Disusun oleh:
B. TUJUAN
1. Membuktikan bahwa tanaman dan bagian-bagiannya mempunyai pertumbuhan yang
berbentuk kurve sigmoid.
2. Mengetahui pengaruh keadaan lingkungan terhadap terjadinya kurve sigmoid
pertumbuhan pada tanaman.
3. Mengetahui cara pengukuran pertumbuhan tanaman secara kuantitatif.
Alat:
- Penggaris/millimeter
- Polybag hitam ukuran 3 kg
- Timbangan analitik
- Alat tulis
D. CARA KERJA
E. HASIL PENGAMATAN
1. Kurve Sigmoid
a. Kacang Hijau
Tinggi Tanaman
W
La Lw W W rt
Perlak sh
uan 4 4 6 4 6 4 6 4 6
60
0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0
Tanpa 72 1 1
4 4 2 1 7 . .
Pupuk 0 6 0
2 2 8
2 0 0
97 1 1
NPK 3 4 2 1 6 . .
0 9 1
5 2 9
2 0 0
Komp 10 1
2 4 2 9 1 5 . .
os 05 6
9 4 8
Perlakua La Lw W W sh W rt
n 40 60 40 60 40 60 40 60 40 60
Tanpa
794 1835 16 43 8 24 4 12 2 6
Pupuk
NPK 680 1910 9 37 5 22 3 12 2 6
Kompos 561 2100 14 42 6 23 3 14 2 6
LA
Perl R N SLW SLA NS-R
R
aku G A
4 6 4 6 4 6 4 6
an R R
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 4 4 1 2
Tan
. . 1 . . 9. 2. . .
pa 7
0 0 0 0 0 8 4 8 0
Pup 6
5 0 6 2 2 3 0 7 3
uk
8 1 0 4 2 3 9 0
NP 0 0 1 8 0 0 7 5 1 2
K . . 4 6 . . 2. 1. . .
0 0 0 0 9 8 5 0
7 0 6 1 1 2 6 0 5
8 1 4 9 2 7 0 8
0 0 0 0 3 4 1 2
Ko . . . . 9. 9. . .
8 9
mp 0 0 0 0 7 8 7 3
7 0
os 6 0 2 2 6 5 5 0
4 1 5 0 7 2 0 0
F. TINJAUAN PUSTAKA
Pada setiap tahap dalam kehidupan suatu tumbuhan, sensitivitas terhadap
lingkungan dan koordinasi respons sangat jelas terlihat. Tumbuhan dapat mengindera
gravitasi dan arah cahaya dan menanggapi stimulus-stimulus ini dengan cara yang
kelihatannya sangat wajar bagi kita. Seleksi alam lebih menyukai mekanisme respons
tumbuhan yang meningkatkan keberhasilan reproduktif, namun ini mengimplikasikan
tidak adanya perencanaan yang disengaja pada bagian dari tumbuhan tersebut (Campbell,
2002).
Pada batang yang sedang tumbuh, daerah pembelahan sel batang lebih jauh
letaknya dari ujung daripada daerah pembelahan akar, terletak beberapa sentimeter
dibawah ujung (tunas). Sedangkan pertambahan panjang tiap lokus pada akar tidak
diketahui pertambahan panjang terbesar dikarenakan kecambah mati (Salisbury, 1996)
Teorinya, semua ciri pertumbuhan bisa diukur, tapi ada dua macam pengukuran
yang lazim digunakan untuk mengukur pertambahan volume atau massa. Yang paling
umum, pertumbuhan berarti pertambahan ukuran. Karena organisme multisel tumbuh dari
zigot, pertambahan itu bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel,
banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan. Pada banyak kajian, pertumbuhan perlu
diukur. Pertambahan volume (ukuran) sering ditentukan denagn cara mengukur perbesaran
ke satu atau dua arah, seperti panjang (misalnya, tinggi batang) atau luas (misalnya,
diameter batang), atau luas (misalnya, luas daun). Pengukuran volume, misalnya dengan
cara pemindahan air, bersifat tidak merusak, sehingga tumbuhan yang sama dapat diukur
berulang-ulang pada waktu yang berbeda (Salisbury, 1996).
Pengukuran daun tanaman mulai dari waktu embrio dengan menggunakan kurva
sigmoid juga memiliki hubungan erat dengan perkecambahan biji tersebut yang otomatis
juga dipengaruhi oleh waktu dormansi karena periode dormansi juga merupakan
persyaratan bagi perkecambahan banyak biji. Ada bukti bahwa pencegah kimia terdapat di
dalam biji ketika terbentuk. Pencegah ini lambat laun dipecah pada suhu rendah sampai
tidak lagi memadai untuk menghalangi perkecambahan ketika kondisi lainnya menjadi
baik. Waktu dormansi berakhir umumnya didasarkan atas suatu ukuran yang bersifat
kuantitatif. Untuk tunas dan biji dormansi dinyatakan berhasil dipecahkan jika 50 % atau
lebih dari populasi biji tersebut telah berkecambah atau 50% dari tunas yang diuji telah
menunjukkan pertumbuhan. Bagi banyak tumbuhan angiospermae di gurun pasir
mempunyai pencegah yang telah terkikis oleh air di dalam tanah. Dalam proses ini lebih
banyak air diperlukan daripada yang harus ada untuk perkecambahan itu sendiri (Kimbal,
1992).
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan yang tidak dapat balik dalam
ukuran pada semua sistem biologi. Pertumbuhan ini digambarkan dengan kurve yang
sigmoid. Proses pertumbuhan ini diatur oleh pesan hormonal dan respon dari lingkungan
(panjang hari, temperatur rendah, perubahan persediaan air). Pertumbuhan berikutnya
disebut diferensiasi, yang didefinisikan sebagai pengontrolan gen dan hormonal serta
lingkungan yang merubah struktur dan biokimiawi perubahan ini terjadi pada hewan dan
tanaman saat berkembang (Kaufman, P. B., 1975).
Fase pertumbuhan logaritmik juga menunjukkan sel tunggal. Fase ini adalah fase
dimana tumbuhan tumbuh secara lambat dan cenderung singkat.Pada fase linier,
pertambahan ukuran berlangsung secara konstan, biasanya pada waktu maksimum selama
beberapa waktu lamanya. Laju pertumbuhan ditunjukkan oleh kemiringan yang konstan
pada bagian atas kurva tinggi tanaman oleh bagian mendatar kurva laju tumbuh dibagian
bawah. Fase senescence ditunjukkan oleh laju pertumbuhan yang menurun saat tumbuhan
sudah mencapai kematangan dan mulai menua (Salisbury, 1996).
Kurva pertumbuhan berbentuk S (Sigmoid) yang ideal, yang dihasilkan oleh
banyak tumbuhan setahun dan beberapa bagian tertentu dari tumbuhan setahun maupun
bertahun, dengan mengambil contoh tanaman jagung. Kurva menunjukkan ukuran
kumulatif sebagai fungsi dan waktu. Tiga fase utama biasanya mudah dikenali: fase
logaritmik, fase linear, dan fase penuaan (Salisbury, 1996)
G. PEMBAHASAN
1. Kurve Sigmoid
a. Kacang Hijau
Tinggi Tanaman
Tinggi Tanaman
80.00
60.00 Tanpa Pupuk
40.00 NPK
cm
20.00 Kompos
0.00
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58
Hari ke-
Berdasarkan data hasil praktikum yang telah dilakukn didapat hasil seperti pada grafik
di atas. Tinggi tanaman dari perlakuan tanpa pupk, menggunakan pupuk NPK, menggunakan
pupuk kompos tidak menunjukkan selisih tinggi yang signifikan pada hari ke 7 sampai hari
ke 28. Pada hari ke 31 sampai hari ke 58 ke tiga perlakuan mengalami selisih tinggi yang
berbeda yang pada akhir pengamtan yaitu hari ke 58 tinggi tanamn paling tinggi dari ke tiga
perlakuan adalh pada perlakuan dengan menggunakan pupuk NPK yaitu sebesar 66,20 cm.
Perlakuan tanpa pupuk menunjukan hasil yang relatif lebih rendah diantar ke tig perlakuan
tersebut 59,98 cm pada hari ke 58. hal tersebut dapat disebabkan oleh unsur har yang
diperlukn oleh tanamn dapat di diperoleh melalui penambahan pupuk NPK dan kompos
sedangkan dengan perlakuan tanpa pupuk unsur hara pad media tidak tercukupi untuk
mendorong pertumbuhan tanaman secara optimal.
Jumlah Daun
Jumlah Daun
40.00 Tanpa Pupuk
Helai
NPK
0.00
Kompos
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58
Hari ke-
Pada data jumlah daun tnaman kacang hijau memiliki selisih yang relatif kecil dari ke
tiga perlakuan. Rerata jumlah daun kacang hijau paling banyak adalah pada perlakuan dengan
menggunakan pupuk NPK sebanyak 13,19 dan Rerata jumlah daun paling rendah pada
perlakuan tanpa pupuk 12,67.
b. Jagung
Tinggi Tanaman
Tinggi Tanaman, dapat dilihat bahwa tanaman dengan perlakuan pupuk kompos
memiliki tinggi yang relatif lebih tinggi dibandingkan tanaman dengan perlakuan pemberian
NPK dan tanpa pupuk. Hal ini dapat disebabkan karena pupuk kompos tersebut memiliki
unsur hara yang kompleks. Memang pupuk kompos akan lama bereaksi, namun karena tanah
yang digunakan dalam percobaan ini dulunya pernah digunakan, kemungkinan
mikroorganisme dan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman sudah tersedia. Hasil akhir dari
rerata, tertinggi pada tanaman kompos.
Jumlah Daun
Terlihat grafik jumlah daun tanaman jagung mengalam fase logaritmik dan linier.
Pada ketiga perlakuan, menunjukka fase logaritmik pada 16HST sampai dengan 46HST.
Mulai pada 16HST, jumlah daun mengalami fase linier sampai dengan 46HST. Pertumbuhan
jumlah daun kembali naik pada 46HST sampai dengan korban 55HST. Pertumbuhan
menunjukkan fase fase yang seharusnya terjadi pada tanaman. Rata-rata jumlah daun
terbanyak pada tanaman perlakuan NPK.
2. Analisis Pertumbuhan
a. Kacang Hijau
Relative Growth Rate (RGR)
0.070
0.065
Tanpa
0.001 Pupuk
0.001 NPK
0.000 Kompos
0.000
0.000
0.000
0.000
cm2/g
NPK
50 Kompos
0
40 60
Hari Setelah Tanam (HST)
Pada diagran LAR di atas terjadi perbedan antara 40 HST dan 60 HST.
Pada 40 HST perlakuan terbaik pada perlakuan menggunakn pupuk NPK
sebsar 122cm2/hari dan disusul dengan perlakuan tanpa pupuk sebesar
117cm2/hari dan perlakuan pupuk kompos sebesar 116cm 2/hari. Pada 60 HST
perlakuan terbaik adalah pada perlakuan pupuk kompos yaitu sebesar
114cm2/hari disusul dengan perlakuan NPK sebesar 87cm 2/hari dan perlakuan
tanpa pupuk sebesar 71cm2/hari.
0.010 NPK
0.005 Kompos
0.000
40 60
Hari Setelah Tanam
Nisbah Shoot-Root
Nisbah Shoot-Root
10.000
8.000
6.000 Tanpa Pupuk
4.000 NPK
2.000 Kompos
0.000
40 60
Hari Setelah Tanam
b. Jagung
Relative Growth Rate (RGR)
0.050
Kompos
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
1
0.001 NPK
Kompos
0.001
0.001
0.001
0.001
1
Dari histogram NAR ,tingkat NAR pada perlakuan tanpa pupuk dengan
skor 0.001. Pada NPK mendapat angka 0.001 dan tanpa pupuk 0.001.
Leaf Area Ratio (LAR)
cm2/g
100 NPK
50 Kompos
0
40 60
Hari Setelah Tanam
Pada histogram LAR tanaman jagung, hasil dapat dilihat bahwa ada
perbedaan antara 40HST dan 60HST dengan pemberian perlakuan yang
berbeda, perlakuan yang diberikan antara lain yaitu tanah tanpa pupuk, tanah
kompos dan tanah NPK.
Dapat dilihat histrogram diatas bahwa pada 40HST terjadi perlakuan
terbaik pada tanah diberi NPK diangka 100 cm2/g, sedangkan peringkat kedua
terjadi pada perlakuan tanah kompos yaitu diangka 92 cm2/g dan perlakuan
dengan hasil terendah terjadi pada perlakuan tanpa pupuk mendapatkan angka
82 cm2/g.
Pada 60HST dapat dilihat ada penurunan dan penaikan histogram,
perlakuan terbaik tetap pada kompos yaitu diangka 90 cm2/g, peringkat kedua
berbeda dengan 40HST, pada 60HST justru NPK lah yang berada pada
peringkat kedua yaitu diangka 80cm2/g dan perlakuan terendah terjadi pada
tanah tanpa pupuk yaitu diangka 68 cm2/g.
NPK
0.010 Kompos
0.000
40 60
Hari Setelah Tanam
Pada histogram SLW tanaman jagung terdapat perbedaan data antara
tiga perlakuan yang berbeda pada setiap 40HST dan 60 HST. Pada 40HST
perlakuan terbaik berada pada tanah kompos yaitu sebesar 0,0024 g/cm2
disusul dengan perlakuan tanah NPK dan perlakuan tanpa pupuk yaitu sebesar
0,0021 g/cm2. Sedangkan pada 60HST perlakuan terbaik terjadi pada tanpa
pupuk yaitu diangka 0,0024g/cm2, NPK diangka 0.0022 g/cm2 dan terendah
kompos 0,0020g/cm2.s
40.000 NPK
20.000 Kompos
0.000
40 60
Hari Setelah Tanam
Pada histogram SLA tanaman jagung dapat dilihat data yang berbeda
pada setiap perlakuan dan hari setelah tanamnya. Pada 40HST perlakuan
terbaik terjadi pada tanah tanpa pupuk yaitu sebesar 47,780 cm2/g disusul
dengan perlakuan tanah NPK sebesar 47,320 cm2/g dan terendah pada
perlakuan tanah kompos yaitu sebesar 41,895cm2/g. Sedangkan pada 60HST
perlakuan terbaik terjadi pada kompos yaitu sebesar 49,852 cm2/g selanjutnya
kedua ada perlakuan tanah NPK yaitu sebesar 44,541 cm2/g dan yang
terendah ada perlakuan tanah tanpa pupuk yaitu sebesar 41,141 cm2/g.
Nisbah Shoot-Root
Nisbah Shoot-Root
2.000 Tanpa Pupuk
1.000 NPK
Kompos
0.000
40 60
Hari Setelah Tanam
Pada histogram NSR, terdapat perbedaan pada NSR tertinggi antara
40HST dan 60 HST. Pada 40HST, NSR tertinggi pada perlakuan NPK dengan
angka 1,879. Pada 60HST tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk dengan angka
2,058. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada media tanam. Media tanam tanpa
pupuk sudah pernah terpakai, adanya unsur organik pada perlakuan
sebelumnya dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Unsur organik
bereaksi dengan waktu yang cukup lama, sehingga tanaman tanpa pupuk
mengalami penambahan pada 60HST.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Laju pertumbuhan tanaman kacang hijau dan jagung menyerupai bentuk kurve
sigmoid.
2. Kurve sigmoid pada pertumbuhan tanaman kacang hijau dan jagung dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan (panjang hari, temperatur rendah, perubahan persediaan air).
3. Pengukuran pertumbuhan tanaman secara kuantitatif dapat diukur dengan Relative
Growth Rak (RGR), Net Asimilasi Rate (NAR), Leaf Area Ratio (LAR), Specific
Leaf Weight (SLW), Specific Leaf Area (SLA), dan Nisbah Shoot – Root.
DAFTAR PUSTAKA
Kimbal. (1992). Tinjauan Konseptual Model Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Hutan. In USU-
Digital Library. Medan.
Salisbury, F. . dan C. W. R. (1996). Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga Edisi Keempat. In ITB-Press.
Bandung.
LAMPIRAN