Anda di halaman 1dari 12

1.

Subjek Pajak Badan


 Pengertian Subjek Pajak Badan
Pengertian Subjek Pajak Badan adalah Badan yang harus melaksanakan kewajiban Pajak
Penghasilan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak.

Subjek pajak Badan tersebut dikenai pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh
penghasilan jadi kalau tidak menerima penghasilan tidak akan dikenakan pajak penghasilan,
apabila sudah mempunyai NPWP hanya mempunyai kewajiban pelaporan pajak saja.

 Yang menjadi Subjek Pajak Badan 


Yang menjadi Subjek Pajak Badan adalah Badan.

 Pengertian Badan
Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi :

1. Perseroan Terbatas (PT).


2. Perseroan Komanditer (CV).
3. Perseroan lainnya.
4. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apa pun.

5. Firma.
6. Kongsi
7. Koperasi.
9. Dana pensiun
10. Persekutuan.
11. Perkumpulan.
12. Yayasan.
13. Organisasi Massa.
14. Organisasi sosial politik.
15. Organisasi lainnya.
16. Lembaga.
17. Bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif.
18. Bentuk Usaha Tetap.
Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa
memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah,
misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh
penghasilan merupakan subjek pajak.
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan
dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.

Bentuk Usaha Tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan subjek pajak badan.

 Jenis Subjek Pajak Badan


Subjek Pajak Badan dibedakan menjadi :

1. Subjek pajak badan dalam negeri

2. Subjek pajak badan luar negeri. 

 Wajib Pajak Badan


Suatu Badan sudah memenuhi syarat Subjektif adalah pada saat Badan tersebut didirikan.

Subjek Pajak Badan harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak paling lambat 1 (satu)
bulan sejak Badan tersebut didirikan.

Dengan mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, maka Badan tersebut akan
memperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

2. Objek PPh
Secara garis besar, objek pajak penghasilan di sini dikelompokkan menjadi tiga kategori,
yang akan mengarah pada jenis-jenis PPh yang menjadi kewajiban wajib pajak, yakni:

a. Penghasilan sebagai Objek Pajak

Objek PPh dalam UU PPh dirincikan sebagai berikut:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
industri, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang
ini
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan

3. Laba usaha

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

 Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan


lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal

 Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota


yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya

 Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,


pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun

 Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali


yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk industri, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan

 Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak


penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan


pembayaran tambahan pengembalian pajak

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak


9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang


ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva

14. Premi asuransi

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

17. Penghasilan dari usaha berbasis industri

18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai


ketentuan umum dan tata cara perpajakan

19. Surplus Bank Indonesia.

b. Penghasilan yang Dikenakan PPh Final

Sedangkan penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilan bersifat final adalah:

 Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi

 Penghasilan berupa hadiah undian

 Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi industri yang


diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
 Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan

 Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

3. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak


Tidak semua penghasilan dimasukkan ke dalam objek pajak penghasilan. Terdapat beberapa penghasilan yang
dikecualikan dari objek pajak 2019 sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pasal 4 A
Undang-Undang Pajak Penghasilan, menguraikan jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak
penghasilan. Artinya, penghasilan tersebut tetap disebut penghasilan, namun tidak diperhitungkan dengan pengha
lainnya. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak 2019 tetap wajib dilaporkan di dalam SPT Tahunan PPh
Berikut 7 (tujuh) penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak:
 Bantuan atau Sumbangan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009, bantuan atau sumbangan adalah pemberian dalam ben
barang kepada orang pribadi atau badan. Syarat bantuan atau sumbangan dikecualikan sebagai objek pajak pe
sepanjang tidak berhubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara pihak-pihak be
Zakat yang diterima oleh badan amil zakat resmi pemerintah dan diterima oleh penerima zakat yang diakui di
sama seperti bantuan atau sumbangan. Khusus bagi sumbangan keagamaan berupa zakat, terdapat ketentuan t
dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2
dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan, yaitu diterima badan amil zakat yang dibentuk atau disahkan p
penerima zakat yang berhak menerima. Ketentuan zakat ini juga berlaku sama dengan sumbangan keagamaan
 Harta Hibah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 menyatakan harta hibah, bantuan, atau sumbangan y
Pajak Penghasilan yaitu harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh:
 Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, yaitu orang tua dan
anak kandung.
 Lembaga keagamaan, yaitu lembaga keagamaan yang kegiatannya semata-mata
mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan di bidang
keagamaan, yang tidak mencari keuntungan.
 Lembaga pendidikan, yaitu lembaga pendidikan yang kegiatannya semata-mata
menyelenggarakan pendidikan yang tidak mencari keuntungan.
 Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil, yang memiliki dan
menjalankan usaha produktif dengan kriteria sebagai berikut:
 Memiliki harta bersih paling banyak Rp 500.000.000,00, tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha atau
 Penghasilan penjualan tahunan paling banyak Rp 2.500.000.000,00.

 lembaga sosial (termasuk yayasan dan koperasi), yaitu lembaga sosial yang tidak
mencari keuntungan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan:
 Pemeliharaan kesehatan.

 Pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo).

 Pemeliharaan anak yatim piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang
cacat.

 Santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan


sejenisnya.

 Pemberian beasiswa.

 Pelestarian lingkungan hidup; dan/atau kegiatan sosial lainnya.

 Warisan

Harta warisan yang diterima oleh ahli waris dari pewaris bukan merupakan suatu penghasilan
bagi ahli waris. Namun apabila harta warisan tersebut menghasilkan penghasilan, tentu
termasuk ke dalam objek pajak penghasilan. Menurut Pasal 4 Ayat 3 Huruf b Undang-
Undang Pajak Penghasilan, harta warisan dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan.
Namun demikian, sesuai peraturan Direktur Jenderal Pajak (DJP), harta warisan harus telah
dilaporkan di SPT Tahunan sebelum dibagikan.

Perlu Anda pahami, pengalihan harta warisan berupa tanah atau bangunan dari pewaris ke
ahli waris dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan. Akan tetapi, apabila tanah tersebut
kemudian dijual oleh ahli waris kepada pihak lain, tentu terhitung sebagai pajak penghasilan.
Sebelum mengalihkan harta warisan tersebut, dokumen SKB PPh sangat diperlukan.
 Bagian Laba Yang Diterima atau Diperoleh Anggota dari Perseroan Komanditer yang
Modalnya Tidak Terbagi atas Saham-Saham, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, dan
Kongsi, Termasuk Pemegang Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dijelaskan, “Untuk kepentingan pengenaan pajak,


badan-badan sebagaimana disebut dalam ketentuan ini yang merupakan himpunan para
anggotanya dikenai pajak sebagai satu kesatuan, yaitu pada tingkat badan tersebut. Oleh
karena itu, bagian laba yang diterima oleh para anggota badan tersebut bukan lagi merupakan
objek pajak.”

 Penghasilan dari Modal yang Ditanamkan oleh Dana Pensiun dalam Bidang-Bidang
Tertentu

Penanaman modal oleh dana pensiun ditujukan untuk pembayaran kembali kepada peserta
pensiun di kemudian hari. Sehingga penanaman modal tersebut perlu diarahkan pada bidang-
bidang yang tidak bersifat spekulatif atau berisiko tinggi. Dana pensiun tidak dikenai pajak
penghasilan pada saat menerima iuran dari anggota dan menerima hasil pengembangan dana
iuran.

Jenis penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak 2019 ini, berdasarkan ketentuan hanya
berlaku bagi:

 Dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan,
dan

 Penghasilan dari modal yang ditanamkan di bidang-bidang tertentu berdasarkan


Keputusan Menteri Keuangan.

Berdasarkan PMK Nomor 234/PMK.03/2009, penghasilan berikut dikecualikan sebagai


objek pajak penghasilan jika diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan dari penanaman modal berupa:

 Bunga, diskonto, dan imbalan dari deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada
bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah, serta Sertifikat Bank Indonesia;
 Bunga, diskonto, dan imbalan dari obligasi, obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga
Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara, yang diperdagangkan dan/atau
dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di Indonesia; atau
 Dividen dari saham pada perseroan terbatas yang tercatat pada bursa efek di Indonesia.

 Iuran yang Diterima Dana Pensiun

Dana pensiun yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan hanya berlaku apabila
pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan. Yang dikecualikan dari
objek pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri maupun
beban pemberi kerja. Pengenaan pajak atas iuran pensiun mengurangi hak para peserta
pensiun, sehingga dikecualikan dari objek pajak penghasilan.

 Imbalan atau Pemberian dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan

Imbalan dalam bentuk natura merupakan imbalan bukan dalam bentuk uang dan dapat
berbentuk barang selain uang. Pemberian yang diterima dalam bentuk natura bukan
merupakan objek pajak penghasilan. Begitu pula pemberian dalam bentuk kenikmatan, bukan
objek pajak penghasilan bagi yang menerima kenikmatan tersebut. Contoh kenikmatan yang
disebutkan dalam penjelasan Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu, penggunaan fasilitas
mobil, rumah, dan pengobatan.

Akan tetapi terdapat tiga kelompok pemberian natura dan kenikmatan yang wajib dihitung
sebagai objek pajak penghasilan, yaitu natura dan kenikmatan berupa:

 Bukan subjek pajak, seperti kedutaan asing atau lembaga internasional.


 PPh Badan perusahaan dikenakan final, seperti perusahaan jasa konstruksi.
 Perusahaan tidak menyelenggarakan pembukuan dan masih menggukan norma penghitungan
khusus (deem profit) untuk menghitung penghasilan neto.
4. Penghasilan Luar Negeri

PPh 24, atau Pajak Penghasilan Pasal 24, menyebutkan dengan jelas bahwa wajib pajak dalam negeri
yang memiliki penghasilan dari kegiatan usaha di luar negeri berupa pendapatan dari saham dan
surat berharga, bunga, royalti dan imbalan boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di tahun
pajak yang sama.

Artinya, bahwa wajib pajak yang memiliki penghasilan yang berasal dari luar negeri akan
mendapat keringanan untuk pembayaran pajak terutang yang ditanggungnya. Pemberlakukan
pasal ini juga berarti bahwa wajib pajak akan terhindar dari pengenaan pajak berganda yang
akan sangat memberatkan wajib pajak ketika ia memiliki penghasilan dari luar negeri, dengan
catatan perhitungan pajaknya tidak melebihi yang terutang berdasarkan UU PPh.

 Ketentuan dalam Pengkreditan Pajak Penghasilan yang Terutang di Luar Negeri

Meski dimaksudkan untuk meringankan beban pajak dari wajib pajak tersebut, namun
keringanan ini bisa didapatkan ketika wajib pajak memenuhi kriteria yang ditetapkan. Dalam
melakukan perhitungan pajak penghasilan ini, seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri
akan digabungkan terlebih dahulu dalam tahun pajak ketika penerimaan penghasilan
didapatkan. Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri ini akan dilakukan
dengan ketentuan berikut ini:

 Penghasilan dari usaha yang dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan.

 Berdasarkan PMK Nomor 256/PMK.03/2008, penghasilan berupa deviden, dilakukan


dalam tahun pajak pada saat memperoleh deviden tersebut.

 Jika ada penghasilan lain, maka dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut.

 Jika wajib pajak menderita kerugian di luar negeri, maka perhitungannya tidak boleh
digabungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak di Indonesia.
Jika ingin dapat melakukan pengkreditan pajak seperti yang dimaksudkan dalam PPh 24,
maka ketentuan tersebut di atas harus dipenuhi oleh wajib pajak dalam negeri yang memiliki
penghasilan di luar negeri.

 Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri

Tentu dalam melakukan pengkreditan PPh seperti ini terdapat mekanisme atau prosedur yang
harus dilakukan. Berikut mekanisme yang harus ditempuh wajib pajak:

 Pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri dapat dikreditkan dengan pajak
penghasilan yang terutang di Indonesia.

 Kredit PPh yang dibayarkan di luar negeri dilakukan dalam tahun pajak
digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di
Indonesia.

 Jumlah besaran PPh 24 yang dapat dikreditkan maksimal adalah sebesar jumlah yang
lebih rendah di antara PPh yang dibayar di luar negeri dan jumlah yang dihitung
menurut perbandingan antara penghasilan luar negeri dan seluruh penghasilan kena
pajak.

 Jika penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka kemudian
penghitungan PPh 24 dilakukan untuk masing-masing negara.

 Penghasilan kena pajak yang dikenakan PPh Final atau penghasilan yang dikenakan
pajak tersendiri tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya.

 Ketika jumlah PPh yang dibayarkan di luar negeri melebihi ketentuan PPh 24 yang
dapat dikreditkan, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan pada tahun
mendatang, tidak dibebankan dan tidak direstitusi.

 Pelaksanaan pengkreditan PPh luar negeri harus disampaikan dengan surat


permohonan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh (dengan lampiran
laporan keuangan dari penghasilan luar negeri, salinan SPT yang disampaikan di luar
negeri dan dokumen pembayaran PPh di luar negeri).
 Atas permohonan wajib pajak yang bersangkutan, pejabat yang berkedudukan sebagai
Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran yang
disebutkan sebelumnya dikarenakan alasan di luar kekuasaan wajib pajak.

 Jika terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka wajib
pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang dilampirkan.

 Jika pembetulan SPT Tahunan menyebabkan PPh menjadi kurang bayar, maka
nominal kurang bayar tidak akan dikenakan sanksi bunga.

 Ketika pembetulan SPT Tahunan yang dilakukan menyebabkan PPh lebih bayar,
maka kelebihan bisa dikembalikan pada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan
utang pajak lainnya.

Tentu saja, setiap mekanisme ini harus dipahami dengan baik oleh wajib pajak dalam negeri
yang ingin menggunakan metode perhitungan dengan berdasarkan PPh 24. Mengingat
banyaknya mekanisme yang ada, maka KPP juga memberikan waktu yang cukup panjang
untuk wajib pajak melengkapi setiap berkas dan melaksanakan mekanisme yang ditentukan
tersebut.

Dalam prakteknya, penghasilan yang diterima dari luar negeri bukanlah hal yang aneh. Justru
ketika pengusaha ingin melebarkan sayapnya, hal ini sangat wajar karena modal yang
dimilikinya akan dialokasikan ke perusahaan luar negeri guna membeli saham. Dari sinilah
penghasilan itu berasal, sehingga pengusaha akan sedikit sekali memiliki dana pasif yang
benar-benar tidak bergerak.

Daftar Pustaka
1. Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan 

2. https://www.wibowopajak.com/2012/12/artikel-tentang-pph-badan.html?m=1

3. https://klikpajak.id/blog/penghasilan-yang-dikecualikan-dari-objek-
pajak/#:~:text=Peraturan%20Menteri%20Keuangan%20Nomor%20245,orang%20tua
%20dan%20anak%20kandung.

Anda mungkin juga menyukai