Anda di halaman 1dari 19

KIMIA LINGKUNGAN

LAPORAN OBSERVASI PENCEMARAN AIR

OLEH :

NAMA : ROLA RIAS KANIA


NIM : 18035051

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALMA

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

20221
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANNG

Untuk mengetahui pencemaran air disuatu daerah perlu dilakukan Observasi.


Observasi adalah kegiatan mengamati dan memperhatikan, setelah melakukan
kegiatan observasi hasil pengamatan dituang dalam laporan.Air merupakan salah satu
sumber energi yang ada di bumi dengan jumlah yang cukup banyak. Peran air sangat
penting bagi kelangsungan hidup manusia dengan memperhatikan kuantitas, kualitas
dan kontinuitas. Untuk itu diperlukan sistem distribusi dan pengolahan air yang baik
sehingga masyarakat mampu mendapatkan air bersih dengan kuantitas yang cukup
untuk menunjang aktivitas sehari hari. Tidak berwarna, berbau dan beracun kualitas
adalah yang harus digunakan dalam standar penilain air. Menurut Permenkes RI No
416/Menkes/PER/IX/1990 pengertian air bersih adalah air yang digunakan untuk
keperluan sehari hari dan dapat diminum setelah dimasak. Sedangkan pengertian air
minum menurut Permenkes RI No 907/MENKES/SK/VII/2002 adalah air yang
melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan (bakteriologis, kimiawi, radioaktif, dan fisik) dan dapat langsung diminum.
Air baku adalah air yang digunakan sebagai sumber atau bahan baku dalam
penyediaan air bersih yaitu air hujan, air permukaan (air sungai, air danau/rawa), air
tanah (air tanah dangkal, air tanah dalam, mata air) (Hartomo, et.al, 1994). Standar
kualitas air yang ada di Indonesia saat ini menggunakan Permenkes RI No.
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat Syarat dan Pengawasan Kualitas Air dan PP
RI No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air, sedangkan standar kualitas air minum menggunakan Kepmenkes RI
No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum. Konsumsi dalam kegiatan sehari-hari terkait penggunaan air perlu dalam
demi kesehatan. Diwilayah sekitar terdapat banyak sungai yang mengalir seperti
daerah kecamatan air dingin lubuk minturu dan aliran sungai dekat UNP terlihat
beberapa masih terdapat pencemaran air. Seperti air yang berwarna keruh dan berbau.
Dan sering kali bercampur dengan benda-benda sampah seperti, plastik, sampah
organik, botol-botol dan sebagainya. Keadaan seperti ini dapat menyebabkan dampak
negatif bagi masyarakat maka dari itu sebagai mahasiswa dan warga sekitar tertarik
untuk melakukan observasi terhadap pencemaran air pada aliran sungai.
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka, dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:

1. Faktor apa yang menyebabkan pencemaran air ?

2. Apa dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan ?

3. Bagaimana cara menanggulangi pencemaran air sungai?

C. TUJUAN

Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan penyusunan laporan


observasi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tercemarnya air sun

2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan

3. Untuk mengetahui cara menanggulangi pencemaran air sungai

D. MANFAAT

Bagi peneliti:

1. Mengetahui penyebab pencemaran air sungai

2. Mengetahui kualitas air sungai

3. Dapat menghimbau masyarakat tentang bahayanya pencemaran air sungai

Bagi masyarakat:

1. Agar masyarakat lebih menjaga kelestarian lingkungan dan kualitas air


sungai yang berguna dan bermanfaat untuk kebutuhan sehari-hari.

2. Jika air sungai terjaga kebersihannya tidak akan terjangkit penyakit.

3. Supaya masyarakat menyadari pentingnya sungai.


BAB II LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN PENCEMARAN SUNGAI

Pencemaran sungai adalah tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh limbah
industri, limbah penduduk, limbah peternakan, bahan kimia dan unsur hara yang
terdapat dalam air serta gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu kesehatan
manusia.Pencemar sungai dapat diklasifikasikan sebagai organik, anorganik,
radioaktif, dan asam/basa.

Saat ini hampir 10 juta zat kimia telah dikenal manusia, dan hampir 100.000 zat
kimia telah digunakan secara komersial. Kebanyakan sisa zat kimia tersebut dibuang
ke badan air atau air tanah. Pestisida, deterjen, PCBs, dan PCPs (polychlorinated
phenols) adalah salah satu contohnya. Pestisida digunakan di pertanian, kehutanan
dan rumah tangga. PCB, walaupun telah jarang digunakan di alat-alat baru, masih
terdapat di alat-alat elektronik lama sebagai insulator, PCP dapat ditemukan sebagai
pengawet kayu, dan deterjen digunakan secara luas sebagai zat pembersih di rumah
tangga.

Menurut Seyhan (1990), sungai memiliki tiga sifat aliran:

1. Aliran yang bersifat sementara, hanya dapat mengalir setelah terjadinya hujan
badai yang menghasilkan limpasan permukaan yang memadai. Permukaan air
bumi selalu berada di bawah dasar sungai.

2. Aliran yang terputus-putus, mengalir selama musim hujan saja. Selanjutnya debit
ini terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air bumi pada dasar sungai.
Permukaan air bumi berada diatas dasar sungai hanya selama musim hujan. Pada
musim kemarau permukaan tersebut berada di dasar sungai.

3. Aliran abadi (permanen), mengalir sepanjang tahun dengan debit-debit yang lebih
tinggi selama musim penghujan. Debit sungai terdiri atas pemberian limpasan
permukaan dan air bumi pada dasar bumi. Permukaan air tanah selalu berada di
atas dasar sungai

4. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan wilayah bersifat kompleks


yang dipengaruhi karakteristik fisik variabel meteorologinya. Karakteristik fisik
yang berupa pola penggunaan lahan, bentuk jaringan sungai, kondisi tanah,
topografi, dan ketinggian tempat merupakan karakteristik DAS yang sifatnya
dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Sedangkan variabel meteorologi yang
meliputi curah hujan, suhu, kelembapan, radiasi matahari dan kecepatan angin
bersifat sangat berubah-ubah tergantung kondisi iklimnya (Dewan Riset Nasional
Kelompok II, Sumber daya Alam dan Energi, 1994).

Miller dan Connell, (1995) diacu dalam Henni Wijayanti M, (2007) mengatakan
bahwa pencemaran perairan merupakan peristiwa masuknya senyawa-senyawa yang
dihasilkan dari kegiatan manusia ditambahkan ke lingkungan perairan, menyebabkan
perubahan yang buruk terhadap kondisi fisik, kimia, biologis dan estetis. Makhluk
hidup memiliki berbagai reaksi mulai dari pengaruh yang sangat kecil sampai ke
subletal seperti berkurangnya pertumbuhan, perkembangbiakan, pengaruh perilaku
atau kematian yang nyata. Sedangkan Radojevic dan Bashkin (2007) diacu dalam
Henni Wijayanti M, (2007) mengatakan bahwa pencemar dapat berasal dari daerah
khusus dan terdistribusi. Sumber pencemar daerah khusus, misalnya: saluran buangan
pabrik dan sumur pengebolan minyak. Sumber pencemar terdistribusi, misalnya:
limpasan pestisida yang berasal dari sawah dan domestik.

Penentuan tingkat pencemaran air didasarkan pada baku mutu air sesuai dengan
peruntukannya. Klasifikasi kualitas air menurut Peraturan Pemerintah 82/2001
ditetapkan menjadi empat kelas sesuai dengan peruntukannya, yaitu:

1) Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut

2) Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi
air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.

3) Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4) Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.

Parameter Fisika Kualitas Air

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor dalam reaksi kimia dan aktifitas biologi
didalam suatu perairan yang sangat berperan dan berpengaruh dalam mengendalikan
kondisi ekosistem perairan, terutama terhadap kelangsungan hidup suatu organisme
(Palmer, 2001. diacu dalam Krismono Priambodho, 2005). Kenaikan suhu sebesar
10°C menyebabkan kebutuhan oksigen hewani perairan naik hampir dua kali lipat.
Sebaliknya peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut akan
menurun dan peningkatan suhu juga akan dapat menaikan daya racun polutan
terhadap organisme perairan (Moriber, 1974. Diacu dalam Krismono Priambodho,
2005). Menurut Hawkes (1979) diacu dalam Henni Wijayanti M (2007) suhu perairan
yang tidak lebih dari 30°C tidak akan berpengaruh secara drastis terhadap
makrozoobenthos. Fardiaz (1992) mengungkapkan bahwa kenaikan suhu air akan
menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut:

a. Jumlah oksigen terlarut dalam air akan menurun.

b. Kecepatan reaksi kimia meningkat.

c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.

d. Jika suhu melampaui batas bisa mengakibatkan kematikan terhadap ikan dan
hewan air lainnya.

2. Total Padatan Tersuspensi ( Total Suspended Solid )

Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1


µm) tertahan pada saringan milipore dengan pori-pori 0,45 µm. TSS terdiri atas
lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, terutama disebabkan oleh kikisan tanah
atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003). TSS dapat meningkatkan
nilai kekeruhan sehingga mempengaruhi penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan
akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air
yang selanjutnya akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dan meningkatkan
pasokan CO2 di perairan. Menurut Priyono (1994).

Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasirlumpur, tanah, dan bahan kimia in
organik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air, sehingga bahan tersebut
menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air. Kebanyakan sungai dan daerah aliran
sungai selalu membawa endapan lumpur yang disebabkan erosi alamiah dari pinggir
sungai. Akan tetapi, kandungan sedimen yang terlarut hampir semua sungai
meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan
pertambangan.

3. Kecerahan dan Kekeruhan

Kecerahan dan kekeruhan air dalam suatu perairan dipengaruhi oleh jumlah
cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan atau disebut juga dengan intensitas
cahaya matahari. Cahaya matahari di dalam air berfungsi terutama untuk kegiatan
asimilasi tanaman di dalam air. Oleh karena itu, daya tembus cahaya ke dalam air
sangat menentukan tingkat kesuburan air. Kecerahan merupakan ukuran transparansi
perairan dan pengukuran cahaya matahari di dalam air dapat dilakukan dengan
menggunakan lempengan/kepingan Secchi disk. Satuan untuk nilai kecerahan dari
suatu perairan adalah satuan cm. Jumlah cahaya yang diterima oleh phytoplankton
diperairan asli tergantung pada intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam
permukaan air dan daya perambatan cahaya di dalam air. Masuknya cahaya matahari
ke dalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity). Sedangkan kekeruhan
menggambarkan tentang sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya
yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam perairan.
Definisi kekeruhan adalah banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan. Hal
ini menyebabkan hamburan dan absorbsi cahaya yang datang sehingga kekeruhan
menyebabkan terhalangnya cahaya yang menembus air.
4. Salinitas

Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang membedakannya
dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat
stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit
disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup
pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline (Supriharyono, 2000).

Parameter Kimia Kualitas Air

1. pH

Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalam


pemantauan kualitas perairan. Organisme perairan mempunyai kemampuan berbeda
dalam mentoleransi pH perairan. Kematian lebih sering diakibatkan karena pH yang
rendah daripada pH yang tinggi (Pescod, 1973 diacu dalam Henni Wijayanti M, 2007).
Menurut Sutamihardja (1978) derajat keasaman merupakan kekuatan antara asam dan
basa dalam air dan suatu kadar konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Nilai pH
menggambarkan kekuatan bahan pelarut dari air, karena itu penunjukkannya mungkin
dari reaksi kimia pada batu-batuan dan tanah-tanah. Pertumbuhan organisme perairan
dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6,5 - 8,5.

2. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peranan yang sangat
penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan
biota. Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air dan
meningkatnya salinitas. Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air yang
penting. Umumnya konsentrasi DO di suatu perairan akan bersifat sementara atau
musiman dan berfluktuasi. Biasanya organisme air seperti ikan memerlukan oksigen
terlarut antara 5,8 mg/l (Palmer, 2001 diacu dalam Krismono Priambodho, 2005).
Kandungan oksigen terlarut yang tinggi adalah pada sungai yang relatif dangkal dan
adanya turbulensi oleh gerakan air. Daya larut oksigen 13 akan menurun dengan
kenaikan suhu, sebaliknya pada air yang dingin kadar oksigen akan meningkat (Odum,
1971 diacu dalam Henni Wijayanti M 2007).
3. COD ( Chemical Oxygen Demand )

COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Bahan organik yang ada
sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat
pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Metcalf & Eddy, 1991
diacu dalam Krismono Priambodho 2005), sehingga segala macam bahan organik,
baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Nilai
COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l. Sementara
pada perairan yang tercemar memiliki nilai COD dapat melebihi 200 mg/l. Oleh
karena itu perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak baik untuk kegiatan
perikanan (Fakhri, 2000).

4. BOD ( Biochemical Oxygen Demand )

BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah suatu karakteristik yang


menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya
bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik
(Metcalf & Eddy, 1991diacu dalam Krismono Priambodho, 2005). Mays (1996) diacu
dalam Krismono Priambodho (2005) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah
oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan
sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari
pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa, walaupun nilai BOD menyatakan
jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah
bahan organik mudah urai (biodegradable organic) yang ada di perairan.

5. NH3 (Amonia)

Amonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi toksik terhadap organisme akuatik.
Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan
kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Ammonia jarang ditemukan pada perairan yang
mendapat cukup pasokan oksigen, sebaliknya pada tempat anoksik (tampa oksigen)
yang biasanya terdapat didasar perairan, kadar amoniak relative tinggi (Effendi,2003).
6. Hg ( Merkuri )

Merkuri merupakan unsur trece elemen yang bersifat cair pada suhu ruang dan
daya hantar listrik yang tinggi (Budiono, 2003). Merkuri memiliki sifat-sifat sebagai
berikut (Fardiaz 2005):

a. merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair, pada suhu (25 °C)
dan memilki titik beku yang paling rendah dibanding logam lainnya, yaitu 39 °C.

b. merkuri dalam bentuk cair memiliki kisaran suhu yang luas.

c. memiliki volatilitas yang tinggi dibanding logam lainnya.

d. merupakan konduktor yang baik karena memilki ketahanan listrik yang rendah.

e. banyak logam yang terdapat dalam merkuri yang membentuk komponen yang
disebut amalgam (alloy).

f. merkuri dan komponen-komponen ber sifat toksik terhadap semua makhluk


hidup.

Sifat-sifat itulah yang menyebabkan merkuri banyak digunakan oleh manusia


seperti dalam aktivitas penambangan, peleburan untuk menghasilkan logam dari biji
tambang sulfidnya, pembakaran bahan bakar fosil dan produksi baja, semen serta
fosfat. Pemakai utama merkuri adalah pabrik alkali, industri bubur kayu, dan pabrik
perlengkapan listrik (Lu, 2006 diacu dalam Aryo Sarjono, 2009)

Baku Mutu Kualitas Air Beberapa hasil penelitian terhadap kualitas air yang
mengacu pada dasar ketetapan yang ada, bahwa kualitas air minum di Indonesia lebih
banyak masuk sebagai air baku air minum, yaitu air yang perlu melalui pengolahan
sebelum dimanfaatkan sebagai air minum maupun keperluan rumah tangga lainnya.
Air yang dapat langsung dikonsumsi sebagai air minum adalah relatif sedikit, karena
banyak kualitas air menurun akibat pencemaran yang sebagian besar akibat aktivitas
manusia, baik akibat kegiatan rumah tangga, pertanian, dan juga industri. Dasar yang
digunakan untuk penetapan parameter kualitas air, khususnya untuk keperluan air
minum adalah :
1. Parameter-parameter yang berhubungan dengan sifat-sifat keamanan bagi suatu
peruntukan domestik (rumah tangga).

2. Parameter-parameter yang dapat dijadikan indikator terjadinya pencemaran


sampah domestik yang berhubungan dengan kesehatan manusia. Mikroorganisme
indikator pencemaran Salah satu indikator pencemaran mikroba adalah
keberadaan bakteri coliform. Bakteri coliform bersifat patogen serta dapat
menimbulkan penyakit. Bakteri coliform masuk dalam famili Enterobacteriaceae
yang mempunyai 14 genus air dibedakan ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok
fecal (E. coli) dan non fecal (Enterobacter aerogenus). Bakteri coliform
merupakan indikator kontaminasi lingkungan atau sanitasi yang kurang baik,
sedangkan E. coli sebagai indikator kontaminasi tinja dari manusia dan hewan.
Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah
koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen
BAB III PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor yang menyebabkan pencemaran air sungai.

Pada dasarnya pencemaran air sungai disebabkan oleh beberapa faktor


diantaranya yaitu:

1. Berkembangnya industri-industri.
Saat ini industri-industri di Indonesia semakin berkembang, baik jumlah,
teknologi, tingkat produksi maupun limbah yang di hasilkan. Industri-industri
khususnya yang berada di dekat aliran sungai cenderung akan membuang limbahnya
ke dalam sungai yang dapat mencemari ekosistem air, karena pembuangan limbah
industri ke dalam sungai dapat menyebabkan berubahnya susunan kimia, bakteriologi,
serta fisik air.

Polutan yang di hasilkan oleh pabrik dapat berupa:


a) Logam Berat: timbale, tembaga, seng dll.
b) Panas: air yang tinggi temperaturnya sulit menyerap oksigen yang pada akhirnya
akan mematikan biota air.

2. Belum tertanganinya pengendalian limbah rumah tangga.


Limbah rumah tangga yang belum terkendali merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya air sungai. Karena dari limbah
rumah tangga dihasilkan beberapa zat organik dan anorganik yang dibuang dan
dialirkan melalui selokan-selokan dan akhirnya bermuara ke sungai. Selain dalam
bentuk zat organik dan anorganik, dari limbah rumah tangga bisa juga membawa
bibit-bibit penyakit yang dapat menular pada hewan dan manusia sehingga
menimbulkan epidemi yang luas di masayarakat.

3. Pembuangan limbah pertanian tanpa melalui proses pengolahan.


Limbah pertanian biasanya dibuang ke aliran sungai tanpa melalui proses
pengolahan, sehingga dapat mencemari air sungai karena limbah pertanian
mengandung berbagai macam zat pencemar seperti pupuk dan pestisida.Penggunaan
pupuk di daerah pertanian akan mencemari air yang keluar dari pertanian karena air
ini mengandung bahan makanan bagi ganggang dan tumbuhan air seperti enceng
gondok sehingga ganggang dan tumbuhan air tersebut mengalami pertumbuhan
dengan cepat yang dapat menutupi permukaan air dan berpengaruh buruk pada
ikan-ikan dan komponen ekosistem biotik lainnya.
Penggunaan pestisida juga dapat menggagu ekosistem air karena pestisida bersifat
toksit dan akan mematikan hewan-hewan air, burung dan bahkan manusia.

4. Pencemaran air sungai karena proses alam


Proses alam juga berpengaruh pada pencemaran air sungai misalnya
terjadinya gunung meletus, erosi dan iklim. Gunung meletus dan erosi dapat
membawa berbagai bahan pencemaran salah satunya berupa endapan/sediment seperti
tanah dan lumpur yang dapat menyebabkan air menjadi keruh, masuknya sinar
matahari berkurang, dan air kurang mampu mengasimilasi sampah. Iklim juga
berpengaruh pada tingkat pencemaran air sungai misalnya pada musim kemarau
volume air pada sungai akan berkurang, sehingga kemampuan sungai untuk
menetralisir bahan pencemaran juga berkurang.

B. Dampak dari pencemaran air sungai


Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air
minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidak seimbangan ekosistem
sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam dsb.

1. Dampak terhadap kesehatan


Peran air sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam antara lain :
a) air sebagai media untuk hidup mikroba pathogen
b) air sebagai sarang insekta penyebar penyakit
c) jumlah air yang tersedia tak cukup, sehingga manusia bersangkutan tak dapat
membersihkan diri
d) air sebagai media untuk hidup vector penyakit

2. Dampak terhadap estetika lingkungan


Dengan semakin banyaknya zat organic yang dibuang ke lingkungan
perairan, maka perairan tersebut akan semakin tercemar yang biasanya ditandai
dengan bau yang menyengat disamping tumpukan yang dapat mengurangi estetika
lingkungan. Masalah limbah minyak atau lemak juga dapat mengurangi estetika.
Selain bau, limbah tersebut juga menyebabkan tempat sekitarnya menjadi
licin. Sedangkan limbah detergen atau sabun akan menyebabkan penumpukan busa
yang sangat banyak. Inipun dapat mengurangi estetika.

C. Cara Mengatasi Pencemaran air sungai

a. Melestarikan hutan di hulu sungai

Agar tidak menimbulkan erosi tanah disekitar hulu sungai sebaiknya


pepohonan tidak digunduli atau ditebang atau merubahnya menjadi areal
pemukiman penduduk. Dengan adanya erosi otomatis akan membawa tanah, pasir,
dan sebagainya ke aliran sungai dari hulu ke hilir sehingga
menyebabkan pwendangkalan sungai.

b. Tidak buang air di sungai

Buang air kecil dan air besar sembarangan adalahperbuatan yang salah. Kesan
pertama dari tinja atau urin yang dibuang sembarangan adalah bau dan menjijikan.
Tinja juga merupakan medium yang paliang baik untuk perkembangan bibit
penyakit dari yang ringan sampai yang berat, oleh karena itu janganlah buang air
besar sembarangan khususnya di sungai.

c. Tidak membuang sampah di sungai

Sampah yang dibuang sembarangan di sungai akan menyababkan aliran air di


sungai terhambat. Selain itu juga sampah juga akan menyebabkan sungai cepat
dangkal dan akhirnya memicu terjadinya banjir di musim penghujan, sampah juga
membuat sungai tampak kotor menjijikan dan terkontaminasi

d. Tidak membuang limbah rumah tangga dan industri

Tempat yang paling mudah untuk membuang limbah industri atau limbah
rumah tangga yang berupa cairan adalah dengan mambuangnya kesungai namun
apakah limbah itu aman? Limbah yang dibuang secara asal-asalan tentu saja dapat
menimbulkan pencemaran mulai dari bau yang tidak sedap, oencemaran air
gangguan penyakit kulit serta masih banyak lagi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kita harus menggunakan air seperlunya dan tidak menggunakan air yang
tercemar untuk kebutuhan dan keperluan sehari-hari karena di dalamnya terkandung
zat-zat yang sangat berbahaya.Pencemaran air akan terus ada, namun kita dapat
menanggulangi dan mengurangi jumlah pencemaran air.

B. SARAN

Agar pencemaran air tak ada lagi, saran kami adalah

 Berhati-hati dalam mengosumsi air,

 Jagalah air di lingkungan rumah dan sekitar agar tetap bersih dan terhindar
dari pencemaran air.

 Mmebuang sampah pada tempatnya

 Pengolahan limbah oleh industri sebelim dibuang

 menghindari pemakaian obat pemberantas hama dan serangga secara


berlebihan
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, A. 2003. Pengaruh Pencemaran Merkuri Terhadap Biota Air. Makalah
Pengantar Sains. Program Pascasarjana (S3). IPB.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Universitas IndonesiaPress,
Jakarta.
Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumberdaya Alam dan Energi. 1994. Kebutuhan
Riset dan Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air diIndonesia. Jakarta:
Dewan Riset Nasional.
Effendi, 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam
danLingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Fakhri, I. 2000. Evaluasi Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai (DAS)Citarum,
Jawa Barat selama periode 1996-1998. Skripsi (tidakdipublikasi). Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. FakultasPerikanan dan Ilmu
Kelautan. Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Udara dan Air. Karnisius. Yogyakarta.
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2001. PP RI No. 82. Tentang PengelolaanKualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan
Priambodho, K. 2005. Kualitas Air Lindi Pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Galuga Kabupaten Bogor. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Priyono, A. 1994. Parameter-parameter Kualitas Air. Laboratorium Analisis
Lingkungan. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas
Kehutanan. Bogor.
Rukaesih. (2004). Kimia Lingkungan. Yogyakarta:
Andi Offsett. Hal 92, 93, 110-
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Kondisi aliran sungai sekitar UNP

Anda mungkin juga menyukai