Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAGAIMANA MANUSIA ITU BER-TUHAN

Dosen Pengampu : M.Syukur,M.Pd.I

Di Susun Oleh :

1.Rahmawati Oktavia ( 8040210008 )

2. Restutik Zulia ( 8040210081 )

3. Ardi ( 8040210028

UNIVERSITAS DINAMIKA BANGSA JAMBI 2021/2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. , Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-nya yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah dan
inayah-nya kepada kami sehingga kamidapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Bagaimana Manusia Itu Bertuhan.
Adapun makalah tentang Bagaimana Manusia Itu Bertuhan telah kami usahakan
semaksimal mungkin dengan bantuan berbagai pihak sehingga dapatmemperlancar pembuatan
makalah ini untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari
semua itu kami sadar sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun dari segi lainnya.
Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar- lebarnya
bagi pembaca yang ingin memberikan saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini Akhirnya. penyusun mengharapkan semoga dari makalah tentang
Bagaimana Manusia Itu Bertuhan ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan inspirasi terhadap pembaca.

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan................................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................2
BAB II Pembahasan...............................................................................................................3
A. Konsep Spiritualitas sebagai Landasan Kebertuhanan...................................................3
B. Mengapa manusia memerlukan spiritual(tuhan)..............................................................
C. Menggali sumber psikologis,sosiologis, filosofis, teologis tentang ketuhanan..............4
D. Cara manusia meyakini dan mengimani manusia..........................................................7

BAB III Penutup...................................................................................................................11

A. Kesimpulan...................................................................................................................11
B. Kritik dan Saran............................................................................................................11

Daftar Pustaka......................................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan atau yang disebut homodivinous (makhluk yang
percaya adanya Tuhan) atau disebut juga homoreligious artinya makhluk yang beragama.
Hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa dalam diri manusia terdapat semacam
keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan Keinginan akan kebutuhan
tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai
Tuhan. Manusia juga merupakan hasil dari proses pendidikan yang mempunyai tujuan
tertentu. Tujuan pendidikan akan mudah tercapai jika mempunyai kesamaan dengan sifat-
sifat dasar dan kecenderungan manusia pada obyek-obyek tertentu. Menurut Abdurrahman
Abdullah sebagaimana yang dikutip oleh Rama Yulis dalam bukunya Metodologi
Pendidikan Agama Islam “Praktek kependidikan yang tidak dibangun atas dasar konsep yang
jelas tentang sifat dasar manusia pasti akan gagal”. Setiap manusia di dunia ini adalah
sebagai makhluk hidup dari itu, manusia harus memiliki suatu pegangan hidup yang
dengannya manusia dapat mencapai tujuan hidupnya. Sehingga apabila ada sesuatu yang
membuat manusia berpaling bahkan membelok dari tujuannya, maka sesuatu yang di jadikan
pegangan akan terus mengarahkan dan membimbing untuk meraihnya.
Sebagai seorang muslim, tujuan hidup ini tidak hanya semata mencari kebahagiaan di dunia,
akan tetapi juga mengharapkan kebahagiaan di akhirat kelak. Dua kebahagiaan tadi tidak
akan terwujud jika tidak adanya rasa percaya kepada Sang Khaliq karena dengan kehendak
nyalah, Allah memberikan petunjuk yang akan menuntun manusia untuk mewujudkan segala
yang diharapkan. Rasa percaya tadi dapat tumbuh dalam diri seseorang dengan cara
bermakrifat kepada Allah.
Cara bermakrifat kepada Allah dapat ditempuh dengan dua cara, yakni berpikir dan
menganalisa makhluk Allah dan bermakrifat terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Makrifat kepada Allah merupakan makrifat yang paling agung dan sebagai asas yang
dijadikan standar dalam kehidupan rohani seseorang. Manusia tidak bisa lepas dari Dzat
yang disebut Tuhan, yaitu Dzat yang mengendalikan roda kehidupan seluruh alam dengan
peranan yang mutlak. Tuhan berkuasa penuh terhadap segala aspek kehidupan manusia.
Tuhan itu ada dan tidak dapat dipungkiri keberadaan-nya. Maksud dari fitrah Allah adalah
ciptaan Allah.

1
Manusia diciptakan Alah mempunyai naluri beragama. Hal ini dimulai semenjak manusia
sudah mulai dalam kandungan. “Tidakkah yang dilahirkan itu kecuali dilahirkan dalam
keadaan fitrah, kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi sebagaiman seekor hewan yang melahirkan dalam kondisi lengkap, adakah kau
dapati dalam bentuk cacat?” (Hadits Imam Al Bukhari dan Imam Muslim).

Sebagai makhluk yang berketuhanan maka konsekuensi logisnya adalah memeluk sebuah
agama. Sedangkan benih dari timbulnya agama pada jiwa manusia adalah rasa takut yang
kemudian melahirkan pemberian sesajen kepada yang diyakini memiliki kekuatan yang
menakutkan. Memang, rasa takut merupakan salah satu pendorong utama tumbuh suburnya
rasa keagamaan. Tetapi bahwa itu merupakan benihnya, ditolak oleh pakar yang lain.
Diantara motivasi manusia dalam beragama, ibadah dipandang sebagai suatu cara ataupun
media untuk seorang hamba berkomunikasi dengan Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
1.Apa itu Konsep Spritualisasi sebagai Landasan Kebertuhanan ?
2.Mengapa Manusia memenuhi Spritualisasi ?
3.Menggali sumber Psikologis, Sosiologis, Fisiologis, dan Teologis tentang Konsep
Ketuhanan?

4.Membangun argumen tentang cara manusia Meyakini dan Mengimani Tuhan?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.Konsep Spiritualitas sebagai Landasan Kebertuhanan


Doe mengartikan bahwa spiritualitas adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral
dan rasa memiliki. Spritualitas memberi arah dan arti pada kehidupan. Spritualitas adalah
kepercayaan akan adanya kekuatan non-fisik yang lebih besar daripada kekuatan diri kita, suatu
kesadaran yang menghubungkan kita langsung kepada Tuhan atau sesuatu unsur yang kita
namakan sebagai sumber keberadaan kita.Spritual, spritualitas, spritualitasme mengacu kepada
kosa kata latin spirit atau spiritus yang berarti napas. Adapun kerja spirare yang berarti untuk
bernapas. Berangkat dari pengertian etimologis ini, maka untuk hidup adalah untuk untuk
bernapas, dan memiliki napas artinya memiliki spirit. Spirit  dapat juga diartikan kehidupan,
nyawa, jiwa, dan napas.

Relasi spiritualitas dengan agama


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa spiritualitas memang bukan agama. Akan
tetapi, ia memiliki hubungan dari segi nilai-nilai keagamaaan yang tidak dapat dipisahkan. Titik
singgung antara spiritualitas dan agama tampaknya memang tak dapat dinafikan sepenuhnnya.
Keduanya menyatu dalam nilai-nilai moral. Adapun nilai-nilai moral itu tergolong pada katagori
nilai utama dalam setiap agama. Pemahaman ini menunjukkan, bahwa sebenarnya spiritualitas
adalah potensi batini manusia. Sebagai potensi yang memberikan dorongan bagi manusia untuk
melakukan kebajikan. Dengan demikian, tidak mengherankan bila, spiritualitas ini senantiasa
diposisikan sebagai nilai utama dalam setiap ajaran agama.Spiritualitas mengacu kepada
kepedulian antar sesama. Sisi-sisi spiritualitas itu digambarkan: “ Berusaha untuk menyelasaikan
permasalahan orang lain bukan saja merupakan kewajiban setiap orang itu adalah salah satu
kesenangan yang paling baik dan luhur dalam kehidupan. Jangkauan cinta seseorang harus
sedemikian luas dan inklusif, sehingga ada ruang di dalamnya bagi setiap orang. Cinta semacam
itu dapat membuat orang merasa, bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah indah dan
cantik.
Gambaran ini paling tidak menunjukkan kandungan nilai-nilai spiritualitas. Nilai-nilai agung ini
harus dibentuk dalam rangkain proses yang cukup panjang. Langkah awala adalah bagaimana
menghargai dan memuliakan orang lain di luar diri. Dalam konteks ini dijumpai sejumlah pesan-
pesan suci yang termuat dalam Al-qur’an, antara lain:

3
‫ ۤا ٌء ِّم ْن‬G‫رًا ِّم ْنهُ ْم َواَل نِ َس‬G‫وا َخ ْي‬Gْ Gُ‫ى اَ ْن يَّ ُك ْون‬G‫و ٍم َع ٰ ٓس‬G ْ Gَ‫و ٌم ِّم ْن ق‬G ْ Gَ‫ْخرْ ق‬َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل يَس‬
‫ ُم‬G‫س ااِل ْس‬ َ ‫ب بِ ْئ‬ِ Gۗ ‫ا‬GGَ‫ابَ ُز ْوا بِااْل َ ْلق‬GGَ‫ ُك ْم َواَل تَن‬G‫ ُز ْٓوا اَ ْنفُ َس‬G‫رًا ِّم ْنه ۚ َُّن َواَل تَ ْل ِم‬G‫نِّ َس ۤا ٍء َع ٰ ٓسى اَ ْن يَّ ُك َّن َخ ْي‬
ٰ ‫ك هُم‬ ٰۤ ُ
‫الظّلِ ُم ْو َن‬ ُ َ ِِٕ ‫ان َو َم ْن لَّ ْم يَتُبْ فَا‬
G
‫ٕى‬ ‫ول‬ ُ ‫ْالفُس ُْو‬
ِ ۚ ‫ق بَ ْع َد ااْل ِ ْي َم‬
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-
olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena)
boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-
olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah
beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”..(QS
49: 11).
Dalam pandangan islam, nilai-nilai yang terkandung dalam spirituallitas tidak hanya terbatas
dalam hubungan antar manusia saja, melainkan mencakup kawasan yang lebih luas. Meliputi
hubungan antar makhluk. Dijelaskan oleh sang Maha Pencipta. Pemikiran filsafat mengacu
kepada upaya untuk mengungkapkan nilai-nilai hakiki. Padahal nilai-nilai hakiki yang mutlak itu
termuat dalam ajaran agama. Spiritualitas itu sendiri berada pada hati nurani agama. Oleh sebab
itu, menurut Nurcholis Madjid: “ jika seorang memahami hati nurani agama, dialog antar agama
menjadi mudah,”. Dengan nilai-nilai spiritualitas sejatinya kedamaian hidup bisa diwujudkan.
Spiritualitas hakekatnya adalah kepedulian lintas agama, lintas ras, lintas bangsa, maupun lintas
geografis. Jelasnya, spiritualitas merupakan kepedulian paripurna yakni kepedulian lintas
makhluk.

B.Mengapa manusia memerlukan spiritual(tuhan)


Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti tentang
definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika al-Qur’an adalah sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian
rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.Perkataan dipentingkan hendaklah
diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan
dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti
akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dipahami,
bahwa Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah

4
manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an
setiap manusia pasti mempunyai sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan demikian, orang-orang
komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-
angan (utopia) mereka.

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai
dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu penegasan
“melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan dari segala
macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah.

a.Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

1.Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan
atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat
penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori
evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula
dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith,
Lubbock, dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:
1.Dinamisme
 Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang
berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada
benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada
pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang
berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu),dan syakti (India). Mana adalah
kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu
dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi ia dapat
dirasakan pengaruhnya.
2.Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh
dalam  hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat
primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena
itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang,

5
serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi.
Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia
harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu
usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
3.Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu
banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut
dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang
bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi
angin dan lain sebagainya.
b. Pemikiran Umat Islam
Dikalangan umat Islam terdapat polemik dal`am masalah ketuhanan. Satu kelompok berpegang
teguh dengan Jabariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai kekuatan
mutlah yang menjadi penentu segalanya. Di lain pihak ada yang berpegang pada doktrin
Qodariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa manusialah yang menentukan nasibnya. Polemik
dalam masalah ketuhanan di kalangan umat Islam pernah menimbulkan suatu dis-integrasi
(perpecahan) umat Islam, yang cukup menyedihkan. Peristiwa al-mihnah yaitu pembantaian
terhadap para tokoh Jabariah oleh penguasa Qadariah pada zaman khalifah al-Makmun (Dinasti
Abbasiah). Munculnya faham Jabariah dan Qadariah berkaitan erat dengan masalah politik umat
Islam setelah Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai kepala pemerintahaan, Abu Bakar
Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut Rasulullah. Berikutnya digantikan oleh
Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali.Seperti dalam Al-qur’an:

‫إِ َّن‬.‫و ِن‬GG‫ُط ِع ُم‬ ْ ‫ ُد أَ ْن ي‬G ‫ق َو َما أُ ِري‬


ٍ ‫ َما أُ ِري ُد ِم ْنهُ ْم ِم ْن ِر ْز‬.‫ون‬ َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬
ِ ‫س إِاَّل لِيَ ْعبُ ُد‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
‫ين‬ ُ ِ‫ق ُذو ْالقُ َّو ِة ْال َمت‬ُ ‫هَّللا َ هُ َو ال َّر َّزا‬
Artinya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang
mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”  ( Qs,Adz-dzariyat ayat 56-58 )

c. Konsep Ketuhanan dalam Islam


Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi
penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang

6
mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada
dua kemungkinan, yaitu  Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah
(tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan
sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

ِ ‫ون هَّللا ِ أَ ْن َدادًا يُ ِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا‬


ِ ‫اس َم ْن يَتَّ ِخ ُذ ِم ْن ُد‬
ِ َّ‫َو ِم َن الن‬
Artinya:
“  Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah.
Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.”
Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang
mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan
khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran)
ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah
(hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran.
Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah
mantap. 

C.Menggali sumber psikologis,sosiologis, filosofis, teologis tentang ketuhanan


Melihat dari masalah diatas, maka ke-Tuhanan manusia dalam perspektif Psikologi Agama Islam
merupakan konsep keyakinan, sikap jiwa dan penyerahan diri kepada Allah Swt. Pada bahasan
selanjutnya, penulis akan coba menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan-
permasalahan tersebut.
1. Prespektip sisiologis

Sosiologi mempelajari masyarakat umum secara sosiologis, namun dalam ilmu sosiologi
terdapat cabang ilmu yang mempelajari secara khusus masyarakat beragama, yang di kenal
sebagai ilmu Sosiologi Agama. Objek dari penelitian sosiologi agama adalah masyarakat
beragama yang memiliki kelompok-kelompok keagamaan. Seperti misalnya, kelompok Kristen,
Islam, Budha dll. Sosiologi agama memang tidak mempelajari ajaran-ajaran moral, doktrin,
wahyu dari agama-agama itu, tetapi hanya mempelajari fenomena-fenomena yang muncul dari
masyarakat yang beragama tersebut. Namun demikian, ajaran-ajaran moral, doktrin, wahyu
dapat dipandang sebagai variabel-variabel yang mempengaruhi fenomena-fenomena yang
muncul tersebut.

7
Atas dasar itu kita juga dapat berbicara tentang wahyu sebagai variabel dari masyarakat yang
beragama, meskipun bukan itu yang menjadi titik tolaknya. Lain halnya dengan perspektif
teologi, jika dipandang dari sosiologi, agama tidak dilihat berdasarkan wahyu yang datang dari
atas, tetapi dilihat atas dasar pengalaman konkrit pada masa kini maupun pada masa lampau.
Jadi apa itu agama didasarkan pada pengalaman manusia. Dalam pencarian tersebut manusia
terus mengalami tahap perkembangan, yaitu mulai dari tahap anismisme, politeisme dan
kemudian monoteisme. Pada tahap animisme manusia percaya bahwa semua benda memiliki
jiwa atau roh yang dapat memberi pertolongan kepadanya. Sedangkan pada
tahap politeisme yang dikenal sebagai tahap yang lebih tinggi dari tahap animisme, di mana
manusia telah mengenal konsep-konsep tentang tuhan/dewa yang berada di luar sana. Namun
tuhan/dewa tersebut banyak jumlahnya. Jadi dalam perspektif sosiologi, sebenarnya agama
adalah ciptaan manusia. Lebih jauh lagi sebetulnya manusia menciptakan Tuhan bagi
kepentingannya sendiri, yaitu untuk mengatasi ketidak pastiannya, ketidakmampuannya dan
keterbatasannya
2.Prespektip filosofis
Pemaparan pertama mengenai konsep Tuhan dari filsafat teisme disampaikan oleh Samuel
Vincenzo. Secara sederhana, maka yang disebut dengan teisme adalah kepercayaan terhadap
Tuhan. Dalam filsafat, diskusi akan Tuhan pada dasarnya sudah berkembang sejak lama.
Bahkan, permasalahan ketuhanan secara filosofis sudah muncul sejak filsafat itu sendiri ada.
Socrates pun dalam pemikirannya sudah mulai mempertanyakan mengenai kesalehan. Sehingga,
teisme sendiri, bukanlah suatu hal yang aneh. Sedangkan ateisme diyakini muncul sebagai
respons dari gereja.Sehingga, teisme sendiri, bukanlah suatu hal yang aneh. Pendekatan ilmiah
dan materialis oleh kaum ateis pun ternyata baru muncul ketika masa modern, sebelum itu para
kaum ateis tidak selalu menggunakan pendekatan tersebut. Karl Marx merasa prihatin dengan
kondisi masyarakat saat itu dan merasa bahwa ketika seseorang hendak berpindah dari suatu
kelas sosial ke kelas sosial lainnya yang mereka lakukan bukanlah berusaha melainkan justru
berdoa dan hanya pasrah kepada Tuhan. Oleh karena itu Karl Marx menyatakan bahwa “agama
adalah sebuah candu” karena tingginya rasa ketergantungan seseorang kepada Tuhannya. Karl
Marx menyatakan bahwa “agama adalah sebuah candu” karena tingginya rasa ketergantungan
seseorang kepada Tuhannya.
Pada dasarnya, pembicaraan akan Tuhan akan terus diperdebatkan. Apakah Ia benar-benar ada
atau tidak. Pemikiran-pemikiran ini lah yang pada akhirnya memengaruhi kehidupan manusia.
Bagaimanapun, keputusan seseorang dalam memersepsikan Tuhan, kembali lagi pada masing-
masing individu. Tidak ada seorang pun yang dapat memaksakan kehendak mereka terhadap
keputusan yang diambil. Pada akhirnya pun, penjelasan mengenai konsep Tuhan akan berbeda-
beda. Hal ini bergantung dari pendekatan yang digunakan. Apakah melalui pendekatan teis, atau
non teis.Dalam firman Allah surat Al-Qiyamah ayat 36: 

8
‫ان أَ ْن يُ ْت َركَ ُسدًى‬
ُ ‫أَيَحْ َسبُ اإْل ِ ْن َس‬

Artinya:
“Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?”
3. Prespektif teologis

Dalam perspektif teologi agama dipandang sebagai sesuatu yang dimulai dari atas (dari Tuhan
sendiri melalui wahyu-Nya). Manusia beragama karena Tuhan yang menanamkan kesadaran ini.
Tuhan memperkenalkan diri-Nya kepada manusia melalui berbagai penyataan, baik yang dikenal
sebagai penyataan umum, seperti penciptaan alam semesta, pemeliharaan alam, penciptaan
semua makhluk dsb. maupun penyataan khusus, seperti yang kita kenal melalui firman-Nya
dalam kitab suci, penampakan diri kepada nabi-nabi, bahkan melalui inkarnasi menjadi manusia
dalam dogma Kristen.

Penyataan-penyataan Tuhan ini menjadi dasar untuk kehidupan beriman dan beragama umat
manusia. Melalui wahyu yang diberikan Tuhan, manusia dapat mengenal Tuhan; manusia tahu
cara beribadah; memuji dan mengagungkan Tuhan. Misalnya, bangsa Israel sebagai bangsa
beragama dan menyembah hanya satu Tuhan (monoteisme) adalah suatu bangsa yang
mengimani bahwa Tuhan menyatakan diri terlebih dulu dalam kehidupan mereka. Dalam
Perjanjian Lama Tuhan memanggil nabi Nuh kemudian Abraham dan keturunan-keturunannya.
Sehingga mereka dapat membentuk suatu bangsa yang beriman dan beribadah kepada-Nya.
Tuhan juga memberi petunjuk mengenai bagaimana harus menyembah dan beribadah kepada
Tuhan. Kita dapat melihat dalam kitab Imamat misalnya. Semua hal ini dapat terjadi karena
Tuhan yang memulainya. Dan tanpa inisiatif dari atas (dari Tuhan) manusia tidak dapat beriman,
beribadah dan beragama.

D. Cara manusia meyakini dan mengimani manusia

Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman yang tergabung dalam rukun iman.
Karena iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari keimanan yang lain, maka keimanan
kepada Allah SWT harus tertanam dengan benar kepada diri seseorang. Sebab jika iman kepada
Allah SWT tidak tertanam dengan benar, maka ketidak-benaran ini akan berlanjut kepada
keimanan yang lain, seperti iman kepada malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul
Nya, hari kiamat, serta qadha dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan merusak ibadah seseorang

9
secara keseluruhan. Di masyarakat tidak jarang kita jumpai cara-cara beribadah seorang yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam, padahal orang tersebut mengaku beragama Islam.
Ditinjau dari segi yang umum dan yang khusus ada dua cara beriman kepada Allah SWT :
a.Bersifat Ijmali
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali maksudnya adalah, bahwa kita mepercayai
Allah SWT secara umum atau secara garis besar. Al-Qur’an sebagai suber ajaran pokok Islam
telah memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT. Diterangkan, bahwa Allah
adalah dzat yang Maha Esa, Maha Suci. Dia Maha Pencipta, Maha Mendengar, Maha Kuasa,
dan Maha Sempurna.
b.Bersifat Tafshili
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya adalah mempercayai Allah
secara rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang
berbeda dengan sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah adanya “Asmaul Husna” yang
kita dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna serta menghafal dan juga meresapi dalam
hati dengan menghayati makna yang terkandung di dalamnya.
1.     Keyakinan dirinya kepada Tuhan
2.     Ucapan yang mengikuti keyakinannya
3.     Melakukan berbagai kegiatan hidup

Hal ini terbukti dalam surat Al-Araf ayat 172:  

ُ ‫ُور ِه ْم ُذرِّ يَّتَهُ ْم َوأَ ْشهَ َدهُ ْم َعلَ ٰى أَ ْنفُ ِس ِه ْم أَلَس‬


‫ْت‬ ِ ‫َوإِ ْذ أَ َخ َذ َرب َُّك ِم ْن بَنِي آ َد َم ِم ْن ظُه‬
َ ِ‫ يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة إِنَّا ُكنَّا َع ْن ٰهَ َذا َغافِل‬G‫بِ َربِّ ُك ْم ۖ قَالُوا بَلَ ٰى ۛ َش ِه ْدنَا ۛ أَ ْن تَقُولُوا‬
‫ين‬
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini
Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami
(bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”  

10
BAB III
PENUTUP

 A.Kesimpulan
Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang
mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan
khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran)
ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah
(hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran.
Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah
mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan
Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan
konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan
yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak
demikian kejadiannya.
B.Kritik dan Saran
Cara manusia bertuhan mempunyai jalan yang berbeda beda, ada yang bertuhan yang menerima
segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin bahwa segala nya dari tuhan. Ada
juga yang menaati segenap ketetepan, aturan, hukum, dll.
Bahkan ada manusia yang hanya bertuhan saja ada juga yang beragama, yang dimaksud
bertuhan saja manusia itu hanya mengakui adanya tuhan, mengakui kebesarannya tetapi tidak
mengikutin perintahnya. Sedangkan yang beragama saja dia hanya menjalankan apa yang
diperintahkan oleh agamanya, tetapi dia tidak mengakui keberadaan Tuhanya-nya
Jadi lebih baik itu beragama dan juga bertuhan, itu akan lebih baik dari pada hanya
bertuhan saja atau hanya beragama saja, sebab kita akan bisa mengenal lebih dekat dengan
agama dan tuhan.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://miemande.blogspot.com/2019/03/makalah-lengkap-bagaimana-manusia.html?m=1

https://pdfcoffee.com/makalah-fitrah-manusia-bertuhan-pdf-free.html

https://m.merdeka.com/quran/al-hujurat/ayat-11#:~:text=QS.%20Al%2DHujurat%20Ayat
%2011&text=Janganlah%20kamu%20saling%20mencela%20satu,itulah%20orang%2Dorang
%20yang
%20zalimhttps://m.republika.co.id/amp/qqmdse320#aoh=16341832380554&referrer=https%3A
%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s

12
13

Anda mungkin juga menyukai