TUJUAN
Melaporkan suatu tindakan trabekulektomi yang dilakukan pada pasien glaukoma
kongenital.
METODE
Seorang anak lelaki 10 bulan datang dengan orang tuanya ke Rumah Sakit dengan
keluhan kedua mata berair sejak berusia 3 minggu dan sudah diberikan obat-obat
antiglaukoma. Pasien sudah pernah dianjurkan untuk dilakukan tindakan operasi,
namun terkendala karena pasien harus melakukan kateterisasi jantung dikarenakan
PDA closure. Saat usia anak 14 bulan direncanakan kembali untuk dilakukan
tindakan operasi. Tajam penglihatan mata kanan dan mata kiri menghindari cahaya.
Pada pemeriksaan segmen anterior kedua mata tampak buftalmos (+), kornea keruh
(+), haab striae (+) dengan diameter 12 mm, kamera okuli anterior dalam.
Pengukuran tekanan intra okuli menggunakan TonoPen Elamed® didapati pada
mata kanan 32 mmHg, dan mata kiri 37 mmHg.
HASIL
Setelah tindakan Trabekulektomi pada mata kanan, tekanan intra okuli mata kanan
turun menjadi 15 mmHg dan mata kiri 17 mmHg disertai epifora menurun setelah
2 bulan pascaoperasi.
KESIMPULAN
Trabekulektomi adalah terapi aman dan efektif untuk dikerjakan pada pasien
glaukoma kongenital.
KATA KUNCI
Trabekulektomi, Glaukoma Kongenital, Tekanan Intra Okuli
1
GLAUKOMA KONGENITAL
2
A. Definisi
Glaukoma kongenital primer terjadi sejak lahir atau pada tahun pertama
setelah lahir. Kelainan ini terjadi karena berhentinya pertumbuhan struktur sudut
iridokorneal sejak kandungan kira-kira saat janin berumur 7 bulan.5 International
Classification of Childhood Glaucoma mendefinisikan glaukoma kongenital
sebagai kerusakan permanen saraf optik seperti glaukoma yang didefinisikan untuk
orang dewasa.2
Tabel 1. Klasifikasi pada Glaukoma Anak Primer1
3
B. Demografi
Insidensi glaukoma kongenital primer bervariasi tergantung pada populasi,
dimana rata-rata dari 1 pada 1.250 kelahiran hidup sampai 1 pada 68.000.
Kelompok etnis dengan tingkat kekerabatan yang lebih tinggi cenderung memiliki
insiden yang lebih tinggi.1,2 Angka kejadian bilateral pada 70% kasus. Rasio pria
adalah sekitar 65% dibandingkan wanita.1 Di Jepang, sebuah penelitian
membandingkan pasien glaukoma kongenital dengan dan tanpa mutasi CYP1B1
dan menemukan rasio kejadian pria dan wanita 6:5 pada pasien dengan mutasi
CYP1B1, dan 19:2 pada pasien tanpa mutasi CYP1B1.6
C. Etiologi
4
D. Patofisiologi
Pada glaukoma kongenital primer, iris mengalami hipoplasia dan berinsersi
ke permukaan trabekula di depan taji sklera yang kurang berkembang, sehingga
jalinan trabekula terhalang dan timbul gambaran suatu membran (Barkan
Membrane) yang menutupi sudut. Banyaknya cairan akuos yang terus menerus
diproduksi tetapi tidak bisa didrainase karena tidak berfungsinya saluran drainase
secara tepat. Oleh karena itu, jumlah cairan di dalam mata meningkat dan
meningkatkan tekanan intraokular. Serat optik mata dapat rusak akibat tekanan
intraokular yang terlalu tinggi.11,12
E. Gejala Klinis
5
tidak terkontrol dapat berakhir dengan kekeruhan stroma yang padat bahkan setelah
TIO dikontrol.1,3,5
F. Diagnosis Klinis
6
Gambar 2. Algoritma klasifikasi Glaukoma Anak6
Tes diagnostik utama untuk PCG adalah pengukuran TIO. Pada bayi
kooperatif atau anak kecil, pengukuran dapat diperoleh dengan tonometer applanasi
Perkins, Tono-pen (tonometer tipe portabel Mackay-Marg) dan/atau tonometer
rebound Icare. Pada pasien yang lebih tua, tonometer applanasi standar Goldmann
dapat dilakukan. Pneumotonometer mungkin berguna untuk mengkonfirmasi TIO
selama pemeriksaan di bawah anestesi dan mungkin kurang dipengaruhi oleh
kelainan kornea. Tonometer Schiötz tidak direkomendasikan pada pasien ini karena
underestimation atau TIO yang terlalu rendah pada glaukoma anak. Untuk pasien
yang tidak kooperatif, pemeriksaan dengan anestesi harus dilakukan.14
TIO normal lebih rendah pada bayi dan anak-anak daripada orang dewasa.
Bayi baru lahir memiliki TIO rata-rata 10-12 mmHg, meningkat menjadi 14 mmHg
7
pada usia 7 atau 8 tahun. Pengukuran asimetris atau peningkatan TIO di hadapan
tanda-tanda klinis lainnya membantu membuat diagnosis glaukoma.15
Pengukuran diameter kornea adalah prosedur diagnostik utama lainnya
untuk PCG. Beberapa penyedia memeriksa diameter horizontal saja, sementara
beberapa memeriksa diameter horizontal dan vertikal. Jika ada pannus atau jaringan
parut yang menutupi limbus, pengukurannya mungkin tidak akurat.16
Pemeriksaan untuk Haab striae dilakukan dengan oblique slit beam dengan
portable slit lamp jika pasien lebih muda atau di bawah anestesi, atau pada slit lamp
biasa di klinik jika pasien lebih tua. Retroillumination juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi Haab striae.14,15
Gonioskopi dalam kasus-kasus ini membantu perencanaan bedah dalam
kasus PCG, dan mungkin juga mengidentifikasi kelainan sudut lain yang mungkin
mengidentifikasi jenis glaukoma sekunder lainnya, misalnya anomali Axenfeld-
Rieger (banyak ikatan iridokornea dengan garis Schwalbe yang ditempatkan di
anterior).15
8
Pachymetry digunakan untuk mengukur ketebalan kornea sentral. Kornea
sentral mungkin lebih tebal karena edema kornea, dan juga terbukti lebih tipis pada
pasien PCG tanpa edema kornea, kemungkinan karena peregangan jaringan
kornea.13,16
G. Diagnosis Banding
H. Penatalaksanaan
9
Penatalaksanaan PCG diarahkan untuk menurunkan dan mengendalikan
TIO dan mengobati komplikasi sekunder seperti perubahan refraksi dan ambliopia
yang berkembang selama perjalanan penyakit.1
1. Medikamentosa
Pemberian medikamentosa untuk PCG biasanya digunakan sebagai
tambahan sebelum dan sesudah operasi.
- Β-Adrenergic antagonists
10
digunakan sebagai opsi selanjutnya dalam pengaturan kornea yang terganggu,
terutama transplantasi kornea.2,20
- α-Adrenergic Agonists
Hindari atau gunakan dengan hati-hati pada anak yang lebih muda dari usia
6 tahun atau berat kurang dari 20 kg, Apraclonidine 0,5% dan brimonidine adalah
alpha-2 agonis selektif. Efektivitasnya belum dipelajari secara khusus untuk PCG.
Karena sangat lipofilik, brimonidin melewati sawar darah-otak yang berpotensi
menyebabkan kantuk parah, depresi pernapasan, apnea, dan koma, terutama pada
neonatus dan bayi, sehingga sangat kontraindikasi pada pasien berusia 2 tahun atau
lebih muda. Ini juga dapat menyebabkan bradikardia, hipotensi, hipotonia, dan
hipotermia. Apraclonidine lebih bersifat hidrofilik yang mengurangi penetrasi
sawar darah-otak dan karenanya memiliki efek samping sistem saraf pusat yang
lebih sedikit daripada brimonidine. Itu masih harus digunakan dengan hati-hati dan
paling baik digunakan untuk menurunkan TIO jangka pendek atau menengah.
Takifilaksis dan alergi mata membatasi efektivitasnya untuk jangka panjang.19
- Analog Prostaglandin
11
Latanoprost 0,005%, travoprost 0,004%, bimatoprost 0,01%, dan tafluprost
diberikan setiap malam. Latanoprost mengurangi TIO di PCG 15-20%. Meskipun
FDA belum menyetujui analog prostaglandin pada anak-anak, Eropa telah
menyetujui latanoprost untuk anak-anak. Efek samping terutama meliputi
pertumbuhan bulu mata, injeksi konjungtiva, dan perubahan pigmentasi iris yang
lebih jarang, alergi, uveitis, dan hiperpigmentasi periokular. Efek samping tampak
lebih menonjol dengan penggunaan travoprost dan bimatoprost dan lebih sedikit
dengan latanoprost. Efek samping jangka panjang masih belum diketahui pada
anak-anak. Periorbitopathy terkait prostaglandin telah dideskripsikan pada anak-
anak.21,22
2. Pembedahan
Angle surgery adalah prosedur pertama pilihan untuk menginsisi/membuka
trabecular meshwork dengan harapan memungkinkan aliran dari ruang anterior
langsung ke kanal Schlemm. Secara umum disepakati bahwa angle surgery paling
berhasil pada PCG onset infantil, dan kurang begitu pada PCG yang baru lahir atau
yang terlambat diketahui.
Goniotomi
Goniotomi lebih disukai oleh beberapa ahli bedah ketika kornea cukup jelas
untuk memungkinkan visualisasi struktur segmen anterior. Tidak ada data untuk
menyarankan teknik yang dimodifikasi ini melakukan lebih baik daripada
goniotomi atau trabekulotomi. Komplikasi meliputi hyphema, anterior chamber
dangkal, synechiae anterior perifer, dan jarang, iridodialisis, cyclodialysis, katarak,
perforasi sklera, ingrowth epitel, dan ablasi retina.2,23
Trabekulotomi
12
kanulasi kanal Schlemm. Komplikasi meliputi hyphema, siklodialisis, iridodialisis,
cedera lensa, dan infeksi.1,23
Filtration surgery
13
Prosedur siklodestruktif adalah alat yang berguna dalam mengelola PCG
setelah semua opsi dilakukan untuk mengurangi akuos humor. Hasil tidak dapat
diprediksi dan komplikasi ada. Laser cyclophotocoagulation (CPC) telah banyak
menggantikan cyclocryotherapy, dan laser diode lebih disukai daripada laser Nd:
YAG karena penurunan efek samping seperti ophthalmia simpatik. Aplikasi laser
transscleral dan endoskopik juga dapat dilakukan. Komplikasi termasuk hipotonik,
ablasi retina, kehilangan penglihatan, dan ptisis.32
3. Surgical follow up
I. Penilaian Bleb
Deskripsi morfologi bleb menggunakan dua system penilaian yang
diketahui saat ini yaitu Indiana Bleb Appearance Grading Scale (IBAGS) dan
Moorfields Bleb Grading System (MBGS).4
1. Indiana Bleb Appearance Grading Scale (IBAGS) dapat digunakan
untuk mengevaluasi penampilan bleb glaucoma filtering. Ini dapat
digunakan untuk memantau penampilan dari waktu ke waktu. Parameter
yang dinilai adalah ketinggian bleb, luas, vaskularisasi, dan seidel test.
Pada ketinggian bleb dapat diberi nilai 0-4 dengan 0 sebagai nilai datar
dan nilai 4 ditanyakan tinggi. Pada parameter luas diberi nilai 0-3,
vaskularisasi dengan nilai 0 sampai 4 dimana nilai 0 menunjukkan
avascular. Untuk seidel test dapat diberi nilai 0,1 dan 2. Nilai 0 bila tidak
14
ada kebocoran, nilai 1 jika ditemukan kebocoran kecil, dan nilai 2 jika
kebocoran luas.
15
Gambar 5. Moorfields Bleb Grading System (MBGS)4
J. Komplikasi
TIO yang tidak diobati atau pengobatan yang tertunda pada mata bayi dapat
menyebabkan komplikasi berat dan gangguan penglihatan yang signifikan selain
kerusakan saraf optik permanen dan defek lapang pandangan. TIO tinggi
menyebabkan edema kornea dan peregangan kornea dengan perkembangan Haab
striae. Dengan edema kornea yang berkepanjangan, baik difus dan fokal di atasnya
Haab striae, kornea dapat menjadi kekeruhan secara permanen. Buphthalmos
dengan pemanjangan aksial, dan Haab striae menyebabkan kesalahan refraksi
tinggi yang abnormal termasuk miopia dan astigmatisme, yang dapat merusak
penglihatan baik dengan penglihatan kabur dan menyebabkan ambliopia refraksi,
yang dapat diperburuk oleh anisometropia. Pada buphthalmos yang berat, dengan
peregangan terus-menerus, lensa dapat mengalami dislokasi, dan risiko komplikasi
retina meningkat (ablasio retina). Transplantasi kornea untuk kekeruhan kornea
dihindari jika mungkin karena risiko kegagalan yang tinggi dan komplikasi pada
anak kecil.1,5,19
16
K. Prognosis
Prognosis untuk glaukoma kongenital yang tidak diberikan pengobatan
hampir selalu buphthalmos dan kebutaan. Ketika glaukoma kongenital diberikan
pengobatan yang tepat, prognosis tergantung pada onset usia dan keparahan
anomali sudut.1,2 Prognosis visual tergantung pada derajat corneal scarring,
anisometropia, ambliopia deprivasi, dan kerusakan saraf optik.1,4,5 Perhatian khusus
untuk memaksimalkan kontrol TIO, koreksi kesalahan refraksi dan pengobatan
ambliopia sangat penting.33
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Azril Rahandika
Umur : 10 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 03.74.02
Alamat : Jalan Selaras Nomor 57 Tanjung Balai
Anamnesis (Alloanamnesis)
Keluhan Utama :
Kedua mata berair terus menerus
Telaah :
Seorang anak laki-laki berusia 10 bulan datang bersama kedua orang tua ke Poli
Mata RSU Universitas Sumatera Utara pada tanggal 14 November 2018 dengan
keluhan kedua mata berair terus menerus. Hal ini dialami pasien sejak usia 3
minggu. Pasien lahir dengan ukuran mata yang besar dan pasien sering terlihat
berkedip kuat serta kerap memicingkan kedua mata. Riwayat mata merah dan
mengeluarkan kotoran pada kedua mata disangkal. Orang tua pasien mengatakan
bahwa pasien belum dapat menangkap benda yang diberikan, pasien juga sering
menabrak-nabrak benda ketika sedang merangkak. Kedua orang tua pasien
17
sebelumnya tidak pernah memeriksakan pasien ke Dokter Spesialis Anak maupun
Dokter Spesialis Mata.
Riwayat kelahiran :
Pasien merupakan anak pertama dengan lahir secara spontan dibantu oleh bidan di
klinik, berat badan lahir 3000 gram, panjang badan 48cm, dan menangis spontan.
Riwayat imunisasi :
BCG (+), Hep. B (+) 3x, DPT (+) 3x, Polio (+) 4x, Campak (-)
Riwayat alergi : (-)
Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit glaukoma disangkal
Riwayat ibu mengalami infeksi saat kehamilan disangkal
Riwayat memelihara binatang disangkal
Status Generalisata
Keadaan umum : compos mentis
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 120x/menit
RR : 24x/menit
Temperatur : 36,7ºC
VAS : sulit dinilai
Status Oftalmikus (14 November 2018)
VOD : menghindari cahaya (+)
VOS : menghindari cahaya (+)
TIOD : 32 mmHg
TIOS : 37 mmHg
Segmen Anterior OD OS
Palpebra Sup/Inf Blefarospasme (+) Blefarospasme (+)
Konjungtiva Tarsal Dalam batas normal Dalam batas normal
Sup/ Inf
Konjungtiva Bulbi Dalam batas normal Dalam batas normal
Kornea Keruh (+), makula (+), Keruh (+), makula (+),
Haab Striae (+) Ø 12 mm Haab Striae (+) Ø12 mm
18
Kamera Okuli Sulit dinilai Dalam
Anterior
Iris Sulit dinilai Cokelat
Pupil Sulit dinilai Sulit dinilai
Lensa Sulit dinilai Sulit dinilai
Funduskopi Sulit dinilai Sulit dinilai
Diagnosa Banding Glaukoma Kongenital ODS
Katarak Kongenital ODS
Obstruksi Duktus Nasolakrimalis ODS
Diagnosa Kerja Glaukoma Kongenital ODS
Terapi - Timolol 0,25 % 2 x gtt 2 ODS
- Artificial tears 4 x gtt 1 ODS
Rencana : pasien dikonsulkan ke poli Anak
Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan operasi trabekulektomi OD dengan
anestesi umum.
Pada tanggal 15 November 2018, kedua orang tua pasien datang dengan keterangan
dari Dokter Spesialis Anak bahwa pasien di diagnosa PDA dan harus dilakukan
kateterisasi jantung terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan operasi pada
bagian mata.
Pasien dimasukkan ke ruang rawat inap pada tanggal 19 Maret 2019, dilakukan
pemeriksaan dan persiapan operasi untuk tindakan Trabekulektomi dengan General
Anestesi.
Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap, pada pasien terjadi peningkatan D-Dimer
dan faktor pembekuan darah sehingga pasien dirawat oleh bagian anak.
Selanjutnya pasien direncanakan kembali untuk tindakan Trabekulektomi dengan
general anestesi pada tanggal 26 Maret 2019
TIOD : 25 mmHg dan TIOS : 28 mmHg
Tindakan Trabekulektomi OD dengan General Anestesi
19
Laporan Operasi Trabekulektomi
Terapi :
- Amoxicillin Syr 3 x 6,6 cc
- Paracetamol Syr 3 x 2,6 cc
- Tobramycin 3.0mg + dexamethasone 1.0mg ED 3 x gtt 1 OD
- Timolol 0,5 % ED 2 x gtt 1 OS
DISKUSI
Glaukoma kongenital primer (PCG) terjadi sejak lahir atau pada tahun
pertama setelah lahir, yang terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut
iridokorneal sejak dalam kandungan kira-kira saat janin berumur 7 bulan. Hal ini
20
sesuai dengan keadaan pasien yang disadari oleh orang tua pasien yaitu sejak 3
minggu setelah lahir dan diperiksakan ke dokter pada usia 10 bulan.
Angka kejadian glaukoma kongenital sekitar 1 dari 1.250 sampai 1 dari
68.000 kelahiran, dimana angka kejadian bilateral pada 70% kasus. Rasio pria
adalah sekitar 65% dibandingkan wanita. Hal ini sesuai dengan pasien yang
merupakan seorang anak laki-laki dan mengalami kejadian bilateral glaukoma
kongenital.
Glaukoma kongenital primer ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokular (TIO), pembesaran bola mata (buftalmos), edema dan kekeruhan kornea
dengan pecahnya membran Descemet (Haab striae), penipisan sklera anterior dan
atrofi iris, kamera okuli anterior dalam, dan secara struktural segmen posterior
normal kecuali untuk atrofi optik glaukoma progresif. Gejala termasuk fotofobia,
blefarospasme, dan air mata yang berlebihan.
Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada pasien
yaitu terdapatnya pembesaran bola mata, edema dan kekeruhan kornea, terdapatnya
Haab striae, kamera okuli anterior dalam, fotofobia, blefarospasme, epifora. Pada
pemeriksaan segmen posterior pasien sulit dinilai karena kornea keruh.
Penatalaksanaan utama pada glaukoma kongenital adalah dengan
pembedahan, terutama dilakukan pada usia kurang dari 3 tahun. Sebelum dilakukan
operasi, obat-obatan digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular pada saat
akan dilakukan goniotomi sehingga didapatkan kornea yang jernih. Obat-obatan
antiglaukoma merupakan indikasi pada kasus sulit yang mengancam jiwa jika
dilakukan operasi dan prognosis tekanan intraokular tidak dapat terkontrol dengan
operasi.
Teknik pembedahan yang dapat dilakukan diantaranya adalah goniotomi,
trabekulotomi, trabekulektomi, implan glaukoma, dan siklodestruksi. Hal ini sesuai
dengan terapi yang telah diberikan pada pasien, terapi awal berupa medikamentosa
yang adekuat kemudian pasien disarankan untuk dilakukan tindakan operasi namun
pasien mengalami kelainan jantung dan menunda sampai operasi PDA closure.
Setelah diberikan obat-obatan untuk menurunkan TIO selama beberapa
bulan dan TIO tidak menunjukkan penurunan yang signifikan, selanjutnya pasien
21
direncanakan untuk dilakukan tindakan trabekulektomi, karena pada kasus
glaukoma kongenital trabekulektomi menunjukkan hasil yang efektif untuk terapi
jangka panjang. Tindakan ini dinilai berhasil dan efektif dilakukan karena mampu
menurunkan TIO walaupun masih didampingi dengan terapi medikamentosa.
Keberhasilan tindakan ini akan sangat membantu pasien selain untuk
mempertahankan TIO secara konstan juga untuk mencegah kerusakan fungsi
penglihatan lebih lanjut dan mempertahankan kualitas hidup pasien.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
19. Ahmed A., Adi M., Badawi, H. Primary Congenital Glaucoma : An updated
review. Saudi Journal of Ophthalmology. 2019; 33: 382-388.
20. Capino AC, Dannaway DC, Miller JL. Metabolic Acidosis with Ophthalmic
Dorzolamide in a Neonate. J Pediatr Pharmacol Ther. 2016;21(3):256-9.
21. Maeda-Chubachi T, Chi-Burris K, Simons BD, Freedman SF, Khaw PT,
Wirostko B, et al. Comparison of latanoprost and timolol in pediatric
glaucoma: a phase 3, 12-week, randomized, double-masked multicenter study.
Ophthalmology. 2011;118(10):2014-21.
22. Kim JS, Blizzard S, Woodward JA, Leyngold IM, Liss J, Freedman SF.
Prostaglandin-Associated Periorbitopathy in Children and Young Adults with
Glaucoma. Ophthalmol Glaucoma. In Press. 2020.
23. El Sayed Y, Esmael A, Mettias N, El Sanabary Z, Gawdat G. Factors
influencing the outcome of goniotomy and trabeculotomy in primary
congenital glaucoma. Br J Ophthalmol. 2019.
24. Huang H, Bao WJ, Yamamoto T, Kawase K, Sawada A. Postoperative
outcome of three different procedures for childhood glaucoma. Clin
Ophthalmol. 2019;13:1-7.
25. Mandal AK, Gothwal VK, Nutheti R. Surgical outcome of primary
developmental glaucoma: a single surgeon's long-term experience from a
tertiary eye care centre in India. Eye. 2007;21(6):764-74.
26. Khalil DH, Abdelhakim MA. Primary trabeculotomy compared to combined
trabeculectomy-trabeculotomy in congenital glaucoma: 3-year study. Acta
Ophthalmol. 2016;94(7):e550-e4.
27. Jayaram H, Scawn R, Pooley F, Chiang M, Bunce C, Strouthidis NG, et al.
Long-Term Outcomes of Trabeculectomy Augmented with Mitomycin C
Undertaken within the First 2 Years of Life. Ophthalmology.
2015;122(11):2216-22.
28. Khaw PT, Chiang M, Shah P, Sii F, Lockwood A, Khalili A. Enhanced
trabeculectomy: the Moorfields Safer Surgery System. Dev Ophthalmol.
2012;50:1-28.
29. Low S, Hamada S, Nischal KK. Antimetabolite and releasable suture
augmented filtration surgery in refractory pediatric glaucomas. J Aapos.
2008;12(2):166-72
30. Margeta MA, Kuo AN, Proia AD, Freedman SF. Staying away from the optic
nerve: a formula for modifying glaucoma drainage device surgery in pediatric
and other small eyes. J aapos. 2017;21(1):39-43.e1.
31. Abdelrahman AM, El Sayed YM. Micropulse Versus Continuous Wave
Transscleral Cyclophotocoagulation in Refractory Pediatric Glaucoma. J
Glaucoma. 2018;27(10):900-5.
32. Baig NB, Lin AA, Freedman SF. Ultrasound evaluation of glaucoma drainage
devices in children. J AAPOS. 2015;19(3):281-4.
33. Kantipuly A, Pillai MR, Shroff S, Khatiwala R, Raman GV, Krishnadas SR, et
al. Caregiver Burden in Primary Congenital Glaucoma. Am J Ophthalmol.
2019.
24