Disusun oleh :
Kelompok I
FAKULTAS HUKUM
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.
Kelompok satu (1) sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai yang memaparkan materi tentang kode etik kedokteran merasa bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini kedepannya.
Ambon,Maluku Tengah, 23 Desember 2021
BAB 1
LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah hak asasi manusia karena itu masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang
bermutu (UUD 1945) dan juga Negara berkewajiban melindungi masyarakat dari pelayanan
Kesehatan yang tidak profesional.
Kita harus melayani pasien dengan standard profesi, standard Prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien sehingga tidak terjadinya hal-hal yang di semua orang tidak inginkan.
Untuk mencapai hal tersebut perlu diciptakan berbagai upaya kesehatan kepada seluruh
masyarakat.
Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai
peran yang sangat penting dan terkait secara langsung dengan proses pelayanan kesehatan dan
mutu pelayanan yang diberikan. Ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku sebagai
kompetensi yang didapat selama pendidikan akan merupakan landasan utama bagi dokter untuk
dapat melakukan tindakan kedokteran dalam upaya pelayanan kesehatan.
Pendidikan kedokteran pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan bagi seluruh
masyarakat. Sehingga kami sebagai pemateri/penyusun yang mendapat bagian dalam hal kode
etik kedokteran akan mencoba memaparkan hasil kerja kelompok kami dalam bentuk makalah
yang dapat di persentasikan pada teman-teman pada hari ini
BAB II
PEMBAHASAN
Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kedokteran. Pada Kedududukan
Ini, dokter adalah orang yang dianggap pakar dalam bidang kedokteran. Dokter adalah orang
Yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan
Kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam
Pelayanan kesehatan.
Kedokteran (Inggris: medicine) adalah suatu ilmu dan seni yang mempelajari tentang
Penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang
Pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera. Ilmu ini meliputi
Pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta pengobatannya, dan penerapan
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) merupakan kumpulan norma untuk menuntun dokter
di Indonesia selaku kelompok profesi berpraktik di masyarakat. Kasus kelalaian medik atau
malpraktek sejak tahun 2006-2012 tercatat ada 182 kasus yang terbukti dilakukan dokter di
seluruh Indonesia.
Tujuan dari etika profesi dokter adalah untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya
perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan mencegah agar dokter dalam
menjalani Profesinya dapat bersikap professional maka perlu kiranya membentuk kode etik
profesi Kedokteran untuk mengawal sang dokter dalam menjalankan profesinya tersebut agar
sesuai dengan tuntutan ideal. Tuntunan tersebut kita kenal dengan kode etik profesi dokter.
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan atau janji
dokter.
Pasal 2
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu
yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri .
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun sik,
wajib memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan
kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal
yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan secara kompeten
dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan
penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan tenaga kesehatan
lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 12
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang kesehatan,
bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.
Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi
dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian masalah
pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan
keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
Pasal 20
Pasal 21
Contoh kasus malpraktik yang pernah terjadi ialah kasus Sita Dewati Darmoko, dia istri mantan
Direktur Utama PT aneka tambang, Darmoko. Yang menderita tumor ovarium, Sita dioperasi
disalah satu rumah sakit yang berada Jakarta. Keluar dari kamar bedah, sita malah tambah parah
dari sebelumnya. Dia akhirnya meninggal dan.rumah sakit menjanjikan ganti rugi senilai Rp. 1
miliar, namun ganti rugi tersebut tidak didapatkan oleh keluarga. Akhirnya Keluarga almarhumah
menggugat perdata rumah sakit tersebut.
Majelis mengabulkan gugatan tersebut dan Rumah Sakit harus membayar sekitar Rp. 2 miliar
kepada keluarga malang itu. Hakim menyebut bahwa dokter yang menangani kasus Sita tidak
teliti dalam menjalankan tugasnya.
Dari contoh kasus di atas, dokter tersebut jelas melanggar kode etik kedokteran, kerena Dokter
tersebut menyimpang dari Standar Profesi Medik. Dokter tersebut terkena pasal pasal 359,
360, dan 361 KUHP karena lalai sehingga mengakibatkan kematian orang lain. Dan terkena
Hukum perdata karena Kelalaian yang mengakibatkan kerugian (pasal 1366 KUHPerdata).
Kasus tersebut merupakan salah satu kasus malpraktik yang bisa terungkap dan dapat
penyelesaian secara tuntas. Tetapi masih banyak kasus malpraktik yang sudah mencuat kemuka
publik tetapi tidak mendapat penyelesaian secara tuntas, tidak hanya itu, kasus malpraktik yang
tidak dilaporkan pun banyak, keluarga korban malpraktik hanya bisa pasrah menghadapi
kenyataan. Berikut ini contoh kasus malpraktik yang pelakunya (dokter) tidak
mendapatkanganjaran yang seharusnya diterima oleh dokter tersebut.
Malpraktik sangat trekenal adalah kasus di Wedariyaksa, Pati, Jawa Tengah, pada 1981 seorang
wanita, Rukimini Kartono, meninggal setelah ditangani oleh Setianingrum, selaku
dokter puskesmas. Pengadilan Negeri memvonis dokter yang menanganinya bersalah, dia
dihukum tiga bulan penjara.
Melihat kasus-kasus malpraktik yang semakin meningkat, tentu pemerintah tidak bisa tinggal
diam. Kemudian, landasan utama eksistensi dan legitimasi dari organisasi profesi yang disebut
IDI ialah Kode Etik Kedokteran dan Sumpah dokter. Tujuan dan fungsi utama organisasi ini ialah
menjaga martabat luhur profesi kedokteran, yakni dengan Melaksanakan dan mengamalkan
KODEKI tersebut secara konsisten dan konsekuen. Itulah yang sebenarnya hakikat dan “khittah”
dari IDI.
Disadari atau tidak, banyak kalangan dalam masyarakat yang berpendapat bahwa IDI tidak
pernah objektif dalam menangani kasus-kasus pelanggaran Etika yang diadukan. Buktinya selama
ini nyaris tidak ada pelanggaran KODEKI yang dikenakan sanksi oleh IDI, setidaknya yang
diketahui masyarakat luas. Kasus-kasus yang jelas dan “kasat mata” melanggar etika kedokteran
pun tidak pernah jelas penanganannya. Sebaliknya, dikalangan dokter sendiri berkembang suatu
mispersepsi yang sangat menyesatkan, berpegang pada diktum “Teman sejawat akan saya
perlakukan sebagai saudara kandung”
Yang merupakan Kewajiban Dokter terhadap teman sejawat sebagai bagian dari KODEKI.
dengan begitu, IDI telah dipersepsikan secara sempit sebagai organisasi yang fungsi utamanya
adalah membela para anggotanya yang disebut dokter, apa pun yang dilakukannya. Apalagi
dengan telah membayar iuran, beberapa kalangan dokter berpendapat IDI harus membela dokter,
melanggar atau tidak melanggar etika.
Diterjemahkan sebagai aturan hukum yang salah satu unsurnya adalah Asas Praduga Tak
Bersalah. Asas ini menegaskan bahwa seorang tersangka harus dianggap tidak bersalah sampai
dapat dibuktikan kesalahannya, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 66 kitab undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHP) yang berbunyi “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani
beban Pembuktian: Selanjutnya pasal 58 KUHP juga menegaskan “Hakim dilarang menunjukan
Sikap atau mengeluarkan pernyataan tentang keyakinanan mengenai masalah salah atau tidaknya
terdakwa.
” Bagaimana dengan perselisihan hukum yang terjadi diantara dokter dan pasien yang
Pengaturannya berada dalam lingkup hukum kedokteran? “
Pertama, harus diingat bahwa sesuai dengan status negara hukum Indonesia, maka setiap warga
tanpa kecuali harus taat dan tunduk kepada hukum. Dalam hal ini dokter pun harus Tunduk
kepada hukum dengan segenap asa-asanya.
Kedua, dalam perselisihan hukum apapun, selalu akan diawali dengan pertanyaa : apakah ada
bukti untuk perkara tersebut? Kemudian apakan bukti tersebut sudah meyakinkan?
Ketiga, hukum kedokteran termasuk dalam lingkup ilmu hukum yang berlaku asas-asas serta
prinsip-prinsip ilmu hukum dan sama sekali bukanlah asas atau prinsip ilmu kedokteran.
Keempat, perkara hukum kedokteran umumnya memiliki ciri khusus bahwa perkara hukum
Kedokteran yang merupakan delik aduan lebih menyoroti masalah proses timbulnya perkara,
Bukan pada hasil atau akibat perbuatan tersebut. Dengan demikian, dapat saja terjadi seorang
pasien meninggal ditangan seorang dokter tetapi dokter itu tidak dihukum karena semua proses
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu : kewajiban dokter, antar
lain ; kewajiban umum, kewajiban kepada pasien, kewajiban kepada diri sendiri dan teman
sejawatnya. Keharusan mengamalkan kode etik disebutkan dalam lafal sumpah dokter yang
didasarkan pada PP No. 26 tahun 1960. Ini berarti terbuka kemungkinan memberikan sanksi
kepada mereka yang melanggar kode etik.
B.SARAN
Dengan penuh kesadaran dari kami selaku penyusun makalah ini, kami sangat mengharapkan dan
juga membutuhkan saran teman-teman peserta diskusi dan juga khususnya dari dosen pengampu
yang kami hormati guna untuk lebih mendalami apa yang belum tersampaikan pada makalah
kami saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, I. D. (2002). Kode etik kedokteran Indonesia dan pedoman pelaksanaan kode etik
kedokteran Indonesia. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia.
INDONESIA, Ikatan Dokter. Kode etik kedokteran Indonesia dan pedoman pelaksanaan kode
etik kedokteran Indonesia. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia, Ikatan Dokter
Indonesia, 2002.
Achadiat, C. M. (2007). Dinamika etika & hukum kedokteran dalam tantangan zaman. EGC.
Dlll