Anda di halaman 1dari 20

Tinjauan Pustaka

Diagnosis dan Penatalaksanaan Timpanosklerosis


Oleh:
Ketut Wahyudiana Sudana
PPDS I Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala - Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah
Denpasar

I. PENDAHULUAN
Timpanosklerosis merupakan penyakit pada membran timpani yang
menunjukkan gambaran bercak-bercak putih tebal atau menjadi putih dan tebal
seluruhnya akibat timbunan kolagen terhialinisasi pada bagian tengahnya. Keadaan
ini dikarakteristikkan oleh timpanosklerosis merupakan suatu kondisi yang mana
didapatkan adanya hialinisasi dan deposit kalsium pada membran timpani, telinga
tengah, atau keduanya dan jika meluas dapat mempengaruhi pendengaran.
Timpanosklerosis sering muncul sebagai akibat dari inflamasi atau trauma dan juga
sering didapati setelah episode rekuren dari otitis media akut, otitis media dengan
efusi, dan insersi ventilasi tuba.1
Timpanosklerosis merupakan kelanjutan yang sering terjadi pada kasus-kasus
otitis media kronis atau rekuren dan setelah tindakan pembedahan pada membran
timpani atau telinga tengah. Hal ini biasanya terbatas pada mebran timpani dan hanya
memberikan gangguan klinis yang sangat sedikit. Namun, apabila timpanosklerosis
melibatkan telinga tengah, maka dapat mengakibatkan fiksasi osikular dan gangguan
pendengaran konduktif.1,2
Penelitian mengenai timpanosklerosis kebanyakan dilakukan pada pasien-
pasien dengan otitis media kronis dan timpanostomi dibandingkan dengan populasi
umum. Didapatkan bahwa pada 23-40 % anak-anak dengan keluhan telinga
mengeluarkan cairan yang ditatalaksanan dengan timpanostomi menderita
timpanosklerosis dan miringosklerosis merupakan bentuk yang tersering.
1
Insiden timpanosklerosis dilaporkan berkisar antara 6,4-33% pada subjek dengan
otitis media kronis. Insiden cenderung meningkat dengan pertambahan usia dan
tindakan timpanostomi penggantian tuba (insiden berkisar antara 28-61%).2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Klasifikasi


Timpanosklerosis merupakan suatu kondisi yang mana didapatkan hialinisasi
dan kalsifikasi pada membran timpani, telinga tengah atau keduanya dan jika meluas
dapat mempengaruhi pendengaran. Timpanosklerosis ini diklasifikasikan sebagai
myringosclerosis yang hanya mengenai membran timpani dan intratympanic
tympanosclerosis dimana hanya mengenai bagian telinga tengah lain.2

2.2. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah adalah ruang kecil yang berisi udara yang berada pada os
petrosus tulang temporal. Telinga tengah dipisahkan dengan telinga luar oleh
membran timpani dan dengan telinga dalam oleh fenestra vestibuli dan fenestra
rotunda. Secara umum, telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum
timpani, dan recessus epitympani.1,3
1.2.1. Membran Timpani
Membran timpani merupakan pembentuk utama dinding lateral telinga tengah,
berupa lapisan tipis, resisten, semitransparan, abu-abu mengkilat, dan mirip kerucut
(cone-like). Apeks membran timpani terletak pada umbo, yang mana berhubungan
dengan bagian terbawah dari tangkai malleus. Kebanyakan keliling membran timpani
menebal untuk membentuk suatu cincin fibrokartilago, annulus timpani, yang terletak
pada alur tulang timpani yang disebut dengan sulkus timpani.3,6
Gambar 1. Membran Timpani Telinga3

Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu
pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.
Reflek cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Pada
membran timpani terdapat dua macam serabut yaitu serabut sirkuler dan radier.
Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berbentuk kerucut
tersebut. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai misalnya bila reflek cahaya mendatar
berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.4
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas belakang, bawah depan, dan bawah-
belakang. Hal ini berguna untuk menyatakan letak perforasi dari membran timpani.4,7
2.2.2. Kavum Timpani
Secara umum kavum timpani adalah suatu ruang yang berbatasan dengan :4,7
a. Pars tegmentalis
Merupakan bagian atap dari telinga tengah yang terdiri dari selapis
tulang tipis yang memisahkan telinga tengah dengan fossa krani media.
b. Pars jugularis
Adalah bagian telinga tengah yang terdiri dari selapis tulang untuk
memisahkan telinga tengah dengan vena jugularis interna.
c. Pars membranasea
Dibentuk oleh membran timpani, terutama oleh anulus fibrokartilago
tempat membran ini melakukan insersi. Anulus fibriokartilago yang
merupakan lingkaran yang terbuka pada bagian atasnya membentuk
notch of rivinus.
d. Pars mastoideum
Membentuk dinding posterior telinga tengah, bagian superior recessus
epitympani berlanjut ke pembukaan (aditus) antrum mastoideum.
e. Dinding anterior
Terdiri dari tulang tipis yang memisahkan kavum timpani dengan arteri
karotis interna, bagian superiornya terdapat dua ostium tuba eustachius
dan ostium tempat insersi muskulus tensor timpani.
Pada telinga tengah juga terdapat tiga buah tulang pendengaran. Maleus
yang melekat ke dinding posterior membran timpani, yang kemudian berartikulasi
dengan incus, inkus kemudian berartikulasi dengan stapes, dan akhirnya basis
stapes berinsersi ke fenestra vestibuli, membentuk suatu rantai cincin pendengaran
yang utuh.
Gambar 2. Kavum Timpani.5

2.2.3. Area Mastoid


Di bagian posterior recessus epitympani terdapat auditus ke antrum
mastoideum. Antrum mastoideum merupakan suatu kavitas yang terdiri dari
ruangan-ruangan kecil berisi udara yang disebut sel mastoid. Antrum mastoideum
dipisahkan dengan fossa krani media oleh tegmentum timpani .4,7
2.2.4. Tuba Eustachius
Tuba eustachii disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani, berbentuk
seperti huruf “S”. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum
timpani dengan nasofaring. Tuba eustachii terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang
yang terdapat pada bagian belakang (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang
terdapat pada bagian depan (2/3 bagian). Tuba eustachii berfungsi untuk ventilasi
telinga yang mempertahankan keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani
dengan tekanan udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju
ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum
timpani.4,7

Gambar 3. Tuba Eustachius.4

2.2.5. Pembuluh Darah


Suplai arteri berasal dari cabang-cabang kecil arteri faringeal asenden, yang
merupakan cabang dari arteri karotis eksterna. Perdarahan juga berasal dari dua
buah cabang arteri maksilaris, yakni arteri meningea media dan arteri vidianus.
Drainase vena bermuara pada pleksus pterigoid di fossa infratemporal .4,7
2.2.6. Persarafan
Tuba eustachius, membran timpani, antrum mastoideum dan sel mastoid
menerima persarafan dari pleksus timpani yang dibentuk oleh cabang nervus
glossofaringeus. Muskulus tensor timpani diinervasi oleh cabang mandibular
nervus trigeminus dan muskulus stapedius diinervasi oleh nervus fasialis.4,7
2.2.7. Fisiologi Pendengaran
Telinga manusia adalah sistem indera khusus yang berespon terhadap
gelombang suara. Gelombang suara sendiri akan dihasilkan dari setiap objek yang
bervibrasi. Suara yang dapat didengar didengar oleh manusia adalah suara yang
dihasilkan oleh benda yang bervibrasi dengan frekuensi 20-20.000 hertz. Selain
frekuensinya suara juga ditentukan oleh intensitas atau amplitudonya, semakin
besar amplitudo suara, semakin kuat pula suara tersebut terdengar oleh manusia.
Intensitas suara ditentukan dengan satuan desibel .1,6
Proses pendengaran dimulai ketika gelombang suara yang datang mencapai
telinga manusia, kemudian suara tersebut difokuskan oleh daun telinga menuju
kanalis auditori eksterna. Ketika gelombang suara mengenai membran timpani,
membran ini akan bergetar sesuai dengan frekuensi dan intensitas gelombang suara
yang datang. Selanjutnya getaran ini akan diteruskan oleh tulang-tulang
pendengaran, hingga akhirnya tulang stapes akan menggetarkan fenestra vestibuli
dengan frekuensi dua puluh kali lebih tinggi, hal ini disebabkan karena tulang
pendengaran secara efisien mentransmisikan getaran kecil dari daerah dengan
permukaan yang lebih luas menuju daerah dengan permukaan lebih sempit. 1,6
Pergerakan fenestra vestibuli maju dan mundur akibat menerima transmisi
getaran ini akan menyebabkan perubahan tekanan pada perilimfe di koklea, dan
menyebabkan pergerakan skala vestibuli dan skala timpani, juga mendorong
membran vestibular maju dan mundur sehingga tekanan di dalam endolimfe juga
turut berubah. Perubahan tekanan di endolimfe ini akan menyebabkan membran
basiler untuk bervibrasi sehingga menyebabkan hair cell bergerak melawan
membran tektorial. Pergerakan yang berlawanan arah ini akan menyebabkan
proses transduksi energi mekanis menjadi potensial reseptor yang selanjutnya akan
menghasilkan potensial aksi dan yang menjalar sepanjang nervus koklearis. Proses
konduksi gelombang suara melalui jalur diatas merupakan jalur utama dari
pendengan normal. Proses ini disebut dengan ossicular conduction. Gelombang
suara juga menyebabkan getaran pada fenestra rotunda di telinga tengah, proses ini
disebut dengan atau air conduction atau konduksi udara. Tipe konduksi berasal
dari transmisi getaran melalui tulang tengkorak langung menuju ke telinga tengah,
proses ini disebut dengan bone conduction.6

Gambar 4. Skema mekanisme pendengaran12

2.3. Etiologi
Timpanosklerosis secara etiologi belum dapat diketahui dengan pasti,
kemungkinan dibentuk dari sisa-sisa yang berhubungan pada inflamasi kronis telinga
tengah. 2,4 Faktor-faktor lain yang berhubungan antara lain:5
a. Otitis media supurativa kronis (OMSK) dan otitis media dengan efusi.
b. Insersi Grommet (timpanostomi tuba) meningkatkan resiko
terjadinya timpanosklerosis
c. Sklerosis sistemik
d. Kemungkinan berhubungan dengan atheroma karotis atau
aterosklerosis
e. Hubungan dengan kolesteatoma masih menjadi perdebatan meskipun
dua keadaan ini dapat muncul bersamaan.
2.4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada timpanosklerosis pada umumnya adalah ditemukannya
plak putih pada membran timpani. Jika proses ini hanya terbatas pada membran
timpani saja biasanya tidak mempengaruhi pendengaran, namun bila proses ini telah
mencapai telinga tengah, maka rantai osikular menjadi tidak mobil yang akan
menyebabkan terjadinya tuli konduktif.2,5

2.5. Patogenesis
Timpanosklerosis secara histologi tampak sebagai hialinisasi jaringan
penyangga subepitelial membran timpani dan telinga tengah, pada kebanyakan kasus
dapat ditemukan kalsifikasi. Osteogenesis juga dapat muncul bersamaan dengan lesi
yang terjadi. Saat plak muncul pada membran timpani, plak tersebut hanya terbatas
pada lamina propia. Asarkar dkk, menemukan bahwa plak ini merupakan proses
degenerative yang mengakibatkan terjadinya kalsifikasi pada jaringan penyangga
pada telinga tengah. Mereka membuat hipotesa bahwa OME atau OMA
mengakibatkan terjadinya proses destruktif pada jaringan penyangga, yang mana
akan memicu untuk terjadinya degenarasi dari jaringan kolagen dan kalsifikasi
distropik. Degenerasi kolagen dapat merupakan akibat langsung dari inflamasi atau
infeksi yang terjadi pada telinga tengah (oleh proteinase dan kolagenase bakteri).
Asarkar dkk, menemukan bahwa pada kasus sumbatan tuba eustachius, tanpa infeksi,
dapat mengakibatkan timpanosklerosis pada percobaan dengan tikus, dari sana
mereka membuat hipotesa bahwa hanya dengan deformasi cukup untuk mendukung
pembentukan plak. Penyebab lain yang mungkin adalah proses autoimun yang terjadi
pada membran timpani. Hilger dkk, mengemukakan dua kemungkinan mekanisme
terbentuknya plak timpanosklerosis.2,5,8
Gambar 4 . Mekanisme terbentuknya plak timpanosklerosis.5

2.6. Diagnosis
Timpanosklerosis merupakan komplikasi dari otitis media, pasca trauma, dan
tindakan pembedahan yang mana ditemukan lapisan hialin yang aselular dan
akumulasi deposit kalsium pada membran timpani dan submukosa telinga tengah.
Pada kebanyakan pasien, gejala yang ditimbulkan tidak begitu signifikan secara klinis
dan mengakibatkan sedikit atau tidak ada gangguan pendengaran. Pada pemeriksaan
otoskopi, timpanosklerosis memberikan gambaran semisirkuler atau seperti sepatu
kuda yang berwarna putih pada membrane timpani.9
Gambar 6. (A) Membran timpani pada timpanosklerosis, (B), Telinga kiri, perforasi
anateroinferior kering, (C) Perforasi anteroinferior dengan plak timpanosklerotik, (D)
Telinga kiri, perforasi subtotal karna timpanosklerosis.9

Gambar 7. (A) Telinga kanan, plak timpanosklerosis pada rantai osiikular, (B)
Telinga kiri, perforasi total dengan timpano sklerosis.9
Pemeriksaan penunjang biasanya tidak terlalu dibutuhkan apabila telah
ditemukan lesi yang khas, tidak ada perluasan, dan tidak ada kecurigaan adanya
gangguan pendengaran atau penyakit telinga tengah lain. Namun, pemeriksaan
penunjang yang dapat membantu antara lain:
- Audiometri : dapat menentukan derajat dan tipe gangguan pendengaran.
- Timpanometri : hasil timpanogram dapat dipengaruhi oleh adanya timpanosklerosis.
- CT Scan : dapat membantu menegakkan diagnosis terutama bila disertai dengan
kelainan pada kavitas telinga tengah.10,11

2.7. Penatalaksanaan
Timpanosklerosis pada telinga tengah secara histologi mirip dengan
timpanosklerosis pada membran timpani, tapi lebih sering menyebabkan tuli
konduktif dikarenakan terjadinya fiksasi osikular. Dalam beberapa buku dinyatakan
bahwa timpanosklerosis cenderung berulang setelah tindakan pembuangan dengan
operasi. Asarkar dkk, melaporkan hasil yang memuaskan pada 79% kasus
timpanosklerosis yang dilakukan rekonstruksi osikular (stapedektomi dan reseksi
osikular total) yang dilakukan dalam 2 tahap.5,9,11
Timpanosklerosis mungkin dapat ditemukan dibelakang membran timpani
yang intak. Plak yang kecil tidaklah membahayakan dan dapat dibiarkan saja. Lapisan
yang luas atau besar pada sisa-sisa membran timpani harus dihilangkan karena materi
avaskular ini dapat menghambat integrasi dari graft, dan dapat juga memberikan
dapak pada rantai osikular terutama kepala maleus dan inkus pada epitympanum.
Mobilisasi tidaklah disarankan karenan refiksasi sering terjadi.4,6
Timpanoplasti dan rekonstruksi osikular dapat dilakukan sebagai
penatalaksanaan pada pasien-pasien dengan timpanosklerosis, namun resiko untuk
kerusakan koklea lebih tinggi dibandingkan dengan yang disebabkan oleh penyakit
telinga tengah lain, ini dikarekan oleh tindakan diseksi luas yang dibutuhkan pada
kasus timpanosklerosis dan terdapatnya erosi dari labirin.5,10
Operasi telinga tengah dalam kasus ini biasanya dilakukan melalui pendekatan
transkanal, meskipun pendekatan postaurikular dapat diindikasikan. Setelah
pengangkatan flap timpanomeatal, telinga tengah dan osikular secara hati-hati
divisualisasikan. Adhesi fibrosa harus secara hati-hati dibedah, dan rapuhnya stapes
harus dipertimbangkan. Salah satu dari empat prosedur digunakan untuk
memperbaiki kelainan osikular.10
Pada sebagian besar pasien, inkus begitu berpindah dimana ia tidak dapat
digunakan secara efisien. Ahli bedah dapat memilih untuk menempatkan partial
ossicular replacement prosthesis (PORP), yang menghubungkan stapes langsung ke
drumhead. Pegangan inkus dan maleus harus dihilangkan, dan PORP melekat pada
kapitulum stapes dan kemudian ditutup dengan jaringan tipis kartilago. Atau, ahli
bedah dapat memilih untuk menghubungkan stapes ke maleus, baik dengan
menggunakan prostesis yang tersedia secara komersial atau suatu pahatan inkus.10,11,12

Gambar 7. A, Gambar yang mengilustrasikan penempatan PORP. B, Gambar yang


mengilustrasikan penempatan TORP dengan suprastruktur stapes yang utuh. Teknik
ini memberikan stabilisasi yang lebih baik dari prostesis, terutama jika graft
ditempatkan pada kaki stapes.11
Kedua teknik di atas memberikan hasil yang sebanding, biasanya
menghasilkan gap udara-tulang 15 sampai 20 dB. Dalam beberapa kasus, ahli bedah
dapat memilih untuk menempatkan total ossicular replacement prosthesis (TORP),
dengan stapes yang tidak utuh. Jenis penempatan ini menawarkan lebih besar
stabilitas terhadap prostesis, yang dapat ditempatkan di antara bagian timpani dari
kanal saraf fasialis dan suprastruktur stapes graft perikondrial kecil yang ditempatkan
pada kaki stapes di antara krura lebih lanjut menstabilkan komponen ini, seperti
halnya menghubungkan prostesis dengan maleus. Seperti teknik PORP, jaringan tipis
dari kartilago harus ditempatkan di atas TORP yang menghubungkannya dengan
drumhead tersebut.15,16
Tentu saja, TORP dapat digunakan pada pasien dimana suprastruktur
stapesnya terganggu atau fraktur. Inkus dan maleus mungkin tidak dapat digunakan
karena perpindahannya begitu besar atau mereka rusak. Kaki stapes harus ditutupi
dengan graft perikondrial untuk menstabilkan TORP dan untuk memastikan bahwa
setiap fraktur kaki stapes tertutup. TORP ditempatkan pada graft perikondrial dan
dihubungkan dengan membran timpani. Pada beberapa pasien, suprastruktur stapes
rusak atau kaki stapes terganggu, dengan adanya maleus dan inkus yang normal.
Langkah pertama adalah untuk memastikan bahwa stapes yang terdepresi secara hati-
hati dielevasi keluar dari vestibula. Manipulasi agresif harus dihindari, begitu juga
dengan penyedotan yang berlebihan. Jika stapes dapat dikembalikan ke posisi yang
lebih normal, ia dapat diperkuat dengan potongan-potongan kecil perikondrium dan
lem fibrin. Setelah kaki stapes dalam posisi yang memuaskan, ia ditutupi dengan
perikondrium, dan prostesis stapes dapat terhubung dari inkus ke kaki stapes atau dari
maleus ke kaki stapes. Teknik ini harusnya sangat menyerupai satu teknik standar
yang digunakan untuk otosklerosis kecuali bahwa kaki stapes tidak diangkat.
Prostesis harus sedikit lebih pendek dibandingkan dalam situasi standar karena kaki
stapes utuh.14,16,17
III. PEMBAHASAN
Timpanosklerosis merupakan suatu kondisi yang mana didapatkan hialinisasi
dan kalsifikasi pada membran timpani, telinga tengah atau keduanya dan jika meluas
dapat mempengaruhi pendengaran. Timpanosklerosis ini diklasifikasikan sebagai
myringosclerosis yang hanya mengenai membran timpani dan intratympanic
tympanosclerosis dimana hanya mengenai bagian telinga tengah lain.2
Hasil penelitian Asarkar dkk, yang menunjukkan kasus timpanosklerosis
memiliki kelompok populasi dominan pada usia diatas 50 tahun.5 Etiologi dari
timpanosklerosis belum diketahui dengan pasti, mungkin dibentuk dari sisa-
sisa/bekas yang berhubungan dengan inflamasi kronis telinga tengah. Pada penelitian
oleh Asarkar dkk dimana faktor - faktor lain yang mungkin berhubungan
meningkatkan resiko terjadinya timpanosklerosis yakni otitis media supurativa kronis
(OMSK) dan otitis media dengan efusi, insersi Grommet (timpanostomi tuba)
,sklerosis sistemik, kemungkinan berhubungan dengan atheroma karotis atau
aterosklerosis, hubungan dengan kolesteatoma masih diperdebatkan, meskipun dua
keadaan ini dapat muncul bersamaan.5 Menurut Hilger dkk, gambaran klinis dengan
adanya penurunan pendengaran terjadi bila telah mencapai telinga tengah, maka
rantai osikular menjadi tidak mobil yang akan menyebabkan terjadinya tuli
konduktif.7 Menurut Lalwani dkk, gambaran klinis pada timpanosklerosis pada
umumnya adalah ditemukannya plak putih pada membran timpani.2 Mereka
menemukan bahwa plak ini merupakan proses degenerative yang mengakibatkan
terjadinya kalsifikasi pada jaringan penyangga pada telinga tengah. Mereka membuat
hipotesa bahwa OME atau OMA mengakibatkan terjadinya proses destruktif pada
jaringan penyangga, yang mana akan memicu untuk terjadinya degenarasi dari
jaringan kolagen dan kalsifikasi distropik. Degenerasi kolagen dapat merupakan
akibat langsung dari inflamasi atau infeksi yang terjadi pada telinga tengah (oleh
proteinase dan kolagenase bakteri). Asarkar dkk, menemukan bahwa pada kasus
sumbatan tuba eustachius, tanpa infeksi, dapat mengakibatkan timpanosklerosis pada
percobaan dengan tikus, dari sana mereka membuat hipotesa bahwa hanya dengan
deformasi cukup untuk mendukung pembentukan plak. Penyebab
lain yang mungkin adalah proses autoimun yang terjadi pada membran timpani. 2
Asarkar dkk, mengemukakan dua kemungkinan mekanisme terbentuknya plak
timpanosklerosis. penelitian yang pernah dilakukan oleh Hildmann dkk, bahwa pasca
tindakan pembedahan dapat terjadi akumulasi deposit kalsium pada membran timpani
dan submukosa telinga tengah.4 Menurut Hilger dkk, penurunan pedengaran dapat
terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopi timpanosklerosis memberikan gambaran
semisirkuler atau seperti sepatu kuda yang berwarna putih pada membran timpani. 7
Menurut Lalwani dkk, pada kasus timpanosklerosis dilakukan pemeriksaan
penunjang audiometri untuk mengetahui derajat dan tipe gangguan pendengaran dan
pemeriksaan timpanometri, hasil timpanogram dapat dipengaruhi oleh adanya
timpanosklerosis. Menurut Chole dkk, Pemeriksaan CT Scan dapat membantu
menegakkan diagnosis terutama bila disertai dengan kelainan pada kavitas telinga
tengah. Menurut Mcgee dkk, untuk menempatkan total ossicular replacement
prosthesis (TORP), dengan stapes yang utuh. Jenis penempatan ini menawarkan
lebih besar stabilitas terhadap prostesis, yang dapat ditempatkan di antara bagian
timpani dari kanal saraf fasialis dan suprastruktur stapes graft perikondrial kecil yang
ditempatkan pada kaki stapes di antara krura lebih lanjut menstabilkan komponen ini,
seperti halnya menghubungkan prostesis dengan maleus. Jika stapes dapat
dikembalikan ke posisi yang lebih normal, ia dapat diperkuat dengan potongan-
potongan kecil perikondrium dan lem fibrin. Teknik ini harusnya sangat menyerupai
satu teknik standar yang digunakan untuk otosklerosis kecuali bahwa kaki stapes
tidak diangkat. Prostesis harus sedikit lebih pendek dibandingkan dalam situasi
standar karena kaki stapes utuh. 11
Dalam beberapa buku dinyatakan bahwa timpaniosklerosis cenderung
berulang setelah tindakan pembuangan dengan operasi. Smyth dan kawan-kawan
melaporkan hasil yang memuaskan pada 79% kasus timpanosklerosis yang dilakukan
rekonstruksi osikular (stapedektomi dan reseksi osikular total) yang dilakukan dalam
2 tahap. Menurut Austin dkk, tindakan pembedahan pada timpanosklerosis akan
memberikan hasil perbaikan 15 – 20 dB.
IV. SIMPULAN
Timpanosklerosis merupakan suatu kondisi yang mana didapatkan hialinisasi
dan kalsifikasi pada membran timpani, telinga tengah atau keduanya dan jika meluas
dapat mempengaruhi pendengaran. Pada kebanyakan pasien, gejala yang ditimbulkan
tidak begitu signifikan secara klinis dan mengakibatkan sedikit atau tidak ada
gangguan pendengaran. Pada pemeriksaan otoskopi, timpanosklerosis memberikan
gambaran semisirkuler atau seperti sepatu kuda yang berwarna putih pada membrane
timpani. Pemeriksaan penunjang biasanya tidak terlalu dibutuhkan apabila telah
ditemukan lesi yang khas, tidak ada perluasan, dan tidak ada kecurigaan adanya
gangguan pendengaran atau penyakit telinga tengah lain. Timpanoplasti dan
rekonstruksi osikular dapat dilakukan sebagai penatalaksanaan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan Kelainan


Telinga. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi 8. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2017.
2. Lalwani AK, Agrawal SK, Aguila DJ, et al. Current Diagnosis and Treatment
: Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd Edition. New York : Mc Graw
Hill – Lange; 2017.
3. Meyerhoff WL, Carter JB. Anatomy and physiology of hearing. In :
Meyerhoff WL eds. Diagnosis and management of hearing loss. Philadelphia :
WB Saunders, 1984: 1-12
4. Snow Jr, James B and Ballenger, John Jacob. Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th Edition. Spain: BC Decker
Inc; 2013.
5. Asarkar, Ameya, and Shishir Gosavi. "Tympanosclerosis - a Beginner's
Worry: a case Series and Review of Literature." Otolaryngology; 2013.
6. Flint, Paul W., Haughey, Bruce H., Lund, Valerie J., et al. Cummings
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 6th Edition. China: Mosby-Year
Book Inc; 2015.
7. Hildmann H, Sudhoff H. Middle Ear Surgery. 1st Edition. New York
Springer- Verlag; 2016.
8. Hilger Peter, Paparella M. Conductive Hearing Loss. In: Meyerhoff William.
Diagnosis and Management of Hearing Loss. Philadelphia: WB
SaundersCompany, 2014; 35-37
9. Ginsber Irwin A, White Thomas P. Otological Consideration in Audiology.
In: Katz J. Handbook of Clinical Audiology 2nd ed. Philadelphia: William &
Willkins,2016; 15-17
10. Roland PS, Meyerhoff LW, Open Cavity Tympanomastoidectomy. In: Otitis
Media: Surgical principles on Pathogenesis, Otolarynology Clinics of North
America. WB Saunders Co Vol 32,2016;525-546.
11. Chole RA, Skarda DJ, Middle Ear Reconstructive Techniques. In: Otitis
Media: Surgical principles on Pathogenesis, Otolarynology Clinics of North
America. WB Saunders Co. Vol 32,2016.;489-503.
12. Encyclopedia Britanica Article. Human ear the physiology of hearing. 2007.
Citation available from : www.britanica.com. Acces September 30th, 2020.

Anda mungkin juga menyukai