Anda di halaman 1dari 16

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

GLAUKOMA SUDUT TERBUKA (SINDROMA


DISPERSI PIGMEN DAN GLAUKOMA
PIGMENTASI)
TINJAUAN PUSTAKA
SINDROM DISPERSI PIGMEN DAN
GLAUKOMA PIGMENTASI

A. Definisi
Sindrom dispersi pigmen (SDP) adalah kelainan pada mata yang
terjadi ketika pigmen menggosok bagian belakang iris. Pigmen ini
kemudian menyebar dari epitel pigmen iris dan berakumulasi secara
abnormal ke berbagai bagian segmen anterior. Glaukoma adalah penyakit
mata di mana terjadi kerusakan saraf optik (neuropati) pada lapang pandang
yang ditandai dengan pencekungan diskus optik yang biasanya dikaitkan
dengan peningkatan tekanan intraokular. Pigmen pada trabecular meshwork
dapat menyebabkan perubahan trabekuler dan peningkatan TIO. sehingga
dapat dikaitkan dengan neuropati optik glaukoma. SDP yang telah
berkembang ke tahap ini disebut glaukoma pigmentasi. Glaukoma
pigmentasi dianggap sebagai glaukoma sudut terbuka sekunder, sering tidak
terdiagnosis dan terjadi pada dekade ketiga atau keempat kehidupan. Tidak
semua orang yang memiliki sindrom dispersi pigmen akan mengalami
glaukoma pigmentasi1,11.

B. Epidemiologi
Sindrom dispersi pigmen dan glaukoma pigmentasi cukup prevalen di
seluruh bagian dunia. Insiden SDP dilaporkan sebanyak 2,5%, dan GP
mencakup 1,5% dari semua kasus glaukoma. Di Amerika Serikat, angka
kejadian tahunan SDP dan GP diperkirakan masing-masing 4,8 / 100.000
dan 1,4 / 100.000. Tingkat konversi SDP ke GP berkisar antara 6%-43%.
Dalam penelitian lain, diamati bahwa dalam 5 tahun, 10%-50% dari kasus
SDP dikonversi menjadi GP dan 15% dalam 15 tahun. Satu studi prospektif
lain melaporkan glaukoma pigmentasi pada 18% peserta dengan sindrom
dispersi pigmen. Sindrom dispersi pigmen pria dan wanita hampir sama,

2
dengan sedikit dominasi di antara pria. Kebanyakan pasien dengan
glaukoma pigmentasi adalah pria (78% - 93% dari kasus), dan penyakit ini
cenderung berkembang pada usia yang lebih dini pada pria daripada wanita.
Glaukoma pigmentasi didiagnosis paling umum pada dekade ketiga dan
keempat kehidupan, meskipun usia onset rata-rata tidak pasti. GP lebih
umum terjadi ras kaukasia dibandingkan dengan ras kulit hitam. Pada orang
kulit hitam ada perbedaan fenotipik karena tidak terdeteksi cacat
transiluminasi. Terdapat teori bahwa sindrom dispersi pigmen diturunkan
secara dominan autosom dengan penetrasi yang tidak lengkap.12,13

C. Etiopatogenesis2,5,11
Mekanisme yang mendasari terjadinya SDP dan GP adalah kontur iris
yang cekung yang menyebabkan penggosokan permukaan iris posterior
terhadap bundel zonul lensa anterior selama gerakan pupil fisiologis,
sehingga terjadi gangguan membran sel epitel pigmen iris dan pelepasan
butiran pigmen.
Iris berbentuk cekung sering masuk ke area badan siliaris posterior.
Pigmen dalam segmen anterior diangkut oleh arus konvektif dari humor
akuos dan terakumulasi di bagian anterior mata. Pigmentasi kornea tipikal
atau spindel Krukenberg umumnya berupa pita cokelat yang sentral dan
memanjang pada endotel kornea yang menjadi lebih kecil dan lebih ringan
dari waktu ke waktu. Kelebihan pigmen dalam sel endotelial dari trabecular
meshwork dapat menyebabkan kematian sel endotel. Kegagalan trabecular
beams karena nekrosis sel-sel endotel dapat mengakibatkan penurunan
outflow saluran dan peningkatan TIO. Seiring waktu, perubahan patologis
dalam sel endotel trabekuler dan collagem beams dapat menyebabkan
peningkatan resistensi terhadap aliran keluar humor akuos dengan
peningkatan TIO kronis dan glaukoma sekunder. Pasien dengan SDP atau
GP memiliki konsentrasi granul pigmen humor akuos di bilik anterior 15
kali lebih tinggi dibandingkan dengan normal. Tingkat pigmentasi dari

3
trabecular meshwork tidak selalu menjadi prediktor konversi dari SDP ke
GP tetapi jumlah pigmentasi dihubungkan dengan keparahan GP.
Pelepasan pigmen membutuhkan kontak irido-zonular dan pergerakan
pupil. Faktor risiko untuk kontak irido-zonular berdasarkan anatomi okular
adalah:
a. Jenis kelamin laki-laki: Glaukoma pigmentasi memiliki dominasi
pria yang kuat, dengan semua seri kasus menunjukkan rasio pria
dan wanita antara 2: 1 dan 5: 1. Dominasi pria jauh lebih sedikit
pada SDP, dengan seri kasus yang menggambarkan rasio pria dan
wanita antara 1: 1 dan 2: 1.
b. Usia: Pria paling sering mengalami SDP dan GP pada usia 30-
an, sedangkan pasien wanita biasanya mengalami SDP dan GP
sekitar satu dekade kemudian. Kasus-kasus SDP telah
diidentifikasi pada pasien yang berumur 12-15 tahun. Penyakit
ini mungkin lebih sering terjadi pada usia paruh baya karena lensa
membesar dan irisnya cukup fleksibel untuk membentuk posisi
cekung.
c. Miopia: Gangguan refraktif yang paling umum terjadi pada mata
pasien dengan SDP dan GP adalah miopia sedang, dengan rata-
rata dalam kisaran -3 sampai -4 D. Hipermetropia relatif jarang,
biasanya hanya pada 5-10% pasien di sebagian besar rangkaian
kasus.
d. Ras: Baik sindrom dispersi pigmen dan glukoma pigmentasi
jarang terjadi pada orang keturunan Afrika.
e. Penyisipan iris cekung dan iris posterior: Pasien dengan SDP dan
GP memiliki kontak iridolentikuler lebih besar daripada individu
normal. Peningkatan kontak iridolenticular terjadi karena
kombinasi dari iris cekung dan insersi iris yang lebih posterior,
keduanya lebih sering terjadi pada pasien dengan SDP atau GP.

4
f. Kornea pipih: Pasien dengan SDP dan GP memiliki kornea yang
secara signifikan lebih pipih dibandingkan subyek kontrol yang
seusia dan memiliki kelainan refraksi. Kornea pipih mungkin
lebih mungkin mempengaruhi pergerakan humor akuos dari ruang
posterior ke ruang anterior dengan berkedip, menghasilkan
peningkatan kontak iridozonular.
g. Riwayat keluarga: Pemeriksaan langsung terhadap sekelompok
kecil anggota keluarga pasien SDP menunjukkan bahwa penyakit
ini terdapat pada 2/19 (12%) orang. Pemeriksaan kedua pada
anggota keluarga tersebut melaporkan tanda-tanda SDP pada 36%
orang tua subjek dan 50% saudara kandung, tetapi tidak pada
anak, sehingga menunjukkan kemungkinan pola pewarisan
autosom dominan dengan penetrasi tidak lengkap. Keluarga
dengan GP juga telah dideskripsikan di beberapa generasi.
Adanya 50% anggota keluarga dalam keluarga yang memiliki
SDP atau GP, memperkuat gagasan tentang pola pewarisan
dominan autosomal.

Faktor risiko untuk tahap penyakit atau perkembangan penyakit meliputi:


a. Tekanan intraokular: Sebuah studi retrospektif dari Olmstead
County Minnesota menemukan TIO> 21mmHg menjadi satu-
satunya faktor risiko untuk perkembangan dari SDP ke GP. Usia,
gangguan refraktif dan riwayat keluarga tidak dikaitkan dengan
konversi ke GP.
b. Derajat kontak iridolenticular pada pasien dengan penyakit
asimetris: Mata yang lebih terkena memiliki lebih banyak kontak
lensa-iris daripada mata sebelahnya. Fitur yang berhubungan
dengan kontak iridolentikular yang lebih besar (iris yang lebih
besar, lebih banyak penyisipan iris posterior) juga lebih umum
pada pasien dengan SDP atau GP.

5
c. Pigmentasi trabecular meshwork yang lebih banyak. Pada pasien
dengan SDP bilateral,gejala yang lebih buruk biasanya ditemukan
pada sisi mata dengan pigmentasi trabecular meshwork yang
lebih banyak.

Dibandingkan dengan bentuk glaukoma lainnya, onset GP yang lebih


dini pada pasien miopia mungkin disebabkan oleh pertumbuhan mata yang
cepat, menciptakan ruang tambahan bagi iris perifer untuk bergerak ke
posterior. Campbell memperkenalkan gagasan reverse pupillary block
sebagai mekanisme utama untuk peningkatan TIO, yang dikonfirmasi oleh
Karickhoff pada tahun 1992. Kontak irido-lentikuler pada mata penderita
SDP mengakibatkan terjadinya mekanisme ball-valve di mana humor akuos
bergerak searah dari posterior ke ruang anterior sehingga menghasilkan
tekanan tinggi di ruang anterior, pelengkungan iris posterior, dan penutupan
katup iris. Dalam literatur, ada beberapa laporan tentang kemungkinan
keterlibatan segmen posterior mata dalam SDP dan GP berdasarkan
pengamatan bahwa epitel pigmen iris dan epitel pigmen retina memiliki
derivasi embriologis yang sama.
Mekanisme fisiologis seperti berkedip, akomodasi, dan olahraga telah
dilaporkan mempengaruhi mekanisme blok pupil terbalik. Berkedip
memaksa pergerakan humor akuos dari posterior ke ruang anterior, dan
tekanan vektor mengakibatkan pelengkungan iris posterior, gesekan
iridozonular, dan dispersi pigmen. Akomodasi juga melibatkan
pelengkungan posterior dari iris dan penyempitan pupil diikuti oleh dilatasi
pupil selama fase relaksasi. Gesekan iridozonular selama fase inilah
menyebabkan dispersi pigmen. Peningkatan konkavitas iris sekunder akibat
akomodasi juga telah dilaporkan pada mata rabun tanpa SDP dan mata
normal.
Gerakan pupil yang dihasilkan oleh dilatasi farmakologis telah diamati
dapat menghasilkan pelepasan pigmen dan peningkatan TIO pada beberapa
pasien dengan GP atau SDP. Pada beberapa pasien dengan GP atau SDP,

6
pelepasan pigmen yang signifikan disertai dengan peningkatan TIO telah
diamati setelah olahraga berat, seperti olahraga jogging atau basket.
Pelepasan pigmen yang menghasilkan peningkatan TIO dan glaukoma juga
telah diamati pada penempatan sulkus di beberapa desain lensa intraokular
tertentu setelah operasi katarak. Istilah SDP dan GP tidak berlaku untuk
bentuk sekunder glaukoma ini, meskipun ada beberapa kesamaan
mekanisme yang mendasarinya.

D. Gejala Klinis
Banyak pasien dengan sindrom dispersi pigmen (SDP) tidak memiliki
gejala. Pembebasan pigmen dan edema kornea yang berhubungan dengan
lonjakan TIO dapat menyebabkan gejala seperti sakit kepala, dan episode
penglihatan kabur atau melihat lingkaran cahaya (halo), terkait dengan
aktivitas fisik1,14.
Sebagian besar pasien glaukoma pigmentasi juga asimptomatik.
Pasien dengan glaukoma pigmentasi memiliki temuan yang identik dengan
SDP dengan tambahan gejala neuropati optik glaukomatosa dan
peningkatan TIO umumnya dalam kisaran 30 mmHg, tetapi kadang-kadang
bahkan lebih tinggi1. Terbentuknya edema kornea akibat peningkatan
tekanan intraokular, menyebabkan munculnya lingkaran cahaya atau halo
jika melihat cahaya seperti lampu. Seiring waktu, saraf optik menjadi
semakin rusak, pasien dengan glaukoma pigmentasi akan merasakan bintik-
bintik kosong mulai muncul di bidang penglihatannya. Pasien biasanya
tidak akan menyadari bintik-bintik kosong ini dalam beraktivitas sehari-hari
sampai akhirnya saraf optik rusak secara signifikan dan bintik-bintik ini
menjadi besar. Penglihatan perifer akan berkurang, lalu berlanjut ke
kehilangan penglihatan sentral, dan lama kelamaan jika semua serabut saraf
optik mati, kebutaan terjadi14,15.

7
E. Diagnosis
Selain dari gejala klinis, diagnosis sindrom dispersi pigmen dan
glaukoma pigmentasi juga ditegakkan dengan berbagai pemeriksaan seperti
pemeriksaan slit lamp, gonioskopi, pengukuran TIO, penilaian fundus,
analisis lapang pandang, dan evaluasi serat saraf retina dan pemeriksaan
penunjang seperti tomografi koherensi optik dan ultrasonografi
biomikroskopi11.
Triad klinis sindrom dispersi pigmen terdiri dari spindel Krukenberg,
defek transiluminasi iris midperifer, dan akumulasi pigmen pada trabecular
meshwork. Pemeriksaan bilik anterior menunjukkan daerah pusat dan perifer
yang lebih dalam. Pada slit lamp, deposit pigmen pada endotel kornea
biasanya dalam pola spindel vertikal, disebut sebagai spindel Krukenberg.
Spindel Krukenberg berupa pigmen coklat berbentuk oval bulat dengan
lebar 0,5-2,5 mm, dan panjang 2-6 mm. Pigmen biasanya paling padat di
tengah dan menipis di tepi dan disebabkan oleh arus konveksi humor akuos
dan fagositosis pigmen oleh endotelium kornea. Spindle Krukenberg hadir
pada sekitar 90% pasien dengan SDP atau GP. Meskipun demikian adanya
spindel Krukenberg tidak hanya untuk diagnosis sindrom dispersi pigmen
saja karena tanda ini dapat hadir pada penyakit lain seperti sindrom
pseudoeksfoliasi2,16.

Gambar 6. Spindel Krukenberg


Dikutip: Cantor LB, Rapuano CJ, McCannel CA. 2019-2020 BCSC (Basic
and Clinical Science Course), Section 10: Glaucoma. Foster JA, editor.
American Academy of Ophthalmology. 2019.h.116-4.

8
Transiluminasi iris terlihat pada sekitar 86% pasien dalam bentuk
spoke-like yang harus dibedakan dengan bintik di mata normal dengan iris
terang. Defek transiluminasi pada SDP memiliki pola refleks merah khas
fundus yang mirip dengan jendela rosetta sebuah gereja, juga dikenal
sebagai Church Window Sign. Defek transiluminasi iris perifer terjadi akibat
kontak antara serat zonular dan epitel pigmen iris posterior. Transiluminasi
asimetris dapat menyebabkan anisokoria, kemungkinan akibat iritasi iris
oleh zonula atau perubahan otot dilator, yang harus dipertimbangkan jika
akan melakukan operasi segmen anterior11.

Gambar 7. Goniofotografik defek transiluminasi iris spoke-like pada


sindrom dispersi pigmen
Dikutip: Cantor LB, Rapuano CJ, McCannel CA. 2019-2020 BCSC (Basic
and Clinical Science Course), Section 10: Glaucoma. Foster JA, editor.
American Academy of Ophthalmology. 2019.h.116-4.

Peningkatan TIO diukur dengan tonometri aplanasi atau non-kontak,


umumnya dalam kisaran 30 mmHg tetapi kadang-kadang ada yang lebih
tinggi terkait dengan episode pelepasan pigmen dan edema kornea.
Funduskopi dapat menunjukkan neuropati saraf optik pada pasien dengan
GP. Individu dengan miopia memiliki dua kali lipat peningkatan risiko
terkena glaukoma, dan pasien GP sering mengalami defek miopia, operasi
laser excimer diduga menyebabkan peningkatan jumlah pasien dengan
kornea yang menipis secara iatrogenik; oleh karena itu, riwayat operasi

9
refraktif harus ditanyakan saat akan mengukur TIO karena perubahan
ketebalan kornea dapat menyebabkan kesalahan dan bias evaluasi dalam
diagnosis GP11.
Pada gonioskopi, trabecular meshwork umumnya homogen dan padat
akan pigmen, dengan pigmen berbintik di anterior garis Schwalbe sering
membentuk garis Sampaolesi. Ketika mata dilatasi, deposit pigmen dapat
dilihat pada serat zonular, pada hyaloid anterior, dan di daerah ekuator
kapsul lensa. Deposisi pigmen melingkar di anterior hyaloid ke pinggiran
lensa posterior, dikenal sebagai garis Eggers dan deposit pigmen pada
kapsul posterior di sepanjang insersi zonula disebut sebagai garis Scheie
atau garis Zentmayer16,17.

Gambar 8. Pigmentasi yang berat dan homogen di trabecular meshwork


(panah) pada sindrom dispersi pigmen dan glaukoma pigmentasi
Dikutip: Cantor LB, Rapuano CJ, McCannel CA. 2019-2020 BCSC (Basic
and Clinical Science Course), Section 10: Glaucoma. Foster JA, editor.
American Academy of Ophthalmology. 2019.h.116-4.

10
Gambar 9. Scheie stripe: Garis berpigmen di belakang kapsul lensa
Dikutip: Cantor LB, Rapuano CJ, McCannel CA. 2019-2020 BCSC (Basic
and Clinical Science Course), Section 10: Glaucoma. Foster JA, editor.
American Academy of Ophthalmology. 2019.h.116-4.

Gambar 10. Cincin Zentmayer: Pigmen di posterior kapsul lensa dekat


ekuator
Dikutip: Giaconi JA, Law SK, Coleman AL, et. al. Pearls of glaucoma
management. Edisi ke-2. Berlin: Springer-Verlag GmbH Berlin Heidelberg.
2016.h.419-45.

Pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi biomikroskopi dan


tomografi koherensi optik segmen anterior dilakukan ketika telah
didapatkan gambaran spindel Krukenberg, defek transiluminasi iris, dan
akumulasi pigmen pada trabecular meshwork. Pelengkungan posterior iris

11
dan kontak iridozonular dapat diamati dengan USG biomikroskopi, yang
menunjukkan keberadaan situs kontak tertentu antara cekung iris dan serat
zonular dan antara iris dan prosesus siliar4.

Gambar 11. Pelengkungan iris terlihat selama pemeriksaan USG


biomikroskopis pada mata dengan glaukoma pigmentasi
Dikutip: Giaconi JA, Law SK, Coleman AL, et. al. Pearls of glaucoma
management. Edisi ke-2. Berlin: Springer-Verlag GmbH Berlin Heidelberg.
2016.h.419-45.

Spectral Domain Optical Coherence Tomography (SDOCT) atau


Tomografi koherensi optik kini menjadi teknik yang valid untuk diagnosis
dini glaukoma dan merupakan parameter yang berguna dalam membedakan
GP dari SDP dengan cara mengukur ketebalan lapisan sel ganglion dan
lapisan serat saraf retina. Penelitian Arigfoglu et al. terhadap 102 pasien
yang diperiksa SDOCT dan analisis lapang pandangnya menemukan bahwa
pada pasien glaukoma pigmentasi, rata-rata ketebalan lapisan serat saraf
retina serta lapisan saraf kompleks sel ganglion superior dan inferiornya
lebih tipis11.

F. Diagnosis Banding11,16
1) Sindrom pseudoeksfoliasi
Sindrom dispersi pigmen biasanya melibatkan keduanya mata
sedangkan sindrom pseudoeksfoliasi (PEX) hanya mempengaruhi satu

12
mata (pada 50% pasien). Sindrom pseudoeksfoliasi muncul pada
kelompok usia yang lebih tua dan tanda-tanda klinisnya antara lain:
 Pigmentasi di struktur trabecular tidak merata karena
keseluruhan batas dari trabecular meshwork tidak selalu terlibat
 Defek iris kadang-kadang terjadi pada PEX, terlokalisasi di
perbatasan pupil (peri-pupil), sedangkan defek transiluminasi
yang khas pada SDP berada di midperifer iris
 Adanya materi pseudoeksfoliatif putih di perbatasan pupil dan
dipermukaan lensa anterior.
Penting untuk diingat bahwa sindrom eksfoliasi lebih sering terjadi
pada SDP / GP daripada populasi umum. Beberapa pasien mungkin
memiliki keduanya, disebut "overlap syndrome".
2) Spindel Krukenberg dapat ditemukan pada kondisi selain SDP dan GP,
seperti uveitis dengan aliran pigmen, sel radang, dan debris di bilik
anterior. Atau uveitis herpes dengan defek transiluminasi iris, TIO
tinggi, dan pigmentasi trabecular meshwork.
3) Operasi intraokular atau trauma dapat menghasilkan gejala menyerupai
SDP seperti pigmentasi trabekuler yang berat. Selain itu, beberapa jenis
lensa intraokular dapat meningkatkan kontak dengan iris (seperti lensa
yang terfiksasi dengan sulkus) dan menginduksi penyebaran pigmen.
4) Masquerade Syndrome pada tumor intraokular seperti melanoma uveal,
dan metastasis koroid dapat bermanifestasi dispersi pigmen dan
peningkatan TIO
5) Defisit transiluminasi iris dapat disebabkan oleh diabetes karena
penipisan epitel pigmen iris
6) Ablasi retina dapat menyebabkan peningkatan sel pigmen yang terlihat
di ruang anterior, trabecular meshwork, dan di vitreous; Namun, TIO
tinggi jarang ditemui.
7) Dispersi pigmen, pigmentasi trabecular meshwork, dan defek
transiluminasi iris semakin banyak diamati pada populasi lansia. Sebagai
tambahan, kehilangan pigmen dan peningkatan pigmentasi trabecular

13
meshwork juga dapat disebabkan oleh midriasis dalam periode waktu
lama

G. Tatalaksana
Terapi medis lini pertama pada pasien dengan peningkatan TIO,
terutama dalam menghadapi berkurangnya drainase trabecular meshwork,
adalah terapi prostaglandin. Prostaglandin menurunkan TIO dengan cara
meningkatkan aliran uveo-skleral, dengan pemberian cukup sekali sehari.
Terapi umum lainnya adalah menurunkan tekanan akuos dengan beta-
blocker topikal. Jika diindikasikan, secara teori, parasimpatomimetik dapat
menurunkan relative pupillary block, meredakan kontak irido-zonular, dan
mengurangi pembebasan pigmen sehingga TIO menurun. Namun, karena
pasien di kasus ini biasanya mengalami miopia dan memiliki risiko ablasi
retina yang lebih tinggi, agonis kolinergik harus digunakan dengan sangat
hati-hati. Pilokarpin juga ditoleransi dengan buruk pada pasien berusia
muda karena miopia yang diinduksi dan dapat menyebabkan kejang dan
penglihatan kabur. Intervensi medis lainnya termasuk alfa-agonis dan
inhibitor karbonat anhidrase topikal.12
Alternatif untuk pengobatan pada glaukoma pigmentasi adalah terapi
laser, seperti laser trabekuloplasti argon dan iridotomi laser perifer.
Iridotomi perifer laser telah diusulkan sebagai cara meminimalkan
lengkungan posterior dari iris dengan membuat lubang di jaringan iris
sebagai saluran alternatif untuk drainase humor akuos dari ruang posterior
ke ruang anterior dan sebaliknya. Meskipun demikian, efektivitasnya dalam
mengobati glaukoma pigmentasi belum ditetapkan. Pasien merespon dengan
baik terhadap trabekuloplasti laser, meskipun efeknya mungkin jangka
pendek. Prosedur ini membantu membuat kerutan dengan laser sehingga di
antara kerutan tersebut, trabekulum yang strukturnya berlipat akan terbuka
dan akan meningkatkan aliran humor akuos, sehingga menurunkan tekanan
mata dan melindungi saraf optik. Karena pigmentasi trabecular meshwork
yang berat memungkinkan peningkatan penyerapan energi laser, pengaturan

14
energi yang lebih rendah direkomendasikan selama laser trabeculoplasty
untuk menghindari peningkatan akut TIO setelah perawatan. Bedah filtrasi
biasanya berhasil; Namun, perawatan ekstra diperlukan pada pasien laki-laki
muda dengan miopia, yang berisiko tinggi menalami makulopati
hipotonik2,5,16.

H. Komplikasi2,11,14
1) Pasien dapat mengalami fluktuasi tekanan intraokuler selama masa tindak
lanjut pengobatan. Dilatasi pupil atau olahraga ringan dapat meningkatkan
pelepasan pigmen ke dalam ruang anterior dan menyebabkan lonjakan
TIO. Peningkatan tekanan intraokular juga dapat terjadi setelah iridotomi.
2) Beberapa pasien dengan neuropati glaukoma mengalami TIO rendah
setelah sebelumnya tekanannya tinggi dalam waktu yang lama. TIO yang
rendah mungkin disebabkan oleh proses pelepasan pigmen "burning out"
karena pengurangan gesekan iris posterior dan peningkatan fasilitas aliran
keluar humor akuos.
3) Pada pasien GP yang menjalani trabeculectomy memiliki peningkatan
risiko hipotensi pasca operasi dan makulopati hipotonik
4) Masalah retina perifer seperti robekan atau degenerasi. Insiden ablasi
retina pada pasien dengan SDP / pigmentary glaucoma (GP) sebanyak
12%.

I. Prognosis
Kebutaan dari GP jarang terjadi. Dalam sebuah studi berbasis
komunitas terhadap 113 pasien SDP dan GP yang diikuti selama 6 tahun, 1
pasien menjadi buta secara unilateral sedangkan yang kedua menjadi buta
secara bilateral. Dalam studi yang sama, 10% pasien SDP berkembang
menjadi GP pada 5 tahun, sementara 15% berkembang pada 10 tahun.
Empat puluh empat persen pasien GP mengalami perburukan lapang
pandang selama periode tindak lanjut rata-rata 6 tahun. Tingkat kebutaan
yang serupa ditemukan pada kelompok pasien di klinik glaukoma, tetapi

15
tingkat perkembangan dari SDP ke GP diamati sekitar 35% dan sekitar 40%
pasien GP memiliki perburukan kerusakan saraf optik. Tidak ada faktor
yang memburuk perjalanan penyakit selain peningkatan tekanan intraokular.
Dalam beberapa kasus, GP dapat membaik seiring berjalannya waktu2.

16

Anda mungkin juga menyukai