C
OVER
NIM : 361841333064
KELAS : 2 C
2019/2020
BAB I PENDAHULUAN
Adanya proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan seperti pisang,
jambu, salak, apel dan pear. Buah yang memar juga mengalami proses pencoklatan. Pada
umumnya proses pencoklatan yang enzimatik dan non enzimatik.Kebanyakan makanan
kering dan makanan setengah basa dapat mengalami pencoklatan non enzimatis. Reaksi ini
tergantung pada air sedang. Ini merupakan akibat dari dua peranan air, yaitu sebagai pelarut
dan sebagai suatu produk dari reaksi dan karenanya sebagai inhibitor.Pada umumnya
pencoklatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu pencoklatan enzimatis dan pencoklatan non
enzimatis. Pada pencoklatan non enzimatis seperti pada buah pear dan buah lainnya setelah
dikupas disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim polypenol oxidase (PPO), yang dengan
bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi o-hidroksi penol, yang
selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus o-kuinon inilah yang membentuk warna
coklat, sedangkan reaksi pencoklatan non enzimatik belum diketahui secara penuh. Tetapi,
pada umumnya reaksi pencoklatan non enzimatik, yaitu karamelisasi, reaksi Maillard dan
pencoklatan akibat vitamin C. pencoklatan (browning) adalah terbentuknya warna coklat
pada bahan pangan secara alami atau karena proses tertentu. Pada kelompok buah-buahan
seperti pear, proses pencoklatan ini tidak dikehendaki. Proses pencoklatan pada buah pear
tergolong pada reaksi enzimatis. Hal ini dikarenakan buah pear banyak mengandung substrat
senyawa fenolik. Penyebab dari pencoklatan enzimatik yang terjadi sesaat setelah buah
dipotong adalah reaksi oksidasi.Reaksi pencoklatan dapat didefinisikan sebagai urutan
peristiwa yang dimulai dengan reaksi gugus amino pada asam amino, peptida, atau protein
dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula, urutan diakhiri dengan pembentukan polimer
nitrogen berwarna coklat atau melanoidin. Reaksi pencoklatan diperlambat oleh enurunan PH
dan reaksi pencoklatan dapat dikatakan bersifat menghambat sendiri karena PH menurun
dengan bilangannya gugus asam amino basa.
B. Karamelisasi Gula
Karamelisasi termasuk reaksi pencoklatan non enzimatis. Karamelisasi
merupakan proses pencoklatan non enzimatis yang disebabkan dalam pemanasan gula yang
melampaui titik leburnya. Karamelisasi dapat menjadi penambah aroma
dan rasa dalam beberapa produk pangan, namun pada beberapa kondisi
karamelisasi dapat menjadi penanda penurunan mutu produk pangan. Suhu
tercapainya proses karamelisasi berbeda-beda, misal pada suhu diatas 170°C
mulailah terjadi karamelisasi sukrosa.
Oleh karena itu, karamelisasi penting dipelajari sebab menyangkut tentang
kualitas suatu bahan pangan. Pembahasan selanjutnya akan menjabarkan proses
terjadinya karamelisasi serta faktor-faktor apa yang mempengaruhinya.
3. Karamelisasi Gula
Tujuan dari penyusunan makalah karamelisasi ini adalah sebagai berikut:
- Pisau
- Talenan
- Botol kaca
- Buah apel
- Buah salak
- Buah pisang
- Buah pear
- Buah jambu air
- Vitamin C
- Aquadest
B. BROWNING ENZIMATIS
Pencoklatan Warna
Bahan Perlakuan Enzimatis
Ya Tidak Sebelum Sesudah
Apel Kontrol - Putih khas apel Coklat
Perendaman - Putih Tetap segar
Pear Kontrol Putih khas pear Coklat
Perendaman - Putih Tetap segar
Pisang Kontrol - Putih khas Coklat
pisang
Perendaman Putih Tetap segar
Salak Kontrol - Putih khas salak Coklat
Perendaman - Putih Tetap segar
Jambu Kontrol - Putih khas Putih
air jambu air
Perendaman - Putih Tetap segar
A. KARAMELISASI GULA
Reaksi karamelisasi adalah reaksi yang terjadi karena pemanasan gula pada
temperatur diatas titik cairnya yang akan menghasilkan perubahan warna menjadi warna
gelap sampai coklat (Tranggono dan Sutardi, 1989). Menurut Eskin, et al. (1971),
karamelisasi merupakan suatu proses pencoklatan non enzimatis yang meliputi degradasi
gula-gula tanpa adanya asam- asam amino atau protein. Bila gula dipanaskan diatas titik
leburnya, warnanya berubah menjadi coklat disertai perubahan cita rasa. Winarno (1999)
menyebutkan bahwa pada proses karamelisasi mula-mula sukrosa pecah menjadi glukosa dan
fruktosan (fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mempu
mengeluarkan satu molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadi glukosan yang
kemudian dilanjutkan dengan dehidrasi polimerisasi dan beberapa jenis asam yang timbul di
dalamnya.
Mekanisme karamelisasi dapat pula ditinjau dari segi warna, rasa dan aroma. Apabila
gula dipanaskan hingga suhu yang sangat tinggi, gula tersebut akan berubah menjadi cairan
bening. Apabila dipanaskan lebih lanjut, gula tersebut akan berubah warna menjadi
kekuningan, kemudian kecokelatan, dan dalam waktu singkat dapat berubah warna menjadi
benar-benar cokelat. Dari segi aroma dan rasa, akan timbul aroma dan rasa yang khas, dan
dikenal sebagai karamel. Pemanasan secara langsung pada suhu 170 o C sampai 200 o C
terhadap karbohidrat khusunya gula, menghasilkan suatu kompleks yang berasal dari proses
karamelisasi. Ikatan ganda yang terkonjugasi menyerap cahaya dan menghasilkan warna.
Produk karamelisasi biasanya digunakan dalam pembuatan makanan, kembang gula, dan
sejenisnya, serta untuk menghasilkan warna pada minuman cola (Wistler dan Daniel, 1985, di
dalam Fennema, 1985).
1. BROWNING ENZIMATIS
reaksi pencoklatan dapat didefinisikan sebagai peristiwa dimana gugus asam amino dari
protein bereaksi dengan gugus aldehida atau keton dari gula pereduksi dan menghasilkan
warna coklat.
Menurut Ketaren (2005), pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak
yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar. Hal ini dapat pula terjadi karena reaksi
molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul
protein dan yang disebabkan karena aktivitas enzim-enzim, seperti phenol oxidase,
polyphenol oxidase, polyphenol oxidase dan sebagainya.
Menurut Hwa et al., (2009), pencoklatan (browning) adalah terbentuknya warna coklat pada
bahan pangan secara alami atau karena proses tertentu. Pada kelompok buah-buahan seperti
apel dan pin, proses pencoklatan ini tidak dikehendaki. Proses pencoklatan pada buah apel
tergolong pada reaksi enzimatis. Hal ini dikarenakan buah apel banyak mengandung substrat
senyawa fenolik penyebab dari pencoklatan enzimatis yang terjadi sesaat setelah buah
dipotong adalah reaksi oksidasi. Enzim polyphenol oxidase (PPO) yang terkandung dalam
buah akan keluar dan berkontrak dengan oksigen dari udara sehingga reaksi pencoklatan
terjadi.
Suatu polimer berwarna coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga
tejadi karena reaksi antara protein, peptida dan asam amino hasil dekomposisi lemak. Reaksi
ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan dengan menurunkan nilai cerna dan ketersediaan
asam amino terutama lisin (Herawati, 2002).
Menurut Kusmiadi (2008), pada umumnya proses pencoklatan ada dua macam, yaitu
pencoklatan enzimatis dan non enzimatis, pencoklatan pada buah ini tergolong pencoklatan
enzimatis. Hal ini dikarenakan buah apel atau pada buah-buahan pada umumnya banyak
mengandung substrat senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat dalam proses
pencoklatan enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Disamping, katekin dan turunannya
seperti tirosin, asam kateat, asam klorogenat serta lekoan tosianin dapat menjadi substrat
proses pencoklatan.
1.3 KESIMPULAN
A. Browning Enzimatis
Reaksi pencoklatan dapat didefinisikan sebagai peristiwa dimana gugus asam amino dari
protein bereaksi dengan gugus aldehida atau keton dari gula pereduksi dan menghasilkan
warna coklat.
Macam-macam pencoklatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu pencoklatan enzimatis dan
pencoklatan non enzimatis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencoklatan, antara lain suhu, pH dan oksidasi dengan
udara.
Perlakuan yang baik untuk tetap menjaga minyak jagung dari oksidasi yaitu ditutup atau
dibungkus alufo, karena alufo mempunyai sifat yang tahan terhadap daya tembus gas, uap air,
udara dan sinar matahari.
Pada sampel pear dan pisang setelah dicelupkan Asam Askorbat menjadi putih cerah karena
adanya Asam Askorbat yang berfungsi menghambat proses pencoklatan.
B. Karamelisasi
karamelisasi dengan menggunakan gula pasir dan gula sakarin, hasil yang didapatkan
terdapat perbedaan dari kedua sample tersebut dari segi warna, rasa, aroma dan tekstur.
Untuk gula pasir itu sendiri dari segi rasa setelah dilakukan karamelisasi rasanya tetap manis
tetapi untuk gula sakarin rasa yang didapatkan manis pahit. Untuk aroma gula pasir sebelum
dikaramelisasi berbau manis dan setelah dikaramelisasi tetap berbau manis lembut tidak
menyengat jika dihirup, tetapi untuk sakarin aroma sebelum dikaramelisasi berbau asam dan
setelah dikaramelisasi maka aroma sakarin tidak berbau. Untuk tekstur gula pasir sebelum
dikaramelisasi berbentuk kristal-kristal kecil dan setelah dikaramelisasi akan mencair atau
kental, tetapi untuk sakarin sebelum dikaramelisasi berbentuk padat berbutir dan setelah
dikaramelisasi akan berubah menjadi kristal. untuk warna gula pasir dan sakarin sebelum
dikaramelisasi berwarna putih tulang dan putih bersih tetapi jika setelah dikaramelisasi akan
sama warnanya.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, S.M. 2007. Teknik Mempertahankan Mutu Lobak (Raphanus sativus) dengan
Menggunakan Alat Pengering Vakuum. Lembang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Buckle, K .A, R.A Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas
Indonesia Press. Jakarta
De Man, J.M. 1997. Kimia Makan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hodge dan Ozman 1976. Present Knowledge of The Maize Steeping Process.
LAMPIRAN-LAMPIRAN