus. Hal ini dimaksudkan adalah

negara yang digugat tidak boleh menghalangi pembentukan

panel. Dalam hal ini penentuan Term of Reference dan komposisi

panel juga diajukan. Panel harus segera disusun dalam waktu

tiga puluh hari pembentukan.

Sekretariat WTO akan menyarankan tiga orang panelis

yang potsensial pada pihak-pihak sengketa. Jika pihak-pihak

tersaebuy tidak setuju terhadap panelis dalam waktu duapuluh

hari dari pembentukan panel, Direktur Jenderal melakukan

konsultasi kepada ketua DSB dan Ketua Dewan akan

menunjuk panelis. Para panelis akan melayani sesuai dengan

kapasitasnya dan tidak beprgang pada instruksi-instruksi dari

negara yang bersangkutan.

57
c. Prosedur-Prosedur Panel (Panels Procedures)

Pengertian ini menunjukkan bahwa periode dimana panel

melaksanakan pengujian masalah, selanjutnya Term of Reference

dan komposisi panel disetujui, kemudian panel memberikan

laporan kepada para pihak yang bersengketa tidak boleh lebih dari

enam bulan. Dalam hal-hal yang penting, termasuk untuk barang-

barang yang mudah rusak, waktu dapat dipercepat menjadi tiga

bulan. Apabila tidak ada masalah, waktu pembentukan panel ke

sirkulasi laporan kepada anggota tidak boleh lebih dari sembilan

bulan.

d. Penerimaan Laporan Panel ke DSB (Adoption of Panels Reports)

Prosedur WTO menunjukkan bahwa laporan panel harus

diterima oleh DSB dalam waktu enam puluh hari dari

pengeluaran. Jika tidak, satu pihak memberitahukan

keputusannya untuk menarik atau konsesnsus terhadap

pengesahan laporan. DSB tidak dapat mempertimbangkan

laporan panel lebih cepat dari dua puluh hari setelah laporan

tersebut disirkulasikan kepada para anggota. Para anggota yang

merasa keberatan atas laporan itu diwajibkan untuk

menyatakan alasan-alasan secara tertulis untuk disirkulasikan

sebelum diadakan pertemuan DSB di mana laporan panel akan

dipertimbangkan.

58
e. Penijauan kembali (Appelate Review)

Suatu gambaran baru dari mekanisme penyelesaian

sengketa di WTO memberikan kemungkinam penarikan terhadap

salah satu pihak dalam suatu berlangsungnya panel. Semua

permohonan akan didengar oleh suatu badan peninjau (Appellate

Body) yang dibentuk oleh DSB. Badan ini terdiri dari tujuh orang

yang merupakan perwakilan dari keanggotaan WTO yang akan

melayani dalam termin empat tahun. Mereka harus merupakan

orang yang ahli di bidang hukum dan perdagangan internasional,

dan tidak berafiliasi dengan negara mana pun.

Tiga orang anggota dari Appellate Body mendengarkan

permohonan-permohonan mereka dapat membela, mengubah,

atau membatalkan hasil kesimpulan panel sesuai aturan, namun

pengajuan permohonan tidak lebih dari 60-90 hari. Tiga puluh

hari sesudah pengeluaran, lapooran dari Appellate Body harus

diterima oleh DSB dan tanpa syarat diterima oleh pihak-pihak

yang bersengketa. Jika tidak, konsensus akan diberlakukan

terhadap pengesahan ini.

59
f. Implementasi (Implementation)

Kebijaksanaan menekankan bahwa peraturan dari

DSB sangat penting agar mencapai resolusi yang efektif

dari persengketaan- persengketaan yang bermanfaat untuk

semua anggota. Pada pertemuan DSB berlangsung dalam

waktu tiga puluh hari dari adopsi panel, pihak yang

bersangkutan harus menyatakan niat untuk

menghargai impelementasi dari rekomendasi-rekomendasi.

Bila hal itu tidak berguna untuk segera menyetujui, anggota

akan diberikan suatu periode waktu yang beralasan yang

ditentukan oleh Dispute Settlement Body (DSB).

Bila hal itu gagal dalam waktu yang telah ditentukan

itu, diwajibkan untuk mengadakan negosiasi dengan

penggugat untuk menentukan kompensasi yang dapat

diterima kedua belah pihak yang bersengketa. Jika dalam

waktu dua puluh hari tidak ada kompensasi yang

memuaskan yang dapat disetuji, penggugat dapat mohon

otorisasi dari DSB untuk menangguhkan konsensi-konsensi

atau obligasi-obligasi terhadap pihak tergugat. Prosedur

menentukan bahwa DSB menjamin otorisasi ini dalam

waktu tiga puluh hari dari batas waktu “reasonable period

of time”, jika konsensus akan diberlakukan. Jika anggota

yang bersangkutan menolak/berkeberatan terhadap tingkat

60
suspensi, hal tersebut diteruskan pada arbitrase. Hal ini

akan diselesaikan oleh anggota-anggota panel yang asli.

Bila hal ini tidak mungkin dilakukan oleh arbitrator yang

ditunjuk oleh Direktur Jenderal WTO. Arbitrase harus

selesai dalam waktu enam puluh hari dari batas waktu

“reasonable period of time”, dan hasil keputusan harus

diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan sebagai

final, dan tidak diteruskan kepada arbitrase lainnya. DSB

selanjutnya memberi kuasa suspensi dari konsensi-

konsensi secara konsisten dari hasil penyelesaian

arbitrator. Jika tidak, maka akan diadakan konsensus.

2. Periode Investigasi Uni Eropa

Komisi Uni Eropa telah menerima komplain terkait Article 5 of Council

Regulation (EC) No. 1225/2009 tentang kebijakan proteksi terhadap produk impor

dumping yang berasal dari negara-negara yang bukan merupakan anggota Uni

Eropa. Tuduhan tersebut berupa praktik dumping yang ditujukan ke produk lemak

alkohol asal India, Indonesia dan Malaysia dan menyebabkan material ijury

terhadap industry UE. Komplain diserahkan pada tanggal 30 Juni 2010 oleh dua

produsen UE yaitu Cognis GmbH dan Olefins & Surfactants GmbH. Kedua

produsen tersebut dianggap merepresentasikan proporsi yang besar dalam hal

produksi lemak alkohol UE melebih 50% produksi lemak alkohol UE.

61
Dalam proses investigasi yang dilakukan Uni Eropa, dikarenakan

ketiadaan data terkait harga domestik dalam negara peng-impor lemak alkohol

maka tuduhan dumping tersebut dilandaskan pada perbandingan constructed

normal value dan harga ekspor ketika dijual di UE. Constructed normal value

didasarkan pada perkiraan biaya manufaktur, biaya penjualan dan administrasi,

serta keuntungan yang diperoleh. Berdasarkan perbandingan tersebut diketahui

bahwa margin dumping dianggap sigifikan.

Pihak yang mengkomplain mengklaim bahwa telah menyediakan bukti

terkait praktik dumpig yang dilakukan oleh eksportir lemak alkohol. Dalam

klaimnya pihak UE menyatakan bahwa baik volume maupun harga produk impor

tersebut berdasarkan hasil investigasi memberikan dampak negatif terhadap

kuantitas atau jumlah penjualan serta market share yang dialami industri UE. Hal

tersebut juga dianggap berdampak pada performa, kondisi keuangan, dan kondisi

tenaga kerja industri domestik UE.

Pada tanggal 13 Agustus 2010, EC melalui Official Journal of the

European Union mengumumkan bahwa akan dilakukannya investigasi dan

tindakan terkait tuduhan dumping pada eksportir lemak alkohol ke Uni Eropa.

Investigasi tersebut didasarkan pada komplain dari dua perusahaan lemak alkohol

UE yang memproduksi 50% dari total produksi lemak alkohol UE. Cognis GmbH

dan Olefins & Surfactants GmbH berada dalam wilayah hokum Jerman dan

berproduksi di beberapa negara UE yaitu Jerman, Perancis, dan Itali. Selain itu,

dalam proses investigasi, juga dilibatkan importir UE yaitu Oleo Solutions Ltd.

yang berbasis di Inggris, serta pengguna lemak alkohol asal negara tertuduh

62
diantaranya Unilever yang berbasis di Belanda, Henkel AG & Co., yang berbasis

di Jerman, dll. Eksportir Indonesia yang dilibatkan dalam proses investigasi yaitu

PT. Ecogreen Oleochemical dan related trading company yang berbasis di Batam,

Singapura, dan Dessau. Selain PT. Ecogreen Oleochemical, juga dilibatkan PT

Musim Mas dan related trading company yang berbasis di Medan Singapura, da

Hamburg.

Dua eksportir lemak alkohol tersebut melakukan aktifitas ekspor ke Uni

Eropa baik dijual secara langsung ke konsumen maupun melalui related trading

company yang berlokasi di Singapura dan di UE. Perbandingan harga ekspor

dengan nilai normal yang ditetapkan oleh UE menggunakan basis ex-works3.

Selain itu harga barang ekspor ditetapkan berdasarkan harga yang dibayarkan oleh

pihak importir sedangkan bagi perusahaan yang memiliki related trading

company di wilayah UE, harga pembanding yang digunakan yaitu berdasarkan

harga yang dijual oleh related trading company tersebut.

Selama proses investigasi, salah satu perusahaan eksportir Indonesia

mengajukan permohonan penyesuaian harga sebagi bentuk kalkulasi

pertimbangan penentuan margin dumping. Misalnya saja klaim bahwa bentuk

lemak alkohol yang dijual ke Uni Eropa berupa wujud padat dengan harga yang

lebih mahal dibandingkan wujud liquidnya. Permohonan tersebut ditolak karena

perbedaan wujud produk tidak bisa menjadi dasar penyesuaian harga ekspor.

Selain itu permohonan penyesuaian harga juga diajukan oleh pihak yang

3
Ex-works digambarkan sebagai aktifitas perdagangan dimana pembeli meng-cover seluruh biaya
transportasi barang yang akan dibeli. Sebagai contoh, pembeli bertempat tinggal di New York dan
ingin membeli produk kosmetik yang basisnya di Korea Selatan, maka seluruh biaya transportasi
dari Korea Selatan ke New York ditanggung sepenuhnya oleh pembeli.

63
mengkomplain bahwa tarif energi di Indonesia sangat murah dan mendapatkan

subsidi sehingga patut untuk dipertimbangkan. Tetapi permohonan tersebut

ditolak dikarenakan tidak dijelaskan hubungan kausalitas tentang biaya energi

domestik dan produksi ekspor lemak alkohol dapat memengaruhi perhitungan

dumping. Berdasarkan hasil investigasi ditetapkan dumping margin sebagai

berikut :

Tabel 3.6 Margin Dumping Eksportir Lemak Alkohol Indonesia

Perusahaan Penetapan Margin Dumping


PT. Ecogreen Oleochemicals 6.3%
PT Musim Mas 7.6%
Perusahaan Eksportir lainnya 7.6%
Sumber : (Official Journal of European Union, 2011)

Data yang dikeluarkan oleh Official Journal of European Union tahun

2011 menunjukkan beberapa fakta terkait kondisi industri UE sebelum penetapan

BMAD dan investigasi dilakukan. Pada tahun 2007 hingga 2009, total kenaikan

ekspor sebesar 57%. Kenaikan terbesar terjadi antara tahun 2007 hingga 2008

yaitu sebesar 58%. Kemudian mengalami penurunan di tahun 2009 dan kenaikan

yang tidak signifikan di periode investigasi. Selain itu, selama periode sebelum

investigasi, produksi lemak alkohol Uni Eropa menurun sebesar 23% mulai dari

2007 hingga 2009. Penjualan produk domestik juga ikut menurun sebanyak 15%

serta kehilangan 12% pangsa pasar. Selain itu, akibat dari menurunnya aktifitas

produksi lemak alkohol UE turut berdampak pada pengurangan pekerja sebanyak

9% dan penurunan produktifitas hingga 15% mulai dari tahun 2007 hingga 2009.

Hasil data tersebut merupakan respon kuesioner yang dikirimkan baik kepada

eksportir maupun importir lemak alkohol Indonesia.

64
Gambar 3.6 Produksi, Kapasitas Produksi,dan Capacity Utilization Lemak
Alkohol Uni Eropa

Sumber : (Official Journal of European Union, 2011)

Gambar 3.7 Penjualan dan Pangsa Pasar Lemak Alkohol Produksi UE

Sumber : (Official Journal of European Union, 2011)

65
Gambar 3.8 Jumlah Pekerja, Gaji, dan Produktiftas Industri Lemak Alkohol
Uni Eropa

Sumber : (Official Journal of European Union, 2011)

Terkait penentuan bea masuk, pengitungan perlu dilakukan dengan tujuan

untuk menghitung seberapa besar pajak yang perlu dikenakan kepada eksportir

untuk menutupi kerugan yang dialami industri UE. Ketika menghitung jumlah bea

masuk yang akan dikenakan, industri domestik harus mengajukan perkiraan harga

yang rasional dengan menghitung biaya produksi serta keuntungan yang akan

diinginkan dengan scenario dimana kompetisi yang fair terjadi berdasarkan

perspektif industri domestik UE. Oleh karena itu, tingkat eliminasi material injury

dihitung berdasarkan perbandingan harga rata-rata produk impor dan harga target

industri UE. Harga target ditetapkan dengan menghitung harga impas penjualan

66
industri UE, (karena mereka mengalami kerugian selama IP) dan menambah harga

jual ini menjadi margin keuntungan yang ditarget UE. Sebagai hasil ditetapkan

BMAD untuk eksportir lemak alkohol Indonesia sebagai berikut:

Gambar 3.9 Penetapan BMAD oleh Unie Eropa Terhadap Eksportir Lemak
Alkohol

Sumber : Sumber : (Official Journal of European Union, 2011)

67
3. Konsultasi Antara Pihak Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa

Salah satu tujuan utama dari DSU yaitu memberikan kesempatan bagi para

anggotanya yang sedang dalam sengketa perdagangan untuk menyelesaikan

sengketanya sendiri sebagaimana dijelaskan dalam Article 3.7 Dispute Settkement

Understanding Konsultasi secara bilateral merupakan tahap pertama dari

penyelesain sengketa perdagangan secara formal yang dilakukan antara dua pihak

yang sedang bersengketa. Melalui konsultasi, kedua belah pihak yang tengah

bersengketa diberikan kesempatan untuk mendiskusikan dan mencari solusi yang

saling memuaskan bagi kedua pihak tanpa harus berlanjut ke jalur litigasi.

Sejauh ini, kebanyakan sengketa di WTO tidak melewati prosedur

melebihi prosedur konsultasi. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan yaitu;

pertama, kedua belah pihak telah menemukan solusi yang saling menguntungkan;

kedua, penggugat memutuskan untuk tidak melanjutkan sengketanya. Hal tersebut

menjelaskan bahwa tahap konsultasi dalam penyelesaian sengketa masih dianggao

efektif dalam penyelesaian sengketa.

Sama halnya dengan kasus tuduhan dumping Uni Eropa terhadap produk

lemak alkohol telah memasuki tahap konsultasi terhitung tanggal 27 Juli 2012.

Indonesia mengajukan konsultasi dengan WTO dengan mengajukan beberapa isu

terkait kebijakan anti dumping-nya. UE dianggap gagal dalam memperlakukan

eksportir Indonesia dengan related trading company yang berbasis di Singapura.

Indonesia menganggap bahwa eksportir dan related trading company merupakan

single economic entity. Berbeda dengan UE, keduanya dianggap merupakan

entitas yang berbeda dan menjalankan fungsi yang berbeda dalam melakukan

68
kegiatan ekspor lema alkohol. Hal tersebut berdampak pada tidak tepatnya

penghitungan margin dumping yang dilakukan Uni Eropa dikarenakan UE hanya

mengambil harga ketika berada di eksportir Indonesia.

Dalam penutuan margin dumping, Komisi Eropa melakukan penyesuaian

terhadap harga produk lemak alkohol asal Indonesia. Penyesuaian tersebut

dilakukan dengan menghitung nilai transaksi antara produsen dan related trading

company yang berafiliasi dengan produsen di Indonesia dengan asumsi bahwa

kedua entitas tersebut tidak memiliki keterkaitan. Komisi Eropa dalam laporannya

menginvestigasi dua produsen/eksportir asal Indonesia yaitu PT Musim Mas dan

PT Ecogreen Oleochemical. Keduanya menggunakan metode penjualannya yang

sama dalam mendistrbusikan produk lemak alkoholnya ke UE. Kedua produsen

Indonesia tersebut mendistribusikan barang tersebut ke related trading company

mereka yaitu ICOF-S untuk PT Musim Mas dan EOS untuk PT Ecogreen

Oleochemichal. Kedua perusahaan penjualan tersebut kemudian menjual kembali

produk tersebut ke UE.

Dalam proses distribusinya, perusahaan penjualan yang berbasis di

Singapura melakukan negosiasi harga ke pihak importir UE lalu mempersiapkan

dua faktur. Dari total harga yang dinegosiasikan oleh perusahaan penjualan di

Singapura ke UE, perusahaan Indonesia mempersiapkan dua faktur yaitu faktur

pertama diberikan ke pihak produsen asal Indonesia sebanyak 95% dari nilai jual

yang dinegosiasikan dan faktur lainnya diberikan kepada pihak UE sebanyak

100% dari nilai yang telah dinegosiasikan. Hal tersebut dianggap sebagai mark up

69
harga dari entitas satu ke entitas lainnya yang kemudian mempengaruhi nilai jual

produk tersebut.

Produsen lemak alkohol Indonesia berpendapat bahwa related trading

company yang berada di Singapura merupakan entitas yang sama dikarenakan

berada di bawah naungan pemegang saham yang sama dengan produsen lemak

alkohol Indonesia. Uni Eropa berpendapat lain bahwa perusahaan penjualan yang

berada di Singapura merupakan entitas yang independen. Selain itu Indonesia juga

dianggap oleh UE tidak bisa menjelaskan bahwa keduanya merupakan single

economic entity (SEE).

Indonesia menganggap bahwa tidak diterimanya produsen dan related

trading company sebagai SEE. Hal tersbut tentunga mempengaruhi proses

perhitungan margin dumping. UE lebih memilih mengambil harga produk lemak

alkohol ketika berada di Indonesia yatiu 95% dari harga yang dinegosiasikan oleh

perusahaan penjualan di Singapura sehingga UE bisa melakukn klaim bahwa

praktik dumping yang dilakukan Indonesia nyata . Selain itu pengambilan harga

ketika berada di produsen Indonesia sebagai perbandingan mampu mengubah

perhitungan dan menjadikan presentase margin dumping menjadi lebih besar.

Selain itu, Uni Eropa dianggap tidak tepat dalam mendefinisikan produk

sejenis (like productI) dalam melakukan perhitungan margin dumping. UE dalam

laporannya mengambil tiga jenis produk selain produk lemak alkohol dengan

kode produk yaitu 2905 16 85, 2905 17 00, dan 2905 19 00. Salah satu dari

produk tersebut bahkan tidak diimpor selama sebelum periode investigasi

70
berlangsung. Selain itu, dua produk yang dimasukkan dalam perbandingan

tentunya mempengaruhi perbandingan harga yang dilakukan UE.

Klaim Indonesia lainnya terkait perhitungan margin dumping Uni Eropa

yaitu terkait perhitungan UE terhadap material injury yang dialami. UE dianggap

tidak tepat dalam melakukan perhitungan. Indonesi mengklaim bahwa UE telah

mengabaikan faktor lainnya seperti krisis finansial yang dialami sehingga

berdampak terhadap indutsri domestik dalam UE.

Setelah melakukan konsultasi dengn pihak UE, perubahan terkait

penetapan jumlah bea masuk anti dumping. Sebelumnya, UE mengenakan dua

BMAD yang identic pada dua produsen/eksportir lemak alkohol asal Indonesia

yaitu PT Musim Mas dan PT Ecogreen Oleochemical. UE kemudian menganggap

bahwa terdapat perbedaan pada kedua produsen tersebut maka penyesuaian

dilakukan dengan menghapus BMAD dan merevisi margin dumping dibawah 2%

pada produsen PT Ecogreen Oleochemical dan tidak melakukan perubahan

presentase BMAD pada PT Musim Mas. Hal tersebut kemudian dianggap sebagai

unfair treatment yang dilakukan UE terhadap kedua entitas yang identic.

4. Penyelesaian Sengketa Melalui Mekanisme Panel

Hasil tahap konsultasi menetapkan bahwa PT Musim Mas tetap dikenakan

pajak BMAD sesuai dengan ketetapan Uni Eropa terhitung sejak tanggal 11

November 2011. Setelah menerima hasil dari konsultasi antara pihak Indonesia

dan Uni Eropa, PT Musim Mas mendapatkan tawaran berupa kebijakan price

undertaking dari UE (Pradana, Kasus Dumping, Pemerintah Dukung Musim Mas

71
Lanjut ke WTO, 2013). Kebijakan price undertaking mengharuskan PT Musim

Mas menerima batas harga terendah dengan nominal yang ditetapkan oleh UE.

Kebijakan price undertaking membuat PT Musim Mas tidak bisa menjual

harga dibawah harga yang telah ditetapkan UE. PT Musim Mas menolak tawaran

UE tersebut dengan dalih bahwa, harga lemak alkohol di pasar internasional

sangatlah fluktuatif. Resiko lainnya itu yaitu sulitnya bersaing produk lemak

alkohol Indonesia di pasar internasional jika suatu waktu harga lemak alkohol

lebih rendah dibandingkan dengan harga yang ditetapkan UE melalui kebijakan

price undertaking-nya (Pradana, 2013). Merespon unfair treatment yang

dilakukan Uni Eropa terhadap kedua produsen lemak alkohol Indonesia,

Direktorat Pengamanan Perdagangan Direktorat Perdagangan Luar Negeri

Kementrian Perdagangan telah mendaftarkan kasus tersebut ke DSB WTO pada

tanggal 25 Juni 2013.

Melalui panel WTO, Indonesia menjelaskan keberatannya terhadap

perlakuan Uni Eropa. UE dianggap melakukan perlakuan tidak adil terhadap

eksportir lemak alkohol yang secara struktur identic. Kedua eksportir tersebut

memiliki related trading company yang berbasis di Singapura dan memiliki

pabrik yang berlokasi sama di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga

mempersoalkan perbandingan yang dibuat oleh UE. UE melakukan perhtungan

dengan membandingkan harga di tingkat pabrik Indonesia dengan normal value

yang dttetapkan UE. Dengan demikian UE memotong semua biaya yang

dikeluarkan ketika produk telah meninggalkan pabrik dan berpindah ke selling

company.

72
Uni Eropa kemudian menmbuat penyesuaian pada harga ekspor lemak

alkohol dengan menghitung harga mark up yang diterima oleh selling company di

Singapura untuk penjualan di UE. UE menganggap bahwa harga mark up yang

tidak dikurangkan akan berdampak terhadap hasil perhitungan margn dumping.

Indonesia mengklaim bahwa perhitungan tersebut dianggap kurang tepat.

Indonesia mengklaim bahwa baik produsen maupun selling company merupakan

entitas tunggal yang saling berkaitan sehingga penguragan terhadap harga ekspor

tidak diperlukan. Indonesia juga mengklaim bahwa anggapan UE terhadap mark

up hanyalah pengalokasian keuntungan dalam suatu entitas ekonomi tunggal.

Panel menganggap bahwa terdapat bukti yang cukup terhadap klaim UE

mengenai mark up yang dilakukan oleh Indonesia. Mark up dianggap sebagai

bagian dari pembayaran sevice bukan merupakan bagian dari harga produk lemak

alkohol. Selain itu panel juga membenarkan klaim EU bahwa ICOF-S lebih

memiliki fungsi seperti agen dan tidak memiliki kaitan dengan PT Musim Mas.

Terlepas dari klaim UE tentang dua entitas yang berbeda antara produsen dengan

selling company, panel juga menganggap bahwa tidak ada landasan yang kuat

untuk tidak mengurangi biaya yang dikenakan dalam suatu SEE dalam proses

perhitungan margin dumping. Maka dari itu, panel menjustifikasi tindakan UE

dalam melakukan penyusaian dan perbandingan harga.

Selain perdebatan terkait produsen dan selling company sebagai SEE,

panel juga menganggap bahwa Uni Eropa tidak mematuhi ketentuan ADA pasal

6.7 yang mewajibkan bagi pihak yang melakukan investigasi untuk membuat hasil

investigasi tersedia bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Hal tersebut diperlukan

73
guna untuk melakukan verifikasi informasi yang didapatkan oleh pihak penyidik.

Sebagaimana dalam ketentuan yang telah disepakati. Otoritas yang melakukan

investigasi terkait anti dumping diwajibkan untuk membuat hasil verifikasi

tersedia bagi pihak eksportir.

Panel menyatakan bahwa otoritas yang melakukan investigasi diharapkan

sebaiknya membuat semua hasil verifikasi tersedia bagi ekportir terkait atau

dengan melampirka hasil verifikasi tersebut dalam penyingkapan fakta-fakta

esensial selama persidangan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 6.9 ADA.

Lebih penting lagi, panel juga menetapkan bahwa pentingnya hasil investigasi

dibuat tersedia dan diungkap agar pihak yang berkepentingan dalam sengketa

tersebut dapat memahami bagian-bagian dari respon pihak-pihak terkait. Selain

itu, diungkapnya hasil investigasi memberikan ruang bagi semua pihak dalam

menentukan apabila informasi lebih lanjut dibutuhkan, produsen menyediakan

tambahan informasi yang diminta, serta untuk mengecek keakuratan informasi

yang diberikan perusahan ke pihak penyidik. Dalam kasus tuduhan dumping atas

Indonesia leh UE, panel menganggap bahwa UE tidak bisa mengungkap dokumen

hasil kunjungan investigasinya, serta informasi apa yang diberikan oleh pihak PT

Musim Mas kepada otoritas yang melakukan investigasi, serta apakah UE dapat

mengkonfirmasi secara transparan keakuratan informasi yang diterima.

Setelah menimbang interpretasi Uni Eropa maupun Indonesia terkait SEE,

panel menolak klaim Indonesia terkait SEE. Selain itu, Indonesia juga tidak

mampu membuktikan penjelasan terkait injury yang dialami oleh UE kaitannya

74
dengan krisis finasial. WTO menilai bahwa Uni Eropa masih memiliki hak untuk

menerapkan BMAD atas produk lemak alkohol Indonesia.

5. Tahap Banding

Banding dalam WTO tidak ditujukan untuk mengevaluasi kembali fakta-

fakta yang telah dibahas sebelumnya. Banding dilakukan untuk meninjau kembali

interpretasi legal terhadap ketentuan-ketentuan dalam perjanjian WTO yang juga

telah dibahas selama panel berlangsung. Fungsi lainnya yaitu untuk meneliti

argumentasi pihak-pihak terkait yang berpartisipasi selama panel berlangsung.

Atas keputusan panel sebelumnya, Indonesia mengajukan banding pada

tangal 10 Februari 2017. Lima hari setelahnya tepatnya pada tanggal 15 Februari

2017, Uni Eropa juga mengajukan banding. Banding tersebut kembali membahas

interpretasi panel terhadap eksportir lemak alkohol Indonesia PT Musim Mas dan

ICOF-S sebagai SEE. Selain itu juga dibahas terkait, ketersedian hasil investigasi

yang dilakukan UE serta perlindungan terhadap kerahasian informasi.

Indonesia memiliki kepentingan yang sangat besar terhadap isu SEE.

Hampir di semua industri turunan kelapa sawit Indonesia menggunakan selling

company dalam melakukan aktiftas ekspornya. Selain itu, jika isu SEE

dimenangkan oleh Indonesia hal tersebut dapat menjadi yurisprudensi terhadap

kasus serupa di masa mendatang.

75
6. Pihak Ketiga (Third Parties) Dalam DSB WTO

Pihak ketiga (Third Parties) memiliki hak selama proses penyelesaian

sengketa berlangsung dalam WTO. Hak-hak tersebut diantaranya yaitu melakukan

presentasi terkait penafsiran aturan-aturan WTO dan mengekspresikan

kepentingannya terhadap kasus yang sedang disengketakan. Keberadaan pihak

ketiga dalam penyelesaian sengket memberikan ruang dalam penyelesaian

sengketa secara multilateral dan mempertegas fungsi WTO sebagai forum

multilateral dalam hal perdagangan.

Terkait dengan kasus sengketa perdagangan Indonesia-Uni Eropa atas

kebijakan anti dumping terhadap produk lemak alkohol, pihak ketiga yang terlibat

yaitu, India, Korea, Turki, Amerika Serikat, Malaysia, dan Thailand. Diantara

pihak ketiga yang terlibat, hanya Turki dan Amerika Serikat yang memasukkan

excutive summary dalam proses penyelesaian sengketa perdagangan antara

Indonesia dan UE. Turki dan Amerika Serikat sepakat akan berpartisipasi dalam

debat terkait legal interpretation dari aturan-aturan WTO yang sedang

diperdebatkan dalam proses penyelesaian sengketa.

Kedua negara, sebagai pihak ketiga, turut berpartisipasi dalam debat

terkait interpretasi SEE. Kedua negara memberikan pandangan yang sama dengan

Uni Eropa terkait adanya dua entitas berbeda dalam proses ekspor lemak alkohol

ke UE. Amerika Serikat memberikan pandangan bahwa analisis yang diberikan

oleh Indonesia terkait SEE tidak dijelaskan dalam aturan ADA pasar 2.4. Maka

dari itu Amerika Serikat setuju terhadap penyesuaian harga yang dilakukan oleh

UE dalam melakuakan perbandingan harga.

76
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kebijakan anti dumping Uni Eropa atas produk lemak alkohol berdampak

terhadap turunnya permintaan lemak alkohol Indonesia di pasar UE.

Indonesia sebelum dikenakan anti dumping terjadi rata-rata pertumbuhan

ekspor lemak alkohol sebesar 45% per tahun mulai dari tahun 2007 hingga

tahun 2010. Setelah dikenakan BMAD rata-rata pertumbuhan ekspor

lemak alkohol Indonesia menjadi 3% hingga tahun 2016. Penurunan rata-

rata pertumbuhan ekspor lemak alkohol juga terjadi pada dua eksportir

lainnya yaitu Malaysia dan India.

2. Kebijakan anti dumping Uni Eropa selain mengurangi ekspor lemak

alkohol, juga berdampak terhadap terhadap terbukanya pangsa pasar atas

lemak alkohol Amerika Serikat. Amerika Serikat, sebelum dikenakannya

BMAD pada Indonesia, Malaysia dan India, rata-rata pertumbuhannya

mencapai 53% dari tahun 2007 hingga 2010. Pada tahun setelahnya hingga

2016, rata-rata pertumbuhan jumlah ekspornya menjadi 7%. Meskipun

demikian, dilihat dari segi jumlah ekspor yang ditunjukkan tabel 3.5,

sebelum BMAD dikenakan jumlah impor tertinggi AS pada saat itu 26.354

ton. Pada tahun setelah dikenakan BMAD pada eksportir asal Indonesia,

Malaysia dan India, AS mampu mengekspor minimal 29.000 ton setiap

98
tahunnya. Bahkan jumlah ekspor AS pada tahun 2016 melebihi 40.000

ton.

3. Dikenakannya kebijakan anti dumping Uni Eropa terhadap produk lemak

alkohol Indonesia menambah deretan panjang sentimen produk turunan

kelapa sawit Indonesia terhadap Uni Eropa. Uni Eropa dalam menentukan

kebijakan anti dumping mengabaikan fakta bahwa Indonesia memiliki

keunggulan komparatif dibandingkan UE misalnya dalam hal akses

terhadap minyak nabati kelapa sawit yang terbukti produktifitasnya lebih

tinggi dibandingkan komoditas minyak nabati andalan UE. Selain itu,

Indonesia diuntungkan melalui buruh yang lebih murah dibandingkan

dengan UE.

4. Dalam menentukan kebijakan anti dumping UE juga dihadapkan oleh

dilemma atas dampak dari mahalnya bahan baku lemak alkohol bagi

industri surfaktan UE.

5. Indonesia dalam menyelesaikan sengketa pengenaan BMAD atas produk

lemak alkohol-nya menempuh jalur bilateral yaitu konsultasi. Setelah tidak

mendapatkan hasil yang memuaskan dari pihak Uni Eropa, Indonesia

kemudian membawanya ke DSB WTO dengan melibatkan AS. Selama

proses penyelesaian sengketa, terlihat jelas kepentingan Indonesia terkait

interpretasi SEE dikarenakan hampir semua produk turunan lemak alkohol

Indonesia mengguanakan selling company dalam proses penjualannya.

6. Prosedur penyelesaian sengketa dalam perdagangaan saat ini dianggap

menjadi paling strategis bagi Indonesia dikarenakan terdapat kejelasan

99
proses penyelesaian sengketanya. Beberapa kejelasan proses tersebut

diantaranya yaitu rule-oriented dimana terdapat kejelasan aturan proses

penyelesaian sengketa yang putusannya mengikat semua pihak yang

sedang bersengketa. Selain itu, terdapat peningkatan fungsi pengawasan

terhadap implementasi putusan DSB WTO. Prosedur-prosedur tersebut

kemudian menjadi bagian terpenting dalam proses penyelesaian sengketa

perdagangan selain karena sifat putusannya binding prosedur tersebut

memmberikan prediktabilitas kepada aktor yang terlibat didalamnya dalam

menjalankan perdagangan internasional. Prediktabilitas menjadi suatu

bagian terpenting dari sebuah aktifitas perdagangan karena melalui

prediktabilitas pasar dan pelakunya, dalam hal ini yaitu pembuat kebijakan

dan pelaku usaha itu sendiri, negara dapat memprediksi arah kebijakan dan

strateginya dalam melakukan perdagangan internasional, khususnya

Indonesia dengan produk industri hilir kelapa sawit.

7. Amerika Serikat dalam partisipasi di DSB WTO sebagai pihak ketiga

dalam melakukan legal interpretation menjelaskan keberpihakannya

terhadap Uni Eropa. Keberpihakan tersebut penulis anggap sebagai cara

AS menyalurkan kepentingannya terhadap pangsa pasar yang luas dengan

dikenakannya BMAD lemak alkohol dari Indonesia.

100
B. Saran

1. Indonesia diharapkan agar terus konsisten dalam memperjuangkan

komoditas andalan minyak sawit dan turunannya dengan

mempertimbangkan keunggulan komparatif yang dimilikinya.

2. Diharapkan adanya pembahasan lanjutan terkait tuduhan dumping

biodiesel Indoesia oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat sehingga

menambah wawasan terkait sentimen negara besar terhadap produk

turunan kelapa sawit Indonesia oleh negara-negara besar seperti AS dan

UE.

101
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Barkin, J. S. (2006). International Organzation; Theories and Institutions. New


York: Palgrave Macmillan TM.

Elly Erawaty, A. J. (1996). Kamus Hukum Ekonomi Inggris-Indonesia. Jakarta:


Proyek ELIPS.

Karns, M. P., Mingst, K. A., & Stiles, K. W. (2015). International Organozation:


The Politics and Processes of Global Governance (Ketiga ed.). Boulder,
Colorado, Amerika Serikat: Lynne Rienner.

Kartadjoemena, H. S. (1996). GATTdan WTO Sistem, Forum, dan Lembaga


Internasional di Bidang Perdagangan. Jakarta: UI Press.

Palawi, F. J. (2007). Penyelesaian Sengketa WTO dan Indonesia. Jakarta:


Direktorat Pengamanan Perdagangan, Ditjen Kerjasama Perdaganga
Internasional, Departemen Perdagangan Republik Indonesia.

Rudy, T. M. (2005). Administrasi & Organisasi Internasional. Bandung: PT.


Refika Aditama.

Suherman, A. M. (2003). Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional


Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Syahmin AK. (2006). Hukum Dagang Internasional (Dalam Kerangka Studi


Analisis). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syahyu, Y. (2003). Hukum Anti Dumping di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia

VanGrasstek, C. (2013). The History and Future of the World Trade


Organization. Jenewa: WTO Publications.

Skripsi dan Tesis

Andersson, K., & Thuresson, C. (2008, April). The Impact of an Anti-dumping


Measure, A Study on EU Imports of Chinese Footwear. Jönköping,
Småland, Swedia: Jönköping International Business School.

Purnama, R., (2012, Februari)Hukum Antidumping Sebagai Perlindung Produk


Industri Dalam Negeri Dalam Rangka ACFTA (ASEAN Free Trade Area).
Medan, Sumatera Utara, Indonesia: Universitas Sumatera Utara.

102
Kartika, I. T. (2016). Interaksi Kebijakan Renewable Energy Directive Dan
Kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil Terhadap Ekspor Kelapa
Sawit Indonesia Ke Uni Eropa. Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia:
Universitas Hasanuddin.

Yoyo, T. (2014). Strategi Pengembangan Daya Saing Industri Asam Lemak dan
Alkohol Lemak Berbasis Minyak Kelapa Sawit di Indonesia. Bogor, Jawa
Barat, Indonesia: Institut Pertanian Bogor.

Dokumen

Badan Litbang Pertanian Kementrian Republik Indonesia. (2006). Prospek dan


Arah Pengemangan Agribisnis Kelapa Sawit. Retrieved Maret 19, 2017,
from Kementrian Pertanian Republik Indonesia:
http://www.litbang.pertanian.go.id/special/komoditas/files/0104-
KSAWIT.pdf

Bank Indonesia. (2016). Statistik Keuangan dan Ekonomi Indonesiaa. Retrieved


Februari 11, 2018, from Bank Indonesia:
www.bi.go.id/seki/tabel/TABEL5_15.pdf

Direktorat Jendral Perkebunan Indonesia. (2016, Desember). Buku Statistik


Kelapa Sawit. Retrieved Oktober 9, 2017, from DIrektorat Jendral
Perkebunan Indonesia,:
http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/statistik/2017/Kela
pa-Sawit-2015-2017.pdf

Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan HKI. (2011). Sekilas WTO


(World Trade Organization). Jakarta: Direktorat jendral Multilateral
Kementrian Luar Negeri Indonesia.

Economic Research Service United Stated Department of Agriculture. (1995).


Surfactant and Biodiesel Expand the Use of Vegetable Oil. Retrieved
Maret 20, 2017, from United States Department of Agriculture:
https://www.ers.usda.gov/webdocs/publications/ius5/33044_ius5d_002.pd
f

Eurostat. Data Statistik Produksi Lemak Alkohol Uni Eropa (data diolah)

Fradejas, A. A., & dkk. (2015, Mei 5). The Political Economy of Oil Palm As A
Flex Crop And Its Implications For Transnational Advocacy and
Campaigns. Retrieved Januari 21, 2018, from Transnational Agrarian

103
Justice Program:
https://www.tni.org/files/download/political_economy_of_oil_palm_as_a_
flex_crop.pdf

General Agreement on Tariffs and Trade. (1947). World Trade Organizations.


Retrieved April 2017, from
https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/gatt47_e.pdf

Marakesh Agreement, Establishing World Trade Organization. (1994). Retrieved


November 20, 2017, from World Trade Organization:
https://www.wto.org/english/res_e?booksp_e/agrmntseries1_wto_e.pdf

Market Access Database European Comission, Data Statistik Impor Lemak


Alkohol Uni Eropa (data diolah)

Rupilius, W., & Ahmad, S. (2006, Juni). The Changing World of Oleochemical.
Retrieved Desember 15, 2017, from Malaysian Palm Oil Board:
http://palmoilis.mpob.gov.my/publications/POD/pod44-wolfgang.pdf

UNCTAD. (2013, Agustus). Non Tariff Measures To Trade, Economic and Policy
Issues for Developing Countries. Retrieved November 3, 2017, from
UNCTAD: http://unctad.org/en/PublicationsLibrary/ditctab20121_en.pdf

World Trade Organization. (2007). WTO Analitycal Index, Guide to WTO Law
and Practices (II ed.). Cambridge: Cambridge University Press.

World Trade Organization. (2015). Understanding The WTO. Retrieved 6 Oktober


6, 2017, from World Trade Organization:
https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/understanding_e.pdf

Website

Agustinus, M. (2018, Januari 25). Membandingan Minyak Sawit RI dengan


Minyak Nabati AS dan Uni Eropa. Retrieved Februari 3, 2018, from
Kumparan Bisnis:
https://kumparan.com/@kumparanbisnis/membandingkan-sawit-ri-
dengan-minyak-nabati-buatan-as-dan-uni-eropa

European External Action Service. (2018, Januari 18). Retrieved Februari 23,
2018, from Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa dan dampaknya terhadap
Minyak Sawit: https://eeas.europa.eu/headquarters/headquarters-

104
homepage/38780/arahan-energi-terbarukan-uni-eropa-dan-dampaknya-
terhadap-minyak-sawit_id

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. (2017, Juni 5). Perkembangan


Biodiesel Indonesia dan Keberatan Indonesia atas Bea Masuk Anti
Dumping Uni Eropa. Retrieved Februari 1, 2018, from
https://gapki.id/news/2519/perkembangan-biodiesel-indonesia-dan-
keberatan-indonesia-atas-bea-masuk-anti-dumping-uni-eropa

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. (2017, Mei 31). Supply-Demand


Minyak Nabati Uni Eropa : Apakah Resolusi Sawirt Mudah
Diimplementasikan. Retrieved Oktober 21, 2017, from GAPKI Indonesia
Palm Oil Association: https://gapki.id/news/2491/supply-demand-minyak-
nabati-uni-eropa-apakah-resolusi-sawit-mudah-diimplementasikan

Gumetar, G. (2018, Januari 26). RI Menangkan Gugatan WTO Atas Bea Masuk
Biodiesel Uni Eropa. Retrieved Februari 10, 2018, from CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180126103715-92-271717/ri-
memenangkan-gugatan-wto-atas-bea-masuk-biodiesel-uni-eropa

Guzman, D. d. (2011, Mei 23). Oleochemicals: EU Fatty Alcohol buyers hit by


antidumping duties for imports from Malaysia, India and Indonesia.
Retrieved April 17, 2017, from ICIS Chemical Bussiness:
https://www.icis.com/resources/news/2011/05/23/9462147/oleochemicals-
eu-fatty-alcohol-buyers-hit-by-antidumping-duties-for-imports-from-
malaysia-india-an/

Investopedia. (2017). Non Tariff Barrier. Retrieved Oktober 16, 2017, from
http://www.investopedia.com/terms/n/nontariff-barrier.asp

Pradana, R. S. (2013, Juli 3). Kasus Dumping, PT Musim Mas Tolak Tawaran Uni
Eropa. Retrieved Desember 16, 2017, from Koran Bisnis:
www.bisnis.com/industri/read/20130703/12/148648/kasus-dumping-pt-
musim-mas-tolak-tawaran-uni-eropa

Pradana, R. S. (2013, Juli 2). Kasus Dumping, Pemerintah Dukung Musim Mas
Lanjut ke WTO. Retrieved Desember 16, 2017, from Koran Bisnis:
www.bisnis.com/industri/read/20130703/12/148649/kasus-dumping-
pemerintah-dukung-musim-mas-lanjut-ke-wto

Radcliffe, B. (2017, April 18). The Basics of Tarifss and Trade Barrier. Retrieved
Oktober 18, 2017, from Investopedia:

105
http://www.investopedia.com/articles/economics/08/tariff-trade-barrier-
basics.asp

Jurnal

Beghin, J. C. (2006, Desember). Research in Agriculture and Applied Economics.


Retrieved November 30, 2017, from University of Minnesota:
https://ageconsearch.umn.edu/bitstream/18436/1/wp060438.pdf

Meierhenrich, J. (2012). International Organisations. London: University of


London International Programmes Publications Office.

Reindhart, E., & Busch, M. L. (2006). Three's a Crowd: Third Parties and WTO
Dispute Settlement. World Politics, Cambridge University Press, 58(3),
446-477.

Shell, G. R. (1995). Trade Legalism and International Relations Theory: An


Analysis of The World Trade Organization. Duke Law Journal, 830-925.

Wilig, R. (1998). Economic Effects of Antidumping Policy. Brookings, 57-79.

Kirchmaier, I., Lindenblatt, A., & D. Pohl, The Political Economy of Anti
Dumping, University of Heidelberg, Economics Department, 1 – 9

Laporan

European Comission. (2010, Agustus 13). Case history fatty alcohols and their
blends - Trade - European Commission. Retrieved Maret 16, 2016, from
Euroopean Comission: http://eur-
lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:C:2010:219:0012:0016:
EN:PDF

Pusat Kebijkan Perdagangan Luar Negeri, Kementrian Perdagangan. (2015).


Laporan Akhir Penetuan Produk Impor Yang Akan Dikenakan Retaliasi:
Studi Kasus Safeguards India Terhadap Produk Impor Saturated Fatty
Alcohol Asal Indonesia. Jakarta: Kementrian Perdagangan.

106
107

Anda mungkin juga menyukai