Anda di halaman 1dari 22

HALAMAN JUDUL

KELAINAN-KELAINAN PALPEBRA
PENDAHULUAN

Kelopak atau palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot, dan
jaringan fibrosa, yang berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan.
Palpebra sangat mudah digerakkan karena kulitnya paling tipis di antara kulit di
bagian tubuh yang lain. Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film
air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna
untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan keringnya bola
mata.
Kelainan pada kelopak mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain infeksi dan peradangan pada kelopak mata, deformitas anatomik pada kelopak
mata, trauma pada kelopak mata, dan tumor di kelopak mata.

ANATOMI PALPEBRA

Kelopak atau palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot, dan
jaringan fibrosa, yang berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan.
Palpebra sangat mudah digerakkan karena kulitnya paling tipis di antara kulit di
bagian tubuh yang lain. Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film
air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna
untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan keringnya bola
mata.
Berdasarkan klasifikasi dari AAO3 , kita dapat membagi lapisan-lapisan palpebra
menjadi beberapa struktur , antara lain kulit dan jaringan subkutan, otot
protraktor, septum orbita, lemak orbita , retraktor palpebral, tarsus, dan
konjungtiva palpebra3

Kelainan Palpebra

2
Infeksi dan Radang Palpebra
1. Blefaritis
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi
pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang
bertukak atau tidak pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan
kelenjar rambut. Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak
berlebihan di dalam kelenjar didekat kelopak mata yang merupakan
lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal
ditemukan di kulit.1
Blefaritis disebabkan infeksi dan alergi berjalan kronis atau menahun.
Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap bahan kimia, iritatif, dan
bahan kosmetik. Infeksi kelopak desebabkanStreptococcus alfaatau beta,
Pneumococcus, dan Pseudomonas.Demodex folliculorum selain dapat
merupakan penyebab merupakanvector umtuk terjadinya infeksi
staphylococcus. Dikenal untuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan
blefaritis angularis.2
Gejala umum blefaritis adalah kelopak mata berwarna merah, bengkak,
nyeri, eksudat lengket, dan epiforia. Blefaritis sering disertai dengan
konjungtivitis dan keratitis.Biasanya blefaritis sebelum diobati dibersihkan
dengan garam fisiologik hangat, dan kemudian diberi antibiotic yang
sesuai. Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah konjungtivitis,
keratitis, hordeolum, kalazion, dan madarosis.1

Gambar . Blefaritis
Sumber:Amescua G, Akpek EK, Farid M, Garcia-Ferrer FJ, Lin A, Rhee MK, et
al. Blepharitis Preferred Practice Pattern®. Ophthalmology. 2019;126(1):P56–
93. Hal. 9.

2.1.1.1.1 Blefaritis Bakterial


Infeksi bakteri pada kelopak mata dapat ringan sampai berat. Diduga
sebagian besar infeksi kulit superfisial kelopak diakibatkan
streptococcus. Bentuk infeksi kelopak dikenal sebagai folikulitis,
impertigo, dermatitis eksamatoid. Pengobatan pada infeksi ringan
adalah dengan memberikan antibiotic local dan kompres basah dengan
asam borat. Pada blefaritis sering diperlukan kompres air hangat.
Infeksi yang berat perlu diberikan antibiotik sistemik.1,5,8

Gambar Blefaritis Bakterial


Sumber:Amescua G, Akpek EK, Farid M, Garcia-Ferrer FJ, Lin A, Rhee MK, et
al. Blepharitis Preferred Practice Pattern®. Ophthalmology. 2019;126(1):P56–
93. Hal. 9.
2.1.1.1.2 Blefaritis Superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh Staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti
sulfasetamid dan sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta
diangkat dengan kapas basah. Bila terjadi blefaritis maka dilakukan
penekanan manual kelenjar meibom (meibomianitis), yang biasa
menyertainya.8
2.1.1.1.3 Blefaritis Seboroik
Blefaritis seboroik biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50
tahun), dengan keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan.1
Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar Meibom, air mata
berbusa pada kantus lateral, hyperemia dan hipertrofi papil pada
konjungtiva. Pada kelopak mata dapat terbentuk kalazion, hordeolum
madarosis, poliosis dan jaringan keropeng.1
Blefaritis seboroik merupakan peradangan menahun yang sukar
penanganannya. Pengobatannya adalah dengan memperbaiki
kebersihan dan memebersihkan kelopak dari kotoran. Dilakukan
pembersihan dengan kapas lidi hangat. Dapat dilakukan pembersihan
dengan nitrat argenti 1%. Salep sulfonamide berguna pada aksi
keratolitiknya. Kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar Meibom
ditekan dan dibersihkan dengan shampoo bayi. Pada blefaritis seboroik
antibiotik diberikan local dan sistemik seperti tetrasiklin oral 4x250
mg.
Penyulit yang dapat ditimbulkan berupa flikten, keratitis marginal,
ulkus kornea vaskularisasi, horedolum dan madarosis.1,2,5

Gambar Blefaritis Seboroik


Sumber: Cavanaugh HD. Ophthalmology. A Short Textbook. Vol. 90,
American Journal of Ophthalmology. 2000. 585–586 p. Hal 33

2.1.1.1.4 Blefaritis Skuamosa


Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau
krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan
terjadinya luka kulit. Merupakan peradangan tepi kelopak terutama
yang mengenai kelenjar kulit di daerah akar bulu mata dan sering
terdapat pada orang dengan kulit berminyak.1,2,5
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh
jamur. Pasien dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal.
Pada blefaritis skuamosa terdapat sisik berwarna halus-halus dan
penebalan margo palpebra disertai madarosis. Sisik ini mudah dikupas
dari dasarnya tanpa mengakibatkan perdarahan.1,2,5
Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi
kelopak dengan shampoo bayi, salep mata, dan steroid, setempat
disertai dengan memperbaiki metabolisme pasien.1,2

Gambar 11. Blefaritis Skuamosa


Sumber: Cavanaugh HD. Ophthalmology. A Short Textbook. Vol. 90,
American Journal of Ophthalmology. 2000. 585–586 p. Hal 35

2.1.1.1.5 Blefaritis Ulseratif


Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak
akibat infeksi Staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat
keropeng berwarna kekuning-kuningan yang bila diangkat akan
terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah disekitar bulu mata.
Pada blefaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan
keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai pendarahan.
Penyakit berfiat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lanjut dan lebih
dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan rontok
(madarosis).1,2,5
Pengobatan dengan antibiotic dan hygiene yang baik. Antibiotik yang
digunakan berupa sulfasetamid, gentamisin, atau basitrasin. Biasanya
disebabkan stafilokok maka diberi obat Staphylococcus. Apabila
ulseratif luas pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi
roboransia.1,5
Penyulitnya adalah madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang
merusak folikel rambut, trikiasis, keratitis superficial, keratitis
pungtata, hordeolum, dan kalazion. Bila ulkus kelopak ini sembuh
maka akan terjadi tarikan jaringan parut yang juga dapat berakibat
trikiasis.1

Gambar 11. Blefaritis Skuamosa


Sumber: Cavanaugh HD. Ophthalmology. A Short Textbook. Vol. 90,
American Journal of Ophthalmology. 2000. 585–586 p. Hal 36

2.1.1.1.6 Blefaritis Angularis


Blefaritis angularis merupakan infeksi Staphylococcus pada tepi
kelopak di sudut kelopak atau kantus. Blefaritis angularis mengenai
sudut kelopak mata (kantus eksternus dan internus) sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada fungsi pungtum lakrimal. Blefaritis
angularis disebabkan Staphylococcus aureus atau Morax Axenfeld.
Kelainan ini pada umumnya bersifat rekuren.1,2
Blefaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan sengsulfat.
Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial pada sudut balik mata
yang akan menyumbat pada duktus lakrimal.1
Sumber. Kanski, Jack J. 2007. Clinical ophthalmology: a systematic approach.
Edinburgh: Butterworth-Heinemann/Elsevier. Hal 33
2.1.1.1.7 Blefaritis Virus
Pada blefaritis virus terdapat beberapa infeksi seperti virus herpes
zoster, herpes simpleks, vaksinia, moluskum kontagiosum, dan veruca
vulgaris.1,2
Pada virus herpes zoster terjadi infeksi pada ganglion gaseri saraf
trigeminus. Biasanya herpes zoster akan mengenai orang dengan usia
lanjut. Bila terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat
gejala-gejala herpes zoster pada mata dan kelopak mata atas.
Pengobatan herpes zoster tidak merupakan obat spesifik tapi
merupakan simtomatik. Pada infeksi herpes zoster diberikan analgesik
untuk mengurangkan rasa sakit.1,2
Pada herpes simpleks vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat
disertai dengan keadaan yang sama pada bibir. Dikenal bentuk radang
blefaritis simpleks yang merupakan radang tepi kelopak rnigan dengan
terbentuknya krusta kuning basah pada tepi bulu mata, yang
mengakibatkan kedua kelopak lengket. Tidak terdapat pengobatan
spesifik bila terdapat infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik
sistemik dan topikal.1,2
Pada infeksi vaksinia akan terdapat kelainan pada kelopak berupa
pustula dengan indentitas pada bagian sentral. Tidak terdapat
pengobatan spesifik untuk kelainan ini.1,2
Moluskum kontangiosum pada kelopak mata akan terlihat sebagai
benjolan dengan pengaungan di tengah yang biasanya terletak pada
tepi kelopak. Pengobatan moluskum tidak ada yangspesifik atau
dilakukan ekstirpasi benjolan, antibiotik lokal diberikan untuk
mencegah infeksi sekunder. 1

Gambar 13. Blevaritis Virus


Sumber. Kanski, Jack J. 2007. Clinical ophthalmology: a systematic approach.
Edinburgh: Butterworth-Heinemann/Elsevier. Hal 35
2.1.1.1.8 Blefaritis Jamur
Infeksi jamur pada kelopak dibagi menjadi dua, yaitu infeksi
superfisial dan infeksi jamur dalam.1
Infeksi jamur pada kelopak superficial biasanya diobati dengan
griseofulvin terutama efektif untuk epidermomikosis. Diberikan 0,5-1
gram sehari dengan dosis tunggal atau dibagi rata. Pengobatan
diteruskan 1-2 minggu setelah terlihat gejala menurun. Untuk infeksi
kandida diberi pengobatan nistatin topical 100.000 unit per gram.1
Pengobatan infeksi jamur dalam adalah secara sistemik. Infeksi
Actinomyces dan Nocardia efektif diobati dalam sulfonamide,
penisilin atau antibiotik spectrum luas. Amfoterisin B dipergunakan
untuk pengobatan Histoplasmosis, sporotrikosis, asperligosis,
torulosis, kriptokokosis, dan blastomikosis.1,2
Pengobatan Amoferoterisin B dimulai dengan 0,05-0,1 mg/Kgbb,
yang diberikan intravena lambat selama 6-8 jam. Dilarutkan dalam
dekstrose 5% dalam air. Dosis dinaikkan selama 1 mg/Kgbb, dosis total
tidak boleh melebihi 2 gram. Pengobatan diberikan setiap hari selama2-3
minggu setelah gejala berkurang.1
Gambar 14. Blevaritis Virus
Sumber. Kanski, Jack J. 2007. Clinical ophthalmology: a systematic approach.
Edinburgh: Butterworth-Heinemann/Elsevier. Hal 37

2.1.1.1.9 Blefaritis Pedikulosis


Kadang-kadang pada penderita dengan hygiene yang buruk akan dapat
bersarang tuma atau kutu pada pangkal silia di daerah margo palpebra.1
Pengobatan pedikulosis adalah dengan aplikasi salep merupakan
ammoniated 3%. Salep fisostigmin dan tetes mata DFP cukup elektif
untuk tuma atau kutu ini.1
2.1.1.1.10 Blefaritis Urtikaria
Urtikaria pada kelopak mata terjadi akibat masuknya obat atau
makanan pada pasien yang rentan. Untuk mengurangi keluhan yang
utama diberikan steroid topical ataupun sistemik, dan dapat dicegah
pemakaian steroid lama. Obat antihistamin dapat mengurangi gejala
alergi.1

Gambar 15. Blevaritis Virus


Sumber. Kanski, Jack J. 2007. Clinical ophthalmology: a systematic approach.
Edinburgh: Butterworth-Heinemann/Elsevier. Hal 38
2.1.1.2 Hordeolum
Hordeolum adalah infeksi kelenjar di palpebra, bila kelenjar meibom
terkena, timbul pembengkakan besar disebut hordeolum interna.
Hordeolum eksterna yang lebih kecil dan lebih superficial (sty) adalah
infeksi kelenjar Zeis atau Moll.1,2,3
Nyeri, merah, dan bengkak, adalah gejala-gejala utamanya. Intensitas
nyeri mencerminkan hebatnya pembengkakan palpebra. Hordeolum
interna dapat menonjol ke kulit atau ke permukaan konjungtiva.
Hordeolum eksterna selalu menonjol ke arah kulit.1
Sebagian besar hordeolum disebabkan oleh infeksi stafilokok, biasanya
Staphylococcus aureus. Jarang diperlukan biakan. Pengobatannya adalah
kempres hangat, 3-4 kali sehari selama 10-15 menit. Jika keadaan tidak
membaik dalam 48 jam, dilakukan insisi dan drainase bahan purulen.
Hendaknya dilakukan insisi vertikal pada permukaan konjungtiva untuk
menghindari terpotongnya kelenjar meibom. Sayatan ini dipencet untuk
mengeluarkan sisa nanah. Jika hordeolum menonjol keluar, dibuat insisi
horizontal pada kulit untuk mengurangi luka parut.1,2,3
Pemberian salep antibiotik pada saccus conjungtivalis setiap 3 jam ada
manfaatnya. Antibiotik sistemik diindikasikan jika terjadi selulitis.1

Gambar 16. Hordeolum


Sumber. Kanski, Jack J. 2020. Clinical ophthalmology: a systematic approach.
Edinburgh: Butterworth-Heinemann/Elsevier. Hal 67
2.1.1.3 Kalazion
Kalazion adalah radang granulomatosa kronik yang steril dan idiopatik
pada kelenjar meibom; umumnya ditandai oleh pembengkakan setempat
yang tidak terasa sakit dan berkembang dalam beberapa minggu. Awalnya
dapat berupa radang ringan disertai nyeri tekan yang mirip hordeolum.
Kalazion dibedakan dengan hordeolum karena tidak ada tanda-tanda
peradangan akut.
Kebanyakan kalazion mengarah ke permukaan konjungtiva, yang
mungkin sedikit memerah dan meninggi. Jika cukup besar, sebuah
kalazion dapat menekan bola mata dan dapat menimbulkan astigmatisma.
Jika cukup besar sehingga dapat mengganggu penglihatan atau
mengganggu secara kosmetik, dianjurkan eksisi lesi.
Pemeriksaan laboratorium jarang digunakan, tetapi pemeriksaan
histologis menunjukkan proliferasi endotel asinus dan respon radang
granulomatosa yang melibatkan sel-sel kelenjar jenis Langerhans. Biopsi
diindikasikan pada kalazion berulang karena tampilan karsinoma kelenjar
meibom dapat mirip tampilan kalazion.
Eksisi bedah dilakukan melalui insisi vertical ke dalam kelenjar
tarsal dari permukaan konjungtiva, diikuti kureetase materi gelatinosa dan
epitel kelenjarnya dengan hati-hati. Penyuntikan steroid intralesi saja
mungkin bermanfaat untuk lesi kecil, tindakan ini dikombinasikan dengan
tindakan bedah pada kasus-kasus yang sulit.

Gambar 17. Kalazion


Sumber. Kanski, Jack J. 2020. Clinical ophthalmology: a systematic approach.
Edinburgh: Butterworth-Heinemann/Elsevier. Hal 69
2.1.1.4 Meibomianitis
Meibomianitis adalah infeksi pada kelenjar meibom yang mengakibatkan
peradangan pada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu
pengobatan kompres hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari
dalamnya berulang kali disertai antibiotik lokal.1
2.1.2 Deformitas Anatomik Palpebra
2.1.2.1 Entropion
Entropion atau pelipatan palpebra ke arah dalam dapat involusional
(spastik, senilis), sikatrikal, dan kongenital. Entropion involusional adalah
yang paling sering dan menurut definisi terjadi akibat proses penuaan.
Gangguan ini selalu mengenai palpebra inferior dan terjadi akibat
lemahnya otot-otot retractor palpebra inferior, migrasi otot orbikularis
praseptal ke atas, dan menekuknya tepi tarsus superior. Entropion
sikatrikal dapat mengenai palpebra superior atau inferior dan disebabkan
oleh jaringan parut di konjungtiva atau tarsus1,2,3.
Keadaan ini paling sering ditemukan pada penyakit radang kronik, seperti
trakhoma. Entropion kongenital jarang dan jangan dikacaukan dengan
epiblefaron kongenital, yang biasanya mengenai orang Asia. Pada
entropion kengenital, tepian palpebra memutar ke arah kornea; pada
epiblefaron, kulit dan otot pratarsalnya menyebabkan bulu mata memutari
tepi tarsus.
Pada entropion pengobatannya adalah dengan operasi plastik atau suatu
tindakan tarsotomi pada entropion akibat trauma.1

2.1.2.2 Ektropion
Ektropion merupakan penurunan dan terbaliknya palpebra ke arah luar,
umunya bilateral dan sering ditemukan pada orang tua. Ekstropion dapat
disebabkan pengenduran muskulus orbicularis oculi, akibat menua atau
akibat kelumpuhan nervus ke tujuh.1,2,14
Gejalanya adalah mata berair dan iritasi. Dapat timbul keratitis
pajanan. Ektropion involusional ditangani secara bedah dengan melakukan
pemendekan horizontal pada palpebra. Ektropion sikatrikal disebabkan
oleh kontraktur pada lamela anterior palpebra.1,2,14
Penanganannya adalah perbaikan luka parut melalui pembedahan
dan sering dilakukan pencangkokan kulit. Ektropion ringan dapat diatasi
dengan tindakan elektrokauterisasi yang cukup dalam, menembus
konjungtiva 4-5 mm dari tepian palpebra pada aspek inferior lempemg
tarsus. Reaksi fibrotic yang mengikuti seringkali menarik palpebra ke atas
ke posisi normalnya1,2,14.
2.1.2.3 Trikiasis
Trikiasis merupakan keadaan dimana bulu mata mengarah kearah bola
mata yang akan menggosok kornea ataupun konjungtiva. Biasanya terjadi
bersama penyakit lain seperti trakoma, sikatrisial, pemfigoid, trauma kimia
basa, dan trauma kelopak lainnya1,2,14.
Gejalanya adalah konjungtiva kemotik dan hiperemi, pada kornea terdapat
erosi, keratopati dan ulkus. Pasien akan mengeluh, fotofobia, lakrimasi,
dan seperti kelilipan1,2,14.
Pengobatan sementara dengan epilasi atau mencabut bulu yang salah
tumbuh. Biasanya kejadian akan berulang akibat pertumbuhan bulu mata
dalam 6-8 minggu. Dapat efektif dengan melakukan elektrolisis. Bila akan
dilakukan pada bagian yang lebih luas maka dilakukan dengan terapi krio.
Pada trakhomadengan trikiasis akan dilakukan bedah plastik1,2,14.
2.1.2.4 Distikiasis
Distikiasis merupakan keadaan dimana terdapat penumbuhan bulu mata
abnormal atau terdapatnya duplikasi bulu mata daerah tempat keluarnya
saluran Meibom. Berbentuk lebih halus tipis dan pendek dibandingkan
dengan bulu mata normal. Dapat tumbuh ke dalamsehingga
mengakibatkan bulu mata menusuk jaringan bola mata atau trikiasis.
Bersifat congenital dominan, biasanya disertai dengan kelainan kongentital
lainnya1,2,14.
Pengobatan distrikiasis bila telah memberikan penyulit berupa epilasi atau
melakukan krioterapi pada folikel rambut sehingga bulu mata tersebut
tidak tumbuh lagi1,2,14.
2.1.2.5 Koloboma
Koloboma kelopak merupakan kelainan kongenital yang terjadi karena
tidak sempurnanya penutupan processus maxiliaris semasa janin sehingga
terbentuk celah pada tepian palpebra dengan ukuran bervariasi. Aspek
medial palpebra superior paling sering terkena, dan sering disertai
dermoid. Rekonstruksi bedah umumnya dapat ditunda beberapa tahun,
tetapi harus dilakukan dengan segera jika membahayakan kornea. Defek
palpebra lengkap (full-thickness) akibat sembarang penyebab terkadang
disebut koloboma.3,8
2.1.2.6 Epikantus
Epikantus ditandai dengan lipatan vertikal kulit di atas kantus medialis. Ini
khas pada orang Asia dan ada dalam batas tertentu pada kebanyakan anak
dari semua ras. Lipatan kulit tersebut sering cukup besar hingga semua ras.
Lipatan kulit tersebut sering cukup besar hingga menutupi sebagian sclera
nasalis dan menimbulkan pseudoesotropia. Mata tampak juling bila aspek
medial sclera tidak terlihat. Jenis paling banyak adalah epikantus tarsalis.
Lipatan palpebra superior menyatu di medial dengan epikantus. Pada
epikantus interversus, lipatan kulitnya menyatu dengan palpebra inferior.
Jenis lain jarang ditemukan. Lipatan epikantus bisa juga didapatkan pasca
bedah atau trauma di bagian medial palpebra dan hidung. Penyebab
epikantus adalah pemendekan vertikal kulit antara kantus dan hidung.
Koreksi bedah diarahkan pada pemanjangan vertikal dan pemendekan
horizontal. Pada anak normal lipatan epikantus menghilang secara
bertahap hingga puberitas dan jarang memerlukan pembedahan.5

2.1.2.7 Telekantus
Jarak normal antara kantus-medialis kedua mata - jarak interkantus- sama
dengan panjang visura palpebrae (kira-kira 30 mm pada orang dewasa).
Jarak interkantus yang lebar bisa terjadi akibat disinsersi traumatic atau
disgenesis kraniofasial kongenital. Telekantus ringan dapat dikoreksi
dengan operasi kulit dan jaringan lunak. Namun diperlukan rekonstruksi
kraniofasial besar bila orbita terpisah jauh.5,10
2.1.2.8 Lagoftalmos
Lagoftalmos adalah suatu keadaan dimana kelopak mata tidak dapat
menutup bola mata dengan sempurna. Kelainan ini akan mengakibatkan
trauma konjungtiva dan kornea, sehingga konjungtiva dan selaput bening
menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk
konjungtivitis atau suatu keratitis.1,2,9
Penyebab terjadinya lagoftamos dapat akibat terbentuknya jaringan parut
atau sikatrik yang menarik kelopak, ektropion, paralisis orbikularis okuli,
eksoftalmos goiter, dan terdapatnya tumor retrobulbar1,2,9.
Pengobatan lagoftalmos merupakan usaha mempertahankan bola mata
tetap basah dengan memberikan air mata buatan. Kadang-kadang
digunakan lensa kontak untuk mempertahankan air mata tetap berada
dipermukaan kornea. Bebat dengan kasa sebaiknya hati-hati karena akan
mengakibatkan permukaan kornea kering sehingga sering terjadi erosi
kornea. Bila keadaan terlalu berat maka dilakukan blefarorafi dengan
menjahit dan mendekatkan kedua kelopak atas dengan bawah1,2,9.
2.1.2.9 Ptosis
Ptosis merupakan keadaan dimana kelopak mata atas tidak dapat diangkat
atau terbuka sehingga celah kelopak menjadi lebih kecil dibandingkan
dengan keadaan normal.
Keadaan ini terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palpebra,
lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi
akibat jaringan penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola
mata tertarik kebelakang atau enoftalmos. Penyebab ptosis adalah kelainan
kongenital, miogenik, dan neurogenik. Ptosis juga dapat terjadi pada
miastenia gravis pada satu mata atau kedua mata. Bila ptosis terjadi sejak
lahir atau congenital dan tidak segera diatasi dapat mengakibatkan
terjadinya ambliopia eks anopsia pada mata bayi tersebut.
Pengobatan adalah dengan memperbaiki fungsi otot levator dengan
memperpendek levator sehingga tarsus akan terangkat.
2.1.2.10 Pseudoptosis
Bila terdapat suatu kelainan pada kelopak sehingga mengakibatkan
kelopak tidak mudah bergerak atau diangkat maka keadaan ini disebut
pseudoptosis. Pseudoptosis akan mengakibatkan tertutupnya bola mata
oleh kelopak. Pseudoptosis dapat terlihat pada kelainan kelopak seperti
hordeolum, kalazion, tumor kelopak ataupun blefarokalasis yang
mengakibatkan kelopak tersebut sukar terangkat. Pengobatan yang
diberikan pada ptosis adalah dengan mengobati dan menghilangkan
penyebab pseudoptosis tersebut.1,2

2.1.2.11 Xantelasma
Xantelasma adalah kelainan yang umum dan terdapat pada permukaan
anterior palpebra, biasanya lateral didekat sudut medial mata. Lesi ini
tampak berupa plak-plak kuning di dalam kulit palpebra dan paling
sering terlihat pada orang tua. Xantelasma merupakan endapan lipid di
dalam histiosit pada dermis palpebra. Walaupun bisa ditemukan pada
pasien hiperlipidemia herediter atau hyperlipidemia.1,2
2.1.3 Trauma Palpebra
2.1.3.1 Definisi
Berbagai mekanisme trauma seperti kecelakaan mobil, perkelahian, gigitan
binatang, dan berbagai mekanisme lain dapat merusak kelopak mata dan
sistem drainase air mata. Sedangakan yang disebut sebagai laserasi
kelopak mata merupakan rudapaksa pada kelopak mata akibat benda tajam
yang mengakibatkan luka robek/laserasi.15

2.1.3.2 Klasifikasi
Kerusakan pada kelopak mata diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan
lokasi15:

 Untuk pasien muda (tight lids)


 Small - 25-35%
 Medium - 35-45%
 Large - > 55%
 Untuk pasien yang lebih tua (lax lids)
 Small - 35-45%
 Medium - 45-55%
 Large - > 65%
Kerusakan khas mungkin melibatkan 50% dari bagian tengah kelopak
mata atas. Keterlibatan margin kelopak mata harus diperhatikan. Jika
margin kelopak mata terhindar, penutupan dengan flap local atau skin
graft mungkin sudah cukup. Setelah margin terlibat, perbaikan bedah
harus mengembalikan integritas dari margin kelopak mata.1,2

2.1.3.3 Patofisiologi
2.1.3.3.1 Trauma Tumpul
Echimosis dan edema termasuk dalam manifestasi klinis trauma
tumpul. Pasien membutuhkan evaluasi biomikroskopik dan
pemeriksaan fundus dengan pupil yang dilebarkan untuk
menyingkirkan permasalahan yang terkain kelainan intraokular. CT
scan di perlukan untuk mengetahui adanya fraktur.15
2.1.3.3.2 Trauma Benda Tajam
Pengetahuan yang mendetail tentang anatomi palpebra membantu
dokter ahli bedah untuk memperbaiki trauma tajam palpebra. Secara
umum, penanganan trauma tajam palpebra tergantung kedalaman dan
lokasi cedera.15
2.1.3.3.3 Laserasi yang Tidak Melibatkan Margo Palpebra
Laserasi pada palpebra superficial hanya terdapat pada kulit dan otot
orbicularis biasanya hanya memerlukan jahitan pada kulitnya saja.
Untuk menghindari sikatrik yang tidak di kehendaki, harus mengikuti
prinsip dasar tindakan bedah plastik. Hal ini termasuk debridemant
luka yang sifatnya konservatif, menggunakan benang dengan ukuran
yang kecil. Menyatukan tepi luka sesegera mungkin dan melakukan
pengangkatan jahitan. Adanya lemak orbita di dalam luka menyatakan
bahwa septum orbita telah terkena. 1,15
Bila terdapat benda asing di daerah superfisial harus dicari sebelum
laserasi pada palbebra di jahit. Melakukan irigasi untuk
menghilangkan kontaminasi material di dalam luka. Prolaps lemak
orbita pada palpebra superior merupakan indikasi untuk melakukan
eksplorasi, laserasi pada otot levator atau aponeurosis harus dengan
hati-hati melakukan perbaikan untuk menghindari ptosis post
operasi.1,15
2.1.3.3.4 Laserasi pada Margo Palpebra
Laserasi pada margo palpebra memerlukan jahitan untuk menghindari
tepi luka yang tidak baik. Banyak teknik – teknik sudah diperkenalkan
tapi pada prinsip pentingnya adalah aproksimasi tarsal harus dibuat
dalam garis lurus.1,15
2.1.3.3.5 Trauma pada Jaringan Lunak Kantus
Trauma pada medial atau lateral kantus pada umumnya disebabkan
oleh adanya tarikan horizontal pada palpebra menyebabkan avulsi dari
palpebra pada titik lemah medius atau lateral dari tendon kantus.
Avulsi dari tendon kantus medial harus dicurigai bila terjadi di sekitar
medial tendon kantus dan telekantus. Harus diperhatikan juga posterior
dari tendon sampai dengan posterior kelenjar lakrimalis. 1,2,15
Penanganan avulsi dari tendon medial kantus tergantung pada jenis
avulsinya. Jika pada bagian atas atau bagian bawah terjadi avulsi tetapi
pada bagian posterior masih intake avulsi dapat di jahit. Jika terdapat
avulsi pada posterior tetapi tidak ada fracture pada nasoorbital tendon
yang mengalami avulsi harus di lakukan wirering melalui lubang kecil
di dalam kelenjar lakrimal ipisi lateral posterior. Jika avulsi tendon
disertai dengan fraktur nasoorbital, wirering transnasal atau platting
diperlukan setelah reduksi dari fraktur.1,15

2.1.3.3.6 Gigitan Anjing dan Manusia


Robekan dan trauma remuk terjadi sekunder dari gigitan anjing atau
manusia. Laserasi palpebra pada sebagian kulit luar dan kulit secara
menyeluruh, avulsi kantus, laserasi kanalikulus paling sering terjadi.
Trauma pada wajah dan intracranial mungkin dapat terjadi terutama
pada bayi.15
Irigasi dan penutupan luka secara dini harus segera dilakukan dan
kemungkinan terjadinya tetanus dan rabies harus dipikirkan serta
memerlukan observasi, direkomendasikan untuk pemberian
antibiotik.15
2.1.3.3.7 Luka Bakar pada Palpebra
Pada umumnya luka bakar pada palpebra terjadi pada pasien-pasien
yang mengalami luka bakar yang luas. Sering terjadi pada pasien
dengan keadaan setengah sadar atau di bawah pengaruh sedatif yang
berat dan memerlukan perlindungan pada mata untuk mencegah
ekspose kornea, ulserasi dan infeksi. Pemberian antibiotik tetes dan
salep serta pelembab. Evaluasi secara rutin pada palpebra merupakan
penanganan dini pada pasien-pasien tersebut.15
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. 2014.Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta: Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2007. Vaughan & Asbury’s General
th
Ophthalmology. 17 Ed. USA: The McGraw-Hill Companies.
3. American Academy of Ophthalmology Staff. Eyelid. In: Fundamentals and
Principle of Opthalmology. United State of America: American Academy of
Ophthalmolog; 2019. Chapter 1, p. 51-66.
4. Meltem P, Dooren B Van, Jose TK, Jonckheere P, Koch P, Dmitry J, et al.
Eyelid Disorders in Ophthalmology Practice : Results from a Large
International Epidemiological Study in Eleven Countries. 2020;597–608.
5. Amescua G, Akpek EK, Farid M, Garcia-Ferrer FJ, Lin A, Rhee MK, et al.
Blepharitis Preferred Practice Pattern®. Ophthalmology. 2019;126(1):P56–
93.
6. Cavanaugh HD. 2000. Ophthalmology. A Short Textbook. Vol. 90, American
Journal of Ophthalmology.585–586 p.
7. Kanski, Jack J. 2020. Clinical ophthalmology: a systematic approach.
Edinburgh: Butterworth-Heinemann/Elsevier.
8. Dharmawidiarini D, Unari U, Doemilah R. 2007. Bilateral Upper Eyelid
Coloboma. Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5.
9. Doemilah R, Faradis H, Witjaksana N. 2008. Management Of Paralytic
Lagophthalmos Caused By Leprosy Reaction. Jurnal Oftalmologi Indonesia
Vol. 6.
10. Wahjudi H, Nuradianti L, Riyanto H. 2007. Combination Of Cutler Beard
Flap, V-Y Glabellar Flap And Direct Closure For Large Resection Upper
Eyelid And Medial Canthus. Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5.
11. Sutjipto, Desy B, Hoesin R G. 2009.Management of Upper Eyelid Coloboma
with Three Steps Technique Surgery. Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 7.
12. Rayward O et al. 2013. Diagnostic puzzler : Acute eyelid edema.
JFPONLINE.Com.
13. Rodriguez R L. 2013.Blepharitis Disease and Its Management. American

21
Optomeric Association.
14. Wearne M J, Pitts J. 2013. Diagnosis and management ofeyelid and lacrimal
abnormalities. http://www.optometry.co.uk.
15. Nelson C C. 1991. Management of eyelid trauma. Australian and New
Zealand Journal of Ophthalmology.
16. Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN). 2015. Panduan Nasional
Penanganan Kanker 2015. Diakses melalui
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/ pada 25 Agustus 2020
17. Bernardini FP. 2006. Management of malignant and benign eyelid lesions.
Curr Opin Ophthalmol.17(5):480-484.

22

Anda mungkin juga menyukai