KELAINAN-KELAINAN PALPEBRA
PENDAHULUAN
Kelopak atau palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot, dan
jaringan fibrosa, yang berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan.
Palpebra sangat mudah digerakkan karena kulitnya paling tipis di antara kulit di
bagian tubuh yang lain. Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film
air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna
untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan keringnya bola
mata.
Kelainan pada kelopak mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain infeksi dan peradangan pada kelopak mata, deformitas anatomik pada kelopak
mata, trauma pada kelopak mata, dan tumor di kelopak mata.
ANATOMI PALPEBRA
Kelopak atau palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot, dan
jaringan fibrosa, yang berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan.
Palpebra sangat mudah digerakkan karena kulitnya paling tipis di antara kulit di
bagian tubuh yang lain. Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film
air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna
untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan keringnya bola
mata.
Berdasarkan klasifikasi dari AAO3 , kita dapat membagi lapisan-lapisan palpebra
menjadi beberapa struktur , antara lain kulit dan jaringan subkutan, otot
protraktor, septum orbita, lemak orbita , retraktor palpebral, tarsus, dan
konjungtiva palpebra3
Kelainan Palpebra
2
Infeksi dan Radang Palpebra
1. Blefaritis
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi
pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang
bertukak atau tidak pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan
kelenjar rambut. Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak
berlebihan di dalam kelenjar didekat kelopak mata yang merupakan
lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal
ditemukan di kulit.1
Blefaritis disebabkan infeksi dan alergi berjalan kronis atau menahun.
Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap bahan kimia, iritatif, dan
bahan kosmetik. Infeksi kelopak desebabkanStreptococcus alfaatau beta,
Pneumococcus, dan Pseudomonas.Demodex folliculorum selain dapat
merupakan penyebab merupakanvector umtuk terjadinya infeksi
staphylococcus. Dikenal untuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan
blefaritis angularis.2
Gejala umum blefaritis adalah kelopak mata berwarna merah, bengkak,
nyeri, eksudat lengket, dan epiforia. Blefaritis sering disertai dengan
konjungtivitis dan keratitis.Biasanya blefaritis sebelum diobati dibersihkan
dengan garam fisiologik hangat, dan kemudian diberi antibiotic yang
sesuai. Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah konjungtivitis,
keratitis, hordeolum, kalazion, dan madarosis.1
Gambar . Blefaritis
Sumber:Amescua G, Akpek EK, Farid M, Garcia-Ferrer FJ, Lin A, Rhee MK, et
al. Blepharitis Preferred Practice Pattern®. Ophthalmology. 2019;126(1):P56–
93. Hal. 9.
2.1.2.2 Ektropion
Ektropion merupakan penurunan dan terbaliknya palpebra ke arah luar,
umunya bilateral dan sering ditemukan pada orang tua. Ekstropion dapat
disebabkan pengenduran muskulus orbicularis oculi, akibat menua atau
akibat kelumpuhan nervus ke tujuh.1,2,14
Gejalanya adalah mata berair dan iritasi. Dapat timbul keratitis
pajanan. Ektropion involusional ditangani secara bedah dengan melakukan
pemendekan horizontal pada palpebra. Ektropion sikatrikal disebabkan
oleh kontraktur pada lamela anterior palpebra.1,2,14
Penanganannya adalah perbaikan luka parut melalui pembedahan
dan sering dilakukan pencangkokan kulit. Ektropion ringan dapat diatasi
dengan tindakan elektrokauterisasi yang cukup dalam, menembus
konjungtiva 4-5 mm dari tepian palpebra pada aspek inferior lempemg
tarsus. Reaksi fibrotic yang mengikuti seringkali menarik palpebra ke atas
ke posisi normalnya1,2,14.
2.1.2.3 Trikiasis
Trikiasis merupakan keadaan dimana bulu mata mengarah kearah bola
mata yang akan menggosok kornea ataupun konjungtiva. Biasanya terjadi
bersama penyakit lain seperti trakoma, sikatrisial, pemfigoid, trauma kimia
basa, dan trauma kelopak lainnya1,2,14.
Gejalanya adalah konjungtiva kemotik dan hiperemi, pada kornea terdapat
erosi, keratopati dan ulkus. Pasien akan mengeluh, fotofobia, lakrimasi,
dan seperti kelilipan1,2,14.
Pengobatan sementara dengan epilasi atau mencabut bulu yang salah
tumbuh. Biasanya kejadian akan berulang akibat pertumbuhan bulu mata
dalam 6-8 minggu. Dapat efektif dengan melakukan elektrolisis. Bila akan
dilakukan pada bagian yang lebih luas maka dilakukan dengan terapi krio.
Pada trakhomadengan trikiasis akan dilakukan bedah plastik1,2,14.
2.1.2.4 Distikiasis
Distikiasis merupakan keadaan dimana terdapat penumbuhan bulu mata
abnormal atau terdapatnya duplikasi bulu mata daerah tempat keluarnya
saluran Meibom. Berbentuk lebih halus tipis dan pendek dibandingkan
dengan bulu mata normal. Dapat tumbuh ke dalamsehingga
mengakibatkan bulu mata menusuk jaringan bola mata atau trikiasis.
Bersifat congenital dominan, biasanya disertai dengan kelainan kongentital
lainnya1,2,14.
Pengobatan distrikiasis bila telah memberikan penyulit berupa epilasi atau
melakukan krioterapi pada folikel rambut sehingga bulu mata tersebut
tidak tumbuh lagi1,2,14.
2.1.2.5 Koloboma
Koloboma kelopak merupakan kelainan kongenital yang terjadi karena
tidak sempurnanya penutupan processus maxiliaris semasa janin sehingga
terbentuk celah pada tepian palpebra dengan ukuran bervariasi. Aspek
medial palpebra superior paling sering terkena, dan sering disertai
dermoid. Rekonstruksi bedah umumnya dapat ditunda beberapa tahun,
tetapi harus dilakukan dengan segera jika membahayakan kornea. Defek
palpebra lengkap (full-thickness) akibat sembarang penyebab terkadang
disebut koloboma.3,8
2.1.2.6 Epikantus
Epikantus ditandai dengan lipatan vertikal kulit di atas kantus medialis. Ini
khas pada orang Asia dan ada dalam batas tertentu pada kebanyakan anak
dari semua ras. Lipatan kulit tersebut sering cukup besar hingga semua ras.
Lipatan kulit tersebut sering cukup besar hingga menutupi sebagian sclera
nasalis dan menimbulkan pseudoesotropia. Mata tampak juling bila aspek
medial sclera tidak terlihat. Jenis paling banyak adalah epikantus tarsalis.
Lipatan palpebra superior menyatu di medial dengan epikantus. Pada
epikantus interversus, lipatan kulitnya menyatu dengan palpebra inferior.
Jenis lain jarang ditemukan. Lipatan epikantus bisa juga didapatkan pasca
bedah atau trauma di bagian medial palpebra dan hidung. Penyebab
epikantus adalah pemendekan vertikal kulit antara kantus dan hidung.
Koreksi bedah diarahkan pada pemanjangan vertikal dan pemendekan
horizontal. Pada anak normal lipatan epikantus menghilang secara
bertahap hingga puberitas dan jarang memerlukan pembedahan.5
2.1.2.7 Telekantus
Jarak normal antara kantus-medialis kedua mata - jarak interkantus- sama
dengan panjang visura palpebrae (kira-kira 30 mm pada orang dewasa).
Jarak interkantus yang lebar bisa terjadi akibat disinsersi traumatic atau
disgenesis kraniofasial kongenital. Telekantus ringan dapat dikoreksi
dengan operasi kulit dan jaringan lunak. Namun diperlukan rekonstruksi
kraniofasial besar bila orbita terpisah jauh.5,10
2.1.2.8 Lagoftalmos
Lagoftalmos adalah suatu keadaan dimana kelopak mata tidak dapat
menutup bola mata dengan sempurna. Kelainan ini akan mengakibatkan
trauma konjungtiva dan kornea, sehingga konjungtiva dan selaput bening
menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk
konjungtivitis atau suatu keratitis.1,2,9
Penyebab terjadinya lagoftamos dapat akibat terbentuknya jaringan parut
atau sikatrik yang menarik kelopak, ektropion, paralisis orbikularis okuli,
eksoftalmos goiter, dan terdapatnya tumor retrobulbar1,2,9.
Pengobatan lagoftalmos merupakan usaha mempertahankan bola mata
tetap basah dengan memberikan air mata buatan. Kadang-kadang
digunakan lensa kontak untuk mempertahankan air mata tetap berada
dipermukaan kornea. Bebat dengan kasa sebaiknya hati-hati karena akan
mengakibatkan permukaan kornea kering sehingga sering terjadi erosi
kornea. Bila keadaan terlalu berat maka dilakukan blefarorafi dengan
menjahit dan mendekatkan kedua kelopak atas dengan bawah1,2,9.
2.1.2.9 Ptosis
Ptosis merupakan keadaan dimana kelopak mata atas tidak dapat diangkat
atau terbuka sehingga celah kelopak menjadi lebih kecil dibandingkan
dengan keadaan normal.
Keadaan ini terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palpebra,
lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi
akibat jaringan penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola
mata tertarik kebelakang atau enoftalmos. Penyebab ptosis adalah kelainan
kongenital, miogenik, dan neurogenik. Ptosis juga dapat terjadi pada
miastenia gravis pada satu mata atau kedua mata. Bila ptosis terjadi sejak
lahir atau congenital dan tidak segera diatasi dapat mengakibatkan
terjadinya ambliopia eks anopsia pada mata bayi tersebut.
Pengobatan adalah dengan memperbaiki fungsi otot levator dengan
memperpendek levator sehingga tarsus akan terangkat.
2.1.2.10 Pseudoptosis
Bila terdapat suatu kelainan pada kelopak sehingga mengakibatkan
kelopak tidak mudah bergerak atau diangkat maka keadaan ini disebut
pseudoptosis. Pseudoptosis akan mengakibatkan tertutupnya bola mata
oleh kelopak. Pseudoptosis dapat terlihat pada kelainan kelopak seperti
hordeolum, kalazion, tumor kelopak ataupun blefarokalasis yang
mengakibatkan kelopak tersebut sukar terangkat. Pengobatan yang
diberikan pada ptosis adalah dengan mengobati dan menghilangkan
penyebab pseudoptosis tersebut.1,2
2.1.2.11 Xantelasma
Xantelasma adalah kelainan yang umum dan terdapat pada permukaan
anterior palpebra, biasanya lateral didekat sudut medial mata. Lesi ini
tampak berupa plak-plak kuning di dalam kulit palpebra dan paling
sering terlihat pada orang tua. Xantelasma merupakan endapan lipid di
dalam histiosit pada dermis palpebra. Walaupun bisa ditemukan pada
pasien hiperlipidemia herediter atau hyperlipidemia.1,2
2.1.3 Trauma Palpebra
2.1.3.1 Definisi
Berbagai mekanisme trauma seperti kecelakaan mobil, perkelahian, gigitan
binatang, dan berbagai mekanisme lain dapat merusak kelopak mata dan
sistem drainase air mata. Sedangakan yang disebut sebagai laserasi
kelopak mata merupakan rudapaksa pada kelopak mata akibat benda tajam
yang mengakibatkan luka robek/laserasi.15
2.1.3.2 Klasifikasi
Kerusakan pada kelopak mata diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan
lokasi15:
2.1.3.3 Patofisiologi
2.1.3.3.1 Trauma Tumpul
Echimosis dan edema termasuk dalam manifestasi klinis trauma
tumpul. Pasien membutuhkan evaluasi biomikroskopik dan
pemeriksaan fundus dengan pupil yang dilebarkan untuk
menyingkirkan permasalahan yang terkain kelainan intraokular. CT
scan di perlukan untuk mengetahui adanya fraktur.15
2.1.3.3.2 Trauma Benda Tajam
Pengetahuan yang mendetail tentang anatomi palpebra membantu
dokter ahli bedah untuk memperbaiki trauma tajam palpebra. Secara
umum, penanganan trauma tajam palpebra tergantung kedalaman dan
lokasi cedera.15
2.1.3.3.3 Laserasi yang Tidak Melibatkan Margo Palpebra
Laserasi pada palpebra superficial hanya terdapat pada kulit dan otot
orbicularis biasanya hanya memerlukan jahitan pada kulitnya saja.
Untuk menghindari sikatrik yang tidak di kehendaki, harus mengikuti
prinsip dasar tindakan bedah plastik. Hal ini termasuk debridemant
luka yang sifatnya konservatif, menggunakan benang dengan ukuran
yang kecil. Menyatukan tepi luka sesegera mungkin dan melakukan
pengangkatan jahitan. Adanya lemak orbita di dalam luka menyatakan
bahwa septum orbita telah terkena. 1,15
Bila terdapat benda asing di daerah superfisial harus dicari sebelum
laserasi pada palbebra di jahit. Melakukan irigasi untuk
menghilangkan kontaminasi material di dalam luka. Prolaps lemak
orbita pada palpebra superior merupakan indikasi untuk melakukan
eksplorasi, laserasi pada otot levator atau aponeurosis harus dengan
hati-hati melakukan perbaikan untuk menghindari ptosis post
operasi.1,15
2.1.3.3.4 Laserasi pada Margo Palpebra
Laserasi pada margo palpebra memerlukan jahitan untuk menghindari
tepi luka yang tidak baik. Banyak teknik – teknik sudah diperkenalkan
tapi pada prinsip pentingnya adalah aproksimasi tarsal harus dibuat
dalam garis lurus.1,15
2.1.3.3.5 Trauma pada Jaringan Lunak Kantus
Trauma pada medial atau lateral kantus pada umumnya disebabkan
oleh adanya tarikan horizontal pada palpebra menyebabkan avulsi dari
palpebra pada titik lemah medius atau lateral dari tendon kantus.
Avulsi dari tendon kantus medial harus dicurigai bila terjadi di sekitar
medial tendon kantus dan telekantus. Harus diperhatikan juga posterior
dari tendon sampai dengan posterior kelenjar lakrimalis. 1,2,15
Penanganan avulsi dari tendon medial kantus tergantung pada jenis
avulsinya. Jika pada bagian atas atau bagian bawah terjadi avulsi tetapi
pada bagian posterior masih intake avulsi dapat di jahit. Jika terdapat
avulsi pada posterior tetapi tidak ada fracture pada nasoorbital tendon
yang mengalami avulsi harus di lakukan wirering melalui lubang kecil
di dalam kelenjar lakrimal ipisi lateral posterior. Jika avulsi tendon
disertai dengan fraktur nasoorbital, wirering transnasal atau platting
diperlukan setelah reduksi dari fraktur.1,15
21
Optomeric Association.
14. Wearne M J, Pitts J. 2013. Diagnosis and management ofeyelid and lacrimal
abnormalities. http://www.optometry.co.uk.
15. Nelson C C. 1991. Management of eyelid trauma. Australian and New
Zealand Journal of Ophthalmology.
16. Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN). 2015. Panduan Nasional
Penanganan Kanker 2015. Diakses melalui
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/ pada 25 Agustus 2020
17. Bernardini FP. 2006. Management of malignant and benign eyelid lesions.
Curr Opin Ophthalmol.17(5):480-484.
22