Subjek pajak Badan tersebut dikenai pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh
penghasilan jadi kalau tidak menerima penghasilan tidak akan dikenakan pajak penghasilan,
apabila sudah mempunyai NPWP hanya mempunyai kewajiban pelaporan pajak saja.
Pengertian Badan
Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi :
5. Firma.
6. Kongsi
7. Koperasi.
9. Dana pensiun
10. Persekutuan.
11. Perkumpulan.
12. Yayasan.
13. Organisasi Massa.
14. Organisasi sosial politik.
15. Organisasi lainnya.
16. Lembaga.
17. Bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif.
18. Bentuk Usaha Tetap.
Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa
memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah,
misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh
penghasilan merupakan subjek pajak.
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan
dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
Bentuk Usaha Tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan subjek pajak badan.
Subjek Pajak Badan harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak paling lambat 1 (satu)
bulan sejak Badan tersebut didirikan.
Dengan mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, maka Badan tersebut akan
memperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
2. Objek PPh
Secara garis besar, objek pajak penghasilan di sini dikelompokkan menjadi tiga kategori,
yang akan mengarah pada jenis-jenis PPh yang menjadi kewajiban wajib pajak, yakni:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
industri, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang
ini
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. Laba usaha
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
Sedangkan penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilan bersifat final adalah:
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi
lembaga sosial (termasuk yayasan dan koperasi), yaitu lembaga sosial yang tidak
mencari keuntungan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan:
Pemeliharaan kesehatan.
Pemeliharaan anak yatim piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang
cacat.
Pemberian beasiswa.
Warisan
Harta warisan yang diterima oleh ahli waris dari pewaris bukan merupakan suatu penghasilan
bagi ahli waris. Namun apabila harta warisan tersebut menghasilkan penghasilan, tentu
termasuk ke dalam objek pajak penghasilan. Menurut Pasal 4 Ayat 3 Huruf b Undang-
Undang Pajak Penghasilan, harta warisan dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan.
Namun demikian, sesuai peraturan Direktur Jenderal Pajak (DJP), harta warisan harus telah
dilaporkan di SPT Tahunan sebelum dibagikan.
Perlu Anda pahami, pengalihan harta warisan berupa tanah atau bangunan dari pewaris ke
ahli waris dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan. Akan tetapi, apabila tanah tersebut
kemudian dijual oleh ahli waris kepada pihak lain, tentu terhitung sebagai pajak penghasilan.
Sebelum mengalihkan harta warisan tersebut, dokumen SKB PPh sangat diperlukan.
Bagian Laba Yang Diterima atau Diperoleh Anggota dari Perseroan Komanditer yang
Modalnya Tidak Terbagi atas Saham-Saham, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, dan
Kongsi, Termasuk Pemegang Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif
Penghasilan dari Modal yang Ditanamkan oleh Dana Pensiun dalam Bidang-Bidang
Tertentu
Penanaman modal oleh dana pensiun ditujukan untuk pembayaran kembali kepada peserta
pensiun di kemudian hari. Sehingga penanaman modal tersebut perlu diarahkan pada bidang-
bidang yang tidak bersifat spekulatif atau berisiko tinggi. Dana pensiun tidak dikenai pajak
penghasilan pada saat menerima iuran dari anggota dan menerima hasil pengembangan dana
iuran.
Jenis penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak 2019 ini, berdasarkan ketentuan hanya
berlaku bagi:
Dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan,
dan
Bunga, diskonto, dan imbalan dari deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada
bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah, serta Sertifikat Bank Indonesia;
Bunga, diskonto, dan imbalan dari obligasi, obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga
Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara, yang diperdagangkan dan/atau
dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di Indonesia; atau
Dividen dari saham pada perseroan terbatas yang tercatat pada bursa efek di Indonesia.
Dana pensiun yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan hanya berlaku apabila
pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan. Yang dikecualikan dari
objek pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri maupun
beban pemberi kerja. Pengenaan pajak atas iuran pensiun mengurangi hak para peserta
pensiun, sehingga dikecualikan dari objek pajak penghasilan.
Imbalan dalam bentuk natura merupakan imbalan bukan dalam bentuk uang dan dapat
berbentuk barang selain uang. Pemberian yang diterima dalam bentuk natura bukan
merupakan objek pajak penghasilan. Begitu pula pemberian dalam bentuk kenikmatan, bukan
objek pajak penghasilan bagi yang menerima kenikmatan tersebut. Contoh kenikmatan yang
disebutkan dalam penjelasan Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu, penggunaan fasilitas
mobil, rumah, dan pengobatan.
Akan tetapi terdapat tiga kelompok pemberian natura dan kenikmatan yang wajib dihitung
sebagai objek pajak penghasilan, yaitu natura dan kenikmatan berupa:
PPh 24, atau Pajak Penghasilan Pasal 24, menyebutkan dengan jelas bahwa wajib pajak dalam negeri
yang memiliki penghasilan dari kegiatan usaha di luar negeri berupa pendapatan dari saham dan
surat berharga, bunga, royalti dan imbalan boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di tahun
pajak yang sama.
Artinya, bahwa wajib pajak yang memiliki penghasilan yang berasal dari luar negeri akan
mendapat keringanan untuk pembayaran pajak terutang yang ditanggungnya. Pemberlakukan
pasal ini juga berarti bahwa wajib pajak akan terhindar dari pengenaan pajak berganda yang
akan sangat memberatkan wajib pajak ketika ia memiliki penghasilan dari luar negeri, dengan
catatan perhitungan pajaknya tidak melebihi yang terutang berdasarkan UU PPh.
Meski dimaksudkan untuk meringankan beban pajak dari wajib pajak tersebut, namun
keringanan ini bisa didapatkan ketika wajib pajak memenuhi kriteria yang ditetapkan. Dalam
melakukan perhitungan pajak penghasilan ini, seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri
akan digabungkan terlebih dahulu dalam tahun pajak ketika penerimaan penghasilan
didapatkan. Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri ini akan dilakukan
dengan ketentuan berikut ini:
Penghasilan dari usaha yang dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan.
Jika ada penghasilan lain, maka dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut.
Jika wajib pajak menderita kerugian di luar negeri, maka perhitungannya tidak boleh
digabungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak di Indonesia.
Jika ingin dapat melakukan pengkreditan pajak seperti yang dimaksudkan dalam PPh 24,
maka ketentuan tersebut di atas harus dipenuhi oleh wajib pajak dalam negeri yang memiliki
penghasilan di luar negeri.
Tentu dalam melakukan pengkreditan PPh seperti ini terdapat mekanisme atau prosedur yang
harus dilakukan. Berikut mekanisme yang harus ditempuh wajib pajak:
Pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri dapat dikreditkan dengan pajak
penghasilan yang terutang di Indonesia.
Kredit PPh yang dibayarkan di luar negeri dilakukan dalam tahun pajak
digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di
Indonesia.
Jumlah besaran PPh 24 yang dapat dikreditkan maksimal adalah sebesar jumlah yang
lebih rendah di antara PPh yang dibayar di luar negeri dan jumlah yang dihitung
menurut perbandingan antara penghasilan luar negeri dan seluruh penghasilan kena
pajak.
Jika penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka kemudian
penghitungan PPh 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
Penghasilan kena pajak yang dikenakan PPh Final atau penghasilan yang dikenakan
pajak tersendiri tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya.
Ketika jumlah PPh yang dibayarkan di luar negeri melebihi ketentuan PPh 24 yang
dapat dikreditkan, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan pada tahun
mendatang, tidak dibebankan dan tidak direstitusi.
Jika terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka wajib
pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang dilampirkan.
Jika pembetulan SPT Tahunan menyebabkan PPh menjadi kurang bayar, maka
nominal kurang bayar tidak akan dikenakan sanksi bunga.
Ketika pembetulan SPT Tahunan yang dilakukan menyebabkan PPh lebih bayar,
maka kelebihan bisa dikembalikan pada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan
utang pajak lainnya.
Tentu saja, setiap mekanisme ini harus dipahami dengan baik oleh wajib pajak dalam negeri
yang ingin menggunakan metode perhitungan dengan berdasarkan PPh 24. Mengingat
banyaknya mekanisme yang ada, maka KPP juga memberikan waktu yang cukup panjang
untuk wajib pajak melengkapi setiap berkas dan melaksanakan mekanisme yang ditentukan
tersebut.
Dalam prakteknya, penghasilan yang diterima dari luar negeri bukanlah hal yang aneh. Justru
ketika pengusaha ingin melebarkan sayapnya, hal ini sangat wajar karena modal yang
dimilikinya akan dialokasikan ke perusahaan luar negeri guna membeli saham. Dari sinilah
penghasilan itu berasal, sehingga pengusaha akan sedikit sekali memiliki dana pasif yang
benar-benar tidak bergerak.
Daftar Pustaka
1. Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
2. https://www.wibowopajak.com/2012/12/artikel-tentang-pph-badan.html?m=1
3. https://klikpajak.id/blog/penghasilan-yang-dikecualikan-dari-objek-
pajak/#:~:text=Peraturan%20Menteri%20Keuangan%20Nomor%20245,orang%20tua
%20dan%20anak%20kandung.