Anda di halaman 1dari 17

Nama : Anisa Khusnul K PENATALAKSANAAN

NIM : 1710201135 Terapi non farmakologis


 Retriksi garam
INDEPENDENT LEARNING  Penurunan berat badan
 Diet rendah garam dan rendah
CHF kolesterol
 Tidak merokok
Mind Mapping CHF  Olahraga (National Clinical
Congestive Heart Failure (CHF) atau sering Guideline Centre, 2010
ETIOLOGI Terapi farmakologis
disebut juga dengan Gagal Jantung Kongestif
Gangguan penyakit jantung yang merupakan suatu kondisi fisiologis ketika  Diurutes
mengganggu kemampuan jantung untuk jantung tidak mampu memompa darah yang  Vasodilator drugs
memompa darah menyebabkan gagal cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik 1  Inotropic drugs
jantung yang biasanya diakibatkan karena tubuh (Wijayati, Ningrum, & Putrono, 2019)  Beta blockers
kegagalan otot jantung yang menyebabkan  Aldosterone antagonis
hilangnya fungsi yang penting setelah  Antiarrhthmic therapy
kerusakan jantung, keadaan hemodinamis  Anticoagulant therapy (Rachma,
kronis yang menetap yang disebabkan CHF 2014)
karena tekanan atau volume overload yang
menyebabkan hipertrofi dan dilatasi dari
ruang jantung, dan kegagalan jantung dapat
KLASIFIKASI
juga terjadi karena beberapa faktor eksternal
yang menyebabkan keterbatasan dalam
Menurut New York Heart Assocation
pengisian ventrikel. (Rachma, 2014) MANIFESTASI KLINIS (NYHA)

Gagal ventrikel kiri Klas I : tidak ada keterbatasan dalam


melakukan aktifitas apapun, tidak
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Dypnea
muncul gejala dalam aktivitas
 Batuk
 EKG apapun. Klas II : mulai ada
 RADIOLOGI – Foto thorax
 Mudah lelah keterbatasan dalam aktivitas, pasien
 Echocardiogradi  Gelisah / cemas masih bisa melakukan aktivitas ringan
(Rachma, 2014) Gagal ventrikel kanan dan keluhan berkurang saat istirahat
Klas III : terdapat keterbatasan dalam
 Edema eksremitas melaksanakan berbagai aktivitas,
 Penambahan berat badan pasien merasa keluhan berkurang
 Hepatomegali distensi vena dengan istirahat. Klas IV : keluhan
leher / VP muncul dalam berbagai aktivitas, dan
 Asites tidak berkurang meskipun dengan
 Anoreksia istirahat.
 lemah
Pathway CHF

peradangan dan penyakit penyakit factor


Kelainan otot Aterosklerosis Hipertensi sistemikatau
miokardiumdegeneratif jantung lain sistemik
jantung coroner pulmonal

penurunan kontraktilitas jantung

Beban jantung meningkat

CHF

Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan

jantung gagal memoma Tekanan vena pulmonal Perfusi ginjal menurun Tekanan atrium kanan
darah ke seluruh tubuh

Tekanan kapiler Tekanan vena sistemik


Gangguan filtrasi glomelururs
Cop menurun

Perpindahan cairan
Kontraktilitas miokard intravaskuler ke paru-paru Sekresi renin Tekanan vena ekstremitas
menurun

Akumulasi cairan
Aldosteron meningkat Bendungan aliran darah
suplay darah dijantung dan
sluruh tubuh menurun Edema paru
Retensi Na & H2O Edema ektrimitas
Kekurangan oksigen dalam Dipsnea
tubuh
Penurunan Curah Pola Nafas Tidak Susah BAK
Jantung Efektif Kelebihan Volume
Cairan

suplai darah ke jaringan menurun


Bendungan vena sistemik

Penurunan nutrisi dan oksigen sel

Limpa Hepar

Katabolisme yang tidak adekuat


dari sel-sel jaringan
Splenomegaly Hepatomegaly

Kelemahan dan letih

Mendesak diagfragma
Hambatan aktivitas

Sesak nafas

Intoleransi Aktivitas
ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
DS : Pola nafas abnormal Ketidakefektifan pola nafas
Pasien mengatakan sesak
nafas seperti ditindih beban
sejak 1 hari sebelum dibawa
ke RS, sesak semakin
bertambah jika berjalan
ataupun dalam posisi
terlentang dan membaik bila
posisi duduk.
DO :
Hasil TTV
Suhu : 36,5 0C
TD : 165/80 mmHg
Nadi : 128 x/menit
RR : 42x/menit
SPO2 : 93%
Terdapat tarikan dinding
dada, napas cepat, terdapat
retraksi dinding dada,
terpasang oksigen dengan
nasal kanul 5 liter/menit,
suara napas vesikuler,
ekspirasi memanjang, ada
suara tambahan ronchi dan
wheezing.
DS : Perubahan Preload Penurunan Curah Jantung
Pasien mengatakan sesak
nafas seperti ditindih beban
sejak 1 hari sebelum dibawa
ke RS, sesak semakin
bertambah jika berjalan
ataupun dalam posisi
terlentang dan membaik bila
posisi duduk.
DO :
Hasil TTV
Suhu : 36,5 0C
TD : 165/80 mmHg
Nadi : 128 x/menit
RR : 42x/menit
SPO2 : 93%
Tampak edema pada kaki
No Diagnosa NOC NIC Rasionalisasi
1 Ketidakefektifan Pola Status pernapasan (0415) Manajemen Jalan Nafas 3140 :
Nafas b/d Pola Nafas Setelah dilakukan tindakan  Monitor status pernapasan  Untuk memantau status
Abnormal keperawatan diharapkan : dan oksigenasi. pernapasan pasien.
 Frekuensi pernafasan dari skala  Posisikan untuk  Untuk membantu
deviasi berat dari kisaran meringankan sesak napas. meringankan sesak napas.
normal ditingkatan ke deviasi  Auskultasi suara napas, catat  Untuk memantau adanya
ringan dari kisaran normal (1- area yang ventilasinya tanda-tanda suara
4). menurun atau tidak ada dan abnormal pernapasan.
 Suara auskultasi napas dari adanya sura tambahan.
skala deviasi berat dari kisaran  Instruksikan bagaimana agar  Untuk melatih pasien
normal ditingkatan ke deviasi bisa melakukan bantuk melakukan batuk efetif
ringan dari kisaran normal (1- efektif secara benar.
4).
 Retraksi dinding dada dari skala
berat ditingkatan ke ringan (2-
4).
 Dispnue dengan aktivitas
ringan dari skala berat
ditingkatan ke ringan (2-4).
 Suara napas tambahan dari
skala berat ditingkatan ke
ringan (2-4)
2 Penurunan Curah Status sirkulasi (0401) Pengaturan hemodinamik (4150)
 Monitor adanya tanda dan
Jantung b/d Setalah dilakukan tindakan  Untuk mengetahui tanda
gejala masalah status
Perubahan Preload keperawatan diharapkan : dan gejaa status volume.
volume.
 Tekanan darah sistol dari skala
 Lakukan auskultasi pada
deviasi berat dari kisaran  Untuk mengetahui suara
paru untuk mencari tahu apa
normal ditingkatkan ke deviasi tambahan pada pasien.
ada bunyi atau suara
ringan dari kisaran normal (1-
tambahan lainnya.
4).  Untuk mencegah
 Tinggikan kepala tempat
 Tekanan darah diastol dari terjadinya sesak nafas
tidur.
skala deviasi sedang dari tambahan.
 Arahkan pasien dan keluarga
kisaran normal ditingkatkan ke  Untuk mengetahui kondisi
mengenai pemantauan
deviasi ringan dari kisaran pasien.
hemodinamik.
normal (3-4).  Untuk memberikan terapi
 Berkolaborasi dengan
 Saturasi oksigen dari skala pada pasien.
doktersesuai indikasi.
deviasi berat dari kisaran
normal ditingkatkan ke deviasi
ringan dari kisaran normal (1-
4).
 Suara nafas tambahan dari skala
berat ditingkatkan ke ringan (1-
4).
 Kelelahan dari skala berat
ditingkatkan keringanan(1-4).
ANALISIS JURNAL
PENGARUH POSISI TIDUR SEMI FOWLER 45° TERHADAP KENAIKAN NILAI
SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RSUD
LOEKMONO HADI KUDUS
Sugih Wijayati, Dian Hardiyanti Ningrum, Putrono

Congestive Heart Failure (CHF) atau sering disebut juga dengan Gagal Jantung
Kongestif merupakan suatu kondisi fisiologis ketika jantung tidak mampu memompa darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Menurut American Heart
Association tanda-tanda gagal jantung adalah sebagai berikut: sesak napas terutama ketika
berbaring, mudah lelah, batuk atau mengi terutama ketika berolah raga atau berbaring,
pembengkakan pada ekstremitas, berat badan bertambah akibat dari penumpukan cairan dan
kebingungan atau tidak bisa berpikir jernih. Kerusakan lain yang terjadi pada penyakit gagal
jantung adalah kerusakan fungsi paru. Kerusakan fungsi paru dapat secara tidak langsung
berkontribusi pada penurunan saturasi oksigen.

Dengan menggunakan posisi semi Fowler yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi
untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari visceral-visceral abdomen
pada diafragma sehingga diafragma dapat terangkat dan paru akan berkembang 11 secara
maksimal dan volume tidal paru akan terpenuhi. Dengan terpenuhinya volume tidal paru maka
sesak nafas dan penurunan saturasi oksigen pasien akan berkurang. Posisi semi Fowler
biasanya diberikan kepada pasien dengan sesak nafas yang beresiko mengalami penurunan
saturasi oksigen, seperti pasien Tb Paru, asma, PPOK dan pasien kardiopulmonari dengan
derajat kemiringan 30– 45°.

Dari penelitian tersebut, didapatkan median SpO2 sebelum dilakukan pemberian posisi
tidur semi Fowler 45° adalah 96% dan setelah dilakukan pemberian posisi tidur semi Fowler
45° didapatkan median nilai SpO2 adalah 98%, hal ini menunjukan adanya selisih kenaikan
sebesar 2%. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa Intervensi posisi semi Fowler perlu
diberikan karena pemberian posisi semi Fowler ini adalah tindakan yang sederhana dan paling
efektif untuk mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada. Posisi semi Fowler
biasanya diberikan kepada pasien dengan sesak nafas yang beresiko mengalami penurunan
saturasi oksigen seperti kardiopulmonari dengan derajat kemiringan 30 –45°.
DAFTAR PUSTAKA

Rachma, L. N. (2014). PATOMEKANISME PENYAKIT GAGAL JANTUNG KONGESTIF


Lailia. 4(2), 81–90.

Wijayati, S., Ningrum, D. H., & Putrono, P. (2019). Pengaruh Posisi Tidur Semi Fowler 450
Terhadap Kenaikan Nilai Saturasi Oksigen Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di
RSUD Loekmono Hadi Kudus. Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine, 6(1),
13–19. https://doi.org/10.36408/mhjcm.v6i1.372

Bulechek, M.G dkk.(2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Indonesian edition.
Indonesia: Mocomedia.

Moorhead Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian edition.
Indonesia: Mocomedia

Herdman, T. Heather (2015). Diagnosis Keperawatan, edisi 10. Indonesia. Jakarta : ECG
Med Hosp 2019; vol 6 (1) : 13–19

Original Article

Pengaruh Posisi Tidur Semi Fowler 45° terhadap Kenaikan


Nilai Saturasi Oksigen pada Pasien Gagal Jantung Kongestif
di RSUD Loekmono Hadi Kudus
Sugih Wijayati, Dian Hardiyanti Ningrum, Putrono

Poltekkes Kemenkes Semarang Jurusan Keperawatan Prodi Profesi Ners

Korespondensi : sugihwijayati@yahoo.com

Abstrak Effect of 45° semi fowler bed position


to increase value saturation oxygen
Latar belakang : Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu in congestive heart failure in
kondisi fisiologis ketika jantung tidak mampu memompa darah Loekmono Hadi Kudus General Hospital
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh yang
menimbulkan beberapa gejala klinis yang dirasakan klien
beberapa diantaranya dispnea, ortopnea, paroxysmal nocturnal Abstract
dispnea (PND) sesak nafas pada malam hari. Posisi yang paling
efektif bagi klien dengan penyakit gagal jantung kongestif adalah
posisi semi Fowler dengan derajat kemiringan 45°, yaitu dengan Background : Congestive Heart Failure (CHF) is a physiological
menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan condition where the heart is unable to pump enough blood to
paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma. fullfill the metabolic needs of the body that cause some clinical
Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh posisi tidur semi Fowler symptoms felt by clients such as dyspnea, orthopnea, paroxysmal
45° terhadap kenaikan nilai saturasi oksigen pada pasien gagal nocturnal dyspnea (PND) shortness of breath at night day. The
jantung kongestif di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus. most effective position for clients with congestive heart failure
Metode : Jenis penelitian ini adalah Pra Experimental dengan disease is 450 degree slope semi Fowler position, using gravity to
rancangan Pre and Post Test One Group Design. Dilakukan pada aid lung compliance and reduce the pressure of the abdominal
16 responden dengan tehnik total sampling yang memenuhi diaphragm. This study is to determine the effect of 450 semi
kriteria inklusi. Data penelitian di analisa menggunakan uji Fowler bed position to increase the value of oxygen saturation in
dependent t–test. patients with congestive heart failure in dr. Loekmono Hadi Kudus
Hasil : Hasil penelitian didapatkan selisih median2 L/m rata-rata General Hospital. The type of this research is to draft Experimental
mengalami kenaikan 2%, yang menggunakan oksigen 3 L/m rata- Pre-Pre and Post Test One Group Design. Conducted on 16
rata mengalami kenaikan 1% dan yang tidak menggunakan respondents with total sampling technique that met the inclusion
oksigen mengalami rata rata kenaikan 1%. criteria.
Simpulan : Ada pengaruh posisi tidur semi Fowler 45° terhadap Methods : The research data were analyzed using dependent t-
kenaikan nilai saturasi oksigen pada pasien gagal jantung test.
kongestif. Penelitian ini merekomendasikan agar pasien gagal Results : The result showed the difference in median 2 L / s average
jantung kongestif dengan penurunan saturasi oksigen diberikan 2%, which use oxygen 3 L / s average 1%, and that does not use
posisi tidur semi Fowler 45°. oxygen to experience average increase of 1%. 450 semi Fowler bed
position has an effect to increase the value of oxygen saturation in
Kata kunci : CHF; posisi semi Fowler 45°; SpO2 patients with congestive heart failure.
Conclusion : The study recommends to give 450 semi Fowler bed
position to patients with congestive heart failure with decreased
oxygen saturation.

Keywords : 45° semi Fowler bed position; CHF; SpO2

13
Medica Hospitalia | Vol. 6, No. 1, Mei 2019

PENDAHULUAN gelombang tertentu. Cara kerja pulse oximeter nadi


merupakan pengukuran diferensial berdasarkan metode
Congestive Heart Failure (CHF) atau sering disebut juga absorpsi spektofotometri yang menggunakan hukum
dengan Gagal Jantung Kongestif merupakan suatu Beer_Lambert.9
kondisi fisiologis ketika jantung tidak mampu memompa Faktor yang mempengaruhi ketidakakuratan
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pengukuran saturasi oksigen adalah sebagai berikut:
metabolik tubuh.1 Menurut American Heart Association perubahan kadar Hb, sirkulasi yang buruk, aktivitas
tanda-tanda gagal jantung adalah sebagai berikut: sesak (menggigil/gerakan berlebihan), ukuran jari terlalu
napas terutama ketika berbaring, mudah lelah, batuk besar atau kecil, akral dingin, denyut nadi terlalu kecil,
atau mengi terutama ketika berolah raga atau berbaring, adanya cat kuku berwarna.10
pembengkakan pada ekstremitas, berat badan Dengan menggunakan posisi semi Fowler yaitu
bertambah akibat dari penumpukan cairan dan dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu
kebingungan atau tidak bisa berpikir jernih.2 Kerusakan pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari
lain yang terjadi pada penyakit gagal jantung adalah visceral-visceral abdomen pada diafragma sehingga
kerusakan fungsi paru. Kerusakan fungsi paru dapat diafragma dapat terangkat dan paru akan berkembang
secara tidak langsung berkontribusi pada penurunan secara maksimal dan volume tidal paru akan terpenuhi.11
saturasi oksigen.3 Dengan terpenuhinya volume tidal paru maka sesak
Data yang diterbitkan oleh WHO tahun 2013 nafas dan penurunan saturasi oksigen pasien akan
orang meninggal karena penyakit kardiovaskuler berkurang. Posisi semi Fowler biasanya diberikan
sebanyak 17,3 miliar di dunia dan diperkirakan akan kepada pasien dengan sesak nafas yang beresiko
mencapai 23,3 miliar penderita yang meninggal pada mengalami penurunan saturasi oksigen, seperti pasien
tahun 2020.3 Dari hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas Tb Paru, asma, PPOK dan pasien kardiopulmonari dengan
2013 prevalensi gagal jantung di Indonesia sebesar 0,13%, derajat kemiringan 30– 45°. Hipotesis:
prevalensi gagal jantung diJawa Tengah (0,18%). Ha: Ada pengaruh posisi tidur semi Fowler 45° terhadap
Berdasarkan penelitian sebelumnya pada pasien kenaikan nilai saturasi oksigen pada pasien gagal jantung
asma yang mengalami sesak nafas dan tidak diberikan kongestif.
pengaturan posisi tidur ditemukan bahwa dari
47 responden didapatkan sebanyak 19 responden (40,4%) METODE
dengan saturasi oksigen normal (95–100%), sebanyak 26
responden (55,3%) dengan saturasi oksigen (90–94%), Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian
dan sebanyak 2 responden (4,3%) dengan saturasi Pra–Experimental. Desain penelitian menggunakan
oksigen (75–89%).4 Berdasarkan penelitian sebelumnya pendekatan Pre and Post Test One Group Design. Penelitian
di RSUD dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2013 ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai SpO2
terdapat 37 penderita gagal jantung kongestif yang sebelum dan setelah diberikan perlakuan posisi tidur
semuanya mengalami sesak nafas.5 Hasil studi semi Fowler 45°.
pendahuluan yang dilakukan pada 14 Desember 2016 di Rancangan penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus didapatkan data dari
rekam medikpada tahun 2015 terdapat 377 pasien gagal Pretest treatment posttest
jantung kongestif sedangkan data pada bulan Januari K 01 X O2
November 2016 tercatat pasien yang menjalani gagal
jantung kongestif sebanyak 444 pasien dengan rata-rata Keterangan:
40 pasien perbulan, dan hasil survei diruangan didapati K : Kelompok perlakuan
satu pasien gagal jantung disertai sesak nafas intensitas O1 : Pengukuran saturasi oksigen (SpO2) sebelum
ringan (stenosis katup semiluner) serta ketidakmampuan perlakuan
jantung untuk mengisi darah (misalnya temponade O2 : Pengukuran saturasi oksigen (SpO2) setelah
perikardium, perikarditas, konstriktif, atau stenosis perlakuan
katup AV.6 X : Perlakuan pemberian posisi tidur semi Fowler 45°
Pada pasien yang mengalami sesak nafas akan Pemilihan sampel menggunakan teknik Non Probability
mengalami penurunan saturasi oksigen dan dapat Sampling. Teknik sampling yang digunakan dalam
berakibat mengakibatkan hipoksemia. (Hafiiz, 2013) penelitian ini adalah Sampling total. Populasi penelitian
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang ini adalah total keseluruhan pasien rawat inap yang
berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen mengalami gagal jantung kongestif atau Congestive Heart
normal adalah antara 95–100 %.8 Failure (CHF) di ruang Melati 1 dan Melati 2 RSUD
Pulse oximeter adalah suatu metode non invasive Dr. Loekmono Hadi Kudus Pada bulan Januari – Februari
untuk me-monitoring saturasi oksigen (SpO2) dengan 2017, populasi sebanyak 16 pasien gagal jantung
mengukur puncak penyerapan cahaya pada panjang kongestif .

14
Pengaruh Posisi Tidur Semi Fowler 45° terhadap Kenaikan Nilai Saturasi Oksigen pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUD Loekmono Hadi Kudus

HASIL
TABEL 2
Distribusi frekuensi dan prosentase karakteristik
Karekteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari responden berdasarkan penggunaan O2 (n=16)
jenis kelamin, usia, klasifikasi NYHA, kategori SpO2
Penggunaan O2 (f) (%) Rata-rata
sebelum tindakan, kategori SpO2 setelah perlakuan dapat selisih
dilihat pada tabel 1. kenaikan
Distribusi frekuensi dan prosentase karakteristik
responden berdasarkan penggunaan O2 dapat dilihat Tidak menggunakan 6 37,5 1
pada tabel 2.
2 L/m 3 18,8 2

TABEL 1 3 L/m 7 43,8 1


Distribusi frekuensi dan prosentase karakteristik
responden (n=16)

Karakteristik Demografi Jumlah TABEL 3


(f) (%)
Distribusi frekuensi median, minimum dan
maksimum nilai pre test dan post test (n=16)
Jenis kelamin
Pre Post
Laki-laki 9 56,3
Perempuan 7 43,8 Median 96,0000 98,0000
Umur (tahun) Minimum 81,00 95,00
43 tahun 1 6,3 Maksimum 98,00 99,00
49 tahun 1 6,3
50 tahun 2 12,5
51 tahun 2 12,5 TABEL 4
Hasil analisa normalitas data nilai SPO2
53 tahun 1 6,3
pada 16 responden gagal jantung kongestif
54 tahun 1 6,3 pre – post pengaturan posisi tidur semi Fowler 45°
55 tahun 1 6,3 (n=16)
56 tahun 1 6,3 Shapiro–Wilk
58 tahun 1 6,3 Statistic Df Sig. N > 0,05
61 tahun 1 6,3
Pre 0,637 16 0,000 Tidak Normal
68 tahun 1 6,3
perlakuan
70 tahun 1 6,3
Post 0,895 16 0,019 Tidak Normal
72 tahun 1 6,3 perlakuan
81 tahun 1 6,3
Klasifikasi NYHA
TABEL 5
NYHA I 3 18,8
Perubahan kenaikan nilai SPO2 pada pasien
NYHA II 13 81,3 Gagal Jantung Kongestif sebelum dan setelah
Kategori SpO2 sebelum tindakan pengaturan posisi tidur semi Fowler 45°
Normal 13 81,3 di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus,
Januari–Februari 2017 (n=16)
Hipoksemia ringan 1 6,3
Hipoksemia sedang 2 12,5 Negative Positive Ties Z Signifikan
Rank Rank (2-tailed)
Kategori SpO2 setelah tindakan
Normal 16 100,0 15 0 6 -3,414 0,001

15
Medica Hospitalia | Vol. 6, No. 1, Mei 2019

Deskripsi distribusi frekuensi median, minimum, dilakukan terhadap 16 responden, menunjukan bahwa
maksimum nilai pre test dan post test perlakuan dapat orang yang berusia lanjut lebih banyak menderita gagal
dilihat pada tabel 3. jantung dari pada orang dewasa yaitu sebanyak
Normalitas nilai SPO2 pada 16 responden gagal 12 responden usia lanjut berusia >50 tahun, sedangkan
jantung kongestif pre – post perlakuan ditunjukkan pada 4 responden dewasa berusia ≤50 tahun. Menurut Gopal
tabel 4. dalam Arafat dituliskan bahwa gagal jantung
Analisa Perubahan kenaikan nilai SPO2 pada merupakan penyebab tersering terjadinya rawat inap
pasien Gagal Jantung Kongestif sebelum dan setelah pada pasien berusia 65 tahun keatas. Dalam Cowie dan
mendapatkan terapi pemberian posisi tidur semi Fowler Figuero17 juga dituliskan bahwa prevalensi gagal jantung
45° dapat dilihat pada tabel 5. meningkat seiring dengan pertambahan usia dan
terutama mengenai pasien dengan usia di atas 65 tahun.
PEMBAHASAN Hasil penelitian ini sesuai dengan Nurhayati 2009
terhadap 30 responden, setengahnya pasien yang
Karakteristik responden mempunyai penyakit jantung berada pada rentan usia
Berdasarkan analisis data terhadap 16 responden yang antara 40–59 tahun (50%). Hampir setengahnya pasien
memenuhi kriteria inklusi, dapat diketahui bahwa yang berada pada usia <40 tahun sejumlah 9 orang (30%).
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada Sedangkan sebagian kecil yang berada pada usia >60
kelompok responden laki-laki lebih tinggi yaitu tahun yaitu sebanyak 6 orang (20%). Sangat sesuai
sebanyak 9 responden (56,3%) sedangkan pada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Yoseph
kelompok responden perempuan sebanyak 7 responden Chandra, M.Kes tentang Hubungan Usia Terhadap
(43,8). Sesuai dengan ukuran penelitian menurut Penyakit Gagal Jantung Kongestif, bahwa usia yang
Sugiyono12 bahwa total sampling digunakan jika jumlah paling rentan pada penyakit jantung adalah usia antara
populasi kecil yaitu kurang dari 30 pasien. Hal ini sesuai 30–90 tahun.
dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa Menunjukkan bahwa karakteristik responden
gagal jantung lebih sedikit terjadi pada perempuan dari berdasarkan klasifikasi NYHA terdapat 12 responden
pada laki-laki, yaitu sebanyak 32,5% terjadi pada (92,3%) menderita gagal jantung kongestif NYHA II
perempuan dan sebanyak 67,3% terjadi pada laki-laki.13 (81,3%), dan 1 responden (7,7%) menderita gagal jantung
Hal ini didukung oleh Mann bahwa gagal jantung lebih kongestif NYHA I. Kemudian karakteristik responden
sedikit terjadi pada perempuan dari pada laki-laki. Hal berdasarkan penggunaan terapi oksigen pada responden
ini juga didukung oleh data European Heart Failure Survey yang menggunakan oksigen 2 L/m rata-rata mengalami
pada tahun 2000–2001, bahwa 53% pasien gagal jantung kenaikan sebesar 2%, yang menggunakan oksigen 3 L/m
yang dirawat di rumah sakit adalah berjenis kelamin laki- rata-rata mengalami kenaikan sebesar 1% dan yang tidak
laki. menggunakan oksigen mengalami rata-rata kenaikan
Menurut Smeltzer dalam Nurhayati angka sebesar 1%. Hasil ini sesuai dengan penelitian tentang
kematian gagal jantung kongestif pada semua umur laki- ketepatan pemasangan alat oksigenasi menggunakan
laki lebih tinggi dari pada angka kematian wanita karena kanul nasal sesuai standar operasional prosedur (SOP)
tingkat estrogen pada wanita dapat melindungi dari oleh perawat sebagian besar dalam kategori baik (52%).
penyakit jantung, namun penelitian yang dilakukan Perubahan saturasi oksigen pada pasien dengan
pada tahun 2001 oleh perkumpulan ahli jantung di gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenas i
Amerika, mengemukakan bahwa memang semula menggunakan kanul nasal dengan kecepatan aliran 3 dan
penyakit gagal jantung kongestif kebanyakan diderita 4 lpm rata-rata sebesar 2,19%. Intervensi keperawatan
oleh kaum laki-laki, dihubungkan dengan kebiasaan untuk meningkatkan dan mempertahankan oksigenasi
merokok, minuman keras serta akivitas yang lebih tinggi. tercakup dalam domain keperawatan: pemberian dan
Akan tetapi seiring perkembangan zaman, penyakit pemantauan intervensi dan program yang terapeutik.
gagal jantung kongestif ini juga menjadi penyebab Hal ini meliputi tindakan keperawatan mandiri, seperti
kematian nomor satu pada perempuan. Mungkin ada perilaku peningkatan kesehatan dan upaya pencegahan,
hubungannya dengan gaya hidup perempuan yang kini pengaturan posisi, teknik batuk dan tindakan
hampir sama dengan laki-laki. Pada masa reproduksi keperawatan kolaborasi, seperti terapi oksigen, teknik
kemungkinan perempuan terkena penyakit gagal inflasi paru, hidrasi dan fisioterapi. (Potter, 2006) Posisi
jantung kongestif jauh lebih kecil dibanding laki-laki, yang paling efektif bagi klien dengan penyakit
dengan rasio 1 : 7 namun memasuki masa menopause, kardiopulmonari adalah posisi semi Fowler dengan
risikonya meningkat menyamai laki-laki.16 Hal tersebut derajat kemiringan 45°.14
sesusai dengan penelitian ini dimana selisih jumlah Pada gagal jantung terjadi penurunan curah
responden laki laki dan perempuan tidak banyak yaitu jantung yang mengakibatkan peningkatan volume darah
berselisih 1 responden saja. dan peningkatkan aliran balik vena sehingga
Pada faktor usia, menurut hasil penelitian yang mengakibatkan peningkatan kerja jantung dan

16
Pengaruh Posisi Tidur Semi Fowler 45° terhadap Kenaikan Nilai Saturasi Oksigen pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUD Loekmono Hadi Kudus

meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung, jika SpO2 setelah perlakuan adalah 98%.
respon ini terjadi terus menerus maka tubuh akan Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
merespon dengan pernafasan cepat dan dangkal untuk Arafat tentang perbedaan nilai saturasi oksigen dan
memenuhi kebutuhan oksigen dalam darah. Keadaan ini tekanan darah pada pasien gagal jantung sebelum dan
sering disebut sesak nafas atau dispnea.15 Pada pasien setelah diberikan posisi Fowler 45° di RSUP Dr. Kariadi
yang mengalami sesak nafas akan mengalami penurunan Semarang didapatkan 20 responden yang mengalami
saturasi oksigen dan dapat berakibat mengakibatkan penurunan SpO2. Setelah dilakukan posisi Fowler 45°,
hipoksia.7 Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung nilai SpO2 mengalami kenaikan dengan minimum nilai
yaitu untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas SpO2 setelah perlakuan sebesar 95%, maksimum SpO2
dengan tindakan preventif dan pencegahan perburukan 100%, dan rata-rata nilai SpO2 adalah 98,50. Volume Tidal
penyakit gagal jantung kongestif baik dengan tata adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi
laksana farmakologis maupun non farmakologis. Tata pada setiap kali pernapasan normal. Besarnya ± 500 cc
laksana farmakologis untuk mengurangi sesak nafas pada rata-rata orang dewasa. Posisi tubuh juga
selain menggunakan obat-obatan adalah dengan mempengaruhi volume dan kapasitas paru, biasanya
memberi terapi oksigen terhadap pasien sesuai dengan menurun bila berbaring, dan meningkat bila berdiri.
kebutuhannya.16 Perubahan pada posisi ini disebabkan oleh dua faktor,
yaitu kecenderungan isi abdomen menekan ke atas
Nilai SpO2 sebelum dilakukan posisi tidur semi Fowler melawan diafragma pada posisi berbaring dan
45° kepada pasien Gagal Jantung Kongestif peningkatan volume darah paru pada posisi berbaring,
Nilai SpO2 sebelum dilakukan posisi semi Fowler 45° yang berhubungan dengan pengecilan ruang yang
terbagi menjadi tiga kategori yaitu terdapat 2 responden tersedia untuk udara dalam paru.18
(12,5%) termasuk dalam kategori hipoksia sedang, Mengatur pasien dalam sudut posisi tidur semi
1 responden (6,3%) termasuk dalam kategori hipoksia Fowler 45° akan mengurangi sesak nafas pada pasien
ringan dan 13 responden (81,3%) termasuk ke dalam karena pada posisi tersebut lebih membantu
kategori normal. Dengan nilai SpO2 terendah sebelum menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan
perlakuan adalah 81% dan nilai SpO2 tertinggi sebelum ekspansi paru secara maksimal serta mengatasi
perlakuan adalah 99%, serta nilai median SpO2 sebelum kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
perlakuan adalah 96%. perubahan membran alveolus. Pasien yang mengalami
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian5 gangguan tidur atau lemah seharusnya ditempatkan
tentang pengaruh pengaturan posisi semi Fowler dalam posisi Fowler bukan dalam posisi terlentang untuk
terhadap perubahan saturasi oksigen melalui membantu ambulasi, memonitor hemodinamik dan
pemeriksaan oksimetri pada pasien Congestive Heart memfasilitasi pernafasan juga membantu kegiatan rutin
Failure di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, didapatkan seperti makan atau berkomunikasi dengan orang
24 responden yang mengalami penurunan SpO2. Setelah lain.19
dilakukan tindakan pemberian posisi semi Fowler, nilai
SpO2 mengalami kenaikan dengan selisih rata- rata 1,3. Pengaruh posisi tidur semi Fowler 45° terhadap
Sebelum dilakukan perlakuan, responden berada dalam kenaikan nilai SpO2 pada pasien Gagal Jantung
posisi Fowler rendah (15°–30°). Hal ini menyebabkan Kongestif sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
ekspansi dada untuk mengembang tidak maksimal. Hal pengaturan posisi semi Fowler 45°
ini didukung oleh Hasanah11 dengan menggunakan Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD
posisi semi Fowler yaitu dengan menggunakan gaya Dr. Loekmono Hadi Kudus didapatkan median SpO2
gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan sebelum dilakukan pemberian posisi tidur semi Fowler
mengurangi tekanan tekanan dari visceral-visceral 45° adalah 96% dan setelah dilakukan pemberian posisi
abdomen pada diafragma sehingga diafragma dapat tidur semi Fowler 45° didapatkan median nilai SpO2
terangkat sehingga paru akan berkembang secara adalah 98%, hal ini menunjukan adanya selisih kenaikan
maksimal dan volume tidal paru akan terpenuhi. Dengan sebesar 2%. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
terpenuhinya volume tidal paru maka sesak nafas dan bahwa Intervensi posisi semi Fowler perlu diberikan
penurunan saturasi oksigen pasien akan berkurang.3 karena pemberian posisi semi Fowler ini adalah tindakan
yang sederhana dan paling efektif untuk mengurangi
Nilai SpO2 setelah dilakukan posisi tidur semi Fowler resiko penurunan pengembangan dinding dada. Posisi
45° kepada pasien Gagal Jantung Kongestif semi Fowler biasanya diberikan kepada pasien dengan
Nilai SpO2 setelah dilakukan tindakan pemberian posisi sesak nafas yang beresiko mengalami penurunan saturasi
semi Fowler 45° termasuk dalam kategori normal yaitu oksigen seperti kardiopulmonari dengan derajat
sebanyak 16 responden (100%). Dengan nilai SpO2 kemiringan 30 –45°. 11
terendah setelah perlakuan adalah 95%, nilai SpO2 Pada pasien yang mengalami gagal jantung
tertinggi setelah perlakuan adalah 99% serta nilai median khususnya gagal jantung kongestif akan mengalami

17
Medica Hospitalia | Vol. 6, No. 1, Mei 2019

edema pulmoner. Pasien yang mengalami edema diteruskan ke laring sampai di trakea (batang tenggorok)
pulmoner memiliki ketebalan membran alveoli yang setelah itu udara masuk ke dalam bronkus lalu masuk ke
meningkat, cairan atau edema yang merintangi proses alveolus dimana terjadi proses difusi atau pertukaran
difusi, karena hal tersebut membuat gas memerlukan oksigen O2 dan karbondioksida CO2, setelah itu
waktu lebih lama melewati membran alveoli, terjadilah proses perfusi yaitu aliran darah membawa
mengakibatkan proses difusi yang lambat. Pertukaran oksigen menuju ke jaringan untuk kemudian salurkan ke
gas yang lambat akan mengganggu proses pengiriman sel-sel tubuh. Difusi oksigen dari paru-paru ke sel-sel
oksigen ke jaringan. Perawat harus mampu memberikan jaringan tubuh terjadi akibat perbedaan tekanan O2. Pada
posisi yang tepat untuk kelancaran proses difusi yaitu waktu tekanan udara luar satu atmosfer (760 mmHg),
dengan pengaturan posisi. Posisi Fowler yang paling besarnya tekanan oksigen di paru-paru ±150 mmHg
umum adalah semi Fowler yaitu kepala dan tubuh (± seperlimanya). Tekanan dalam arteri ±100 mmHg, dan
ditinggikan 45° sampai 60°. Grafitasi menarik diafragma di vena ± 40 mmHg. Tekanan O2 di jaringan 0–40 mmHg,
kebawah sehingga mempengaruhi ekspansi paru yang maka oksigen dapat berdifusi ke sel-sel jaringan tubuh.
lebih optimal saat responden berada pada posisi semi Pada saat tekanan oksigen dalam arteri 100 mmHg, setiap
Fowler atau Fowler tinggi.5 100 ml darah dapat mengangkut 19 ml O2. Dari 19 ml O2
Hal ini didukung oleh Hasanah 2013 dengan tersebut, 12 ml oksigen ikut terbawa darah dalam vena,
menggunakan posisi semi Fowler yaitu dengan sedangkan yang 7 ml disampaikan ke sel-sel jaringan
menggunakan gaya gravitasi untuk membantu tubuh. Jadi seorang laki-laki dengan 5 liter darahnya
pengembangan paru dan mengurangi tekanan tekanan dapat menyampaikan 350 ml oksigen setiap satu kali
dari visceral-visceral abdomen pada diafragma sehingga beredar. Dalam keadaan biasa, kita memerlukan oksigen
diafragma dapat terangkat sehingga paru akan ±300 liter sehari semalam atau liter tiap menitnya. Jumlah
berkembang secara maksimal dan volume tidal paru ini bertambah apabila aktivitas tubuh juga meningkat.
akan terpenuhi. Dengan terpenuhinya volume tidal paru Pengangkutan oksigen dalam tubuh dilakukan oleh
maka sesak nafas dan penurunan saturasi oksigen pasien plasma darah dan hemoglobin. Sebagian besar oksigen
akan berkurang. Hal ini sesuai dengan tekanan atmosfer diangkut oleh Hb (hemoglobin) dalam bentuk
menurut prinsip Boyle, jika udara yang mengisi ruang oksimioglobin (tersimpan dalam otot) dan oksihemoglobin
meningkat, tekanan didalam ruang tersebut menurun. (tersimpan dalam darah merah); hanya 2–3% saja oksigen
Oleh karena itu paru mengembang, tekanan didalam yang larut dalam plasma. Hemoglobin dapat mengikat
alveoli menurun dibawah tekanan atmosfir, dan udara dan melepaskan oksigen dalam reaksi bolak balik
dari atmosfer menyerbu masuk ke paru (dari tekanan sebagai berikut :
tingi ke tekanan rendah). Pada akhir ekspirasi, rongga
toraks relaksasi, menyebabkan tekanan didalam alveolus Hb4 + 4 O2 HbO2.21
yang terisi udara inspirasi, memiliki tekanan yang lebih
tinggi daripada atmosfer. Udara kemudian mengalir ke Hasil penelitian tentang kenaikan nilai saturasi
luar paru sesuai penurunan gradien tekanan.15 Otot-otot oksigen pada pasien gagal jantung kongestif sebelum
respirasi menyebabkan ventilasi paru dengan jalan dan setelah dilakukan pemberian posisi tidur semi
menekan dan mengembangkan paru secara bergantian Fowler 45° di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus dengan
yang berarti menyebabkan tekanan di dalam paru menggunakan non parametrik dependen t–test pada
menjadi sedikit lebih rendah dibandingkan dengan masing masing variabel untuk mengetahui perbedaan
tekanan udara atmosfer, yaitu sekitar 1mmHg; ini akan saturasi oksigen sebelum dan setelah diberikan
menyebabkan udara mengalir ke dalam paru. Selama perlakuan. Sebelum diuji dependen t–test harus dilakukan
ekspirasi biasa tekanan intra-alveolar naik, sekitar uji normalitas data terlebih dahulu menggunakan
+1mmHg di atas tekanan udara atmosfer yang Shapiro–Wilk karena responden pada penelitian ini
menyebabkan udara mengalir keluar dari paru.20 Dalam berjumlah 16 responden (<50). Dari hasil uji normalitas
suatu jurnal penelitian yang bertujuan untuk diketahui bahwa nilai signifikan sebelum perlakuan
menentukan pengaruh posisi pada aktivitas expiratory adalah 0,000 dan setelah perlakuan adalah 0,006, ini
otot abdominal menyebutkan bahwa Expiratory Reserve menunjukan nilai signifikan p <0,05 yang artinya data
Volume (ERV) nilainya lebih kecil pada posisi terlentang tidak berdistribusi normal. Kemudian dilakukan uji
dibanding posisi lain. Vital Capacity (VC) dalam posisi normalitas lagi menggunakan transformasi data dan
berdiri, duduk adalah lebih besar dari posisi yang diketahui bahwa nilai signifikan sebelum perlakuan
terlentang, dan Inspiratory Reserve Volume (IRV) pada adalah 0,000 dan setelah perlakuan adalah 0,006, ini
posisi duduk dan posisi berdiri adalah lebih besar dari menunjukan nilai signifikan p <0,05 yang artinya data
posisi setengah berbaring.21 masih tidak berdistribusi normal sehingga data perlu di
Pada proses pernafasan pertama-tama terjadi uji menggunakan uji alternatif Wilcoxon.
proses ventilasi yaitu udara masuk melalui rongga Berdasarkan uji alternatif Wilcoxon didapatkan
hidung kemudian menuju faring (rongga tekak) nilai p 0,001 (<0,05) yang berarti bahwa ada pengaruh

18
Pengaruh Posisi Tidur Semi Fowler 45° terhadap Kenaikan Nilai Saturasi Oksigen pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUD Loekmono Hadi Kudus

yang signifikan terhadap SpO2 sebelum dan setelah DAFTAR PUSTAKA


diberikan posisi semi Fowler 45° di RSUD dr. Loekmono
Hadi Kudus. Dengan pengaturan posisi semi Fowler 1. Prasetyo AS. (2015). Keadaan Kardiomegali pada pasien Gagal
dapat meningkatkan SpO2 dengan meningkatkan Jantung Kongestif. Cendekia Utama, 2: p, 20
2. American Heart Association. 2015. Cardiovascular Condition
ventilasi paru melalui pengembangan dada yang lebih
3. Damayanti AP. (2013) Analisis Praktik Klinik Keperawatan
optimal. Selain itu hasil penelitian ini juga didukung oleh Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Gagal Jantung
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurdiyanto Kogestif atau Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Rawat
tentang pengaruh pengaturan posisi semi Fowler Penyakit Dalam, lantai 7 zona A, Gedung A, RSUPN Dr. Cipto
terhadap perubahan saturasi oksigen melalui Mangunkusumo, 2.
4. Iyonu R. (2014) Hubungan Posisi Tidur Semifowler dengan
pemeriksaan oksimetri pada pasien Congestive Heart
Kualitas Tidur pada Klien Gagal Jantung Kongestif di RSUD
Failure di RSUD dr. Moewardi Surakarta yang Dr. M. M. Dunda Limboto
menunjukan pengaruh signifikan terhadap nilai saturasi 5. Nurdiyanto M. (2013). Pengaruh Pengaturan Posisi Semi
oksi gen pada pasi en gagal jantung di RSUD Fowler Terhadap Perubahan Nilai Saturasi Oksigen Melalui
dr. Moewardi Surakarta. Penelitian lain tentang Pemeriksanaan Oximetry Pada Pasien Congestive Heart
perbedaan nilai saturasi oksigen dan tekanan darah pada Failure (CHF) di RSUD dr. Moewardi Surakarta.
6. Gemilang JG. (2014). Pemberian Sudut Posisi Tidur 45 derajat
pasien gagal jantung sebelum dan setelah diberikan terhadap kualitas tidur pada Asuhan Keperawatan Ny. S
posisi Fowler di RSUP Dr. Kariadi Semarang yang dengan Kongestif Heart Failure (CHF) di Ruang Intensive Care
dilakukan oleh Arafat 2013 menyimpulkan ada Unit RSUD Sukoharjo..
perbedaan yang sangat signifikan pada kenaikan nilai 7. Hafiiz ME. (2013) Pengaruh Pursed-Lip Breathing Terhadap
saturasi oksigen setelah dilakukan tindakan pemberian Penurunan Respiratory Rate (RR) dan Peningkatan Pulse
Oxygen Saturation (SpO2) pada Penderita PPOK..
posisi Fowler di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
8. Wijaya RR. (2015) Perubahan Saturasi Oksigen Pada Pasien
Kritis Yang Dilakukan Tindakan Suction Endotracheal Tube di
SIMPULAN ICU RSUD dr. Moewardi Surakarta.
9. Mallo PY,SSRUA,NBS,B. 2013. Rancang Bangun Alat Ukur
Jumlah responden laki-laki sebanyak 9 responden Hemoglobin dan Oksigen Dalam Darah dengan sensor
Oksimeter secara Non-Invasif. Manado
(56,3%) sedangkan perempuan 7 responden (43,8%),
10. Sajidin M,SEN,SI. (2015). Gambaran Saturasi Oksigen pada
dengan usia paling banyak >50 tahun sebanyak penderita Asma di RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojosari
12 responden sedangkan responden dengan usia ≤50 Mojokerto
tahun sebanyak 4 responden. Nilai saturasi oksigen 11. Hasanah L. (2013) Analisis Praktik Klinik Keperawatan
terendah sebelum diberikan perlakuan adalah 81% dan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan
Gangguan Kardiovaskuler: Congestive Heart Failure, di Ruang
nilai tertinggi adalah 98%, dengan nilai median saturasi
Rawat Kardiovaskuler, lantai 6 Zona B RS Dr. Cipto
oksigen sebelum perlakuan adalah 96%. Nilai saturasi Mangunkusumo.
oksigen terendah setelah diberikan perlakuan adalah 12. Sugiyono. (2016). Statistika Untuk Penelitian: ALFABETA;.
95% dan nilai tertinggi adalah 99%, dengan median 13. Wati MHH. (2013). Prevalence of Hypertensive Heart Disease
saturasi oksigen setelah perlakuan adalah 98%. in Congestive Heart Failure Patients at RSUP H.Adam Malik. E-
Berdasarkan analisis uji alternatif Wilcoxon didapatkan Journal FK USU, 1.
14. Iyonu R. (2014) Hubungan Posisi Tidur Semifowler dengan
nilai p 0,006 (p <0,05) yang berarti bahwa ada pengaruh
Kualitas Tidur pada Klien Gagal Jantung Kongestif di RSUD
pemberian posisi tidur semi Fowler 45° terhadap Dr. M. M. Dunda Limboto.
kenaikan nilai saturasi oksigen pada pasien gagal jantung 15. Corwin EJ. Handbook of Pathophysiology. 3rd ed. Yudha
kongestif di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus dengan EK,WE,YD,KPE, editor.: Penerbit Buku Kedokteran: EGC;.
selisih median saturasi oksigen sebelum dan setelah (2009).
16. Nurhayati E. (2009). GAMBARAN FAKTOR RESIKO PADA
diberikan perlakuan adalah 2%.
PASIEN PENYAKIT. jurnal kesehatan kartika.
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan 17. Arrafat, H. 2013. Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen dan
bagi institusi rumah sakit dan dapat dijadikan acuan Tekanan Darah pada Pasien Gagal Jantung sebelum dan
untuk membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) sesudah diberikan posisi Semi Fowler di RSUP dr. Kariadi
tentang pemberian posisi tidur semi Fowler 45° bagi Semarang.
18. Rifa'i A,ESS,S. (2013). Aplikasi Sensor Tekanan Gas MPX5100
pasien gagal jantung kongestif sehingga setiap ada pasien
dalam Alat Ukur Kapasitas Paru-paru. Unnes Physics Journal,
gagal jantung kongestif dapat diberikan posisi tidur semi 1.
Fowler 45° untuk mencegah terjadinya penurunan 19. Kubota S,EY,KM,IY,FT. (2015) Effect of Trunk Posture in
saturasi oksigen. Fowl er' s Posi ti on on Hemodyna mi cs. A utonomic
Nauroscience: Basic and Clinical, 189.
20. Saminan. Pertukaran Udara O2 dan CO2 Dalam Pernafasan.
JKS. 2012; 2: 122–126
21. Prasetyo, Yudik. (2011). Adaptasi pasien pernafasan terhadap
laihan.

19

Anda mungkin juga menyukai