Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TERAPI SINAR MATAHARI


PAGI UNTUK PENURUNAN TANDA IKTERUS PADA IKTERUS NEONATORUM
FISIOLOGIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GERUNG TAHUN 2021

Disusun Untuk Memenuhi Syarat UAS Pada Mata Kuliah


Metodologi Keperawatan Program Diploma III (D.III) Keperawatan Mataram
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mataram
Tahun Akademik 2021/2022

Oleh :

NURUL HASANAH
NIM. P07120119035

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D.III KEPERAWATAN MATARAM

TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan UAS pada Mata Kuliah


Metodologi Penelitian Program Studi D.III Keperawatan Mataram
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram
Tahun Akademik 2021/2022

Mataram, Desember 2021


Mahasiswa,

NURUL HASANAH
P07120119035

Mengesahkan,
Dosen Pengajar,

MOH. ARIP S. Kp.,M. Kes


196706071989031003

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat,
taufik, hidayah, sehingga penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Dengan Terapi Sinar Matahari Pagi Untuk Penurunan Tanda Ikterus Neonatorum Fisiologis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Gerung Tahun 2021” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan
Proposal Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Dosen Pengajar bapak MOH. ARIP S. Kp.,M. Kes.
Semoga tugas Proposal Karya Tulis Ilmiah ini ada manfaatnya bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya.

Mataram, Desember 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................2
KATA PENGANTAR.......................................................................................................3
DAFTAR ISI......................................................................................................................4
BAB I.................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.............................................................................................................5
A. Latar Belakang.........................................................................................................5
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................8
C. Tujuan.......................................................................................................................8
D. Manfaat.....................................................................................................................8
BAB II.............................................................................................................................10
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................10
A. Konsep Teori Ikterus Neonatorum.........................................................................10
B. Konsep Asuhan Keperawatan Ikterus Neonatorum.................................................16
C. Konsep Terapi Sinar Matahari Pagi.........................................................................24
BAB III............................................................................................................................28
METODE STUDI KASUS..............................................................................................28
A. Rancangan Studi Kasus...........................................................................................28
B. Subyek Studi Kasus.................................................................................................28
C. Fokus Studi..............................................................................................................29
D. Definisi Oprasional.................................................................................................29
E. Instrumen Studi Kasus.............................................................................................29
F. Metode Pengumpulan Data......................................................................................30
G. Tempat dan Waktu..................................................................................................31
H. Analisis dan Penyajian Data....................................................................................31
I. Etika Studi Kasus......................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................33

4
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikterus neonatorum adalah kondisi perubahan warna kuning pada kulit, mukosa dan skelera

karena kadar serum bilirubin dalam darah mengalami peningkatkan >85 µmol/L atau >5mg/dl,

bilirubin terbentuk ketika komponen home sel darah merah dipecah di limpa menjadi biliverdin

dengan istilah lain adalah bilirubin takterkonjugasi , kondisi terjadinya peningkatan tersebut

menyebabkan muncul tanda dan gejala kuning pada bayi (Brits et al, 2017). Kejadian ikterus

fisiologis terjadi pada 40 - 60% bayi cukup bulan sedangkan ikterus patologis terjadi sekitar 80% pada

bayi dengan diagnosa sekunder seperti berat bayi lahir rendah dan lain-lain (Seriana, Yusrawat & Lubis,

2015).

Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang usia 0 - 28 hari, yang lahir pada usia kehamilan 37 -

42 minggu Depkes (2010); Dewi (2010) dalam Oktarina dkk (2017). Tanda bayi lahir sehat dengan

berat lahir 2500 – 4000 gram, menangis kencang, reflek rooting, sucking, morro, grasping baik, kulit

merah muda dan tanpa kelainan kongenital. Masalah gangguan kesehatan yang sering terjadi pada bayi

lahir seperti asfiksia neonatorum, sindrom gangguan pernafasan idiopatik, kejang, trauma pasca

kelahiran, dan ikterus neonatorum (Depkes, 2010; Purwadianto et al 2013 dalam Muthmainnah, 2017).

Hasil survei berdasarkan SDKI (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia) angka kematian

neonatus memberikan kontribusi besar terhadap angka kematian bayi yaitu sebanyak 59%, angka

kematian neonatus di Indonesia usia 0-28 hari pada tahun 2012 menunjukkan hasil yang cukup besar

yaitu sebayak 19 dari 1000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2015). Angka Kematian Bayi (AKB) 23 per

1000 kelahiran hidup pada 2015, Angka Kematian Neonatal (AKN) menurun dengan acuan SDKI 19

per 1000 2 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2011). Penyebab kematian pada bayi baru

lahir usia 0-8 hari adalah gangguan pernafasan (36,9%), prematuritas (32,4%), sepsis (12%), hipotermi

(6,8%), dan ikterus (6,6%) (Riskerdas, 2010).

5
Menurut WHO (2015) terdapat 50% bayi baru lahir normal mengalami ikterus neonatorum, pada

umumnya akan ditemukan beberapa tanda meliputi, timbul pada hari ke tiga, kadar bilirubin ≥ 5mg/dl.

Menurut Brits et al (2017), dalam jurnal yang berjudul The Prevalence Of Neonatal Jaundice and Risk

Faktor In Healthy Term Neonates At National District Hospital menyatakan insiden ikterus sebanyak 96

responden, ikterus terjadi karena ibu merokok pada saat hamil yaitu 81,8% dan cara persalinan seksio

caesaria sebanyak 29 responden (46,85), bayi berusia 24 sampai 48 jam terdapat 25 responden (29%).

Penelitian Kassa et al (2018) kejadian ikterus dari total 160 responden bayi baru lahir disebabkan oleh

bayi prematur 8,1%, cara menyusui ibu yang belum benar 18,8%, golongan darah ABO 35,6%, dan

produksi ASI yang kurang 6,3%.

Ikterus neonatorum bila tidak ditangani secara cepat akan menimbulkan masalah kesehatan serius

yaitu kern ikterus yang timbul akibat akumulasi bilirubin indirek di susunan saraf pusat yang melebihi

batas toksisitas bilirubin pada ganglia basalis dan hipocampus. Ikterus neonatorum perlu mendapat

perhatian dan penanganan yang baik sehingga menurunkan bayi yang menderita ikterus, bayi yang

mengalami hal tersebut akan mengalami gangguan proses pertumbuhan dan perkembangan seperti

retadrasi mental, serebral palsy dan gangguan pendengaran. Oleh karena itu perlunya pencegahan

dimulai dari faktor resiko terjadinya hiperbilirubin hingga penatalaksanaan pada neonatus ikterus

(Nursanti, 2011 ; Pratama, 2013).

Penanganan Ikterus neonatorum dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan jenisnya.

Untuk ikterus neonatorum patologis akan ditangani dengan beberapa cara, yaitu: pemberian

obat,tranfusi tukar darah (ex-change transfusion), dan fototerapi yang dilkukaan selama 2 x 24 jam

smapai 3 x 24 jam di rumah sakit. Namun untuk fototerapi tidak semua rumaah sakit memiliki alat

ini,sedangkan di lain pihak,biaya yang diperlukan untuk fototerapi tidaklah murah, terutama bagi para

oraang tua yang kurang mampu. Oleh karena itu, fenomena di masyarakat yang dapat kita amati ,

apabila menjumpai “penyakit kuning” yang sangat mengganggu bagi masyarakat ini, akan dilaakukan

penanganan dengan cara menjemur bayi tersebut di bawah sinar matahari pagi.

6
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Asuhan

Keperawatan Dengan Terapi Sinar Matahari Pagi Untuk Penurunan Tanda Ikteruss Pada Pasien Ikterus

Neonatorum Fisiologis Di Wilayah Kerja Puskesmas Gerung”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah yang dapat diambil yaitu : “Bagaimanakah

asuhan keperawatan dengan terapi sinar matahari pagi untuk penurunan tanda ikterus pada ikterus

neonatorum?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan terapi sinar matahari pagi untuk penurunan

ikterus pada ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Gerung.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada asuhan keperawatan ikterus neonatorum.

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan ikterus neonatorum.

c. Mampu merumuskan rencana keperawatan pada ikterus neonatorum..

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada asuhan keperawatan ikterus neonaorum.

e. Mampu melaksanakan evaluasi pada asuhan keperawatan ikterus neonatorum.

D. Manfaat
1. Bagi Masyarakat Khususnya Ibu yang Memiliki Bayi Ikterus.

Meningkatkan pengetahuan ibu dalam perawatan bayi ikerus.

2. Bagi Petugas Kesehatan.

Menambah pengetahuan dalam perawatan bayi ikterus .

3. Bagi Rumah Sakit/Puskesmas

7
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data acuan dalam melakukan tindakan

keperawatan di Rumah Sakit/Puskesmas.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data acuan dalam melakukan penelitian

yang menyangkut tentang terapi sinar mataahari pagi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Ikterus Neonatorum
1. Pengertian

8
Ikterus neonatorum adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk lebih cepat dari pada

kemampuan hati bayi yang baru lahir (neonatus) untuk dapat memecahnya dan mengeluarkan dari

dalam tubuh (Rohani, dkk, 2017).

Ikterus neonatorum atau penyakit kuning adalah kondisi umum pada neonatus yang mengacu

pada warna kuning didaerah kulit dan sklera yang disebabkan karena terlalu banyaknya bilirubin

dalam darah (Marmi, 2015).

Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang nampak pada sklera, selaput lender, kulit atau

organ lain pada nenonatus akibat kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg/dl pada 24 jam pertama

kehidupan (Purnamaningrum, 2017).

Berdasarkan dari beberapa referensi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Ikterus neonatorum

adalah suatu kondisi dimana kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg/dl yang ditandai dengan

warna kuning pada sclera, kulit atau organ tubuh lain

2. Klasifikasi

Menurut Yuliawati (2018), Ikterus dibagi menjadi 2 yatu :

a. Ikterus Fisiologis

1) Warna kuning akan timbul pada hari ke-2 atau ke-3 dan terlihat jelas pada hari ke 5-6 dan

menghilang pada hari ke-10.

2) Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa.

3) Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12mg/dL, dan pada BBLR

10mg/dL dan akan akan hilang padahari ke-14.

b. Ikterus Patologis

1) Ikterus timbul pada 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubintotal lebihdari 12mg/dLdan

menetap lebih dari 10 hari.

2) Peningkatan bilirubin 5mg/dL atau lebih dari 24 jam.

3) Warna kuning pada kulit dan sclera akan menetap lebih dari 10 hari

9
4) Konsentrasi serum bilirubin melebihi 10mg/dL pada bayi kurangbulan dan 12,5mg/dL pada

bayi cukup bulan.

3. Etiologi

Menurut Kusuma dan Anik, dkk (2013), ikterus pada bayi baru lahir yang paling sering muncul

karena fungsi hati masih belum sempurna untuk mengeluarkan bilirubin dari aliran darah. Ikterus juga

biasa terjadi karena beberapa kondisi klinik, diantaranya :

a. Ikterus fisiologis disebabkan karena terdapat kesenjangan antara proses pemecahan sel darah

merah dan kemampuan bayi untuk mantranspor, mengkonjugasi,serta mengekskresi bilirubin tak

terkonjugasi sehingga mengakibatkan :

1) Peningkatan pemecahan sel darah merah

2) Penurunan kemampuan mengikat albumin

3) Peningkatan reabsorbsi enterohepatik

4) Breast milk jaundice (Terdapat hormone didalam kandungan ASI)

5) Breastfeeding jaundice (ASI yang keluar masih belum lancar)

b. Ikterus patologis dapat disebabkan dari beberapa factor diatas dan ada beberapa faktor tambahan

yang meliputi :

1) Ketidak cocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO dan

rhesus) ibu dan janin.

2) Lebam pada kulit bayi (sefalhematom) karena trauma pada proses persalinan.

3) Ibu yang menderita penyakit diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning karena

memiliki sumber bilirubin 30% lebih besar sehingga membuat proses konjugasi menjadi

tidak efektif dan menyebabkan meningkatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi.

4. Patofisiologi

Pada dasarnya proses terjadinya ikterus sama dengan proses metabolisme bilirubin. Hanya saja

proses terjadinya icterus ketika hati masih belum berfungsi dengan baik, dan jumlah bakteri dalam

saluran intestinal tidak mencukupi untuk mengubah bilirubin tak terkunjugasi menjadi konjugasi,

10
maka akan membuat bilirubin yang ada didalam tubuh menjadi menumpuk dan masuk kedalam

sirkulasi darah yang menyebabkan bilirubin akan disimpan dibawah lapisan kulit sehingga kulit bayi

menjadi kuning (Hartina, 2017).

5. Manifestasi Klinis

Menurut Maulida, dkk (2015), Tanda dan gejala ikterus yaitu :

a. Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir, kulitatau organ lain akibat

penumpukan bilirubin.

b. Ikterik terjadi pada 24 jam pertama

c. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.

d. Refleks hisap kurang

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan bilirubin serum

Pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 sampai 4 hari

kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi dengan prematur kadar

bilirubin mencapai puncaknnya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang

lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Dari Brown AK dalam text-books of Pediatrics 1996:

ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan, bilirubin indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan

hilang 4 sampai 5 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl. Sedangkan pada

bayi prematur, bilirubin indirek munculnya 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar

bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/dl. Dengan peningkatan kadar bilirubin indirek kurang dari 5

mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari, dan kadar

bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl.

b. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu

c. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari atresia biliary.

d. Bilirubin total

11
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan

dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam

24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm

(tergantung pada berat badan).

e. Hitung darah lengkap

Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht)

mungkin meningkat (lebih besar dari 65%) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan

hemolisis dan anemia berlebihan (Marlynn, 2001)

7. Penanganan

Penanganan Hiperbilirubin Dalam penanganan ikterus cara-cara yang dipakai diantaranya :

a. Menyusui bayi

Bilirubin juga dapat dipecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine. Untuk itu

bayi harus mendapat ASI yang cukup. Pemberian ASI akan meningkatkan motilitas usus dan

juga menyebabkan bakteri diintroduksi ke usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi

urobilin yang tidak dapat diarbsorbsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan

turun.

b. Terapi sinar matahari

Meletakkan bayi di bawah sinar matahari selama 15 – 20 menit, ini dilakukan setiap hari

antara pukul 06.30 – 08.00. Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit.

Selama ikterus masih terlihat, perawat harus memperhatikan pemberian minum. Hindari posisi

yang membuat bayi melihat langsung kea rah matahari karena dapat merusak matanya ( Suriadi,

2001)

8. Pathway

9.
Faktor penyebab: Faktor resiko:

1. Pembentukan bilirubin berlebih 1. Faktor maternal


2. Gangguan uptake, transportasi, dan 2. Faktor prenatal
eksresi bilirubin dalam hati 3. Faktor neonatus
12 3. Penyakit hemolitik
4. Produksi yang berlebihan
B. Konsep Asuhan Keperawatan Ikterus Neonatorum
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai
informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan dengan
berbagai cara yaitu anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
di laboratorium (Surasmi, 2015)
a. Anamnese orang tua/keluarga

13
Meliputi :
Nama bayi, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, anak ke berapa, BB/PB dan alamat,
nama orang tua bayi.
b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kehamilan
Kurangnya antenal care yang baik. Penggunaan obat-obat yang meningkatkan ikterus.
Misalnya salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjugasi sebelum
ibu partus.
2) Riwayat persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau dokter. Lahir prematur/kurang bulan, riwayat
trauma persalinan, hipoxin dan aspixin.
3) Riwayat postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, kulit bayi tampak kuning.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polychitemia, gangguan saluran cerna dan hati
(hepatitis).
5) Riwayat psikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua tentang
bayi yang ikterus.
c. Kebutuhan sehari-hari
1) Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum (refleks mengisap dan menelan
lemah) sehingga berat badan (BB) bayi mengalami penurunan. Palpasi abdomen dapat
menunjukan pembesaran limpa, hepar.
2) Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap pekat, hitam
kecoklatan (sindrom bayi bronze) dan feses mungkin lunak/ cokelat kehijauan selama
pengeluaran bilirubin .Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin lambat.
3) Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun.
4) Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktifitas, letargi, hipototonus dan mudah terusik.

14
5) Personal hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu.
6) Neurosensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang
berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum. Edema umum,
hepatosplenomegali, atau hidrosfetalis mungkin ada dengan inkompatibilitis Rh berat.
7) Pernapasan
Riwayat asfiksia Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi pulmonal)
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Tampak lemah, pucat, ikterus dan aktivitas menurun
2) Kepala, leher : Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput /mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung pada daerah
menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning), dapat juga dijumpai cianosis pada bayi
yang hypoksia
3) Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda peningkatan
frekuensi nafas, status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, khususnya ikterus yang
disebabkan oleh adanya infeksi
4) Perut : Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal ini
berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan fototerapi. Gangguan Peristaltik tidak
diindikasikan fototerapi, Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat gangguan
metabolisme bilirubin enterohepatik, splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan
dengan Sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
5) Urogenital : Urine kuning dan pekat, Adanya faeces yang pucat / acholis/ seperti dempul
atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran empedu
6) Ekstremitas : Menunjukkan tonus otot yang lemah
7) Kulit : Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan turgor jelek. Elastisitas menurun, Perdarahan
bawah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis, ikterus pada kulit dan sklera mata.
8) Pemriksaan Neurologis : Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lainlain menunjukkan
adanya tanda- tanda kern – ikterus (Surasmi, 2015)
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah : DL, Bilirubin > 10 mg %
2) Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
3) Screnning enzim G6PD (glucose 6 phosphate dheydrogenase) menunjukkan adanya
penurunan

15
4) Screnning Ikterus melalui metode Kramer
5) Pemeriksaan Bilirubin Direct >0,2 mg/dl
6) Pemeriksaan Bilirubin Indirect >0,60-10,50 mg/dl
7) Pemeriksaan Bilirubin Total >12 mg/dl (Suriadi, 2015)
2. Diagnosa
a. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (insensible water loss) tanpa
disadari dari fototerapi.
b. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.
c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan gangguan bonding.
d. Kurangnnya pengetahuan berhubungan dengan kuranngnya pengalaman orang tua.
e. Risiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari
pemecahan sel darah merah dengan gangguan ekskresi bilirubin (Cecily, 2016)
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah desain spesifik dari intervensi yang disusununtuk
membantu klien dan mencapai kriteria hasil. Rencana intervensi disusun berdasarkan
komponen penyebab dari diagnosis keperawatan (Cecily,2009)
a. Diagnosa 1
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (Insensible water
loss) tanpa disadari dari fototerapi.
Definisi :
Kerentanan mengalami penurunan volume cairan intravascular, interstisial, dan/ atau
intraselular, yang dapat mengganggu kesehatan.
Batasan Karakteristik :
1) Turgor kulit kembali normal
2) Elastisitas kulit baik.
3) Membrane mukosa tidak kering.
NOC : Hidrasi Kriteria Hasil :
a.Turgor kulit kembali normal
b. Elastisitas kulit baik.
c.Membrane mukosa tidak kering.

NIC : Monitor Cairan

Intervensi :
1) Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan sekitar tulang seperti tangan atau
tulang kering, mencubit kulit dengan lembut,pegang dengan kedua tangan dan
16
lepaskan (dimana kulit akanturun kembali dengan cepat jika pasien terhidrasi dengan
baik).
2) Monitor membrane mukosa, turgor kulit, dan respon haus.
3) Monitor warna, kuantitas, dan berat jenis urine.
4) Monitor asupan dan pengeluaran.
5) Tentukan faktor-faktor risiko yang mungkin menyebabkan ketidakseimbangan cairan
(misalnya, kehilangan albumin, luka bakar, malnutrisi, sepsis, disfungsi hati, paparan
panas, infeksi, paska operasi, muntah, dan diare).
6) Tentukan jumlah dan jenis intake/ asupan cairan serta kebiasaan eliminasi.
b. Diagnosa 2 :
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.
Definisi :
Rentan mengalami kerusakan epidermis dan/ atau dermis, yang dapat mengganggu kesehatan.
Batasan Karakteristik :
1) Suhu kulit
2) Hidrasi
3) Integritas kulit

NOC : Integritas jaringan : kulit dan membrane mukosa

Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan suhu tubuh dan keseimbangan cairan dalam batas normal.
2) Bebas dari cedera kulit atau jaringan.
3) Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum.
NIC : Pengecekan kulit
Intervensi :
1) Inspeksi warna, suhu, hidrasi, pertumbuhan rambut, tekstur, pecahpecah atau luka pada
kulit.
2) Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet.
3) Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan
kelembapan.
4) Monitor kulit dan selaput lender terhadap area perubahan warna,
memar, dan pecah.
5) Merubah posisi bayi dengan sering
6) Lakukan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan lebih lanjut (misalnya melapisi
kasur, menjadwalkan reposisi.
17
c. Diagnosa 3 :
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan gangguan bonding.
Definisi :
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons otonom (sumber
sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk
bertindak menghadapi ancaman.
Batasan Karakteristik :
1) Cemas
2) Tampak waspada
3) Sangat khawatir
NOC : Kontrol kecemasan diri
Kriteria Hasil :
1. Orang tua tidak tampak cemas.
2. Orang tua mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi.
3. Orang tua aktif dalam partisipasi perawatan bayi.
NIC : Pengurangan Kecemasan
Intervensi :
1) Kenalkan pasien pada orang (atau kelompok) yang telah berhasil melewati
pengalaman yang sama.
2) Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan dan prognosis.
3) Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat.
4) Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi ketakutan.
5) Kurangi stimuli yang menciptakan perasaan takut maupun cemas.
6) Yakinkan keselamatan dan keamanan klien.
7) Instruksikan klien untuk menggunakan metode mengurangi kecemasan (misalnya,
teknik bernafas dalam, distraksi, visualisasi, meditasi, relaksasi otot progresif,
mendengar music music lembut), jika diperlukan.
d. Diagnosa 4 :
Kurangnnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua.
Definisi :
Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu.
Batasan karakteristik :

18
1) Orang tua tidak memahami kondisi bayi
2) Orang tua tidak memahami alasan pengobatan
3) Orang tua tidak berpartisipasi dalam merawat bayi
NOC : Pengetahuan : perawatan bayi
Kriteria hasil :
1) Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan
2) Orang tua dapat berpartisipasi dalam perawatan bayi
NIC : Pendidikan orangtua : Bayi

Intervensi :
1) Ajarkan orangtua keterampilan dalam merawat bayi yang baru lahir.
2) Edukasi keluarga mengenai prosedur dan perawatan fototerapi.
3) Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam terapi sinar
e.Diagnosa 5
Risiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari
pemecahan sel darah merah dengan gangguan ekskresi bilirubin.

Definisi :

Rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan
sumber adaptif dan sumber defensive individu, yang dapat mengganggu kesehatan.

Batasan Karakteristik :

1) Adanya jaundice
2) Kadar serum bilirubin tinggi
3) Refleks hisap dan menelan kurang

NOC : Respon imun hipersensitif

Kriteria hasil :

1) Serum bilirubin menurun


2) Tidak ada jaundice
3) Refleks hisap dan menelan baik
NIC : Fototerapi : Neonatus
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda (warna) kuning

19
2) Periksa kadar serum bilirubin, sesuai kebutuhan, sesuai protocol atau permintaan
dokter.
3) Tutupi kedua mata bayi, hindari penekanan yang berlebihan
4) Tempatkan lampu fototerapi di atas bayi dengan tinggi yang sesuai.
5) Cek intensitas lampu setiap hari.
6) Monitor tanda vital per protocol atau sesuai kebutuhan.
7) Ubah posisi bayi setiap 4 jam per protocol.
8) Monitor kadar serum bilirubin per protocol atau sesuai dengan permintaan dokter.
4. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan diberikan disesuaikan dengan rencana keperawatan. Pelaksanaan
keperawatan dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan
merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan.
5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan tidak terjadi ikterus pada neonatus, tanda vital dan suhu tubuh bayi
stabil dalam batas normal, keseimbangan cairan dan elektrolit bayi terpelihara, integritas kulit
baik/utuh, bayi menunjukan partisipasi terhadap rangsangan visual dan terjalin interaksi bayi
dan orang tua (Surasmi, 2014)

C. Konsep Terapi Sinar Matahari Pagi


1. Pengertian Jemur Pagi
Berjemur adalah memanaskan (mengeringkan) di bawah sinar panas matahari (KBBI
online 2017). Berjemur adalah suatu usaha untuk mendapatkan sinar matahari pada pagi maupun
sore hari dengan cara berbaring, duduk atau tidur dibawah sinar matahari (Aditya, 2015)
Berjemur selama 10-15 menit dapat menghasilkan jumlah vitamin D yang diperlukan oleh tubuh
dalam satu hari. Fungsi vitamin D adalah untuk meningkatkan penyerapan kalsium di dalam
usus dan mentransfer kalsium melintasi membran sel. Tulang menjadi lebih kuat. Vitamin D
juga bisa memberikan perlindungan terhadap jenis kanker antara lain kanker paru-paru, prostat,
dan kulit, serta penyakit
lainnya seperti osteoporosis, rakhitis, dan diabetes (Aditya, 2015 dalam papasemar)
2. Manfaat Jemur Pagi
a. Membunuh kuman, bakteri, mikroba dan sejenisnya. Itulah mengapa kita dianjurkan
membuka pintu dan jendela rumah di pagihari agar mendapatkan udara yang sehat.
Demikian juga dengan menjemur bagian dari tubuh yang mengalami luka di sinar
matahari, selain mengeringkan luka juga membunuh kuman;
20
b. Membuat kulit tempak cerah, menjaga elastisitas kulit, sertamengobati penyakit kulit seperti
jerawat, eksim (radang), psoriasis(sisik), stretchmark, luka, bisul dan penyakit kulit lainnya;
c. Mencegah dan mengobati TBC, radang tenggorokan, pneumonia,asma dan influenza.
Sehingga kenapa di saat musim penghujan dimana sinar matahari tidak ada kita cenderung
terkena influenza;
d. Menambah dan menguatkan sistem kekebalan tubuh, karena sinarmatahari membuat tubuh
menghasilkan lebih banyak sel darah putih, terutama limfosit yang membantu mencegah
infeksi dari berbagai penyakit akibat bakteri, virus dan jamur;
e. Menghilangkan bad mood, stress dan depresi akut hingga kronis. Sinar matahari membantu
merangsang pembentukan endorphin untuk meningkatkan rasa baik kita, suatu anti-depresan
alami yang dimiliki tubuh dan sangat berguna bagi orang yang mengalami gejala stress.
Selain itu juga meningkatkan produksi hormon serotonin, sebuah neurotransmitter di otak
yang dapat mengatur suasana hati, sehingga memperbaiki mental dan menambah kosentrasi
untuk konteks sehari-hari;
f. Mendapatkan kualitas tidur yang nyenyak. Jadi bagi penderita insomnia yang selalu bangun
kesiangan karena susah tidur, saatnya untuk bangun lebih pagi dan berjemur. Paparan sinar
matahari meningkatkan produksi hormon melatonin oleh kelenjar di dasar otak pada malam
hari, hormon ini membantu kita lebih mudah tertidur lelap dan menyeimbangkan fungsi
organ tubuh lainnya;
g. Menguatkan tulang yang mana dengan paparan sinar matahari,kulit mensintesa lemak
menjadi vitamin D yang akan membantupenyerapan kalsium dalam usus serta membantu
transfer kalsium melintasi membran sel, sehingga memperkuat tulang, dengan demikian
dapat mencegah rakhitis pada anak-anak, osteomalacia (pelunakan tulang) dan osteoporosis
pada lanjut usia;
h. Menghambat dan mengurangi resiko kanker, yang mana sinar matahari merangsang
pembentukan Vitamin D dan senyawa lainnya yg dapat menghambat pengembangan sel
kanker baik bagi penyakit kanker usus, paru-paru, prostat, kulit, payudara, ovarium
dan leukemia;
i. Menjaga sirkulasi darah dan memperkuat sistem kardiovaskuler, dengan sinar matahari yang
dapat menstabilkan denyut nadi, tekanan darah dan arteri, dan memperlebar pembuluh darah
kapiler terbuka di sekitaran kulit, sehingga nutrisi beserta oksigen mengalir sempurna menuju
sel-sel tubuh, salah satunya mencegah vein thromboses atau penggumpalan darah di
kaki,selain menambah volume darah yang dipompa jantung.
3. Alat dan Bahan

21
a) Peutup mata/ kaca mta

b) Tabir surya

c) Kain popok

d) Bedong

4. Langkah Kerja
a. Bayi di jemur di bawah sinar matahari pagi pada pukul 06.00-07.00 dengan mengunakan
pakaian, namun penutup kepala dilepaskan.
b. Oleskan tabir surya untuk bayi dengan minimal SPF 15, 20 menit sebelum keluar.
c. Gunakan popok dan biarkan tubuhnya telanjang supaya hangat terkena sinar matahari pagi.
Bolak balikkan tubuhnya supaya sinar matahari dapat menjangkau bagian dada, perut, dan
punggungnya.
d. Lakukan dengan memebelakang sinar matahari supaya matanya tidak silau dan gunakan kaca
mata
e. Jangan terlalu lama menjemur bayi karena bisa membuatnya kepanasan jemur bayi dalam
waktu 15-20 menit setiap pagi
f. Segera sesuai usia di jemur. Bayi yang usai di jemur, biasanya merasa haus sehingga jangan
tunda untuk memberikan ASI.

22
BAB III

METODE STUDI KASUS


A. Rancangan Studi Kasus
Studi kasus ini menggunakan desain penelitian deskritif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang

bertujuan mendapatkan gambaran yang akurat dari sejumlah karakteristik masalah yang diteliti.

Penelitian deskriptif berguna untuk mendapatkan makna baru, menggambarkan kategori suatu

masalah, menjelaskan frekuensi suatu kejadian dari sebuah fenomena.

Penelitian ini menggunakan studi kasus pada Asuhan Keperawatan Dengan Terapi Sinar Matahari

Pagi Untuk Penurunan Tanda Ikterus Neonatorum Fisiologis Wilayah Kkerja Puskesmas Gerung.

B. Subyek Studi Kasus


Peneliti menggunakan subyek pada Bayi yang mengalami Ikterus di wilayah kerja puskesmas

gerung. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan Subyek Studi Kasus:

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau

dan akan diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

a. Ibu yang memiliki bayi dengan riwayat Ikterus.

b. Bayi lahir tanpa cacat kongenital

c. Tidak asfeksia, tidak infeksi berat,

d. tidak mengalami gangguan nafas.

e. Ibu melahirkan secara normal


23
2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi

dari studi karena berbagai sebab. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Ibu eklampsia, perdarahan.

b. Tidak bisa menulis dan membaca

C. Fokus Studi
Fokus studi adalah kajian utama dari masalah yang akan dijadikan titik acuan studi kasus. Fokus

studi dalam studi kasus ini adalah terapi sinar matahari pagi pada ikterus neonatorum.

D. Definisi Oprasional
1. Asuhan Keperawatan Iktterus Neonatorum adalah suatu pemberian tindakan pada seorang

bayi yang baru lahir melalui pendekatan proses keperawatan yang diawali dengan pengkajian,

merumuskan diagnose keperawatan, menyusun rencana tindakan, selanjutnya melaksanakan

evaluasi.

2. Terapi Sinar Matahari Pagi adalah aktifitas berjemur di bawah panas atau sinar matahari

dengan waktu pemberian antara pukul 07:00 –pukul 08:00.

E. Instrumen Studi Kasus


Intrumen penelitian adalah merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau

informasi yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan penelitian. Instrumen sebagai alat pada

waktu penelitian dapat dilakukan jika peneliti telah memahami benar penelitiannya. Intrumen yang

digunakan dalam studi kasus ini adalah :

1. Format Pengkajian Asuhan Keperawatan Ikterus Neonatorum

2. Peutup mata/ kaca mta

3. Tabir surya

4. Kain popok

5. Bedong

24
F. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung, wawancara, studi

dokumentasi dan pemeriksaan fisik. Peneliti melakukan pengumpulan data dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Mencari data klien dengan Ikterus Neonatorum yang didampingi ibu, di wilayah kerja

puskesmas gerung, memilih sesuai kriteria subyek yang telah ditetapkan.

2. Menemui klien yang didampingi ibu dan memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan tujuan,

prosedur, dan manfaat penelitian terapi sinar matahari pagi untuk menurunkan ikterus

neonatorum.

3. Mengajukan inform concent menjadi subyek penelti.

4. Melakukan wawancara untuk mengambil data dengan form pengkajian asuhan keperawatan

Ikterus Neonatorum

5. Menerapkan Terapi Sinar Matahari Pagi kepada subyek sesuai dengan SOP.

6. Melakukan pengamatan untuk mengevaluasi klien.

G. Tempat dan Waktu


1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Gerung.

2. Waktu Penelitian

a. Penyusunan Proposal di mulai dari Desember 2021 s/d September 2021

b. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2022.

H. Analisis dan Penyajian Data


Analisis data yang telah dilakukan adalah dengan melihat perkembanga bayi setelah dilakukan

tindakan terapi sinar maatahari pagi kemudian data disajikan secara tekstual dengan fakta-fakta

yang disajikan dalam teks yang bersifat narasi.

25
I. Etika Studi Kasus
Etika studi kasus adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan studi kasus yang

melibatkan antara pihak penelitian, pihak yang di teliti (subyek penelitian) dan masyarakat yang

akan memperoleh dampak hasil pelitian tersebut yang meliputi:

1. Lembar Persetujuan ( Informed Consent )

Informed Consent adalah bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan

memberikan lembar persetujuan. Informed Consent diberikan sebelum dilakukan penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan menjadi responden. Tujuannya yaitu agar subyek

mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya. Jika subyek setuju maka

harus menandatangani lembar persetujuan, dan apabila menolak maka peneliti harus

menghormati hak klien (subyek).

2. Tanpa nama ( Anonimity )

Masalah etika keperawatan yaitu masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subyek

penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan di sajikan.

Untuk menjaga kerahasian penulis tidak perlu mencantumkan nama secara lengkap, hanya

menggunakan inisial.

3. Kerahasiaan ( Confidentiality )

Etika dengan memberikan jaminan kerahasian hasil penelitian, baik informasi maupun masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan di jamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya

data tertentu yang di laporkan pada hasil riset.

4. Kejujuran

Peneliti jujur dalam pengumpulan bahan pustaka, pengumpulan data, pelaksanaan metode, dan

prosedur penelitian.

26
DAFTAR PUSTAKA
Hajar S, Neni. (2019). Kejadian Ikterus Pada Berat Bayi Lahir Rendah. Jurnal Kesehatan Madani Medika,

Volume 10 Nomor 1, Juni 2018 Hal: 35-39

Primadi, Oscar. (2020). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Puspita, Oktariani dkk. (2017). Pengaruh Paparan Sinar Matahari Pagi Terhadap Penurun Tanda Ikterus

Pada Ikterus Neonatorum Fisiologis.Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol.22, No. 3, 10 Desember

2017.

Yani, Emah. (2015). Terapi Sinar Maahari Pagi Pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Media Ilmu Kesehatan , Vol.

1, No. 1, April 2020 p-ISSn: 2541-0849, e-ISSN: 2548-1398

Yuliawati, Dwi dkk. (2018).Hubungan Faktor Perinatal dan Neonnatal Terhadap Kejadian Ikterus

Neonatorum. Jurnal Ners dan Kebidanan, Vol.5, No. 2, Agustus 2018 Hal : 83-89

27

Anda mungkin juga menyukai