MKI-SitiZulaeka (200330010) - Vaksin Dalam Budidaya Perikanan
MKI-SitiZulaeka (200330010) - Vaksin Dalam Budidaya Perikanan
SITI ZULAEKA
200330010
AKUAKULTUR III A
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga penyusun bisa menyelesaikan Resume
materi yang berjudul “Vaksinasi Dalam Budidaya Perikanan”. Adapun tujuan
disusunnya karya ilmiah ini adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Metode Karya Ilmiah..
Tersusunnya karya ilmiah ini tentu bukan karena buah kerja keras semata,
melainkan juga atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, saya ucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada dosen yaitu ibu Mainisa, S.Pi., M.Sc dan
narasumber yaitu Dr. Achmad Suhermanto.
Saya sangat menyadari bahwa karya ilmiah ini masihlah
jauh dari sempurna. Untuk itu, saya selaku penyusun menerima dengan terbuka
semua kritik dan saran yang membangun agar laporan ini bisa tersusun lebih baik
lagi. Saya berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
1. PENDAHULUAN
2.TINJAUAN PUSTAKA
3. KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan.................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................9
ii
iii
1. PENDAHULUAN
1
antigen patogen, sehingga dalam paparan berikutnya sistem kekebalan akan
meningkatkan respon perlindungan yang cepat terhadap patogen yang sama
(Ma et al. 2019).
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
3
3. Stress pada ikan sangat kecil.
4. Biaya tenaga kerja murah.
5. Jumlah vaksin yang dibutuhkan banyak (-).
2.2.2 Penyuntikan
1. Vaksin yang digunakan lebih sedikit, antigen langsung ke ikan:
2. Ideal untuk calon induk atau induk ikan;
3. Aplikasi dapat dilakukan secara intraperitoneal (i.p) atau intramuscular
(i.m);
4. Tidak dapat dilakukan pada ikan kecil (-);
5. Stress penanganan tinggi (-);
6. Tenaga kerja terampil (-).
2.2.3 Oral
1. Vaksin dicampur dengan pakan, coating pakan, atau bioenkapsulasi;
2. Metode mudah, ikan tidak stress, aplikasi masal;
3. Hemar tenaga kerja;s
4. Memerlukan vaksin dalam jumlah banyak (-).
Sebagai suatu upaya pencegahan penyakit, makaimunisasi biota budidaya
harus dilakukan danmerupakan tahap dalam proses produksi. Imunisasidengan
vaksin dapat diaplikasikan melalui perendaman,per oral (bersama dengan pakan)
dan injeksi. Pemilihan aplikasi ini terutama didasarkan atas ukuran ikan.Sangat
dianjurkan untuk melakukan vaksinasi pada fase larva, 1-2 minggu setelah
menetas. Umumnya dosis vaksin yang diberikan sebesar 105-106sel/ml.Vaksinasi
ini sebaiknya diulangi setelah 2-3 minggu dari pemberian pertama; dan dapat
diulangi pada saatikan berumur 2 bulan.Beberapa kendala membatasi
pengembangan danpenggunaan vaksin secara meluas pada perikananbudidaya.
Kendala tersebut diantaranya adalah keragaman jenis dan saluran patogen ikan,
kemampuanimunogenik patogen dan keterbatasan informasi tentangpatogenesis
dan epizootiologik penyakit ikan (Alifuddin, 2002).
2.2.4 Keberhasilan
1. Tingkat Kelulusan Hidup Relatif (Relative PercentSurvival, RPS).
RPS ini didasarkan atas kematian ikan yang terjadisetelah uji tantang.
Uji tantang diberikan 1-2 minggu setelah vaksinasi; uji tantang ini diberikan
4
secaraperendaman dengan dosis LC50. Kematian diamati setiaphari selama 15
hari. RPS ini ditentukan berdasarkan formula, RPS = 1 – (v/k) x 100%, dengan v
adalahmortalitas ikan yang divaksin (%) dan k adalah mortalitasikan kontol (%).
Secara umum, efektivitas vaksindianggap baik, apabila nilai RPS 50 %
(Alifuddin, 2002)
Pada penelitian yang dilakukan (Taukhid, 2013) capaian nilai RPS
vaksin Hydrovac untuk ikan leledan nila telah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mempersyaratkan bahwa
sediaan vaksinikan dianggap efektif apabila memiliki nilai RPS sebesar≈ 55%
apabila diberikan melalui perendaman.Meskipun pada ikan gurami, nilai RPS
yang diperolehmasih < 55%, namun hal tersebut dapat difahamikarena penyakit
utama pada ikan gurami sejatinyaadalah bukan karena infeksi bakteri A.
hydrophila ,tetapi yang lebih dikhawatirkan adalah infeksi bakteri Mycobacterium
spp. Nilai RPS yang dicapai oleh vaksin Streptovac terhadap nila uji setelah diuji
tantangterhadap bakteri aktif Streptococcus agalactiae-N14G pada LD50 adalah
sebesar 54,53% atau H” 55% . Dengan demikian, jenis sediaan vaksin tersebut
juga dianggap telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2.3.Syarat Vaksin
Menurut Suhermanto (2021) pada Aquaculture Discussion:Update Riset
Aquaculture vaksin memiliki persyratan yang ideal, yakni:
1. Aman bagi ikan, lingkungan perairan, dan konsumen.
2. Vaksin harus spesifik untuk patogen tertentu/spesifik.
3. Vaksin harus dapat melindungi ikan (protective duration) dalam waktu
yang lama, minimal selama periode pemeliharaan (siklus
produksi).
4. Mudah didapat, aplikatif, dan ekonomis.
5. Terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
5
1. Kelompok pembudidaya khususnya Unit Pembenihan Rakyat (UPR) di
setiap Kabupaten di DIY yang sudah melakukan vaksin pada induk
maupun benih dapat meningkatkan produksi benih hingga 80% dan SR
hingga 25%
2. Kualitas benih lebih baik (tahan pada media/lingkungan yang kurang baik)
3. Vaksinasi booster, nilai RPS lebih tinggi dibandingkan non-booster
pascauji tantang (Taukhid et al., 2014)
4. Vaksin sel utuh memberikan nilai RPS terbaik pascauji tantang (Sukenda
et al., 2015).
Vaksinasi yang merupakan tindakan memasukkan antigen ke dalam tubuh
akan memacu terbentuknya ketahanan spesifik. Proses pembentukan respon
inidipengaruhi oleh faktor kualitas vaksin, ikan danlingkungan media budidaya.
Kualitas vaksin dipengaruhioleh keasingan struktur molekuler vaksin, mudah
dikenali oleh limfosit dan kekuatannya berikatan dengan antibodi.Faktor ikan
meliputi antara lain, umur, jenis dan kondisi fisiologis. Salah satu faktor
lingkungan budidaya yang sangat berpengaruh terhadap vaksinasi adalah suhu.
Suhumedia budidaya harus optimal bagi proses pembentukanrespon imunitas
spesifik (Alifuddin, 2002)
Respon spesifik yang terbentuk yakni ini respon yang sangat bergantung
kepada suhu(temperature dependent). Karena itu, suhu mediabudidaya harus
diatur sedemikian rupa berkisar 20-25 C,agar respon spesifik dapat terbentuk
optimum dalamwaktu 1-2 minggu. Faktor lainnya yang harus diperhatikan
dalamvaksinasi adalah jenis adjuvant. Penggunaan adjuvantyang tidak sesuai
dapat menimbulkan efek sampingseperti timbulnya abses, granulomata lokal,
danautoimun. Selain hal tersebut, kualitas pakan yang diberi-kan dan padat
penebaran tinggi juga akan berpengaruh terhadap vaksinasi. Kesemuanya ini
dapat menghambat pembentukan respon imunitas (Alifuddin, 2002).
6
2. Masih terbatasnya jenis dan jumlah vaksin di Indonesia sulit didapat
pembudidaya.
3. Banyaknya vaksin hasil riset yang belum diproduksi masal belum
adanya payung hukum yang mengatur kerjasama riset vaksin dengan
produsen vaksin.
7
3. KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Penyakit pada ikan dapat ditanggulangi dengan berbagai cara, antara lain
dengan perbaikan lingkungan karena penyakit biasa-nya berkembang apabila
lingkungan jelek sehingga ikan stres. Selain itu perbaikan nutrisi juga memegang
peran penting dalam meningkatkan ketahanan ikan terhadap penyakit. Vaksinasi
juga dilaporkan efektif meningkatkan kekebalan non-spesifikikan terhadap
penyakit. Vaksin merupakan produk biologi dari mikroorganisme yang
dilemahkan, dimatikan, atau rekayasa genetika dan berguna untuk merangsang
kekebalan tubuh secara aktif. Vaksin diyakini dapat memberikan kekebalan
spesifik pada ikan terhadap penyakit tertentu. Didalam vaksinasipun terdapat
metode, syarat, tingkat keberhasilan, alur pembuatan dan permasalahan.
8
DAFTAR PUSTAKA