A. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks
dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisis
dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah
kasar/halus, dan/atau tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. Pada pleuritis
tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada
perkusi ditemukan redup atau pekak, pada auskultasi ditemukan suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat
pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold
abscess”.
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 2 kali dengan minimal satu
kali dahak pagi hari. Untuk pemeriksaan TCM, pemeriksaan dahak cukup satu kali. Bahan
pemeriksaan hasil BJH (Biopsi Jarum Halus) dapat dibuat menjadi sediaan apus kering di gelas
objek. Untuk kepentingan kultur dan uji kepekaan dapat ditambahkan NaCl 0.9% 3-5 ml
sebelum dikirim ke laboratorium mikrobiologi dan patologi anatomi.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan
bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, feses, dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan
cara:
• Mikroskopis
• Biakan
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah basil yang ditemukan. -
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
e. Pemeriksaan biakan bakteri TB Pemeriksaan biakan bakteri merupakan baku emas (gold
standard) dalam mengidentifikasi M.tuberculosis. Biakan bakteri untuk kepentingaan klinis
umum dilakukan menggunakan dua jenis medium biakan, yaitu:
Pada identifikasi Mycobacterium tuberculosis, pemeriksaan dengan media biakan lebih sensitif
dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan biakan dapat mendeteksi 10 – 1000 mycobacterium/ml. Media biakan terdiri dari
media padat dan media cair. Media Lowenstein-Jensen adalah media padat yang menggunakan
media berbasis telur. Media ini pertama kali dibuat oleh Lowenstein yang selanjutnya
dikembangkan oleh Jensen sekitar tahun 1930an, bahkan saat ini media ini terus dikembangkan
oleh peneliti lain misalnya Ogawa, Kudoh, Gruft, Wayne dan Doubek dan lain-lain. Media
Lowenstein-Jensen digunakan untuk isolasi dan pembiakan Mycobacteria species. Pemeriksaan
identifikasi M. tuberculosis dengan media LowensteinJensen ini memberikan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi dan dipakai sebagai alat diagnostik pada program penanggulangan
tuberkulosis.
Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT) menggunakan sensor fluorescent yang ditanam
dalam bahan dasar silicon sebagai indikator pertumbuhan mikobakterium tersebut. Tabung
tersebut mengandung 4 ml kaldu 7H9 Middlebrook yang ditambahkan 0.5 ml suplemen nutrisi
dan 0.1 ml campuran antibiotik untuk supresi pertumbuhan basil kontaminasi. Mikobakterium
yang tumbuh akan mengkonsumsi oksigen sehingga sensor akan menyala. Sensor tersebut akan
dilihat menggunakan lampu ultraviolet dengan panjang 365 nm. Dari beberapa pustakaan
didapatkan rerata waktu yang dibutukan untuk mendeteksi pertumbuhan basil dengan
menggunakan metode MGIT adalah 21.2 hari (kisaran 4-53 hari) sedangkan dengan metode
konvensional LowensteinJensen membutuhkan rerata waktu 40.4 hari (kisaran 30-56 hari). Dari
beberapa penelitian juga didapatkan bahwa metode MGIT merupakan cara yang mudah, praktis
dan cost-effective untuk biakan MTB. Jika terjadi pertumbuhan koloni pada biakan, maka
dilanjutkan dengan identifikasi spesies M. tuberculosis dengan Rapid Test TB Ag MPT64. Hasil
biakan positif juga dapat dilanjutkan dengan uji resistensi terhadap OAT lini 1 dan 2.
Tes Cepat Molekular Uji tes cepat molekular (TCM) dapat mengidentifikasi MTB dan secara
bersamaan melakukan uji kepekaan obat dengan mendeteksi materi genetik yang mewakili
resistensi tersebut. Uji TCM yang umum digunakan adalah GeneXpert MTB/RIF (uji kepekaan
untuk Rifampisin). Saat ini mulai umum dikenal uji TCM lain meskipun belum dikenal secara
luas.
C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologi standar pada TB paru adalah foto toraks dengan proyeksi postero anterior
(PA). Pemeriksaan lain atas indikasi klinis misalnya foto toraks proyeksi lateral, top-lordotik,
oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat menghasilkan gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).
• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah.
• Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.
• Fibrotik
• Kalsifikasi
• Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara
klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, multikavitas, dan
fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan
gambaran radiologi tersebut.
Tb dengan HIV
Pemeriksaan sputum BTA dan TCM TB Penegakan diagnosis TB pada pasien HIV secara klinis
sulit dan pemeriksaan sputum BTA lebih sering negatif sehingga diperlukan pemeriksaan TCM
TB. 3. Pemeriksaan Biakan M. TB dan uji kepekaan OAT. 4. Foto toraks Gambaran foto toraks
TB pada pasien HIV stadium awal dapat menyerupai gambaran foto toraks TB pada umumnya,
namun pada HIV lanjut gambaran foto toraks sangat tidak spesifik dan dapat ditemukan
gambaran TB milier. Pemeriksaan foto toraks pada ODHA merupakan pemeriksaan rutin untuk
deteksi dini TB. Pada ODHA terduga TB, pemeriksaan foto toraks dilakukan sejak awal
bersamaan dengan pemeriksaan BTA dan atau TCM TB. Lipoarabinomannan (LAM)
Lipoarabinomannan (LAM) adalah glikolipid yang terdapat pada dinding sel semua spesies
mikobakteri. Pemeriksaan TB-LAM AG lateral flow assay (LF-LAM) mendeteksi LAM di urin
pasien HIV. Pemeriksaan ini direkomendasikan WHO untuk mendiagnosis TB pada pasien HIV
rawat inap dengan kadar CD4 ≤ 100 sel /µL dan pada pasien yang sakit berat2.
TB DENGAN DM
Pada setiap penyandang DM harus dilakukan skrining TB dengan pemeriksaan gejala TB dan
foto toraks. Sebaliknya untuk pasien TB dilakukan penapisan DM dengan pemeriksaan gula
darah puasa dan gula darah 2 jam post prandial atau gula darah sewaktu. Diagnosis DM
ditegakkan jika gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl atau gula darah 2 jam post pandrial/gula
darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl. Pemeriksaan HbA1C dapat dilakukan bila fasilitas tersedia,
di diagnosis DM jika nilai HbA1c ≥ 6,5 %.
Pasien TB paru disertai DM memiliki jumlah basil yang lebih tinggi dalam sputumnya. Pada
penelitian dari 373 pasien TB yang menderita DM, 328 pasien (87,9%) menunjukkan kultur
M.TB positif. Hasil penelitiannya juga menunjukkan peningkatan BTA +++ pada penderita TB
paru dengan DM. Pemeriksaan sputum mikroskopis lebih sering menunjukkan hasil kultur positif
M.TB sampai 2 bulan setelah mulai pengobatan anti-TB,6 bahkan bisa sampai 6 bulan setelah
mulai pengobatan (22,2%). Secara radiologis, TB paru pada penderita DM sering menunjukkan
gambaran dan distribusi radiografi yang atipikal; pada penderita TB tanpa DM kavitas atau
infiltrat banyak ditemukan pada lobus atas, sedangkan pada penderita TB paru disertai DM,
lapangan paru bawah lebih sering terlibat (29% pada kasus dengan DM, 4,5% pada kasus non-
DM), diikuti lobus atas kemudian tengah.5,22,23 Keterlibatan paru bilateral sebesar 50%, 33%
berkaitan efusi pleura, dan 30% terdapat kavitas. Gambaran radiologi termasuk fibrosis,
konsolidasi, opasitas homogenus dan heterogenus. Melaporkan bahwa pada 10 dari 50 foto
radiologik penderita TB dengan DM didapatkan gambaran kavitas lebih dari 2 cm, terutama jika
paru bagian bawah terlibat (80%). Gambaran radiologi atipikal TB paru disebabkan karena
penderita DM memiliki gangguan imunitas seluler dan disfungsi sel leukosit polimorfonuklear
(PMN). menunjukkan kelompok TB paru-DM memiliki jumlah total leukosit lebih rendah
dibandingkan kelompok TB paru saja, yaitu 8836,7 ± 219,5 vs 10013,1 ± 345,2 sel/mm3 3.
DAFTAR PUSTAKA
1. Qolbi, odhy hasanul. (2021). Guideline Tuberkulosis PDPI. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 001(2014), 1–78.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tatalaksana Tuberkulosis, Jakarta 2020
3. Wijaya, I. (2015). CONTINUING MEDICAL EDUCATION Tuberkulosis Paru pada
Penderita Diabetes Melitus. Cdk-229, 42(6), 412–417.