I. PENDAHULUAN
Timpanosklerosis merupakan penyakit pada membran timpani yang
menunjukkan gambaran bercak-bercak putih tebal atau menjadi putih dan tebal
seluruhnya akibat timbunan kolagen terhialinisasi pada bagian tengahnya. Keadaan
ini dikarakteristikkan oleh timpanosklerosis merupakan suatu kondisi yang mana
didapatkan adanya hialinisasi dan deposit kalsium pada membran timpani, telinga
tengah, atau keduanya dan jika meluas dapat mempengaruhi pendengaran.
Timpanosklerosis sering muncul sebagai akibat dari inflamasi atau trauma dan juga
sering didapati setelah episode rekuren dari otitis media akut, otitis media dengan
efusi, dan insersi ventilasi tuba.1
Timpanosklerosis merupakan kelanjutan yang sering terjadi pada kasus-kasus
otitis media kronis atau rekuren dan setelah tindakan pembedahan pada membran
timpani atau telinga tengah. Hal ini biasanya terbatas pada mebran timpani dan hanya
memberikan gangguan klinis yang sangat sedikit. Namun, apabila timpanosklerosis
melibatkan telinga tengah, maka dapat mengakibatkan fiksasi osikular dan gangguan
pendengaran konduktif.1,2
Penelitian mengenai timpanosklerosis kebanyakan dilakukan pada pasien-
pasien dengan otitis media kronis dan timpanostomi dibandingkan dengan populasi
umum. Didapatkan bahwa pada 23-40 % anak-anak dengan keluhan telinga
mengeluarkan cairan yang ditatalaksanan dengan timpanostomi menderita
timpanosklerosis dan miringosklerosis merupakan bentuk yang tersering.
1
Insiden timpanosklerosis dilaporkan berkisar antara 6,4-33% pada subjek dengan
otitis media kronis. Insiden cenderung meningkat dengan pertambahan usia dan
tindakan timpanostomi penggantian tuba (insiden berkisar antara 28-61%).2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu
pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.
Reflek cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Pada
membran timpani terdapat dua macam serabut yaitu serabut sirkuler dan radier.
Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berbentuk kerucut
tersebut. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai misalnya bila reflek cahaya mendatar
berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.4
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas belakang, bawah depan, dan bawah-
belakang. Hal ini berguna untuk menyatakan letak perforasi dari membran timpani.4,7
2.2.2. Kavum Timpani
Secara umum kavum timpani adalah suatu ruang yang berbatasan dengan :4,7
a. Pars tegmentalis
Merupakan bagian atap dari telinga tengah yang terdiri dari selapis
tulang tipis yang memisahkan telinga tengah dengan fossa krani media.
b. Pars jugularis
Adalah bagian telinga tengah yang terdiri dari selapis tulang untuk
memisahkan telinga tengah dengan vena jugularis interna.
c. Pars membranasea
Dibentuk oleh membran timpani, terutama oleh anulus fibrokartilago
tempat membran ini melakukan insersi. Anulus fibriokartilago yang
merupakan lingkaran yang terbuka pada bagian atasnya membentuk
notch of rivinus.
d. Pars mastoideum
Membentuk dinding posterior telinga tengah, bagian superior recessus
epitympani berlanjut ke pembukaan (aditus) antrum mastoideum.
e. Dinding anterior
Terdiri dari tulang tipis yang memisahkan kavum timpani dengan arteri
karotis interna, bagian superiornya terdapat dua ostium tuba eustachius
dan ostium tempat insersi muskulus tensor timpani.
Pada telinga tengah juga terdapat tiga buah tulang pendengaran. Maleus
yang melekat ke dinding posterior membran timpani, yang kemudian berartikulasi
dengan incus, inkus kemudian berartikulasi dengan stapes, dan akhirnya basis
stapes berinsersi ke fenestra vestibuli, membentuk suatu rantai cincin pendengaran
yang utuh.
Gambar 2. Kavum Timpani.5
2.3. Etiologi
Timpanosklerosis secara etiologi belum dapat diketahui dengan pasti,
kemungkinan dibentuk dari sisa-sisa yang berhubungan pada inflamasi kronis telinga
tengah. 2,4 Faktor-faktor lain yang berhubungan antara lain:5
a. Otitis media supurativa kronis (OMSK) dan otitis media dengan efusi.
b. Insersi Grommet (timpanostomi tuba) meningkatkan resiko
terjadinya timpanosklerosis
c. Sklerosis sistemik
d. Kemungkinan berhubungan dengan atheroma karotis atau
aterosklerosis
e. Hubungan dengan kolesteatoma masih menjadi perdebatan meskipun
dua keadaan ini dapat muncul bersamaan.
2.4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada timpanosklerosis pada umumnya adalah ditemukannya
plak putih pada membran timpani. Jika proses ini hanya terbatas pada membran
timpani saja biasanya tidak mempengaruhi pendengaran, namun bila proses ini telah
mencapai telinga tengah, maka rantai osikular menjadi tidak mobil yang akan
menyebabkan terjadinya tuli konduktif.2,5
2.5. Patogenesis
Timpanosklerosis secara histologi tampak sebagai hialinisasi jaringan
penyangga subepitelial membran timpani dan telinga tengah, pada kebanyakan kasus
dapat ditemukan kalsifikasi. Osteogenesis juga dapat muncul bersamaan dengan lesi
yang terjadi. Saat plak muncul pada membran timpani, plak tersebut hanya terbatas
pada lamina propia. Asarkar dkk, menemukan bahwa plak ini merupakan proses
degenerative yang mengakibatkan terjadinya kalsifikasi pada jaringan penyangga
pada telinga tengah. Mereka membuat hipotesa bahwa OME atau OMA
mengakibatkan terjadinya proses destruktif pada jaringan penyangga, yang mana
akan memicu untuk terjadinya degenarasi dari jaringan kolagen dan kalsifikasi
distropik. Degenerasi kolagen dapat merupakan akibat langsung dari inflamasi atau
infeksi yang terjadi pada telinga tengah (oleh proteinase dan kolagenase bakteri).
Asarkar dkk, menemukan bahwa pada kasus sumbatan tuba eustachius, tanpa infeksi,
dapat mengakibatkan timpanosklerosis pada percobaan dengan tikus, dari sana
mereka membuat hipotesa bahwa hanya dengan deformasi cukup untuk mendukung
pembentukan plak. Penyebab lain yang mungkin adalah proses autoimun yang terjadi
pada membran timpani. Hilger dkk, mengemukakan dua kemungkinan mekanisme
terbentuknya plak timpanosklerosis.2,5,8
Gambar 4 . Mekanisme terbentuknya plak timpanosklerosis.5
2.6. Diagnosis
Timpanosklerosis merupakan komplikasi dari otitis media, pasca trauma, dan
tindakan pembedahan yang mana ditemukan lapisan hialin yang aselular dan
akumulasi deposit kalsium pada membran timpani dan submukosa telinga tengah.
Pada kebanyakan pasien, gejala yang ditimbulkan tidak begitu signifikan secara klinis
dan mengakibatkan sedikit atau tidak ada gangguan pendengaran. Pada pemeriksaan
otoskopi, timpanosklerosis memberikan gambaran semisirkuler atau seperti sepatu
kuda yang berwarna putih pada membrane timpani.9
Gambar 6. (A) Membran timpani pada timpanosklerosis, (B), Telinga kiri, perforasi
anateroinferior kering, (C) Perforasi anteroinferior dengan plak timpanosklerotik, (D)
Telinga kiri, perforasi subtotal karna timpanosklerosis.9
Gambar 7. (A) Telinga kanan, plak timpanosklerosis pada rantai osiikular, (B)
Telinga kiri, perforasi total dengan timpano sklerosis.9
Pemeriksaan penunjang biasanya tidak terlalu dibutuhkan apabila telah
ditemukan lesi yang khas, tidak ada perluasan, dan tidak ada kecurigaan adanya
gangguan pendengaran atau penyakit telinga tengah lain. Namun, pemeriksaan
penunjang yang dapat membantu antara lain:
- Audiometri : dapat menentukan derajat dan tipe gangguan pendengaran.
- Timpanometri : hasil timpanogram dapat dipengaruhi oleh adanya timpanosklerosis.
- CT Scan : dapat membantu menegakkan diagnosis terutama bila disertai dengan
kelainan pada kavitas telinga tengah.10,11
2.7. Penatalaksanaan
Timpanosklerosis pada telinga tengah secara histologi mirip dengan
timpanosklerosis pada membran timpani, tapi lebih sering menyebabkan tuli
konduktif dikarenakan terjadinya fiksasi osikular. Dalam beberapa buku dinyatakan
bahwa timpanosklerosis cenderung berulang setelah tindakan pembuangan dengan
operasi. Asarkar dkk, melaporkan hasil yang memuaskan pada 79% kasus
timpanosklerosis yang dilakukan rekonstruksi osikular (stapedektomi dan reseksi
osikular total) yang dilakukan dalam 2 tahap.5,9,11
Timpanosklerosis mungkin dapat ditemukan dibelakang membran timpani
yang intak. Plak yang kecil tidaklah membahayakan dan dapat dibiarkan saja. Lapisan
yang luas atau besar pada sisa-sisa membran timpani harus dihilangkan karena materi
avaskular ini dapat menghambat integrasi dari graft, dan dapat juga memberikan
dapak pada rantai osikular terutama kepala maleus dan inkus pada epitympanum.
Mobilisasi tidaklah disarankan karenan refiksasi sering terjadi.4,6
Timpanoplasti dan rekonstruksi osikular dapat dilakukan sebagai
penatalaksanaan pada pasien-pasien dengan timpanosklerosis, namun resiko untuk
kerusakan koklea lebih tinggi dibandingkan dengan yang disebabkan oleh penyakit
telinga tengah lain, ini dikarekan oleh tindakan diseksi luas yang dibutuhkan pada
kasus timpanosklerosis dan terdapatnya erosi dari labirin.5,10
Operasi telinga tengah dalam kasus ini biasanya dilakukan melalui pendekatan
transkanal, meskipun pendekatan postaurikular dapat diindikasikan. Setelah
pengangkatan flap timpanomeatal, telinga tengah dan osikular secara hati-hati
divisualisasikan. Adhesi fibrosa harus secara hati-hati dibedah, dan rapuhnya stapes
harus dipertimbangkan. Salah satu dari empat prosedur digunakan untuk
memperbaiki kelainan osikular.10
Pada sebagian besar pasien, inkus begitu berpindah dimana ia tidak dapat
digunakan secara efisien. Ahli bedah dapat memilih untuk menempatkan partial
ossicular replacement prosthesis (PORP), yang menghubungkan stapes langsung ke
drumhead. Pegangan inkus dan maleus harus dihilangkan, dan PORP melekat pada
kapitulum stapes dan kemudian ditutup dengan jaringan tipis kartilago. Atau, ahli
bedah dapat memilih untuk menghubungkan stapes ke maleus, baik dengan
menggunakan prostesis yang tersedia secara komersial atau suatu pahatan inkus.10,11,12