Anda di halaman 1dari 11

HERPES GENITAL

Anggota:

1. Liling Aini Zarqo (2010302007)

2. Rizki Amelia (2010302013)


3. Shella Rahmayani (2010302016)
4. Mardhatillah (2010302023)

STIKES MUHAMMADIYAH CIREBON

JL.Kalitanjung No.14-18 A, Harjamukti, Kota cirebon, Jawa barat 45143

TAHUN 2021
HERPES GENITAL
A. Latar Belakang
Kata herpes berasal dari bahasa Yunani “ to creep” telah dipergunakan
dalam bidang kesehatan selama 25 abad. Istilah Cold sores (herpes febrilis,
fever blisters) dipergunakan oleh dokter Roma, Herodotus pada 100 SM.
Herpes genital pertama kali dilaporkan oleh dokter dari Perancis, John
Astruc pada tahun 1736. Beliau membuat terjemahan berbahasa Inggris
pertama yang muncul dalam risalah penyakit menular seksual pada tahun
1754. Penyakit ini mulai dikenal baik oleh para ahli venereologi pada
abad XIX. Unna (1893) mendiagnosis herpes genital pada 9,1% dari 846
pekerja seks yang mengunjungi kliniknya. Pada tahun 1886, Diday dan
Duyon mempublikasikan Monograf Les Herpes Genitaux yang mengamati
herpes genital sering muncul setelah infeksi kelamin seperti sifilis,
kankroid, atau gonore. Mereka juga melaporkan kasus herpes genital
rekuren.
Herpes genital termasuk penyakit menular seksual yang ditakuti oleh
setiap orang. Torres melaporkan bahwa HSV-II telah menginfeksi lebih dari
40% penduduk dunia. Syahputra, dkk, di Amerika, Inggris, dan Australia
ditemukan kurang lebih 50% wanita dengan HSV-II positif. Di Eropa, HSV-
II berkisar antara 7-16%, Afrika 30-40%, oleh karena itu dikatakan bahwa
saat ini herpes genitalis sudah merupakan endemik di banyak negara. Di
Indonesia sampai saat ini belum ada angka yang pasti, dari 13 rumah sakit,
disebutkan bahwa herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual
dengan gejala ulkus genital adalah kasus yang sering dijumpai. Kelompok
resiko yang rentan terinfeksi tentunya adalah seseorang dengan perilaku yang
tidak sehat.
B. HERPES GENITALIS
1. Definisi
Herpes genitalis adalah suatu penyakit menular seksual di daerah
kelamin, kulit di sekeliling rektum atau daerah disekitarnya yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks.
2. Etiologi
Penyebabnya adalah virus herpes simpleks. Ada 2 jenis virus herpes
simpleks yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-2 biasanya ditularkan melalui
hubungan seksual, sedangkan HSV-1 biasanya menginfeksi mulut. Kedua
jenis virus herpes simpleks tersebut bisa menginfeksi kelamin, kulit di
sekeliling rektum atau tangan (terutama bantalan kuku) dan bisa ditularkan
kebagian tubuh lainnya (misalnya permukaan mata). Luka herpes bisanya
tidak terinfeksi oleh bakteri, tetapi beberapa penderita juga memiliki

1
organisme lainnya pada luka tersebut yang ditularkan secara seksual
(misalnya sifilis atau cangkroid).
3. Patofisiologi
Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi.
Gejala awal biasanya berupa gatal, kesemutann dan sakit. Lalu akan
muncul bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan
lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung
membentuk luka yang melingkar. Luka yang terbentuk biasanya
menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng. Penderita bisa mengalami
kesulitan dalam berkemih dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka
akan membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan
parut.
Kelenjar getah bening selangkangan biasanya agak membesar. Gejala
awal ini sifatnya lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan
gejala berikutnya dan mungkin disertai dengan demam dan tidak enak
badan. Pada pria, lepuhan dan luka bisa terbentuk di setiap bagian penis,
termasuk kulit depan pada penis yang tidak disunat. Pada wanita, lepuhan
dan luka bisa terbentuk di vulva dan leher rahim. Jika penderita melakukan
hubungan seksual melalui anus, maka lepuhan dan luka bisa terbentuk di
sekitar anus atau di dalam rektum.
Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita infeksi
HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian tubuh lainnya,
menetap selama beberapa minggu atau lebih dan resisten terhadap
pengobatan dengan asiklovir. Gejala-gejalanya cenderung kambuh
kembali di daerah yang sama atau di sekitarnya, karena virus menetap di
saraf panggul terdekat dan kembali aktif untuk kembali menginfeksi kulit.
HSV-2 mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf panggul. HSV-1
mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf wajah dan menyebabkan
fever blister atau herpes labialis. Tetapi kedua virus bisa menimbulkan
penyakit di kedua daerah tersebut. Infeksi awal oleh salah satu virus akan
memberikan kekebalan parsial terhadap virus lainnya, sehingga gejala dari
virus kedua tidak terlalu berat.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi,
dan status imunitas host. Infeksi primer dengan HSV berkembang pada
orang yang belum punya kekebalan sebelumnya terhadap HSV-1 atau
HSV-2, yang biasanya menjadi lebih berat, dengan gejala dan tanda
sistemik dan sering menyebabkan komplikasi. Berbagai macam
manifestasi klinis:

2
a. Infeksi oro-fasial
b. Infeksi genital
c. Infeksi kulit lainnya
d. Infeksi okular
e. Kelainan neurologist
f. Penurunan imunitas
g. Herpes. Neonatal

5. Penatalaksanaan
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes
genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti:
a. Menjaga Kebersihan Lokal
b. Menghindari Trauma Atau Faktor Pencetus
Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal
sebesar 5% sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat.
Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek samping, di antaranya
pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi.
Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan
anda akan meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan
membantu mencegah terjadinya outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko
menularnya herpes pada partner seksual. Obat-obatan untuk menangani
herpes genital adalah:
a. Asiklovir (Zovirus)
Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8
jam selama 5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14
hari) dan asiklovir topikal (5% dalam salf propilen glikol) dsapat
mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat
penyembuhan.
b. Famsiklovir
Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif
menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2.
c. Valasiklovir (Valtres)
adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir lengkap
berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan
bioavaibilitas asiklovir sampai 54%. Oleh karena itu dosis oral 1000
mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang sama
dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan

3
asiklovir 200 mg 5 kali sehari selama 10 hari untuk terapi herpes
genitalis episode awal.
6. Pencegahan
Untuk mencegah herpes genitalis adalah sama dengan mencegah
penyakit menular seksual lainnya. Kuncinya adalah untuk menghindari
terinfeksi dengan HSV yang sangat menular pada waktu lesi ada. Cara
terbaik untuk mencegah infeksi adalah menjauhkan diri dari aktivitas
seksual atau membatasi hubungan seksual dengan hanya satu orang yang
bebas infeksi.
7. Tanda-tanda herpes Genetalia

Berikut ini adalah tanda-tanda herpes genital yang sebaiknya jangan


diabaikan, sebab dapat terjadi baik pada pria maupun wanita:

a. Terdapat area yang merah atau kasar pada sekitar kelamin tanpa nyeri,
gatal atau kesemutan.
b. Gatal atau kesemutan pada sekitar kelamin atau daerah anus.
c. Lepuh kecil yang pecah dan menyebabkan luka yang nyeri pada sekitar
kelamin, bokong, paha atau daerah anus. Terkadang lepuh dapat terjadi
dalam uretra (saluran kemih).
d. Nyeri berkemih karena urine melewati luka, terutama pada wanita.
e. Nyeri kepala.
f. Nyeri punggung.
g. Gejala seperti flu meliputi demam, pembengkakan kelenjar getah
bening, dan sering merasa lelah.

Keluhan dari penyakit ini dapat berulang hingga 4-5 kali dalam satu
tahun dan biasanya dipicu oleh stres emosional atau penyakit. Pada masa
ini, sistem kekebalan tubuh akan kurang mampu menekan virus, sehingga
virus menjadi aktif kembali. Pemicu lainnya dapat berupa kelelahan, diet
yang buruk, paparan sinar matahari, hubungan seksual, haid, pengobatan
steroid, operasi maupun trauma.

Penyakit ini dapat ditegakkan dengan mudah, yaitu melalui


pemeriksaan fisik dan mungkin dikonfirmasi dengan tes usap atau darah.
Penyakit herpes genital ternyata dapat berkembang serius dan bahkan
mengancam nyawa. Pada wanita hamil yang terinfeksi penyakit ini dapat
menularkannya ke anak mereka. Oleh karena itu mengenali gejala dan
tanda penyakit herpes genital itu penting, agar bisa melakukan deteksi dini,
bahkan mencegahnya sebelum terjadi.

4
C. PENGARUH HG PADA KEHAMILAN
Pengaruh infeksi kepada ibu dan janin / neonatus berbeda-beda yaitu:
1. Infeksi Primer
a. Trimester pertama dan kedua
Pada trimester pertama dan kedua dapat menyebabkan aborsi
spontan, berat lahir rendah, lahir mati, dan kelahiran prematur atau
pertumbuhan janin terhambat. Walaupun jarang, transmisi infeksi
dapat secara transplasental (in utero) menyebabkan kelainan
kongenital dengan manifestasi klinis pada janin sangat berat
meliputi mikrosefali, hepatosplenomegali, pertumbuhan janin
terhambat, dan kematian janin dalam kandungan. Pada wanita
hamil dengan HIV, koinfeksi HSV secara signifikan meningkatkan
risiko transmisi HIV perinatal
b. Trimester ketiga
Risiko infeksi herpes neonatal paling tinggi adalah jika wanita
hamil terinfeksi pada trimester ketiga. Pada kondisi ini, ibu
mendapat infeksi tetapi tidak dapat menyelesaikan pembentukan
antibodi IgG sebelum persalinan, sehingga janinnya lahir tanpa
kekebalan.
2. Infeksi Rekuren
a. Trimester pertama dan kedua
Angka rekurensi pada wanita hamil lebih tinggi daripada wanita
yang tidak hamil. Wanita hamil yang pernah terinfeksi HSV akan
mempunyai antibodi terhadap HSV; antibodi ini akan melewati
plasenta dan memberikan kekebalan pada janin yang
dikandung. Dengan asumsi tersebut, janin yang dikandung tidak
akan terinfeksi herpes dari ibu terinfeksi herpes rekurens.
b. Trimester tiga
Di kalangan wanita dengan riwayat HG, 25% akan mengalami
infeksi kembali pada akhir kehamilan dan 11-14% pada saat
menjelang persalinan. Jika infeksi genital muncul saat persalinan
pervaginam, risiko herpes neonatal 2%-5%. Wanita yang
mengalami rekurensi, tetapi tidak memiliki lesi saat persalinan
masih memiliki risiko penularan shedding asimtomatik (sekitar
1%) dan risiko infeksi neonatal 0,02% - 0,05%.
D. TATALAKSANA PADA KEHAMILAN POSITIF HERPES
GENETALIS
1. Infeksi Primer
a. Trimester Pertama Dan Ke Dua
1) Wanita hamil dicurigai HG harus menjalani pemeriksaan PCR dan
skrining IMS lain.

5
2) Terapi asiklovir 3 x 400 mg atau 5 x 200 mg selama 7-10 hari. Pemberian
asiklovir untuk menurunkan lama dan derajat keparahan penyakit dan
menurunkan durasi shedding virus. Asiklovir tidak direkomendasikan
pada wanita hamil, tetapi masih aman dan tidak dihubungkan dengan
meningkatnya kelainan kongenital pada janin. Neutropenia neonatal
transien telah dilaporkan tapi tidak berhubungan dengan kematian ibu
ataupun janin. Valasiklovir tidak direkomendasikan sebagai lini pertama
tetapi dapat diberikan dengan dosis 2 x 500 mg selama 10 hari.
3) Parasetamol dan lidokain topikal 2% gel dapat mengurangi gejala. Tidak
ada laporan merugikan pemberian obat ini pada dosis yang disarankan.
4) Setelah trimester pertama atau ketiga, terapi supresif asiklovir 3 x 400
mg setiap hari sejak usia kehamilan 36 minggu dapat mengurangi lesi
HSV saat persalinan dan kebutuhan operasi sesaria.
b. Trimester Ke Tiga
1) Asiklovir 3 x 400 mg setiap hari sampai persalinan atau asiklovir IV 3x
1g.
2) Operasi sesaria menjadi pilihan utama, terutama jika terinfeksi pada 6
minggu sebelum kelahiran (karena risiko penyebaran virus saat
persalinan sangat tinggi ).
3) Bila persalinan spontan tidak bisa dihindari, disarankan tidak
menggunakan prosedur invasif.
4) Sangat sulit membedakan infeksi primer atau rekuren, 15% wanita
dengan gejala infeksi primer akan menjadi infeksi rekuren.
5) pemeriksaan IgG untuk menentukan cara persalinan dan risiko herpes
neonatal. Adanya antibodi menunjukkan bahwa infeksi adalah rekuren
dan operasi sesaria elektif tidak disarankan. Pemeriksaan antibodi dapat
dilakukan setelah 2-3 minggu terjadinya infeksi untuk hasil yang akurat.
Dianjurkan untuk menganggap semua lesi adalah infeksi primer sebelum
konfirmasi serologi infeksi rekuren.
2. Infeksi Rekurens
a. Trimester Pertama
1) Edukasi pasien bahwa risiko janin adalah kecil walaupun lesi muncul
saat persalinan (0-3% untuk persalinan pervaginam).
2) Infeksi rekuren biasanya berlangsung lebih pendek dan akan sembuh
dalam 7-10 hari tanpa terapi antivirus. Terapi suportif kompres cairan
Natrium Klorida (NaCl) dan analgesik parasetamol dosis standar.
3) Pada kasus rekuren, terapi terus-menerus harus dihindari pada trimester
pertama dan ketiga. Dokter dapat memberikan terapi hanya pada kasus
berat atau kasus dengan komplikasi, oleh karena itu pemilihan terapi
disesuaikan dengan kasus. Penggunaan antivirus terbaru harus dihindari
dan dosis asiklovir harus diturunkan bertahap. Dosis asiklovir 5 x 200 mg
selama 5 hari.

6
b. Trimester Ke Tiga
1) Pada trimester ketiga gejala klinis berlangsung singkat, sehingga pilihan
persalinan spontan bisa dilakukan jika saat persalinan tidak ada lesi.
Wanita hamil yang memiliki riwayat HG rekuren dan memiliki lesi yang
akan menjalani operasi saesaria harus diberi asiklovir 3 x 400 mg sejak
usia kehamilan 36 minggu untuk mencegah munculnya lesi saat
persalinan dan menurunkan kebutuhan operasi saesaria.
2) Bila tidak ada lesi dapat dilakukan persalinan pervaginam.
3) Tidak perlu pemeriksaan PCR.
4) Tidak terdapat peningkatan kejadian kelahiran prematur, ketuban pecah
dini, atau pertumbuhan janin terhambat pada wanita HSV seropositif.
Angka kejadian herpes kongenital tidak meningkat pada infeksi rekuren.
E. TATALAKSANA PADA KETUBAN PECAH DINI (KPD)
SEBELUM 37 MINGGU POSITIF HERPES GENETALIS
1. Infeksi Primer
Penatalaksanaan harus dengan berbagai multidisiplin ilmu. Apabila
kehamilan harus dihentikan dapat dilakukan operasi sesaria. Apabila
tindakan konservatif yang dipilih, ibu hamil harus mendapat terapi
asiklovir intravena 5 mg/kgBB setiap 8 jam. Profilaksis kortikosteroid
diberikan jika terdapat kelahiran prematur. Bila persalinan harus
dilaksanakan dalam 6 minggu infeksi primer, maka operasi sesaria bisa
sangat bermanfaat karena KPD tersebut.
2. Infeksi rekuren
Risiko transmisi ke neonatus sangat kecil dan mungkin hampir sama
dengan morbiditas dan mortalitas karena kelahiran prematur. Bila terjadi
sebelum usia 34 minggu, dapat diberikan asiklovir 3x 400 mg dan
penatalaksanaan selanjutnya berdasarkan rekomendasi Royal College of
Obstetrics and Gynaecology (RCOG) untuk tatalaksana KPD.
F. TATALAKSANA PADA PERSALINAN POSITIF HERPES
GENETALIS
1. Umum
Tatalaksana wanita hamil dengan HG saat persalinan hanya dilakukan
berdasarkan pemeriksaan fisik atau klinis. Selain itu, harus bekerja sama
dengan Spesialis Anak.
2. Infeksi Primer
a. Operasi sesaria pada pasien yang mempunyai lesi saat persalinan untuk
mengurangi paparan fetus terhadap virus HSV pada sekret ibu.
b. Terdapat bukti bahwa operasi sesaria sangat bermanfaat saat ketuban
pecah kurang dari 4 jam, meskipun di luar waktu itu pula operasi sesaria
masih bermanfaat.

7
c. Intravena asiklovir diberikan ke pada ibu (5 mg/kgBB setiap 8 jam)
dengan persalinan pervaginam. Namun, tidak diketahui dapat mengurangi
terjadinya herpes neonatal.
d. Bila infeksi primer didapatkan pada saat persalinan dan ibu melahirkan
pervaginam, maka risiko terjadinya herpes neonatal adalah 14%.
e. Walaupun persalinan pervaginam sebisa mungkin dihindari, tetapi bila
harus melahirkan pervaginam, penggunaan prosedur yang bersifat invasif
sebaiknya dihindari.
3. Infeksi Rekuren
a. Edukasi terhadap pasien bahwa risiko terhadap janin adalah kecil
walaupun lesi muncul saat persalinan dan bila menggunakan prosedur
invasif saat persalinan (0-3% untuk persalinan pervaginam).
b. Studi di Netherland menunjukkan pada pasien herpes rekuren tanpa lesi,
terapi konservatif, dan persalinan pervaginam tidak meningkatkan risiko
terjadinya herpes neonatal.
c. Persalinan pervaginam dapat disarankan begitu pula dengan operasi
sesaria. Keputusan metode persalinan dapat dipilih oleh wanita hamil
sendiri dengan pengetahuan mengenai risiko transmisi infeksi virus
terhadap janin yang dikandungnya.
d. Tidak terdapat guideline tentang ketuban yang pecah saat persalinan, para
ahli menyarankan mempercepat persalinan untuk menghindari paparan
lebih lama terhadap fetus.
G. TATALAKSANA PADA WANITA HAMIL POSITIF HIV YANG
TERKENA HSV
1. Infeksi Primer
Penatalaksanaan wanita hamil positif HIV yang terkena infeksi primer
HSV sama dengan wanita hamil yang terkena infeksi primer pada
umumnya.
2. Infeksi Rekuren
a. Wanita hamil positif HIV yang memiliki riwayat infeksi HSV dapat diberi
terapi supresif asiklovir 3 x 400 mg setiap hari sejak usia kehamilan 32
minggu untuk mengurangi transmisi HIV terutama pada wanita yang akan
melakukan persalinan pervaginam. Pemberian terapi lebih awal karena
pada wanita terinfeksi HIV dapat terjadi kelahiran prematur.
b. Tipe persalinan harus selaras dengan rekomendasi The British HIV
Association (BHIVA) HIV untuk kehamilan, berdasarkan faktor obstetrik
dan parameter HIV yaitu jumlah virus.
c. Tidak ada bukti yang mendukung untuk memberikan terapi supresif pada
wanita HIV positif yang memiliki HSV seropositif tapi tidak terdapat
riwayat herpes sebelumnya.
H. TATALAKSANA HERPES PADA NEONATAL
1. Penatalaksannaan Umum

8
Bayi dalam kondisi risiko rendah terjadi transmisi vertikal, membutuhkan
terapi konservatif, yaitu:
a. Bekerjasama dengan tim dokter Spesialis Anak.
b. Tidak diperbolehkan melakukan swab pada bayi.
c. Tidak diperlukan terapi.
d. Pemeriksaan postnatal sangat dianjurkan selama 24 jam pasca-persalinan.
Jika kondisi bayi baik, dapat menyusui dengan baik, bayi dapat
dipulangkan.
e. Orang tua harus diedukasi mengenai kebersihan tangan sebagai upaya
pencegahan infeksi pasca-persalinan.
f. Orang tua harus diedukasi untuk kunjungan ulang dan memperhatikan
kondisi bayi apabila terdapat keluhan pada area kulit, mata, lesi membran
mukosa, dan bayi rewel serta sulit menyusui.
2. Penatalaksanaan Pada Bayi Yang Dilahirkan Dengan Persalinan
Pervaginam Pada Ibu Yang Terkena Infeksi Primer Dalam 6 Minggu
Menjelang Persalinan.
Bayi dalam kondisi risiko tinggi dan harus di konsultasikan kepada tim
dokter spesialis Anak.
a. Bila kondisi bayi baik:
1) Lakukan pemeriksaan swab pada area kulit, konjungtiva, orofaring,
rektum untuk dilakukan pemeriksaan PCR.
2) Tidak diperlukan pemeriksaan pungsi lumbal.
3) Pemberian terapi empiris, yaitu asiklovir intravena 20 mg/kgBB setiap
8 jam sampai lesi aktif menghilang.
4) Prosedur pencegahan infeksi harus dilakukan baik terhadap ibu
maupun bayi.
5) Menyusui masih dapat dilakukan kecuali ibu memiliki lesi di area
puting susu.
6) Orang tua harus diedukasi untuk melaporkan kondisi bayi apabila
terdapat keluhan rewel, letargi, demam, atau adanya kecurigaan
tumbuh lesi.
b. Bila kondisi bayi tidak baik:
1) Lakukan pemeriksaan swab pada area kulit, konjungtiva, orofaring,
rektum untuk dilakukan pemeriksaan PCR.
2) Pungsi lumbal harus dilakukan walaupun tidak terdapat manifestasi
susunan saraf pusat.
3) Terapi empiris asiklovir intravena 20 mg/kgBB setiap 8 jam sampai
lesi aktif menghilang.
3. Penatalaksanaan Pada Bayi Yang Dilahirkan Pada Ibu Yang Terkena
Infeksi Rekuren Dengan Atau Tanpa Lesi Pada Saat Persalinan.

9
Pada kasus ini antibodi ibu akan melindungi bayi, sehingga bayi memiliki
risiko rendah terjadi transmisi vertikal; maka terapi konservatif
dibutuhkan, yaitu:
a. Bekerjasama dengan tim dokter Spesialis Anak.
b. Tidak diperbolehkan melakukan swab pada bayi.
c. Tidak diperlukan terapi.
d. Pemeriksaan postnatal sangat dianjurkan selama 24 jam pasca-persalinan.
Jika kondisi bayi baik dapat menyusui dengan baik, bayi dapat
dipulangkan.
e. Orang tua harus diedukasi mengenai kebersihan tangan sebagai upaya
pencegahan infeksi pasca-persalinan.
f. Orang tua harus diedukasi untuk kunjungan ulang dan memperhatikan
kondisi bayi apabila terdapat keluhan pada area kulit, mata, lesi pada
membran mukosa, dan bayi rewel serta sulit menyusui.
I. PENATALAKSANAAN KASUS YANG MEMBUTUHKAN
PERHATIAN LEBIH (SEPSIS DAN KESULITAN MENYUSUI)
1. Bila Kondisi Bayi Baik
a. Lakukan pemeriksaan swab pada area kulit, konjungtiva, orofaring,
rektum untuk pemeriksaan PCR.
b. Terapi empiris asiklovir intravena 20 mg/kgBB setiap 8 jam sampai lesi
aktif menghilang.
c. Penatalaksanaan selanjutnya berdasarkan rekomendasi tim dokter
spesialis anak yang berhubungan dengan kondisi dan hasil dari
pemeriksaan.
2. Bila Kondi Bayi Tidak Baik
Bekerjasama dengan tim dokter spesialis anak, untuk memperhatikan
adanya sepsis bakterial pada bayi.
J. PENCEGAHAN POSTNATAL
Terdapat 25% kasus infeksi post natal yang biasanya dari orang terdekat
dengan ibu. Edukasi harus diberikan kepada ibu dan orang terdekat dengan
ibu, yaitu:
1. Ibu atau siapapun yang memiliki lesi herpes tidak diperbolehkan kontak
dengan bayi dan harus memperhatikan kebersihan tangan.
2. Individu yang memiliki lesi oral tidak diperbolehkan untuk mencium bayi.

10

Anda mungkin juga menyukai