Anda di halaman 1dari 15

Tuntutan kualitas menjadi prioritas di Indonesia khususnya dalam pelayanan di rumah sakit

terutama di kota besar. Rumah sakit tidak cukup bila hanya menawarkan pelayanan dengan
konsep asal “selamat” tetapi perlu menawarkan hasil maksimal berupa pelayanan yang
berdasarkan kepuasan dengan standar profesi yang tinggi. Rumah sakit tidak hanya berfungsi
untuk kegiatan mengobati, tetapi merupakan tempat untuk meningkatkan status kesehatan
individu, sehingga kualitas kesehatan dan hidup manusia Indonesia meningkat pula.

Lebih jauh dikatakan bahwa rumah sakit merupakan salah satu tatanan pemberi jasa layanan
kesehatan yang semakin berkembang dan jika dilihat jumlahnya semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Hasil Susenas tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah rumah sakit di Indonesia telah
mencapai 1234 unit, dan lebih dari setengah jumlahnya adalah rumah sakit milik swasta. Tren
kenaikan jumlah rumah sakit yang semakin tahun semakin bertambah mengindikasikan bahwa
rumah sakit harus mampu bersaing dan memenangkan persaingan tersebut. Apalagi dengan
terjadinya globalisasi ekonomi dan datangnya era perubahan menjadi tantangan yang serius bagi
para eksekutif dalam mengelola rumah sakit. Dalam menghadapi era perubahan tersebut,
diperlukan sikap kehatihatian para eksekutif untuk dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan sekaligus menjaga kelangsungan organisasinya agar mampu bertahan hidup.

Dalam era keterbukaan batas geografi, hambatan yang dihadapi adalah munculnya pesaing baru
yakni berdirinya rumah sakit yang bukan hanya berasal dari tingkat local maupun nasional saja,
tetapi berasal dari tingkat internasional. Oleh karena itu, diharapkan rumah sakit yang telah
berdiri dan beroperasi di saat ini harus mempersiapkan diri untuk membina organisasinya
terutama sumber daya dan sistem manajerial agar mampu menciptakan jasa pelayanan kesehatan
rumah sakit yang berkualitas bagi pelanggannya. Fungsi pelayanan kesehatan di rumah sakit
sendiri telah mengalami pergeseran, yang dulunya sebagai organisasi yang bersifat sosial, kini
telah menjadi sebuah organisasi bisnis yang berupaya mencari keuntungan (profit) dari usaha
yang dijalankan.4 Hal itu disebabkan rumah sakit merupakan organisasi yang kompleks, padat
modal dan padat teknologi sehingga memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk
keberlangsungan upaya pelayanan kesehatan tersebut.
Sumber daya manusia yang harus dimiliki rumah sakit pada prinsipnya telah diatur melalui
akreditasi rumah sakit yakni dalam penentuan jumlah dan spesifikasi tenaga serta fasilitas
penunjang layanan yang harus dimiliki oleh sebuah rumah sakit. Sumber daya terstandarisasi
seperti SDM, manajemen dan teknologi terstandarisasi merupakan komponen yang sangat
diperlukan untuk menghadapi persaingan dan menciptakan rumah sakit yang mempunyai jasa
pelayanan kesehatan berkualitas yang merupakan indikator untuk meningkatkan citra rumah
sakit dan profitabilitasnya.

Sementara itu, citra dan profitabilitas rumah sakit yang diperoleh berasal dari mekanisme
kunjungan pasien yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pasien pengguna
jasa pelayanan rumah sakit tentunya akan sangat mengharapkan nilai kesembuhan atau
pemecahan masalah kesehatan yang dialaminya sehingga mereka sehat kembali. Apabila harapan
(expectation) tersebut dapat terpenuhi, berarti masalah kesehatan yang dialaminya telah
terpecahkan yakni dengan memperoleh kesembuhan dan menjadi sehat, bahkan bila mungkin
menjadi bugar.
Fokus jasa pelayanan kesehatan rumah sakit adalah bagaimana menciptakan pasien (pelanggan)
yang mengalami gangguan dapat teratasi melalui pengobatan dan penyembuhan penyakit.
Sebagai imbalan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan, maka pasien harus membayar
tarif/iuran yang ditetapkan rumah sakit. Tarif yang dibayar pasien merupakan sumber daya
finansial agar bisnis rumah sakit dapat berjalan dan menghasilkan keuntungan (profitabilitas).

Kualitas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien akan
menentukan baik-buruknya citra rumah sakit. Rumah sakit yang mempunyai citra baik adalah
rumah sakit yang dapat menciptakan jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga pasien
merasa puas dengan jasa pelayanan yang diterima dan sebaliknya. Dengan demikian baik-
buruknya citra rumah sakit akan sangat ditentukan oleh tingkat kepuasan pasien selaku pengguna
jasa pelayanan. Citra baik rumah sakit akan berimbas pada meningkatnya profitabilitas rumah
sakit, sebaliknya citra buruk akan berimbas pada menurunnya profitabilitas rumah sakit.

Oleh sebab itu, keberadaan rumah sakit sebagai salah satu organisasi yang bergerak di bidang
jasa pelayanan kesehatan diharapkan mampu memelihara dan menjaga kualitas produk jasa
layanannya dengan fokus kepada pelanggan (pasien). Jasa pelayanan kesehatan mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan produk barang (fisik). Menurut Griffin dan Rolland
karakteristik jasa layanan adalah:

1. Intangibility (tidak berwujud), artinya jasa layanan tidak dapat dilihat, diraba, dirasa,
didengar dan dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting tidak berwujud adalah nilai yang
dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan atau rasa aman.
2. Unstortability (tidak dapat disimpan), artinya jasa tidak mengenal persediaan atau
penyimpanan produk yang dihasilkan. Karakteristik itu disebut juga tidak dapat dipisahkan
(inseparability) mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang
sama.
3. Costumization (desain yang khas), artinya jasa didesain khusus untuk kebutuhan
pelanggan sebagaimana jasa pelayanan kesehatan.
Jasa merupakan aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik
atau konstruksi yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan
dan memberikan nilai tambah atau pemecahan yang dihadapi konsumen.9 Untuk pasien yang
berkunjung ke rumah sakit nilai tambahnya adalah diketahuinya diagnosis penyakit dan
kesembuhan penyakit yang diderita secara aman (patient safety) serta merasa puas terhadap
layanan yang diberikan (patient satisfaction). Indikator patient safety dan patient
satisfaction adalah apabila jasa layanan kesehatan yang diberikan mempunyai kualitas yang
diharapkan. Menurut Garvin et al, kualitas jasa merupakan kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta
ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyckof kualitas jasa
adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan keinginan pelanggan. Kualitas total jasa terdiri atas tiga komponen
utama, yaitu technical quality, funcional quality dan corporate image.
Dalam ISO 9001:2000 terdapat delapan prinsip sistem manajemen mutu yang dijadikan sebagai
acuan kerangka kerja yang membimbing organisasi menuju peningkatan kualitas kerja.
Kedelapan prinsip tersebut adalah:

1. Fokus Pelanggan
Pelanggan merupakan bagian yang sangat penting bagi organisasi, oleh sebab itu manajemen
organisasi harus benar-benar memahami, memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini yang akan
datang bahkan melebihi harapan pelanggan.

2. Kepemimpinan

Pemimpin sangat penting dalam menciptakan kesatuan arah dan tujuan organisasi, menciptakan
dan mempertahankan lingkungan lingkungan internal sehingga personel terlibat secara penuh
untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Keterlibatan Personel

Keterlibatan personel secara penuh pada semua tingkatan organisasi sangat penting sehingga
kemampuan personel dapat digunakan untuk kepentingan organisasi.

4. Pendekatan Proses

Pendekatan proses sangat penting untuk mencapai hasil yang diinginkan agar lebih efisien
dengan mengelola aktivitas dan sumber daya yang berkaitan sebagai suatu proses. Proses
merupakan integrasi yang berurutan dari personel, material, metode, mesin dan peralatan dalam
lingkungan untuk menghasilkan keluaran yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan.

5. Pendekatan Sistem terhadap Manajemen

Identifikasi, pemahaman dan pengelolaan proses yang saling berkaitan sebagai suatu sistem yang
mendukung efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya.

6. Peningkatan Berkesinambungan

Peningkatan kesinambungan akan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan dan harus
menjadi komitmen perusahaan. Peningkatan berkesinambungan merupakan proses
berkesinambungan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dalam memenuhi
kebijakan dalam mencapai tujuan organisasi.

7. Pendekatan Faktual dalam Pengambilan Keputusan

Keputusan yang efektif harus berdasarkan keputusan analisis data dan informasi yang faktual,
sehingga masalah mutu dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Keputusan yang diambil
harus ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan efektivitas implementasi sistem
manajemen mutu.

8. Hubungan Pemasok yang Saling Menguntungkan

Organisasi dan pemasoknya saling bergantung dan berhubungan saling menguntungkan akan
meningkatkan kemampuan bersama dalam menciptakan nilai tambah bagi pelanggan. Beberapa
pakar yang mendalami pemasaran, mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang menentukan
kualitas jasa yaitu:

1. Realibility, mencakup dua hal pokok mencakup konsisten kerja dan kemampuan untuk
dipercaya. Hal itu berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat
pertama (right the first time). Selain itu juga perusahaan memenuhi janjinya, misalnya
menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati.
2. Responsiveness, yaitu kemauan dan kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang
dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.
4. Access, yakni kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal itu berarti fasilitas jasa yang
mudah dijangkau waktu menunggu yang tidak begitu lama, saluran komunikasi dan lain-lain
mudah dihubungi.
5. Courtesy, merupakan sikap sopan santun, respek perhatian dan keramahan yang
dimiliki contact personal seperti resepsionis, operator telepon dan lain-lain.
6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang
dapat mereka pahami serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama
perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi (contact personal) dan interaksi
dengan pelanggan.
8. Security, yaitu aman dari bahaya risiko atau keraguraguan. Aspek tersebut mencakup
finansial dan kerahasiaan.
9. Understanding/knowing the costumer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan
pelanggan.
10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa yang dapat berupa fasilitas fisik, peralatan yang
dipergunakan.
Mutu yang baik adalah jika penyedia jasa memberikan pelayanan melebihi harapan pelanggan
dan sebaliknya mutu adalah buruk jika pelanggan memperoleh layanan yang lebih rendah dari
harapannya. Dengan demikian, upaya untuk menciptakan kepuasan pelanggan memerlukan
keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan (need and want) pelanggan dan apa yang
diberikan (given) oleh pemberi layanan.
Tren Perubahan Manajemen KeperawatanPeran SDM Dalam
Meningkatkan Mutu Pelayanan Rumah Sakit
RELATED POSTS

ARTIKEL

Peran SDM Dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Rumah Sakit


ARTIKEL

Tren Perubahan 
Penulis: dr. Robertus Arian Datusanantyo, M.P.H., M.Ked.Klin., SpBP-RE
( Dokter spesialis alumni Universitas Gadjah Mada dan Universitas Airlangga)

Disrupsi terhadap rutinitas pelayanan di masa pandemi COVID-19 menyisakan


pertanyaan mengenai keberlangsungan pengukuran dan kawalan mutu pelayanan
kesehatan. Pengukuran mutu dan keselamatan pasien yang telah berjalan rutin dari
waktu ke waktu ditantang dengan perubahan kondisi yang tiba-tiba di masa
pandemi. Komite mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit dituntut untuk
tanggap dan mampu beradaptasi dengan cepat pada masa turbulensi ini.

Sebuah opini di Journal of American Medical Association (JAMA) menyoroti soal


bagaimana pandemi Covid-19 telah menunjukkan berbagai kelemahan dalam
pengukuran mutu pelayanan rumah sakit (Austin and Kachalia, 2020). Kelemahan
ini antara lain adalah terlalu padat karya, kelambatan data yang signifikan, dan
ketiadaan standar yang memungkinkan pembagian data dengan cepat.
Kelemahan-kelemahan ini pun kerap kita jumpai pada rumah sakit di Indonesia.

Di sisi lain, pelatihan-pelatihan mengenai peningkatan mutu dan keselamatan


pasien yang telah dilakukan kepada para tenaga kesehatan memungkinkan respon
yang adekuat terhadap tantangan pandemi COVID-19 (Fitzsimons, 2020).
Pengalaman di Cleveland Clinic menunjukkan bahwa untuk tetap melakukan
peningkatan mutu di masa pandemi, diperlukan pendekatan gegas PDSA (plan - do
- study - act) dan kepemimpinan di semua level yang mampu mengkoordinasi,
mengembangkan protokol, dan mengimplementasikan perubahan (Oesterreich et
al., 2020).

Meskipun prinsip-prinsip tersebut tidak baru, memaknainya dalam konteks


pandemi menjadi penting. Sebagai contoh adalah kebiasaan pengumpulan data
mutu dan analisisnya. Sebagian, bila tidak semua, rumah sakit mengukur berbagai
indikator mutu sebagai tambahan atas beban utama dan dilakukan setelah
pelayanan. Keadaan ini menjadi hambatan pengukuran dan analisis pada proses
peningkatan mutu berkelanjutan pada saat terjadi puncak kebutuhan sumber daya
saat pandemi.

Beberapa indikator keselamatan pasien dan indikator mutu seperti contohnya


infeksi daerah operasi (IDO) yang memiliki kelambatan 6 sampai 12 bulan
tergantung periode waktu analisis yang ditetapkan setiap rumah sakit. Saat data
selesai dianalisis, umpan balik yang direncanakan kemungkinan sudah tidak sesuai
karena tidak tepat waktu untuk memunculkan intervensi yang berdampak. Dalam
krisis seperti misalnya pandemi, efek buruk kelambatan data ini membesar karena
kinerja pelayanan dalam situasi krisis ini tidak dapat terukur pada waktu yang
tepat.

Dalam waktu inilah peran kepemimpinan diperlukan untuk mentransformasi


kegiatan-kegiatan peningkatan mutu yang pada kondisi biasa adalah kegiatan
elektif menjadi kegiatan yang dapat diaplikasi pada kondisi akut atau gawat
darurat. Para tenaga kesehatan sudah mengenal dan dilatih untuk menggunakan
improvement science dan patient safety science (Fitzsimons, 2020). Lewat kedua
pengetahuan inilah persoalan padat karya, kelambatan, dan ketiadaan standar
berbagi indikator-indikator mutu bisa diatasi pada masa pandemi.

Pendekatan rapid learning cycle (RLC) adalah inti dari peningkatan mutu dengan
cara menetapkan tujuan perubahan, menentukan cara pengukuran perubahan, dan
menciptakan perubahan untuk menghasilkan peningkatan mutu. Ini diikuti dengan
siklus plan - do - study - act yang diulang untuk memvalidasi atau memperbesar
perubahan (Fitzsimons, 2020). Siklus PDSA dilakukan dengan sesedikit mungkin
disrupsi pada pelayanan klinis dan harus bersandar pada cara pengukuran
perubahan yang adekuat. Pengukuran perubahan harus teliti sehingga perubahan
hasil pengukuran dapat diinterpretasikan dengan benar.

Perubahan perilaku juga merupakan hal penting pada peningkatan mutu di masa
pandemi. Economic and Sosial Research Institute di Irlandia mengumpulkan cukup
banyak bukti berbagai pendekatan untuk perubahan perilaku baik di tingkat
organisasi maupun di tingkat masyarakat umum (Lunn et al., 2020). Walaupun
bukan suatu systematic review, Lunn dkk menemukan bahwa komunikasi yang
efekif di saat krisis melibatkan kecepatan, kejujuran, kredibilitas, empati, dan
mendorong perilaku individu yang bermanfaat. Intervensi perilaku yang efektif
terbukti meningkatkan kebiasaan cuci tangan walaupun tidak terbukti untuk
mengurangi kebiasaan menyentuh wajah.

Selain improvement science, rumah sakit dapat juga melakukan peningkatan mutu
dengan pendekatan patient safety science seperti misalnya menggunakan model
system engineering initiative for patient safety (SEIPS) yang terakhir diusulkan
pembaruannya menjadi versi ketiga (Carayon et al., 2020). Melalui model ini,
rumah sakit di masa pandemi dapat melakukan intervensi seperti crisis resource
management (CRM), brifing harian dengan durasi pendek, dan after action review
(AAR) (Fitzsimons, 2020). Penerapan model SEIPS dapat mengidentifikasi berbagai
isu keselamatan yang muncul dari interaksi pasien dengan beberapa pemberi
pelayanan baik dalam sistem mikro klinis maupun yang lebih luas.

Selain harus bersandar betul pada pengukuran mutu (Austin and Kachalia, 2020;
Fitzsimons, 2020), komite mutu dan keselamatan pasien juga harus dapat
mengidentifikasi ulang apa yang dimaksud dengan pelayanan yang bermutu pada
situasi krisis dengan mengedepankan prinsip keadilan, kewajiban untuk melayani,
kewajiban untuk menjaga sumber daya, transparansi, konsistensi, proporsionalitas,
dan akuntabilitas (Fitzsimons, 2020). Menggunakan dasar-dasar improvement
science dan patient safety science, mutu pelayanan rumah sakit di masa pandemi
COVID-19 dapat terus dijaga kelangsungannya bahkan ditingkatkan. Semoga
bermanfaat!

Kepustakaan
 Austin, J. M. and Kachalia, A. (2020) ‘The State of Health Care Quality
Measurement in the Era of COVID-19: The Importance of Doing Better’, JAMA: the
journal of the American Medical Association, 324(4), pp. 333–334.
 Carayon, P. et al. (2020) ‘SEIPS 3.0: Human-centered design of the patient
journey for patient safety’, Applied ergonomics, 84, p. 103033.
 Fitzsimons, J. (2020) ‘Quality & Safety in the time of Coronavirus-Design
Better, Learn Faster’, International journal for quality in health care: journal of the
International Society for Quality in Health Care / ISQua. doi:
10.1093/intqhc/mzaa051.
 Lunn, P. D. et al. (2020) ‘Using Behavioral Science to help fight the
Coronavirus’, Journal of Behavioral Public Administration. doi:
10.30636/jbpa.31.147.
 Oesterreich, S. et al. (2020) ‘Quality improvement during the COVID-19
pandemic’, Cleveland Clinic journal of medicine. doi: 10.3949/ccjm.87a.ccc041.

 
 

Per 14 April 2020, data pasien meninggal di Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan
pasien sembuh. Gugus Tugas menyampaikan melalui juru bicaranya, bahwa pasien meninggal
mencapai 459 sedangkan yang sembuh mencapai 426 orang. Angka ini menunjukkan angka
kematian atau case fatality rate (CER) menjadi 9,49 persen, ini termasuk angka yang tinggi
dibandingkan dengan negara lain. Bahkan dari tenaga medisnya sendiri sudah terdapat korban
sebanyak 24 orang.

Penyebaran Covid-19 ini pun berdampak ke berbagai sektor, Mulai dari ekonomi,
pariwisata, transportasi, politik hingga pelayanan publik termasuk kesehatan. Di ranah pelayanan
kesehatan, membludaknya pasien mengakibatkan banyak rumah sakit penuh sehingga rumah
sakit harus menolak dan memilih pasien berdasar prioritas kondisi dan penyakitnya. Mengetahui
semakin membludaknya pasien di rumah sakit, pemerintah berupaya memperlambat laju
percepatan penyebaran Covid-19 ini dengan menerapkan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar.

Saat ini, pelayan publik yang menjadi sorotan adalah rumah sakit, terutama rumah sakit
yang menjadi rujukan pasien Covid-19. Kendala yang dialami oleh rumah sakit rujukan tersebut
adalah keterbatasan Alat Pelindungan Diri (APD), masker N95, pelindung mata, baju
pelindung/hazmat, sarung tangan, dan sepatu boot. Rumah sakit rujukan tersebut rata-rata mulai
kehabisan stok, sedangkan pasien terus bertambah tiap harinya.

Koordinasi dan komunikasi antara rumah sakit rujukan dengan rumah sakit kabupaten/kota
juga belum berirama. Hal ini berhubungan erat dengan data sebaran Covid-19 yang diberikat
pusat. Pusat masih tertutup soal data dengan dalih ingin memberikan ketenangan kepada
masyarakat padahal data ini penting untuk kebutuhan penanganan dan koordinasi. Hingga saat
ini, berdasarkan data Kemenkes RI, rumah sakit di Indonesia hanya memiliki 321.544 tempat
tidur. Jika pasien terus bertambah, dibarengi pelayanan kesehatan yang tidak cepat dan baik
maka bisa jadi jumlah pasien semakin memenuhi tempat tidur rumah sakit.

Pelayanan kesehatan sangat berhubungan dengan tenaga medis, apabila medisnya


kekurangan atau bahkan imunnya rendah, maka pelayanan kesehatan tidakakan maksimal. Sehat
tidak berarti hanya fisik saja, namun psikis dan sosial pun juga perlu dijaga supaya seimbang.
Perawat dari Rumah Sakit Persahabatan menuturkan bahwa ia bersama dengan rekan-rekan
tenaga medis lainnya kerap distigma akibat diketahui merawat pasien Covid-19. Banyak cerita
bahwa tenaga medis kerap dikucilkan di lingkungan masyarakat. Mereka tidak lagi dapat
melakukan kehidupan sosial layaknya masyarakat pada umumnya. Hal ini tentu menambah
beban para tenaga medis sebagai pelayan utama. Bukan hanya ancaman sakit fisik, namun juga
psikis dan sosial. Seperti teori milik Talcott Parsons yang disampaikan oleh Darmian bahwa:
“Parsons did not disagree with the dominance of the medical model of health in determining illness,
yet argued that being ill was not just abiological condition, but also a social role (with a set of norms
andvalues assigned to the role).”

Ketika seseorang tidak bisa memenuhi role-nya di masyarakat maka ia sebanarnya sedang
sakit. Hal ini yang sedang menjangkiti para tenaga medis, mereka sulit untuk bersosial di
masyarakat akibat stigma yang ditujukan kepadanya. Parsons menyebut penyakit ini dalam
teorinya dengan nama Sick Role. Bisa dikatakan seperti ini karena pada dasarnya manusia tidak
bisa dipisahkan dari peran sosialnya. Stigma yang menimpa tenaga medis mengindikasikan peran
sosialnya menjadi terciderai, ia tidak bisa berkumpul dengan keluarga, di masyarakat mereka
sudah lagi tidak diterima.

Oleh karena itu, dukungan dan kesadaran setiap masyarakat sangat diperlukan dalam
mengatasi pandemi ini. Kesadaran kolektif harus benar-benar diciptakan dalam hidup
masyarakat. Peran pemerintah sebagai komandan nasional juga sangat strategis dalam
membangun kesadarn kolektif ini. Dukungan pemerintah kepada pelayan kesehatan berupa
bantuan Alat Pelindung Diri (APD),masker, sarung tangan, dan sebagainya sangat diperlukan.
Peran masyarakat dalam menghimpun dana melalui donasi crowdfunding juga diperlukan dalam
upaya bahu membahu menyediakan pelayanan maksimal kepada pelayan kesehatan sebagai
garda terdepan menyembuhkan pasien terdampak Covid-19.
Raditya Yoke P.

(Sosiologi ’18)

Daftar pustaka

Sopian Hadi, Covid-19 dan Problem Rumah Sakit, diakses


di https://www.ombudsman.go.id/artikel/r/artikel–covid-19-dan-problem-rumah-sakit pada 15 April
2020

Darmian E M Milton, Talcott Parsons and the Theory of the Sick, diakses


di https://kar.kent.ac.uk/62743/55/Talcott%20Parsons%20and%20the%20theory%20of%20the
%20%27Sick%20Role%27%202004.pdf, pada 15 April 2020

Kategori: ARSIP
  

Merdeka.com - Kasus positif virus Corona atau Covid-19 di Indonesia pertama kali
terdeteksi pada Senin (2/3/2020). Sejak hari itu, jumlah kasus positif Corona semakin
bertambah dari hari ke hari.
Kasus positif Covid di bulan ini terus mencetak rekor baru. Angkanya semakin tinggi.
Begitu pula dengan angka pasien meninggal. Jumlah pasien sembuh juga terus
meningkat di antara tingginya kasus positif dan kematian.
Hingga Agustus 2021, pandemi Covid-19 di Indonesia telah berlangsung lebih dari satu
tahun. Merdeka.com terus memperbarui data perkembangan kasus Covid-19 di tanah
air. Berikut perkembangan terkini kasus Covid-19 di Indonesia selama Agustus 2021:

Rabu (18/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 15.768 menjadi 3.908.247 orang. Pasien sembuh
bertambah 29.794 menjadi 3.443.903 orang. Pasien meninggal bertambah 1.128
menjadi 121.141 orang.

Selasa (17/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 20.741 menjadi 3.892.479 orang. Pasien sembuh
bertambah 32.225 menjadi 3.414.109 orang. Pasien meninggal bertambah 1.180
menjadi 120.013 orang.

Senin (16/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 17.384 menjadi 3.871.738 orang. Pasien sembuh
bertambah 29.925 menjadi 3.381.884 orang. Pasien meninggal bertambah 1.245
menjadi 118.833 orang.

Minggu (15/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 20.813 menjadi 3.854.354 orang. Pasien sembuh
bertambah 30.361 menjadi 3.351.959 orang. Pasien meninggal bertambah 1.222
menjadi 115.096 orang.

Sabtu (14/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 28.598 menjadi 3.833.541 orang. Pasien sembuh
bertambah 31.880 menjadi 3.321.598 orang. Pasien meninggal bertambah 1.270
menjadi 116.366 orang.
Jumat (13/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 30.788 menjadi 3.804.943 orang. Pasien sembuh
bertambah 42.003 menjadi 3.289.718 orang. Pasien meninggal bertambah 1.432
menjadi 115.096 orang.

Kamis (12/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 24.709 menjadi 3.774.155 orang. Pasien sembuh
bertambah 36.637 menjadi 3.247.715 orang. Pasien meninggal bertambah 1.466
menjadi 113.664 orang.

Rabu (11/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 30.625 menjadi 3.749.446 orang. Pasien sembuh
bertambah 39.93 menjadi 3.211.0781 orang. Pasien meninggal bertambah 1.579
menjadi 112.198 orang.

Selasa (10/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 32.081 menjadi 3.718.821 orang. Pasien sembuh
bertambah 41.486 menjadi 3.171.147 orang. Pasien meninggal bertambah 2.048
menjadi 110.619 orang.

Senin (9/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 20.709 menjadi 3.686.740 orang. Pasien sembuh
bertambah 44.959 menjadi 3.129.661 orang. Pasien meninggal bertambah 1.475
menjadi 108.571 orang.

Minggu (8/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 26.415 menjadi 3.666.031 orang. Pasien sembuh
bertambah 48.508 menjadi 3.084.702 orang. Pasien meninggal bertambah 1.498
menjadi 107.096 orang.
Sabtu (7/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 31.753 menjadi 3.639.616 orang. Pasien sembuh
bertambah 39.716 menjadi 3.036.194 orang. Pasien meninggal bertambah 1.588
menjadi 105.598 orang.

Jumat (6/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 39.532 menjadi 3.607.863 orang. Pasien sembuh
bertambah 48.832 menjadi 2.996.478 orang. Pasien meninggal bertambah 1.635
menjadi 104.010 orang.

Kamis (5/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 35.764 menjadi 3.568.331 orang. Pasien sembuh
bertambah 39.726 menjadi 2.947.646 orang. Pasien meninggal bertambah 1.739
menjadi 102.375 orang.

Rabu (4/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 35.867 menjadi 3.532.567 orang. Pasien sembuh
bertambah 34.251 menjadi 2.907.920 orang. Pasien meninggal bertambah 1.747
menjadi 100.636 orang.

Selasa (3/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 33.900 menjadi 3.496.700 orang. Pasien sembuh
bertambah 31.324 menjadi 2.873.669 orang. Pasien meninggal bertambah 1.598
menjadi 98.889 orang.

Senin (2/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 22.404 menjadi 3.462.800 orang. Pasien sembuh
bertambah 32.807 menjadi 2.842.345 orang. Pasien meninggal bertambah 1.568
menjadi 97.291 orang.
Minggu (1/8)
Kasus positif Covid-19 bertambah 30.738 menjadi 3.440.396 orang. Pasien sembuh
bertambah 39.446 menjadi 2.809.538 orang. Pasien meninggal bertambah 1.604
menjadi 95.723 orang. [lia]
Baca Juga:
BOR RS di Jabar untuk Pasien Covid 29%, Vaksinasi 200 Ribu Per HariGanjar Sebut 3
Wilayah Jateng Zona Merah, Angka Positif Covid-19 Turun 21,2%Larang Isoman,
Bupati Bogor Minta Pasien Covid-19 Jalani Karantina di IsoterPemerintah Tambah
Fasilitas Isolasi Terpusat di Kapal PelniTren Perkembangan Kasus Covid di Depok
Alami PerbaikanMenko Luhut Pastikan PPKM akan Terus Diberlakukan Selama
Pandemi Covid-19

ADS
Uraian Tugas :
a. Menyusun indikator mutu unit kerja
b. Menyusun format pengumpulan indikator mutu unit kerja
c. Menganalisa hasil pencapaian indikator mutu unit kerja, keselamatan pasiendan
manajemen resikonya (
risk grading 
d. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator mutu unit kerja,keselamatan
pasien dan manajemen resikonya (
risk grading 
e. Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internal rumah sakittentang
pencapaian indikator mutu unit kerjaf. Menyusun rekomendasi terhadap
hasil pemantauan indikator mutu unit kerjake unit terkaitg. Membantu berkoordinasi
dalam kegiatan internal dan eksternal programPMKP

            Peningkatan mutu pelayanan kesehatan akan berpengaruh terhadap


peningkatan keselamatan pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691 tentang keselamatan pasien di rumah sakit, arti keselamatan pasien rumah sakit
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang
meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
A.Latar Belakang
Kasus positif virus Corona atau Covid-19 di Indonesia pertama kali terdeteksi pada Senin
(2/3/2020). Sejak hari itu, jumlah kasus positif Corona semakin bertambah dari hari ke hari.
Kasus positif Covid di bulan ini terus mencetak rekor baru. Angkanya semakin tinggi. Begitu
pula dengan angka pasien meninggal. Jumlah pasien sembuh juga terus meningkat di antara
tingginya kasus positif dan kematian (Merdeka.Com).

Penyebaran Covid-19 ini pun berdampak ke berbagai sektor, mulai dari ekonomi,
pariwisata, transportasi, politik hingga pelayanan publik termasuk kesehatan. Di ranah pelayanan
kesehatan, membludaknya pasien mengakibatkan banyak rumah sakit penuh sehingga rumah
sakit harus menolak dan memilih pasien berdasar prioritas kondisi dan penyakitnya ( Sopian,
2020). Kondisi ini pun berdampak pula terhadap berbagai kegiatan di rumah sakit terkait
akreditasi, antara lain sulitnya melakukan implementasi terhadap beberapa regulasi karena
kondisi darurat. Salah satu kegiatan yang seharusnya menjadi rutinitas yang wajib dilakukan
adalah melakukan evaluasi mutu yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kepatuhan setiap unit
pelayanan dalam melakukan evaluasi mutu standar pelayanan rumah sakit meliputi,
pengumpulan data, analisis data, validasi data dan melaporkan hasil evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai