Anda di halaman 1dari 15

STUDENT PROJECT

CONGENITAL GLAUCOMA

Kezia Angelina Yunatan/1702511169

Nyoman Tyas Apsari/1702511170

Putu Raka Widhiarta/1702511172

Putu Nody Asta Kusuma/1702511174

A.A. Ayu Pretamiswari/1702511175

I Gde Astha Pramana Suta/1702511176

Saldi Ardyanswari Pasauran/1702511178

Baiq Rissa Khaerawati Salim/1702511182

Roderick Wilson Tendean/1702511183

I Gusti Ngurah Yuda Bagus Aryana/1702511184

Ida Ayu Trisha Kundalini/1702511185

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2018
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya lah kami, penulis, dapat menyelesaikan tugas student project kami
yang berjudul “Congenital Glaucoma”. Tak lupa juga kami ucapkan terimakasih
kepada supervisor kami, yaitu dr. I Wayan Eka Sutyawan, Sp.M yang telah
membantu dan membimbing kami mulai dari awal pembuatan student project ini
sampai akhirnya dapat menyelesaikannya tepat pada waktunya. Tanpa bimbingan
beliau, tentu akan jauh lebih sulit untuk kami sebagai penulis dalam menyelesaikan
tugas ini.

Student project ini kami buat untuk mengetahui lebih dalam mengenai
glaukoma kongenital dimana glaukoma kongenital merupakan suatu keadaan
dimana terdapat tekanan bola mata yang meninggi, yang akan menimbulkan
kerusakan pada mata dan memburuknya tajam penglihatan pada waktu permulaan
masa bayi atau pada masa kanak-kanak. . Jika pada masa kanak-kanak terjadi
kerusakan pada mata, tentu dampaknya akan sangat besar pada pertumbuhan
manusia tersebut. Oleh karena itu, kami rasa penting untuk membahas topik ini.

Kami sebagai penulis berharap student project ini dapat bermanfaat bagi
semua pembaca dari tulisan ini. Kami juga sadar, bahwa tugas ini juga masih
memiliki banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki tulisan
kami di masa yang akan datang.

Denpasar, 27 April 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................4

BAB II: ISI

2.1 Definisi……………………………………………………………...5

2.2 Epidemiologi……………………………………………………......5

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko………………………………………….6

2.4 Gejala Klinis………………………………………………………..6

2.5 Patofisiologi………………………………………………………...7

2.6 Diagnosis…………………………………………………………...7

2.7 Diagnosis Banding………………………………………………....10

2.8 Penatalaksanaan…………………………………………………....11

2.9 Pencegahan………………………………………………………...12

BAB III: KESIMPULAN.................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….......15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

4
BAB II
ISI

2.1 Definisi

Glaukoma merupakan penyakit mata yang ditandai oleh kerusakan pada


persyaraf mata dimana berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan pada bila
mata dan gangguan pengelihatan.2 Penyakit ini kerap disebut dengan penyakit “si
pencuri pengelihatan” karena glaukoma secara perlahan-lahan akan merusak
pengelihatan penderita tanpa menunjukkan gejala yang khas.2 Glaukoma kongenital
merupakan glaukoma yang terjadi pada anak di saat kelahiran sampai dengan usia
anak tiga tahun. Biasanya penyakit ini baru terdeteksi pada usia 3-6 bulan dan pada
beberapa kasus tertentu baru muncul pada usia 3 tahun. Kerusakan pada persarafan
bersifat permanen dan tentunya tidak bisa disembuhkan, jadi deteksi dan terapi pada
pasien glaukoma sangatlah penting untuk mencegah kebutaan yang permanen saat
dewasa.3

2.2 Epidemiologi

Glaukoma kongenital jarang terjadi, 1 dari 10.000 kelahiran. Glaukoma


kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus, didiagnosis pada umur 6
bulan pada 70% kasus dan didiagnosis pada akhir tahun pertama pada 80% kasus.
Glaukoma kongenital primer merupakan glaukoma kongenital yang sering terjadi.
Glaukoma kongenital primer adalah gangguan mata yang menyumbang 0,010,04%
dari kebutaan total. Sebagian besar pasien (sekitar 60%) didiagnosis pada umur 6
bulan dan 80% yang didiagnosis dalam tahun pertama kehidupan. Sering terjadi
pada laki-laki (sekitar 65%) dan keterlibatan biasanya bilateral (sekitar 70%).

Kebanyakan kasus glaukoma kongenital primer ini terjadi secara sporadik.


Kira-kira 10% dari kasus ditemukan berhubungan dengan gen autosom resesif.
Pada keadaan ini, kedua orang tua biasanya carrier heterozigot yang tidak memiliki
sakit ini. Penelitian lain menunjukkan bahwa glaukoma kongenital ini dapat
diturunkan melalui pola poligenetik. Hal ini mengacu pada persentase pria yang
terpengaruh dan keterlibatan saudara kandung 3-11% dibanding dengan 25% yang

5
diturunkan secara resesif. Kira-kira 3% dari saudara kandung dapat mempengaruhi
jika dia laki-laki dan 0% bila dia perempuan.4

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Apabila sel dan jaringan mata bayi tidak tumbuh dan berkembang sewajarnya
di dalam kandungan, bayi mungkin memiliki masalah drainase mata setelah ia lahir.
Namun, sebenarnya penyebab glaukoma kongenital primer belum diketahui secara
pasti. Beberapa kasus merupakan kondisi keturunan, sementara kasus lainnya tidak.
Kebanyakan kasus glaukoma kongenital primer ini terjadi secara sporadik. Kira-
kira 10% dari kasus ditemukan berhubungan dengan gen autosom resesif. Pada
keadaan ini, kedua orang tua biasanya carrier heterozigot yang tidak memiliki sakit
ini. Penelitian lain menunjukkan bahwa glaukoma kongenital ini dapat diturunkan
melalui pola poligenetik. Hal ini mengacu pada persentase pria yang terpengaruh
dan keterlibatan saudara kandung 3-11% dibanding dengan 25% yang diturunkan
secara resesif. Kira-kira 3% dari saudara kandung dapat mempengaruhi jika dia
laki-laki dan 0% bila dia perempuan. Pada awal 1998, dua gen glaukoma kongenital
autosomal resesif dapat diidentifikasi yaitu: GLC3A pada kromosom 2p2l dan
GLC3B pada kromosom lp36.5Faktor pemicu

1. Apa yang membuat bayi berisiko terkena glaukoma kongenital primer?


 Orangtua dengan riwayat keluarga yang memiliki kondisi ini lebih berisiko
melahirkan bayi dengan glaukoma kongenital.
 Apabila anak pertama dan kedua Anda memiliki penyakit ini, maka
kemungkinan besar anak setelahnya juga akan memiliki penyakit yang
sama.
 Bayi laki-laki lebih rentan terhadap kondisi ini daripada bayi perempuan.
Terkadang kondisi ini juga hanya terjadi pada salah satu mata, tetapi bisa
juga berdampak pada kedua mata.5

2.4 Gejala Klinis

Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah


kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam
mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus

6
dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair dan tidak tahan
terhadap cahaya. Pada umumnya glaukoma yang mempengaruhi anak-anak
dibawah 3 tahun adalah kornea dan mata membesar. Gejala klinis yang terjadi
antara lain1:

a. Edema kornea: Disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular (TIO) dan
dapat berupa onset halus dan bertahap atau mendadak. Edema kornea sering
disertai dengan istirahat lengkung di membran Descemet (Haab striae),
yang tetap selama sisa hidup pasien.1
b. Buphthalmos: Pembesaran bola mata akibat adanya TIO meningkat. Semua
bagian mata dapat meregang sebagai respons terhadap peningkatan TIO
sampai usia 3 atau 4 tahun. Pada anak-anak yang sehat, diameter kornea
horizontal normal adalah 9,5 hingga 10,5 mm untuk bayi baru lahir dan 10,0
hingga 11,5 mm pada usia 1 tahun. Diameter yang lebih dari 1,0 mm di atas
kisaran normal menjadi perhatian. Glaukoma harus dicurigai pada setiap
anak dengan diameter kornea lebih dari 13,0 mm. Buphthalmos ditandai
dengan epifora, photophobia dan blepharosparm.1
c. Epifora: Air mata keluar berlebihan karena saluran air mata tidak berfungsi
normal.2
d. Photophobia: Pengembangan intoleransi cahaya.2
2.5 Patofisiologi
Glaukoma kongenital primer terbatas pada kelainan perkembangan yang
mempengaruhi trabecular meshwork. Ini berfungsi untuk membedakannya dari
glaukoma masa kanak-kanak lain yang terkait dengan kelainan kongenital okular
dan sistemik lainnya, serta glaukoma masa kanak-kanak yang mungkin sekunder
akibat gangguan okular lainnya, seperti peradangan, trauma, dan tumor.6

2.6 Diagnosis dan Examination

Diagnosis glaukoma kongenital pertama kali dicurigai oleh terjadinya


robekan jelas, fotofobia, pembesaran bola mata (buphthalmos) dan edema kornea,
dan kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan di bawah anastesi. Pemeriksaan di
bawah anestesi memungkinkan pengukuran diameter kornea horizontal, tekanan
intraokular (IOP), panjang aksial echografi dan rasio cup / disk (penggalian saraf

7
optik) ketika media cukup jelas. Diagnosis ditegakkan dengan peningkatan TIO
dengan temuan kornea (pembesaran diameter, edema epitel, horizontal breaks di
membran Descemet), peningkatan panjang aksial sesuai usia, dan peningkatan rasio
cup / disk lebih dari 0,3.

2.6.1 Mikroskop slit-lamp


Dalam pemeriksaan ini, konjungtiva, bilik anterior,iris, dan lensa dapat
diamati:
- Keratoconjunctiva
Edema kornea diamati pada kasus-kasus dengan TIO tinggi, seperti
glaukoma akut, tetapi juga terlihat pada glaukoma sekunder yang menyertai
kerusakan endotel kornea, seperti sebagai iridocorneal endothelial (ICE)
syndrom. Pada awal perkembangan glaukoma, pembengkakan ocular
disertai peningkatan TIO dapat menyebabkan kerusakan pada membran
Descemet yang dirujuk sebagai striae Haab, yang tampak berliku-liku dan
mengangkat garis pada endotelium kornea.
- Ruang anterior
Dalam diagnosis primary angle-closure glaucoma, skrining untuk ruang
anterior oleh mikroskop slit-lamp adalah prosedur yang sederhana dan
berguna. Pasien Jepang dikenal menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi
dari ruang anterior dangkal daripada bule. Dalam metode Van, lebar ruang
anterior sudut diperkirakan dengan membandingkan ketebalan kornea dan
kedalaman ruang anterior perifer. Iris Dalam kasus di mana iris menonjol
tajam ke arah anterior,kehadiran blok pupildicurigai.Temuan abnormal
pada iris termasuk seperti anterior synechiae ke iris dan kornea atau
trabecular meshwork, sinekia posterior ke lensa, neovaskularisasidari iris,
atrofi iridial, dan nodul iridial.
- Lensa
Temuan lensa abnormal terkait dengan glaukoma termasuk ukuran atau
bentuk lensa yang tidak normal(pembengkakan lensa, spherophakia, dll.)
dan abnormal posisi lensa (lensa luxation, subluksasi lensa,dll.). Kelainan
zonule silia (kongenital anomali, trauma, glaukoma eksfoliatif,dll.) dapat
memainkan peran dalam posisi abnormal lensa. Posisi lensa abnormal dan

8
meningkatnya ketebalan lensa karena perkembangan katarak dapat
menghasilkan sudut tertutup.

2.6.2 Tonometri
Hasil penelitian dilakukan dalam jumlah subyek yang besar menunjukkan
bahwa distribusi Tekanan Intra Okuler miring terhadap nilai yang lebih
tinggi dan tidak menunjukkan distribusi normal sepenuhnya. Rata-rata TIO
normal (± standar deviasi) berada di area tersebut dari 15,5 (± 2,6 mmHg),
dan yang ditentukan secara statistik nilai batas atas TIO normal sekitar 21
mmHg. Selanjutnya, TIO juga menunjukkan variasi musiman, dengan
tekanan menjadi lebih tinggi di musim dingin dan lebih rendah di musim
panas.
Faktor yang memainkan peran dalam TIO termasuk usia,jenis kelamin,
refraksi, ras, postur, latihan, tekanan darah , tekanan kelopak mata, dan
gerakan okular. Selain itu, berbagai obat dapat mempengaruhi TIO.

2.6.3 Gonioskopi
Gonioskopi sangat diperlukan dalam perawatan dan diagnosis glaukoma.
Dalam gonioskopi, itu penting untuk mengenali berbagai struktur dengan
tepat yang menyusun sudut ruang anterior, seperti garis Schwalbe,
trabecular meshwork, skleral spur , dan Ciliary band . Temuan patologi
gonioskopi termasuk iskemik okular temuan seperti retinopati diabetik,
vena retina oklusi, dan oklusi arteri karotis internal, dan neovaskularisasi
juga dapat terjadi pada sudut ruang anterior. Dari sudut pandang fisiologis ,
neovaskularisasi dapat diamati di sudut ruang anterior, dengan pembuluh
darah mengikuti alur yang konsentris atau memancar. Neovaskularisasi
patologis
melibatkan jalur melengkung yang tidak beraturan, dengan banyak bifurkasi
dalam banyak kasus, dan mungkin juga disertai dengan synechiae anterior
perifer.

2.6.4 Ophthalmoscopy

9
Dalam mendiagnosis glaukoma, deteksi perubahan morfologi pada optic
disc atau lapisan serat saraf retina sangat penting. Meskipun temuan
patologis dari disk optik atau lapisan serat saraf retina terkait dengan
stadium penyakit glaukoma.7
2.7 Diagnosis Banding

Dibawah ini terdapat beberapa diagnose banding menurut tanda dan


gejala glaucoma infantile :

1. Air mata yang banyak


 Obstruksi duktus nasolacrimal
 Defek epitel kornea
 Konjungtivitis
2. Pembesaran kornea
 X-linked megalokornea
 Myopia tinggi
 Eksoftalmos
3. Kekeruhan kornea
 Trauma waktu lahir
 Penyakit inflamasi kornea
 Distrofi herediter kornea kongenital
 Malformasi kornea ( tumor dermoid, sklerokornea, peter anomaly )
 Keratomalasia
 Gangguanmetabolic yang dihubungkan dengan abnormalitas
kornea (mucopolisakaridosis, liposis kornea, cystinosis, penyakit
von Glerke )
 Gangguan kulit yang mempengaruhi kornea ( ichtyosis kongenital
dan diskeratosis congenital )
4. Abnormalitas nervus optikus
 Lobang pada nervus optikus
 Coloboma nervus optikus
 Hypoplasia nervus optikus
 Malformasi nervus optikus.8

10
2.8 Penatalaksanaan
Pada umumnya, pasien kogenital glukoma menjalani pengobatan yang
dibedakan menjadi 3 yakni, terapi dengan penggunaan obat, operasi pembedahan,
dan terakhir yaitu metode laser.

Metode penggunaan obat dibedakan lagi menjadi 5 golongan yaitu β-


adrenergik bloker, α2-adrenergik agonis, diuretik, kolinomimetik, dan
prostaglandin.

1. Golongan β-adrenergik bloker


Obat golongan ini bekerja dengan cara menekan pembentukan humor aquos
sehingga tekanan intraokuler dapat turun. Namun penggunaan obat
golongan ini dalam jangka panjang dapat mengakibatkan obstruksi saluran
pernapasan kronik.
2. Golongan α2-adrenergik agonis
Obat golongan ini misalnya apraklonidin memiliki efek dapat menurunkan
produksi humor aquos, meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui
trabekula meshwork
dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan
aliran keluar uveosklera.
3. Diuretik
Obat golongan ini bekerja dengan cara menekan pengaktifan enzim
karbonik anhidrase II sehingga menurunkan sekresi humor aquos.
4. Kalinomimetik
Obat golongan ini berupa tetes topikal ataupun gel yang berfungsi untuk
meningkatkan kontraksi otot siliaris, membuka trabekula meshwork, serta
meningkatkan aliran keluar humor aquos.
5. Protaglandin
Obat jenis ini berupa topikal yang bekerja dengan cara meningkatkan aliran
keluar humor aquos.9

Bila pemberian obat tidak berhasil, maka metode selanjutnya yaitu


pembedahan dengan trabekulotomi. Trabekulotomi bertujuan untuk membuat

11
lubang pada trabekulum Meshwork sehinggga terdapat saluran pembuangan humor
aquos. Proses goniotomi direkomendasikan bagi anak lebih kecil dari 2-3 tahun
dengan kornea jernih sedangkan trabekulotomi direkomendasikan anak lebih dari
2-3 tahun dan pada semua umur dengan kornea berkabut yang menghalangi
visualisasi adekuat.

Namun jika kedua cara ini gagal, dapat melakukan metode laser. Terapi laser
dibagi menjadi 3 yakni

1. Iridotomi periferal yaitu untuk mencegah glaukoma sudut tertutup.


Metode ini membuat saluran pada bilik mata anterior dan posterior
sehingga dapat mengalirkan aqueous dari ruang posterior ke anterior.
2. Siklodestruktif yakni metode laser untuk mengurangi produksi humor
aquos dengan cara merusak sebagian corpus siliaris.
3. Trabekuloplasti merupakan metode untuk meningkatkan aliran aqueous.10
2.9 Pencegahan
Hal – hal yang dapat dilakukan untuk mencegah lahirnya bayi
dengan glaukoma kongenital yaitu dengan melakukan diagnosis sejak dini.
Melakukan screening premarital, terutama pada penyakit resesif seperti glaukoma
kongenital, sangat penting untuk mendeteksi adanya kecacatan pada gen.
Screening dilakukan untuk mengetahui apakah pasangan kita membawa gen
CYP1B1 yang merupakan indikator dari glaukoma kongenital. Selain itu,
pasangan – pasangan yang memiliki potensi menurunkan penyakit glaukoma
kongenital seperti memiliki keluarga yang menderita penyakit glaukoma
kongenital, sebaiknya melakukan konseling genetik untuk mengetahui lebih dini
apakah pasangan tersebut memiliki risiko tinggi memiliki anak yang menderita
glaukoma kongenital agar bayi yang lahir tidak menderita penyakit tersebut.
Pencegahan lainnya yaitu usahakan untuk menghindari pernikahan dengan
saudara, karena jika salah satu memiliki kemampuan untuk mengembangkan
penyakit glaukoma, maka pasangan kita pun biasanya juga akan memiliki risiko
yang sama. Salah satu bukti dampak pernikahan sedarah terhadap kelahiran bayi
dengan kongenital glaukoma adalah tingginya kasus kongenital glaukoma pada
bayi di Arab Saudi yang merupakan salah satu negara dengan pernikahan sedarah
tertinggi yaitu kira – kira 25% - 30% penduduk di setiap daerahnya.11

12
13
BAB III

KESIMPULAN

Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraokuler


(TIO) yang relatif tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas
dan atrofi papil saraf optik. Glaukoma kongenital adalah galukoma yang paling
sering terjadi pada anak dan merupakan penyebab penting kebutaan pada anak.
Glaukoma kongenital terjadi karena saluran pembuangan yang tidak terbentuk
dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Glaukoma kongenital dibagi
menjadu dua:

 Tipe infantile
 Tipe yang berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya.

Tanda dan gejala klinis glaucoma kongenital ini mencakup 3 tanda klasik berupa:

 Epifora,
 Fotofobia, dan
 Blepharospame

Pemeriksaan klinis pada kongenital akut sebaiknya dilakukan dalam anestesi


umum. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan mata luar, tajam penglihatan,
tonometri, gonioskopi, oftalmoskopi, ultrasonografi, pemeriksaan lapang
pandang, dan tes provokasi.

Prognosis glaukoma kongenital adalah baik bila ditangani lebih awal.


Prognosis paling baik terlihat pada bayi dengan operasi trabekulodisgenesis
antara umur 2 bulan sampai umur 8 bulan. Prognosis buruk terjadi pada bayi
dengan peningkatan TIO dan kekeruhan kornea saat lahir. Pada kasus yang
tidak diobati, kebutaan timbul dini.

14
DAFTAR PUSTAKA

2. JEC. Glaukoma. 2016 [Diakses pada 20 April 2018]. Tersedia di


http://jec.co.id/id/service/page/25/50/glaukoma
3. Eunice, S. Congenital Glaucoma. Medula, Volume 2, Nomor 3, Maret 2014
4. Eunice, shitrai. Maret 3014 Glaukoma Kongenital. Medical Faculty
University of Lampung. Medula, Volume 2, Nomor 3,.
5. Alex Kozak, K David, Robert A. 2017. Glaucoma, Congenital Or
Infantile. http://eyewiki.aao.org/Glaucoma,_Congenital_Or_Infantile

6. Gerhard W Cibis, M., n.d. Primary Congenital Glaucoma. [Online]


Available at: https://emedicine.medscape.com/article/1206081-
overview#a5
[Accessed 28 April 2018].
7. Japan Glaucoma Society.Guidelines for Glaucoma. 2nd ed.Japan:Japan
Glaucoma Society.2006.19-23
8. Ilyas S. Glaukoma, dalam: Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi II.
Penerbit FK-UI, Jakarta, 2001.
9. Ameliana D. PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN
INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN
DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA.2014;[13-8]
10. Eunice C. Congenital Glaucoma.Maret 2014; (2):3[115-6]
11. Abu – Amero K, Al Towerki AE, Boodhna T, Edward DP, Khandekar R,
Malik R et al. Eradicating primary congenital glaucoma from Saudi Arabia:
The case for a national screening program. Saudi Journal of Opthamology
2017; 31(4):247-49

15

Anda mungkin juga menyukai