LAPORAN PENDAHULUAN
oleh
Erwindyah Nur Widiyanti
NIM 212311101039
Aman adalah suatu keadaan yang bebas dari cedera fisik dan psikologis.
Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa
juga keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006). Pemenuhan
kebutuhan keamanan dilakukan untuk menjaga tubuh dari kecelakaan baik
pasien, perawat atau petugas lainnya yang bekerja untuk pemenuhan
kebutuhan tersebut (Asmadi, 2008). Perubahan kenyamanan adalah keadaan
dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan berespon
terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, 2006).
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk
melindungi diri dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat
dikategorikan sebagai ancaman mekanis,, kimiawi, retmal dan bakteriologis.
Kebutuhan akan keaman terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan
interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam
tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya imajinasi
(mis, penyakit, nyeri, cemas, dan sebaginya). Dalam konteks hubungan
interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi,
kemampuan mengontrol masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang
konsisten dengan orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di
sekitarnya dan lingkungannya. Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat
perasaan cemas dan tidak aman. (Asmadi, 2005)
C. Epidemiologi
Nyeri merupakan faktor komorbiditas penting pada banyak penyakit. Nyeri
dapat dipegaruhi oleh usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, budaya,
serta kebiasaan atau gaya hidup. Beberapa studi epidemiologi menjelaskan bahwa
terdapat variasi faktor- faktor yang mempengaruhi nyeri di beberapa negara
(Amalia dkk., 2016). Studi epidemiologi di negara Inggris menunjukkan bahwa
prevalensi nyeri lebih sering terjadi pada wanita dan meningkat pada usia lanjut.
Nyeri juga didapatkan meningkat pada kelompok dengan status sosio-ekonomi
rendah, terutama nyeri kepala. Penelitian di Jakarta terkait prevalensi nyeri terjadi
pada muskoloskeletal di usia lansia dan sebanyak 80% terjadi pada wanita. Nyeri
pada muskoloskeletal terjadi pada daerah lutut, punggung bawah (Rachmawati
dkk., 2006).
D. Etiologi
Faktor
Internal Eksternal
Gangguan pola
Defisit perawatan diri Gangguan tidur
rasa
nyaman
G. Penatalaksanaan Medis
H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian terfokus
1. Pengkajian faktor yang mempengaruhi nyeri:
a) P (Provoking) atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya
nyeri.
b) Q (Quality) atau kualitas dari nyeri, apakah tajam, tumpul, atau
tersayat.
c) R (Region) atau daerah, yaitu daerah terjadinya nyeri.
d) S (Severity) atau keparahan, yaitu ringan, sedang, atau berat.
e) T (Time) atau waktu, yaitu frekuensi munculnya nyeri.
2. Riwayat nyeri:
a) Lokasi untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik.
b) Intensitas nyeri dapat dapat dilakukan dengan salah satu metode
skala nyeri menurut Hayward (1975):
1 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri tapi dapat dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
c) Kualitas nyeri, apakah seperti ditusuk-tusuk, dipukul-pukul, dan
sebagainya.
d) Pola nyeri, meliputi waktu, durasi, dan kekambuhan atau interval
nyeri.
e) Faktor presipitasi, yaitu aktifitas tertentu dapat memicu timbulnya
nyeri.
f) Gejala yang menyertai, seperti rasa mual, muntah, pusing, dan
diare.
g) Pengaruh pada aktifitas sehari-hari, yaitu dapat membantu klien
memahami prespektif tentang nyeri yang dirasakan. Beberapa
aspek kehidupan yang perlu dikaji seperti tidur, nafsu makan,
konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, aktifitas dirumah,
dan status emosional.
h) Sumber koping, yaitu strategi individu dalam menghadapi nyeri
bagaimana. Pengkajian yang perlu dilakukan seperti pengalaman
nyeri sebelumnya dan pengaruh agama atau budaya.
i) Respon afektif, yaitu interpretasi tentang nyeri. Pengkajian yang
perlu dilakukan seperti adanya ansietas, takut, lelah, depresi, atau
perasaan gagal pada diri klien.
3. Observasi respon perilaku dan fisiologis
a) Respon nonverbal, seperti ekspresi pada wajah (menutup mata
rapat-rapat, menggigit bibir bawah, dan seringai pada wajah).
Respon berupa vokalisasi (mngerang, menangis, berteriak).
Gerakan tubuh tanpa tujuan (menendang-nendang, membolak-
balikkan tubuh di kasur).
b) Respon fisiologis nyeri bergantung pada sumber dan durasi nyeri.
Pada awal nyeri akut, respon fisiologis seperti peningkatan
(tekanan darah, nadi, pernafasan), diaphoresis serta dilatasi pupil
akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis. Jika nyeri
berlangsung lama dan sistem saraf simpatis telah beradaptasi,
kemungkinan respon fisiologis akan berkurang atau mungkin
tidak ada (Jenitri, 2014).
b. Diagnosis Keperawatan yang sering muncul
1. D.0074 Gangguan Rasa Nyaman b.d gejala penyakit d.d mengeluh
tidak nyaman, tampak merintih/ menangis.
Definisi: Perasaan kurang senang, lega, dan sempurna dalam dimensi
fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial.
2. D.0077 Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis, kimiawi, atau fisik
d.d mengeluh nyeri, tampak meringis.
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensi ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
3. D.0078 Nyeri Kronis b.d kerusakan sistem saraf d.d mengeluh nyeri,
tidak mampu menuntaskan aktifitas.
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensi ringan hingga berat dan konsisten, yang
berlangsung lebih dari 3 bulan.
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
c. Perencanaan/Nursing Care Plan
Manajemen Nyeri I.08238 (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018):
1. Obssrvasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri.
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non-verbal.
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankan nyeri.
e) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
2. Terapeutik
a) Beri teknik nonfarmakologi seperti TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, kompres
hangat/dingin..
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri.
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Dalam PPNI. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.