Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

Glaukoma berasal dari kata Yunani yang berarti hijau kebiruan, yang

memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. 1 Glaukoma

adalah penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang

disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang.1,2,3

Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang

lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120.000 adalah mengalami kebutaan

yang disebabkan oleh penyakit ini. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat

sekitar 3.3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun ada lebih dari 300.000 kasus

glaukoma yang baru dan kira-kira 5400 orang menderita kebutaan. Glaukoma

akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus pada orang kaukasia. Persentase

ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burma dan Vietnam di Asia

Tenggara. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih menyebabkan

kebutaan dibandingkan orang kulit putih.2,4

Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian ; glaukoma

primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut

sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuler glaukoma

dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. 2

Glaukoma Primer ialah peningkatan tekanan intraokuler yang tidak disertai

adanya suatu kelainan pada mata. Terdiri dari glaukoma sudut terbuka, glaukoma

1
sudut tertutup, dan glaukoma kongenital. Glaukoma Sekunder ialah peningkatan

tekanan intraokuler yang disebabkan oleh kelainan mata atau kelainan diluar mata

yang menghambat aquosout flow. Terdiri dari glaukoma sudut terbuka dan

glaukoma sudut tertutup.5

Terdapat beberapa keadaan yang dapat menyebabkan glaukoma sekunder.

Antara lain adalah uveitis, pasca bedah katarak intra atau ekstrakapuler, pasca

tukak perforasi atau trauma karena perforasi, hifema dan glaukoma yang

dibangkitkan oleh lensa.5 Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak

traumatik adalah salah satu bentuk glaukoma sekunder yang diakibatkan oleh

trauma karena perforasi.6

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus glaucoma akut et causa katarak

traumatik yang berobat di poliklinik mata Rumah Sakit Prof.Dr.R.D Kandou

Manado.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

Seorang penderita pria, usia 48 tahun, suku Talaud, bangsa Indonesia,

agama Katolik protestan, pekerjaan buruh bagunan, alamat Tambelang Minahasa

Tenggara, datang kontrol di Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D. Kandou pada

tanggal 18 Desember 2015 dengan keluhan utama penglihatan kabur pada mata

kiri, nyeri, berair, terasa silau dan melihat halo. Awalnya penderita MRS Pada

tanggal 14 Oktober 2015 karena terkena kayu pada mata kiri saat memotong kayu,

kemudian dilakukan hecting laserasi kornea full thickness.

Gambar 1. Laserasi kornea

Pada tanggal 21 November 2015 direncanakan untuk dilakukan Ekstraksi

katarak tetapi ditunda karena ditemukan adanya peningkatan TIO. Kemudian

dilakukan Iridektomi untuk menurunkan TIO, dan direncanakan untuk dilakukan

Ekstraksi katarak.

3
Pada tanggal 18 desember 2015 pasien kontrol kepoli dengan keluhan

utama penglihatan kabur pada mata kiri. Penglihatan pasien makin memburuk

sejak dilakukan operasi sampai saat ini. Dimana sebelumnya pasien masih dapat

melihat wajah seseorang dari jarak dekat tetapi saat ini hanya bisa melihat

bayang-bayang.

Dari pemeriksaan visus dengan menggunakan Snellen chart didapatkan

visus oculus dekstra (VOD): 6/6, visus oculus sinistra (VOS): 1/300. Dari

tonometri didapatkan tekanan intra okuler OD 10,2 mmHg dan OS 31,8 mmHg.

Dari inspeksi secara umum OD tampak normal, sedangkan pada OS; palpebra:

spasme. Konjungtiva: injeksi konjungtiva, injeksi silier. Kornea: post hacting.

Camera oculi anterior (COA): dangkal. Iris: atrofi, sinekia, iridodialisis. Pupil:

Ireguler. Lensa: keruh, Refleks Fundus (+) menurun nonuniform. Diagnosa kerja

adalah Glaukoma sekunder ec katarak traumatik.

PENANGANAN

Pada penderita ini diberikan, As. Mefenamat 3x1 tab, timolol 0,5% 2x1

tetes, asetazolamid tablet 3x250 mg serta Kalium 1x1 tab, dan direncanakan

untuk ekstraksi katarak jika TIO sudah normal.

4
BAB III

DISKUSI

Pasien ini didiagnosis dengan glaukoma sekunder et causa katarak

traumatic OS. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

oftalmologi. Pada anamnesis didapatkan keluhan mata kiri kabur, nyeri, berair,

terasa silau dan melihat halo. Paseien yang menderita glaucoma umumnya

mengeluh nyeri yang akut, pandangan kabur, melihat bayangan seperti pelangi

(halo) disekitar cahaya, mual dan muntah. Pasien secara umum mengalami

penurunan visus sebelum episode akut dikarenakan adanya riwayat katarak.7

Pada pemeriksaan visus didapatkan 6/6 pada mata kanan dan 1/300 pada

mata kiri. Pada kornea OS tampak hecting laserasi full thicness, Camera oculi

anterior OS tampak dangkal, didapatkan cloting, pupil tampak ireguler, dan lensa

berwarna abu-abu kekuningan menunjukkan adanya kekeruhan lensa.

Dari tonometri didapatkan tekanan intra okuler OD 10,2 mmHg dan OS

31,8 mmHg. Tekanan normal intraokuler rata-rata berkisar 15,5 mmHg (±2,6

mmHg) dan secara statistik batas atas normal tekanan intraokuler adalah 21

mmHg. Pada pasien ini telah terjadi kenaikan tekanan intraokuler pada OS .9

Tekanan intraokuler diatur oleh produksi humour aqueous pada epitel

tanpa pigmen badan silier. Jaringan ini secara aktif membawa ion dan nutrient

yang diperoleh dari pembuluh darah badan silier, ke kamera okuli posterior.

Adanya tekanan osmotik, yang diaktivasi oleh transport aktif, sehingga menarik

5
air. Disamping itu, sebagian aqueous humour berasal dari ultrafiltrasi cairan

interstisial, yang berasal dari perbedaan tekanan antara arteriol badan silier dengan

kamera okuli posterior. Hasilnya berupa cairan tanpa warna yang mengalir secara

sentripetal melalui permukaan lensa menuju pupil lalu mengalir secara sentrifugal

ke arah trabekular meshwork ke dalam kanalis Schlemm dan melalui limbal sclera

memasuki vena aqueous dan sirkulasi umum.8

Glaukoma diklasfikasikan sebagai berikut9:

1. Glaukoma Primer, tidak ada penyebab peningkatan tekanan intraokuler.

Glaukoma tipe ini dibedakan menjadi glaukoma primer sudut terbuka,

glaukoma primer sudut tertutup, dan glaukoma dengan tekanan normal.

2. Glaukoma Sekunder, ada hal yang menyebabkan terjadinya peningkatan

tekanan intraokuler (penyakit mata yang lain seperti katarak, penyakit

sistemik, atau penggunaan obat, glaukoma developmental)

Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi untuk

terbentuknya katarak. Jika objek yang dapat menyebabkan perforasi tembus

melalui kornea tanpa mengenai lensa biasanya tidak memberikan dampak pada

lensa dan bila trauma tidak menimbulkan suatu luka memar yang signifikan maka

katarak tidak akan terbentuk. Hal ini tentunya juga bergantung kepada

penatalaksanaan luka kornea yang hati-hati dan pencegahan terhadap infeksi, akan

tetapi trauma-trauma seperti diatas dapat juga melibatkan kapsul lensa, yang

mengakibatkan keluarnya lensa mata ke bilik anterior. 10

Urutan dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia pasien. Saat

kapsul lensa pada anak rupture, maka akan diikuti oleh reaksi inflamasi di bilik

6
anterior dan massa lensa biasanya secara berangsur-angsur akan diserap jika tidak

ditangani dalam waktu kurang lebih 1 bulan. Namun demikian pasien tidak dapat

melihat dengan jelas karena sebagian besar dari kemampuan refraktif mata

tersebut hilang. Keadaan ini merupakan konsekuensi yang serius dan kadang

membutuhkan penggunaan lensa buatan intraokuler. 10

Bila rupture lensa terjadi pada dewasa, juga diikuti dengan reaksi inflamasi

seperti halnya pada anak, namun tendensi untuk fibrosis jauh lebih tinggi dan

jaringan fibrosis opak yang terbentuk tersebut dapat bertahan dan menghalangi

pupil. Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil

akan menutup dengan cepat akibat priloferasi epital sehingga bentuk kekeruhan

terbatas kecil.10

Diagnosis pasti ditegakkan dengan gonioskopi untuk menentukan tipe

glaukoma dengan melihat sudut kamera okuli anterior. Serta dapat dilakukan

ophtalmoskopi untuk memeriksa saraf mata (papil saraf optik) apakah mengalami

degenerasi atau atrofi serta melihat penggaungan (cupping) papil. Papil saraf optic

yang normal memiliki gambaran nisbah cup disc(C/D) sebesar 0,2 – 0,5 (nisbah

C/D) adalah perbandingan antara diameter cupping/lekukan dan diameter diskus

papil saraf optik. Pada kerusakan papil saraf optik akibat glaukoma didapatkan

rasio C/D lebih dari 0,6 yang berarti berkurangnya serabut saraf optik yang

membentuk bingkai saraf optik (optik rim). Gangguan serabut saraf tersebut akan

mengakibatkan gangguan lapang pandang sesuai dengan daerah inervasi saraf

tersebut pada retina.10

7
Tetapi untuk kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan tersebut

dikarenakan adanya defek pada kornea, sehingga diagnosis hanya ditegakkan

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.

Penanganan pada pasien ini yaitu dengan pemberian tetes mata timolol

0,5% 2x1 tetes, asetazolamid tablet 3x250mg serta Kalium 1x1 tab. Tetes mata

timolol 0,5% merupakan obat golongan antagonis adrenergic (β-blocker) yang

bekerja menurunkan produksi humour aqueous pada badan silier sehingga

menurunkan tekanan intraokuler. Sementara itu, asetazolamid merupakan

golongan carbonic anydrase yang berkerja dengan cara mengurangi akumulasi

bikarbonat sehingga mengurangi influx natrium dan cairan. Golongan carbonic

anhydrase inhibitor menurunkan tekanan intra okuler sebesar 16 % - 22 % .11,12

Pemberian tetes mata timolol 0,5% (β-blocker) dan asetazolamid

(carbonic anhydrase inhibitor) diharapkan mampu menurunkan tekanan

intraokuler lebih besar dibandingkan pemberian monotherapy. Karena menurut

studi di Amerika serikat membandingkan timolol maleat sebagai monotherapy

dan combination therapy timolol maleat 0,5 % -dorzolamide ( golongan

carbonic anhydrase inhibitor ). Diperoleh hasil bahwa penurunan tekanan intra

okuler 32,7 % vs 22,6 % dengan dosis fixed dosed combination 2 kali sehari dan

timolol 2 kali sehari.11

Karena asetazolamid merupakan diuretik yang menyebabkan efek

samping gangguan elektrolit, hipokalemia, maka perlu diberikan elektrolit

berupa Kalium. Pada pasien ini dengan penggunaan obat-obatan saja dapat

8
menurunkan tekanan intraokuler, namun mengingat bahwa penyebab

glaukomanya karena adanya katarak maka operasi katarak perlu

dipertimbangkan.9

Prinsip terapi glaukoma9:

1. Mempertahankan fungsi penglihatan pasien karena kerusakan penglihatan


akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

2. Menurunkan tekanan intraokuler, karena merupakan pengobatan yang dapat


diandalkan.

3. Mengatasi penyebab peningkatan tekanan intraokuler

4. Pentingnya deteksi dini, karena jika fungsi penglihatan hilang maka tidak dapat
dikembalikan.

5. Dapatkan efek maksimal dengan obat serta efek samping yang minimal.

6. Pemilihan antara obat, laser dan operasi berdasarkan individu pasien, stadium
dan tipe glaukoma.

Glaukoma dapat diatasi dengan8,9:

1. Medikamentosa

a) Topikal. Obat topikal yang dapat digunakan antara lain: Antagonis

adrenergik, agonis adrenergik, miotik, prostaglandin, karbonik anhidrase

inhibitor, atau kombinasi.

b) Sistemik. Obat yang dapat diberikan secara sistemik antara lain karbonik

anhidrase inhibitor dan agen hiperosmotik.

9
2. Laser. Dilakukan pada pasien tua yang tidak berespon dengan obat-obatan,

pasien yang tidak cukup terkontrol dan tidak dapat menjalani operasi.

3. Operasi. Dilakukan pada pasien yang tekanan intraokuler tidak dapat

diturunkan atau mencapai target dengan penanganan lain, terkontrol borderline

dengan obat dan laser, gagal terapi dengan obat-obatan dan laser.

Pertimbangkan operasi sebagai pilihan awal jika diperlukan, bukan hanya

sebagai pilihan terakhir.

10
BAB 1V

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilias, S. Ilmu penyakit mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia.


2001. Hal: 172-9,220-4.
2. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Glaukoma. Dalam: Oftalmologi Umum.
Edisi 14. Jakarta: Widya Medika. 2000. Hal: 220-38.
3. Ilyas S. Kedaruratan. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Indonesia. 2006. Hal: 97-100.
4. Christiana.Glaukoma. Available at:
http://www.ahaf.org/glaucoma/about/glabout.htm. Accesed 2014,
Mei 11.
5. Thayeb DA, Saerang JSM, Rares LM. Profil glaukoma sekunder akibat
katarak senilis pre operasi di RSUP. Prof. DR. R.D Kandou
Manado Periode Januari 2014-Desember 2014. Available
at:http://eprints.unsrat.ac.id/14934/1/2004PPDS630.pdf
6. Rooseno, D. Katarak. Available at:
http://www.google.co.id/#q=katarak+traumatik.pdf . Accesed
2014, Mei 11.
7. Wijana N. Ilmu penyakit mata. Cetakan keenam. Jakarta : Abadi Tegal.
1993. Hal: 190-196.
8. Yannof M, Duker JS, Augsburger JJ, editors. Ophthalmology. Edisi kedua.
Mosby: Philadelphia, 2005.
9. Japan Glaucoma society. Guidelines for Glaucoma. Edisi kedua. Japan
society: Tokyo, 2008.
10. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Indonesia. 2009. Hal: 156-160.
11. Netland P. Glaukoma Medical Therapy. Edisi Kedua. Madison Avenue,
New York: Oxford University Press. 2009;55-63;123-46.
12. Optometric Glaukoma Society. Review of optometry: The Glaucoma
Handbook. Pfizer Opthalmics. 2007: 15-16.

11

Anda mungkin juga menyukai