Disusun Oleh :
Kelompok 5
Tingkat 2B Keperawatan
Dosen Pembimbing :
Ns. Yossy Utario, M,kep, Sp.An
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah
memberikan rahmat serta karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Asuhan keperawatan hiperbilirubinemia”
Kami menyadari makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Demikianlah makalah ini di buat semoga bermanfaat dalam pelaksanaan
pembelajaraan di Prodi Keperawatan Curup Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR............................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................
C. Tujuan..............................................................................................................
D. Manfaat............................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI...............................................................................
A. Definisi ............................................................................................................
B. Klasifikasi.........................................................................................................
C. Patofisiologi......................................................................................................
D. Etiologi.............................................................................................................
E. Epidemiologi.....................................................................................................
F. Manifestasi klinis..............................................................................................
G. Metabolism.......................................................................................................
H. Pemeriksaan fisik..............................................................................................
I. Pemeriksaan laboratorium..................................................................................
J. Penatalaksanaan medis dan keperawatan...........................................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.............................................
A. Pengkajian........................................................................................................
B. Diagnosa...........................................................................................................
C. Intervensi..........................................................................................................
D. Implementasi....................................................................................................
E. Evaluasi.............................................................................................................
BAB IV PENUTUP..............................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Kadar bilirium serum orang normal umumnya kurang lebih 0,8 mg% (17mmol/1), akan
tetapi kira-kira 5% orang normal memiliki kadar yang lebih tinggi (1-3 mg/dl). Bila
penyebabnya bukan karena hemolisis atau penyakit hati kronik maka kondisi ini biasanya
disebabkan oleh kelainan familial metabolism bilirubin, yang paling sering adalah sindrom
gilbert. Sindrom lainnya juga sering ditemukan, prognasisnya baik. Diagnosis yang akurat
terutama pada penyakit hati kronik sangat penting untuk penatalaksanaan pasien. Adanya
riwayat keluarga, lamanya penyakit serta tidak ditemukan adanya pertanda penyakit hati dan
splenomegali, serum transaminase normal dan bila perlu dilakukan biopsi hati. (Aru W.
Sudoyo)
Hiperbilirubinea merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan
pada bayi baru lahir. Sekitar 25-50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu pertama.
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin, standar deviasi atau lebih
dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen, dalam
perhitungan bilirubin terdiri dari bilirubin direk dan bilirubin indirek. Peningkatan bilirubin
indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang berlebihan., gangguan pengabilan bilirubin
oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin. Setiap bayi dengan ikterus harus mendapat
perhatian, terutama ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar
bilirubin indirek meningkat 5 mg/dL daklam 24 jam dan bilirubin direk > 1 mg/dl
merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis.
Hiperbilirubenemia dianggap patologi apabila waktu muncul, lama, atau kadar bilirubin
serum yang ditemukan berbeda secara bermakna dari ikterus fisiologis. Gejala paling mudah
diidentifikasi adalah ikterus yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput lendir menjadi
kuning. Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan pengertian hiperbilirubinemia?
b. apa patofisiologi hiperbilirubinemia?
c. Bagaimana etiologi hiperbilirubinemia?
d. Bagaimana epidemiologi
e. Bagaimana manifestasi klinis hiperbilirubinemia?
f. Bagaimana metabolism hiperbilirubinemia?
g. Bagaimana pemeriksaan fisik dari hiperbilirubinemia?
h. Bagaimana pemeriksaan laboratorium hiperbilirubinemia?
i. Bagaimana pegkajian keperawatan hiperbilirubinemia?
j. Bagaimana diagnosa keperawatan hiperbilirubinemia?
k. Bagaimana intervensi keperawatan hiperbilirubinemia?
l. Bagaimana implementasi keperawatan hiperbilirubinemia?
m. Bagaimana evaluasi keperawatan hiperbilirubinemia?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian hiperbilirubinemia
b. Untuk mengetahui patofisiologi hiperbilirbinemia
c. Untuk mengetahui etiologi hiperbilirubinemia
d. Untuk mengetahui epidemiologi hiperbilirubinemia
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis hiperbilirubinemia
f. Untuk mengetahui metabolisme hiperbilirubinemia
g. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik hiperbilirubinemia
h. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium hiperbilirubinemia
i. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan hiperbilirubinemia
j. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan hiperbilirubinemia
k. Untuk mengetahui intervensi keperawatan hiperbilirubinemia
l. Untuk mengetahui implementasi keperawatan hiperbilirubinemia
m. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan hiperbilirubinemia
1.4 Manfaat
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif bagi penelitian
berikutnya yang ada hubungannya dengan penatalaksanaan fototerapi pada bayi yang
mengalami ikterik.
2. Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis yang dapat diperoleh antara lain :
a. Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukkan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada bayi baru lahir dengan ikterik yang dilakukan fototerapi
b. Diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan
dan keilmuan tentang bayi baru lahir dengan ikterik yang dilakukan fototerapi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setalah ada hasil
laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia
menerima fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga
disebut ‘Excessive Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia
patologis (‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia
neonates >95% menurut Normogram Bhutani.
Hiperbilirubinemia adalah salah satu masalah yang paling umum yang dihadapi dalam
jangka bayi yang baru lahir. Ecara historis, manajemen berasal dari studi tentang toksisitas
bilirubin pada dengan penyakit hemolitik. Rekomendasi yang lebih baru mendukung
penggunaan terapi yang kurang intensif dalam jangka bayi yang sehat dengan sakit kuning.
(Ely susan,2011)
4. Menurut sumbernya
a. Data primer ; data yang didapat langsung dari individu atau masyarakat.
b. Data sekunder : data yang didapat dari orang lain, organisasi tertentu yang
sudah diolah.
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan
dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan
untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak
terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dala tubuh dan melewati lobulus
hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat
bilirubin keasam glokoronat ( bilirubin terkonjugasi, direk).
2.4 Etiologi
Penyebab dari hiperbilirubinemia terdapat beberapa faktor. Secara garis besar, penyebab dari
hiperbilirubinemia adalah :
2.5 Epidemiologi
Hiperbilirubinemia neontal sangat umum karena hampir setiap bayi baru lahir mengalami
tingkat serum bilirubin tak terkonjugai lebih dari 30 mmol/L (1,8 mg/dl) selama minggu
pertama kehidupan. Angka kejadian sulit untuk membandingkan karena banyak peneliti
berbeda yang tidak menggunakan definisi yang sama untuk hiperbilirubinemia neonatal
signifikan atau penyakit kuning. Selain itu, identifikasi bayi yang akan diuji tergantung pada
pengakuan visual dari penyakit kening oleh penyedia layanan kesehatan, yang sangat
bervariasi dan tergantung baik pada perhatian pengamat dan pada karakteristik bayi seperti
ras dan usia kehamilan.
Dalam sebuah studi tahun 2003 di Amerika serikat 4,3 %dari 47,801 bayi memiliki tptal
serum bilirubin. Dalam rentang dimana fototerapi direkomendasikan oleh tahun 1994
America Academy of Pediatrics (AAP) pedoman, dan 2,9 % memiliki nilai dalam rentang di
mana tahun 1994 AAP Pedoman menyarankan fototerapi mempertimbangkan.
Insiden penyakit kuning neonatal meningkat pada bayi dari Asia Timur, Indian, Amerika,
dan Keturunan Yunani, meskipun yang terakhir tempaknya hanya berlaku untuk bayi yang
lahir di Yunani dan dengan demikian mungkin lingkungan bukan etnis di sal. Bayi kulit
hitam yang terpengaruh lebih sering daripada bayi putih. Untuk alasan ini, penyakit kuning
yang signifikan dalam manfaat bayi hitam evaluasi lebih dekat dari kemungkiman penyebab,
termasuk G-6-PD kekurangan.
Resiko pengembangan penyakit kuning neonatal signifikan lebih tinggi pada bayi laki-
laki. Ini tidak muncul terkait dengan tingkat produksi bilirubin, yang mirip dengan yang ada
di bayi perempuan. Resiko penyakit kuning neonatal signifikan berbanding terbalik dengan
usia kehamilan.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi
dari hem bebas atau proses eritropesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai
dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah
yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin indirek. Zat ini sulit larut
dalam air tetapi larut dalam lemak karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi
dan mudah melalui membran bilogik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas
tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan di bawa ke hepar. Dalam hepar terjadi
mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terkait oleh reseptor membran sel hepar dan masuk
kedalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin dan
glotation hepar lain yang membawa ke retkulum endoplasma hepar, tempat terjadinya
konjugasi. Proses ini timbul berkat enzim glukoronil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar
tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi
melali duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen
dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh
mukosa usus dn terbentuklah proses absopsi entero hepatik.
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah
beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yan cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila
penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Salah satu cara memeriksa derajat kining pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah dengan penilaian. Caranya dengan jari telunjuk deletakkan pada tempat-
tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat
yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti
penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus
mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.
2.9 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang
tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami
ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan
menunggu hasil pemeriksaan kadar serum bilirubin.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 2-4 jam tergantung usia bayi
dengan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juag perlu diukur untuk menentukan
pilihan terapi sinar ataukah transfusi tukar.
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat dirumah sakit, dalam perawatan
bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena
cahaya dapat menyeluruh.
5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
BAB III
3.1 Pengkajian
DENGAN GANGGUAN
DI RUANG
TANGGAL s/d
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal :
Pukul WIB, di ruang
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal
Dengan sumber data dari
No.CM
1. Data dasar
a. Identitas pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Suku bangsa
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Status
Alamat
Diagnosa medis
Tanggal masuk
Tanggal pengkajian
b. Penanggung
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Status
Alamat
Hubungan dengan pasien
2. Alasan dirawat
a. keluhan utama
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
b. kronologi keluhan
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
c. riwayat kesehatan masa lalu
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
3. data bio-psiko-sosial-spritual
a. bernafas
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
.
b. makan dan minum
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
c. eliminasi
1) BAB
........................................................................................................................
........................................................................................................................
2) BAK
........................................................................................................................
........................................................................................................................
d. aktivitas dan gerak
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan diri
Makan / minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi di tempat
tidur
Berpindah
Ambulansi ROM
0 : mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain , 3 : dibantu orang lain dan alat,
4 : tergantung total.
Kesimpulan : .............................................................................................................
....................................................................................................................................
.......................
e. istirahat tidur
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
f. kebersihan diri
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
g. pengaturan suhu tubuh
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
h. rasa nyaman
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
i. rasa aman
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
j. sosialisasi dan komunikasi
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
k. rekreasi
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
l. bekerja
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
m. belajar/pengetahuan
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
n. spiritual
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
3.2 Diagnosis keperawatan
3.3 Intervensi
DX 1 : Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
Tujuan : Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ....x24 jam di harapkan tidak terjadi
injury akibat fototerapi
Intervensi :
1. Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya
Rasional: mencegah iritasi yang berlebihan
2. Berikan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan daerah genetal
serta bokong di tutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya usuhakan agar
penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir
Rasional: mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif
3. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam
Rasional: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata
4. Buka penutup mata setiap akan disusukan
Rasional: memberikan kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan ibu
5. Ajak bicara dan berikan sentuhan setiap memberikan perawatan
Rasional: memberikan rasa aman pada bayi
Tujuan : Setalah di berikan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam di harapkan tidak terjadi
integritas kulit dengan kriteria hasil:
1. Tidak terjadi decubitus
Intervensi :
DX 3 : Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan
Tujuan : Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ...x24 jam di harapkan tidak terjadi
defisit volume cairan dengan kriteria:
1. Jumlah intake dan output seimbang
2. Turgor kulit baik, ttv dalam batas normal
3. Pemantauan BB tidak lebih dari 10% BB
Intervensi:
1. Kaji reflek hisap bayi
Rasional: mengetahui kemampuan hisap bayi
2. Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
Rasional: menjamin keadekuatan intake
3. Catat jumlah intake dan output, frekuensi dan konsistensi feses
Rasional: mengetahui kecukupan intake
4. Pantau turgor kulit, tanda-tanda vital (suhu, RR) setiap 4 jam
Rasional: turgor kulit, suhu meningkat HR meningkat adalah tanda – tanda dehidrasi
5. Timbang BB setiap hari
Rasional: mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi
3.4 Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hiperbilirubinemia di dasarkan pada
rencana keperawatan yang telah di tentukan
1. Mencegah gangguan integritas kulit
- Kaji warna kulit tiap 8 jam
- Ubah posisi setiap 2 jam
- Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau loction pelembab
2. Mencegah adanya injury
- Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya
- Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8
jam
3. Mencegah terjadinya defisit volume cairan
- Catat jumlah intake dan output, frekuensi dan konsistensi feses
- Pantau turgor kulit, tanda-tanda vital (suhu, RR) setiap 4 jam
- Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
3.5 Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan di laksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada
kriteria hasil evaluasi yang telah di tentukan pada masing–masing diagnosa keperawatan
sehingga:
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar ilirubin mencapai nilai yang
mempunyai potensi yang menimbulkan kernikterus. Kalau tidak ditanggulangi dengan baik
hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin. Gejala yang menonjol pada
hiperbilirubinemia adalah ikterik.
4.2 Saran
Behrman, dkk. 1999. Ilmu kesehatan anak. Nelson Vol 1. Edisi 15. Jakarta : EGC
sudoyo, aru W., dkk. 2010. Ilmu penyakit dalam. Jilid 1 edisi V. Jakarta : interna publishing