DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II KOTABUMI
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................3
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................36
B. Saran ........................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sectio caesaria merupakan proses persalinan atau pembedahan
melalui insisi pada dinding perut dan rahim bagian depan untuk
melahirkan janin.
Indikasi medis dilakukannya operasi sectio caesaria ada dua faktor
yang mempengaruhi yaitu faktor janin dan faktor ibu. Faktor dari janin
meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin,
ancaman gawat janin, janin abnormal, faktor plasenta, kelainan tali pusat
dan bayi kembar. Sedangkan faktor ibu terdiri atas usia, jumlah anak
yang dilahirkan, keadaan panggul, penghambat jalan lahir, kelainan
kontraksi lahir, ketuban pecah dini (KPD), dan pre eklampsia
(Hutabalian , 2011).
Berdasarkan data yang ada penyebab langsung kematian pada ibu
terdiri dari perdarahan (35%), eklampsi (20%), infeksi (7%) sedangkan
untuk penyebab yang tidak diketahui (33%) (PWS KIA Tahun 2007).
Dalam keadaan normal 8–10% perempuan hamil aterm akan mengalami
KPD (Sarwono, 2008).
Makin dikenalnya bedah caesar dan bergesernya pandangan
masyarakat akan metode tersebut, juga diikuti meningkatnya angka
persalinan dengan sectio caesaria. Di Indonesia sendiri, secara garis
besar jumlah dari persalinan caesar di rumah sakit pemerintah adalah
sekitar 20–25% dari total persalinan, sedangkan untuk rumah sakit
swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30–80% dari total
persalinan (Rosyid, 2009).
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia bersama Pemerintah
(Departemen Kesehatan dan Departemen Kesejahteraan Sosial)
mengeluarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
(Dirjen Yanmedik) Departemen Kesehatan RI yang menyatakan bahwa
1
angka sectio caesaria untuk rumah sakit pendidikan atau rujukan
sebesar 20% dan rumah sakit swasta 15% (Kasdu, 2003).
Angka kejadian sectio caesaria khususnya dengan indikasi ketuban
pecah dini yang disertai dengan presentasi bokong selama 1 tahun
terakhir di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta terdapat 8
orang dan untuk 1 bulan terakhir sebanyak 1 orang. Peningkatan angka
kejadian sectio caesaria selalu mengalami peningkatan untuk waktu
yang akan datang.
Berdasarkan asumsi dari berbagai pihak yang terkait dengan
meningkatnya kecenderungan persalinan dengan sectio caesaria hal ini
disebabkan oleh perasaan cemas dan takut menghadapi rasa sakit, tidak
kuat untuk menahan rasa sakit pada persalinan spontan, takut tidak kuat
mengedan, trauma pada persalinan yang lalu, adanya kepercayaan atas
tanggal dan jam kelahiran yang dapat mempengaruhi nasib anaknya di
masa mendatang, khawatir persalinan pervaginam akan merusak
hubungan seksual, keyakinan bahwa dengan bedah caesar kesehatan ibu
dan bayi lebih terjamin, faktor pekerjaan, anjuran dari suami, faktor
praktis karena tindakan bedah caesar dilakukan sekaligus dengan
tindakan sterilisasi serta faktor sosial dan ekonomi yang mendukung
dilakukannya tindakan bedah caesar.
Salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk meminimalkan angka
kejadian sectio caesaria adalah dengan mempersiapkan tenaga kesehatan
yang terlatih, terampil dan profesional agar dapat melakukan deteksi
dini dan pencegahan komplikasi pada ibu hamil selama kehamilan
sehingga kemungkinan persalinan dengan sectio caesaria dapat
diturunkan dan dicegah sedini mungkin. Selain itu, peran petugas
kesehatan sangat dibutuhkan yaitu pada saat pemeriksaan antenatal care.
Petugas kesehatan diharapkan mampu untuk memberikan konsultasi
mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat operasi sectio caesaria
sehingga masyarakat memahami dan angka kejadian operasi sectio
caesaria dapat diminimalkan.
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari seksio sesaria?
2. Apa etiologi dari seksio sesaria?
3. Apa patofisiologi dari seksio sesaria?
4. Apa manifestasi dari seksio sesaria?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang pada seksio sesaria?
6. Apa komplikasi dari seksio sesaria?
7. Apa penatalaksanaan dari seksio sesaria?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien seksio sesaria?
9. Apa saja diagnosa yang sering muncul pada pasien seksio sesaria?
10. Bagaimana rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien seksio
sesaria?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari seksio sesaria
2. Untuk mengetahui etiologi dari seksio sesaria
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari seksio sesaria
4. Untuk mengetahui manifestasi dari seksio sesaria
5. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada seksio
sesaria
6. Untuk mengetahui komplikasi dari seksio sesaria
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari seksio sesaria
8. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien
seksio sesaria
9. Untuk mengetahui diagnosa yang sering muncul pada pasien seksio
sesaria
10. Untuk mengetahui rencana keperawatan yang dilakukan pada
pasien seksio sesaria
3
BAB II
LANDASAN TEORI
B. ETIOLOGI
1. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak , primi pada
tua disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pervik
4
( disproporsi janin/ panggul ), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta
previa terutama pada primigravida , solutsio plasenta tingkat
I-II, komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia – eklamsia, atas
permintaan kehamilan disertai dengan penyakit ( jantung,
DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma
uteri dsb).
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress atau gawat janin , mal presentasi dan mal posisi
kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan
kecil, kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi.
C. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di
atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.
Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul,
disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar
dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang
pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis
yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan
ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post
de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotic
dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah
utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih
banyakpengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang
tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap
tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang
5
keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang
tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas
silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung
akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik
usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh
memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka
peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka
pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang
pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
2. Panngul sempit
3. Disporsi sefalopelvik: yaitu ketidakseimbangan antara
ukuran kepala dan ukuran panggul
4. Rupture uteri mengancam
5. Partus lama (prolonged labor)
6. Partus tak maju ( obstructed labor )
7. Distoria serviks
8. Pre-eklamsia janin
9. Malpresentasi janin
Letak janin, letak bokong, presentasi dahi dan muka (letak
defleksi), presentasi rangkap jika reposisitidak berhasil,
gemeli
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
6
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/ hematokrit
6. Goongan darah
7. Urinalisis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
10. Ultra sound sesuai pesanan
F. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial: kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan
dehidrasi dan perut sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat
pembedahan cabang cabang arteri uterine ikut terbuka atau
karena atonia uteri.
3. Komplikasi lainnya antara lain luka kandung kemih,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
5. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
G. PENATALAKSAAN
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
7
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit
selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam
berikutnya. Periksa tingkat kesadarann tiap 15 menit
sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan
transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah
kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan
makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 – 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 – 10 jam
setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil
tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan
selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi
posisi setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan,
dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke3 sampai hari
ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
8
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum
dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah
pembedahan atau sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai
urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan
kateter terpasang sampai minimum 7 hari atau urin
jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan
nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai kateter
dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan
tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus
dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24-48 jam atau lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar
cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi
beri plester untuk mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat
jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
9
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam
fisiologik atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg
I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi
sampai pasien bebas demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8
jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
10. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita
dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi
kemungkinan komplikasi berupa perdarahan dan
hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah
terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring
dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadinya
infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang
berat.
10
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan
yang dapat menaikkan tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas,
karena bila terjadi obstruksi kemungkinan terjadi
gangguan ventilasi yang mungkin disebabkan karena
pengaruh obatobatan, anestetik, narkotik dan karena
tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai
terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu
perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran
selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik
berupa nyeri dan kenyamanan psikologis juga perlu
dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan
kegiatan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk
mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang
tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas. Jadwal
pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan
jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi.
Anestesia; regional atau general Perjanjian dari orang
terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
l. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per
protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit
pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani.
Pemasangan kateter fole.
11
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat
ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan
persalinan, malposisi janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta
dan plasenta previa.
1. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku
bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal
masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa
keperawatan.
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular
dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC,
hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
b. Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun
inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan
secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
c. Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan
dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
4. Pola pola fungsi kesehatan
a. pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban
pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan
perawatan serta kurangnya menjaga kebersihan tubuhnya
akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu
makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
c. Pola aktifitas
12
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas
seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak
membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien
nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan
sering atau susah kencing selama masa nifas yang
ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
e. Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan
tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis
setelah persalinan
f. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien
dengan keluarga dan orang lain.
g. Pola penagulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat
luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada
pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan
kehamilanya, lebihlebih menjelang persalinan dampak
psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain
dan body image dan ideal diri
j. Pola reproduksi dan social
13
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam
hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak
adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala,
kadangkadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan
apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar
tioroid, karena adanya proses menerang yang salah
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang kadang keadaan selaput mata
pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kuning
d. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum
kadangkadang ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper
pigmentasi areola mamae dan papila mamae
g. Pada klien nifas abdomen kendor kadangkadang
striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa
pusat.
h. Genitalia
14
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air
ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu
feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan
adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang kadang pada klien nifas ada luka pada anus
karena rupture
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainankelainan
karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau
karena penyakit jantung atau ginjal.
k. Tanda Tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan
darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu
tubuh turun.
B. Diagnosa yang sering munculpada pasien kelolaan
a. Nyeri akut b/d Agencederafisik (luka post SC)
b. Hambatan mobilitas di tempat tidur b/d nyeri
c. Kurang pengetahuan: Perawatan Post SC b.d. Kurangnya
informasi tentang penanganan post SC
15
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Nyeri akut b/d Agen Setelah dilakukan tindakan Kolaborasi pemberian analgetik.
keperawatan1x 24 jam skala
cedera fisik (luka post Ajarkan teknik relaksasi dan
nyeri berkurang, dengan
SC) kriteria hasil: distraksi.
Pasien tidak mengeluh nyeri
Ciptakan lingkungan yang tenang
pada daerah bekas operasi,
skala nyeri berkurang menjadi dan mendukung.
3
16
tentang perawatan post Sc penagganan post
dapat di pahami
Berikan informasi tentang
perawatan bayi pasca operasi
Sarankan agar
mendemonstrasikan apa yang
sudah di pelajari
17
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN POST NATAL CARE
PADA NY.S DENGAN POST SECTIO SAECARAE
DI RSD MAYJEND HM RYACUDU KOTABUMI
I. Pengkajian
A. Biodata
Identitas Ibu
Nama : Ny.S
Umur : 31 th
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswata
Suku/Bangsa : Lampung
Gol.Darah :O+
Alamat : Kotabumi
Identitas Suami
Nama : Tn. E
Umur : 36 th
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku/Bangsa : Lampung
Gol.Darah :B+
Alamat : Kotabumi
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
a. Keluhan utama
18
Saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh nyeri pada
daerah bekas operasi. Nyeri mulai timbul sesaat sesudah
dilakukan operasi SC.
P : Ketika pasien bergerak.
Q : Nyeri dirasa seperti disayat-sayat,
R : Nyeri menyebar keseluruh bagian abdomen.
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri dirasa hilang timbul.
b. Keluhan penyerta
Klien mengatakan merasa sulit untuk menggerakkan badan
karena luka post sc yang dialami.
C. Riwayat Obstetri
1. Riwayat menstruasi
a. Menarche : 15 Tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Banyaknya : Hari pertama-kedua berganti 4-5x
pembalut
d. Keteraturan : Teratur
e. Lamanya : 6-7 hari
f. HPHT : 26/01/2021
g. Keluhan yang menyertai :
Mengeluh nyeri persalinan SC
19
2. Riwayat perkawinan
a. Kawin / tidak kawin : Kawin
b. Umur Ibu menikah : 21 th
c. Umur Bapak menikah : 26 th
d. Lama pernikahan : 10 th
e. Berapa kali menikah : Satu kali
Per Masalah
Tempa Penolon
No Tahun sali UK JK BBL kehamila
t g
nan n
1 2013 RSD bidan Nor 39 Perem 3000gr Tidak ada
Ryacu mal mgg puan
du
2 2017 RSD bidan SC 38 Laki- 3200 gr Tidak ada
Ryacu mgg laki
du
20
b. Riwayaat imunisasi
Klien mengatakan melakukan imunisasi TT saat setelah
melahirkan anak pertama
2. Pola eleminasi
Sebelum masuk RS :
21
Klien mengatakan BAK 7-8x dalam sehari, klien seing BAK
saat malam hari. Warna urine kuning , bau khas urine, tidak
ada keluhan saat BAK.
Klien mengatakan BAB 1x dalam sehari pada saat pagi hari,
warna feses pekat, dengan konsisstensi lunak. Tidak ada
keluhan saat BAB.
Setelah masuk RS :
Klien terpasang kateter urine , frekuensi ±1200cc dalam sehari.
Warna urine kuning pekat
Klien mengatakan belum BAB setelah melakukan oprasi sc.
Klien mengatakan takut jika bergerak akan membuat luka
oprasi sc menjadi nyeri.
22
Klien tidur 4-5 jam dalam sehari, klien mengatakan sulit tidur
karena nyeri pada luka post op sc, dan karena anak rewel.
E. Riwayat Psikososial
1. Respon ibu terhadap kelahiran bayinya : Baik , menerima bayi
23
Klien mengatakan akan merawat anaknya sendiri bersama
suainya.
5. Self care
Perawatan payudara :
Klien mengatakan belum keluar air susu dari payudaranya.
Klien mengatakan berusaha mengkonsumsi banyak sayur-
sayuran agar produksi air susu cepat keluar.
Perineal care :
Klien mengatakan perawatan dalam membersihkan area
perianal masih di bantu oleh suami.
Nutrisi :
Klien mengatakan akan meningkatkan status kebutuhan nutrisi
agar anak ketiganya tercukupi dalam kebutuhan nutrisi
Senam nifas :
Klien mengatakan belum melakukan senam nifas karena masih
dirasa sakit pada bagian luka post sc.
KB :
Klien mengatakan setelah pulang dari RS akan melanjutkan
penggunaan Implant. Karena dirasa umur klien sudah tidak
memungkinkan untuk hamil kembali.
Menyusui :
Klien mengatakan akan menyusui anak setelah produksi asi
klien meningkat.
6. Perawatan bayi
Memandikan :
Klien belum dapat memandikan bayi secara mandiri, bayi
dimandikan oleh bidan, dan akan dimandikan oleh suami
setelah klien pulang dari RS.
Perawatan tali pusat :
24
Klien mengatakan dapat melakukan perawatan tali pusat
secara mandiri, karena telah memiliki pengalaman perawatan
tali pusat pada anak pertama dan kedua.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : Sedang
b. Kesadaran : Composmentis
c. BB sebelum hamil : 60 kg
d. BB hamil : 75 kg
e. BB sekarang : 89 kg
f. TB : 155 cm
g. TTV
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,8 °C
RR : 24 x/menit
2. Pemeriksaan khusus
a. Kepala
Rambut :
Warna rambut hitam, lebat, beberapa muncul rambut putih,
rontok sedikit saat disisir.
Kulit kepala :
Warna kulit kepala sawo mateng, tidak ada lesi, tidak ada
peradangan, kebersihan sedang.
b. Muka
Pigmentasi pada pipi, tidak ada acne, tidak ada odema
c. Mata
Kelopak mata : (√) Normal ( ) Ptosis ( ) odema
Konjungtiva : (√) Ananemis ( ) Anemis
Kornea : (√) Normal ( ) Keruh/berkabut
25
( ) Terdpt perdarahan
Sklera : ( ) Ikterik ( √) Anikterik
d. Hidung
Tidak ada pasalah pada hidung.
e. Mulut
Gigi : Terdapat karies pada gigi geraham
Stomatitis : Tidak ada stomatitis
Bau mulut : Tidak bau mulut
Kesulitan menelan : Tidak kesulitan dalam menelan
f. Leher
Tidak ada tanda pembesaran kelenjar tyroid
g. Dada
Suara jantung normal, berbunyi lup-dup. Tidak ada
benjolan pada payudara. Tidak ada sianosis, tidak ada
krepitasi pada dada, tidak ada nyeri dada. Colostrum belum
keluar, kebersihan areola puting susu terjaga.
h. Abdomen
Bising usus 12x/menit, tidak ada distensi vesika urinaria.
i. Obstetri
TFU : 2 jari dibawah tali pusat
Kontraksi : kurang dari 10 menit
Konsistensi uterus : lunak
Posisi uterus : Medial
Dilakukan SC : keadaan jahitan baik, tidak ada pus,
tidak ada pengeluaran produksi darah, panjang luka sc
18cm.
j. Genetalia
Labia mayora-minora : tidak ada benjolan
Kebersihan vagina : nampak keluar darah
Perineum : utuh
Lochea : warna merah pekat, bau khas.
26
Pemakaian pembalut : 5-6x berganti pembalut dalam
1 hari
k. Ekstermitas
ambulasi : saat pagi hari dibantu suami
reflek patela : negative
odema : tidak ada odema
varises : tidak ada varises
l. Anus
Tidak ada tanda gejala pembesaran hemoroid.
G. Pemeriksaan Penunjang
27
9. Urobilinogen Negatif
10. Ketone Negatif
11. Nitrit Negatif
12. Sediment /L
13. Epitel +2
14. Erythrocytes 10 - 20 /LPB
15. Leokosit 30 – 50 /LPB
16. Crystal Negatif
H. Pengobatan / Terapi
I. Data Fokus
DS :
Saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh nyeri pada daerah
bekas operasi. Nyeri mulai timbul sesaat sesudah dilakukan
operasi SC.
P : Ketika pasien bergerak.
Q : Nyeri dirasa seperti disayat-sayat
R : Nyeri menyebar keseluruh bagian abdomen.
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri dirasa hilang timbul.
Pasien mengatakan susah untuk duduk karena pasien merasakan
nyeri
DO :
Terlihat lemah dan merasakan sakit post SC nyeri
Terdapat luka jahitan pada abdomen 20 cm
Aktivitas klien dibantu suami
28
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,8 °C
J. Resume Keperawatan
K. Analisa Data
29
3 DS:pasien mengatakan tidak Kurang Kurang
memahami tentang perawatan
pengetahuan informasi
setelah operasi sc
DO: Klien tampak bingung perawatan tentang
tentang perawatan Post SC
post SC penanganan
Post SC
30
III. Rencana Keperawatan
Nyeri akut b/d Agen Setelah dilakukan tindakan Kolaborasi pemberian analgetik.
keperawatan1x 24 jam skala nyeri
cedera fisik (luka post Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
berkurang, dengan kriteria hasil:
SC) Pasien tidak mengeluh nyeri pada Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung.
daerah bekas operasi, skala nyeri
berkurang menjadi 3
Hambatan mobilitas fisik Tujuan Monitoring vital sign sebelum /sesudah latihan dan
join movement : active
lihat respon pasien saat latihan
Mobility level
Self care: ADLs Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
Transfer performance teknik ambulasi
Kriteria hasil:
Klien meningkat dalam aktivitas fisik Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Mengerti tujuan dari peningkatan Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam secara mandiri sesuai kemampuan
31
meningkatkan kekuatan dan Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan
kemampuan berpindah
bantu penuhi kebutuhan ADLs ps
Memperagakan penggunaan alat
Bantu untuk mobilisasi (walker) Berikan alat bantu jika klien memerlukan
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika di perlukan
Kurang pengetahuan Setelah di berikan Askep diharapkan Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penanganan
pengetahuan Ibu tentang perawatan dini
tentang perawatan post Post SC
post SC dapat dipahami dengan kriteria
SC hasil Berikan informasi tentang perawatan dini tentang
Tingkat pengetahuan klien tentang
perawatan post Sc dapat di pahami penagganan post
Berikan informasi tentang perawatan bayi pasca
operasi
Sarankan agar mendemonstrasikan apa yang sudah
di pelajari
32
IV. Implementasi – Evaluasi
33
kebutuhan ADLs secara mandiri Tetap latih klien untuk melakukan
sesuai kemampuan pemenuhan kebutuhan Adls secara perlahan
dan mandiri
Mendamping dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps
Memberikan alat bantu jika klien
memerlukan
Mengajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika di perlukan
Jumat 09.00 Kurang pengetahuan Mengkaji tingkat pengetahuan 10.00 wib
12/11/2021 tentang perawatan S: Klien mengatakan memahami tentang
klien tentang penanganan post sc
Post SC penagganan dini post SC
Memberikan informasi dini Klien mengtakan memahami tentang
perawatan bayi dengan riwayat ibu Post SC
tentang perawatan Post SC O; Klien mampu mendemonstrasikan tehnik
Memberikan informasi tentang perawatan bayi dengan riwayat post sc
Klien
tehnik perawatan bayi dengan Klien tampak lebih rileks
riwayat ibu post SC
A: masalah teratasi
Mendemonstrasikan penjelasan/ P: Pertahankan interveni
edukasi tentang penangganan dini
post Sc dan perawatan bayi
dengan riwayat Ibu Post SC
34
BAB IV
PEMBAHASAN
35
Intervention Memberikan dan menganjurkan Memberikan relaksasi benson
pasien untuk melakukan relaksasi (linglungan tenang, pengucapan
napas dalam yang dilakukan selama kata berulang-ulang selama 15
5 kali/hari selama 2 hari. menit setelah pemberian analgetik.
Pengukuran nyeri diukur sebelum Pengukuran skala nyeri dilakukan
dan setelah diberikan intervensi sebelum dan 10 menit setelah
dengan menggunakan skala nyeri intervensi dengan skala nyeri VAS
numerik (Numerical Analog Scale) (Visual Analog Scale)
Factor, Pengaruh teknik relaksasi nafas Efektivitas relaksasi benson
problem, dalam terhadap intensitas nyeri pada terhadap penurunan intensitas nyeri
variable pasien post operasi sectio caesarea luka post seksio sesaria (SC)
3. C
Comparison Pasien post SC dianjurkan untuk Pasien post SC yang menjadi
melakukan relaksasi napas dalam kelompok perlakuan diberikan
yang dilakukan 5x dalam sehari. relaksasi Benson selama 15 menit
Kegiatan ini dilakukan selama 2 hari setelah pemberian analgesik.
setelah post SC. Kemudian diukur Pengukuran skala nyeri dilakukan
skala nyerinya sebelum dalan sebelum dan 10 menit setelah
sesudah perlakuan menggunakan intervensi terakhir. Kegiatan ini
skala nyeri numerik (NAS/Numeical dilakukan selama dua hari, yaitu
Analog Scale) hari kedua post SC dan hari ketiga
Rancangan penelitian : merupakan post SC. Pasien post SC yang
penelitian preeksperiment tanpa menjadi kelompok kontrol juga
kelompok kontrol yang bertujuan dilakukan pengukuran skala nyeri
mengetahui pengaruh relaksasi nafas pre-test dan post-test tanpa
dalam terhadap intensitas nyeri pada diberikan perlakuan.
pasien post operasi sectio caesarea di Rancangan penelitian :
Rumah Sakit merupakan penelitian quasy-
experimental dengan rancangan
pre-test and post-test with control
group design yang bertujuan untuk
mengetahui efektifitas relaksasi
36
Benson terhadap penurunan
intensitas nyeri luka post seksio
sesaria
Komparasi pada kedua jurnal ini :
Setelah dilakukan teknik relaksasi napas dalam, pasien merelaksasikan otot-otot skelet
yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga
terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah
yang mengalami spasme dan iskemik. Kemudian juga mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin, yang mana opoiod ini
berfungsi sebagai (analgesik alami) untuk memblokir resptor pada sel-sel saraf
sehingga mengganggu transmisi sinyal rasa sakit. Maka dapat menyebabkan frekuensi
nyeri pada pasien operasi sectio caesarea dapat berkurang. Tindakan ini mudah, dapat
dilakukan dimana dan kapan saja, terutama apabila dilakukan secara teratur akan dapat
membantu untuk mengatasi keletihan dan ketegangan otot yang terjadi pada nyeri
kronis (Smeltzer & Bare, 2010). Oleh karenanya, tindakan ini bisa diterapkan di
pelayanan kesehatan karena mudah dilakukan.
Relaksasi benson seperti halnya relaksasi napas dalam, yang mampu membuat tubuh
menghasilkan hormon endorphin yang merupakan hormon alami yang diproduksi
tubuh manusia dan memiliki fungsi sebagai penghilang rasa sakit secara alami. Selain
itu, memberikan efek terhadap peningkatan gelombang alfa sehingga membuat kondisi
otak dalam keadaan relaksasi. Ketika mencapai gelombang alfa, otak dalam keadaan
tenang dan fokus pada suatu objek, sehingga dapat membangun rasa nyaman terhadap
nyeri yang dirasakan. Namun, relaksasi ini memerlukan 4 komponen penting yang
harus terpenuhi seperti lingkungan yang tenang, perangkat mental (sebuah kata atau
frase yang diucapkan secara berulang dalam hati), sikap yang pasif (mengesampingkan
pikiran yang mengganggu), dan posisi yang nyaman. Oleh karenanya, kurang tepat
diterapkan pada pelayanan kesehatan kelas III atau 1 ruang bersama hingga 6 orang.
4. O
Outcomes Sebelum intervensi relaksasi napas Sebelum diberikan relaksasi
dalam, rata-rata skor intensitas nyeri Benson, didapatkan mean
adalah 5 dengan standar deviasi intensitas nyeri kelompok
0,516. Perubahan rata-rata skor perlakuan sebesar 5,07. Perubahan
37
intensitas nyeri setelah relaksasi intensitas nyeri setelah pemberian
napas dalam adalah 3 dengan standar relaksasi Benson pada kelompok
deviasi 0,516. perlakuan didapatkan mean
Hasil uji statistik menggunakan uji intensitas nyeri sebesar 3,6.
Wilcoxon diperoleh nilai pv=0,004; Hasil uji statistik menggunakan
α=0,05, maka dapat disimpulkan ada independent sample t-test,
perbedaan yang signifikan antara diperoleh nilai pv=0,023; α=0,05,
skor intensitas nyeri sebelum dan yang berarti terdapat efektifitas
setelah intervensi relaksasi napas relaksasi Benson terhadap
dalam penurunan intensitas nyeri luka
post seksio sesaria di Ruang
Bakung Timur RSUP Sanglah
Denpasar
38
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sectio caesaria merupakan proses persalinan atau pembedahan melalui insisi
pada dinding perut dan rahim bagian depan untuk melahirkan janin.
39
Indikasi medis dilakukannya operasi sectio caesaria ada dua faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor janin dan faktor ibu. Faktor dari janin meliputi
sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman gawat janin,
janin abnormal, faktor plasenta, kelainan tali pusat dan bayi kembar.
Sedangkan faktor ibu terdiri atas usia, jumlah anak yang dilahirkan, keadaan
panggul, penghambat jalan lahir, kelainan kontraksi lahir, ketuban pecah dini
(KPD), dan pre eklampsia
B. Saran
Setelah penulis melakukan studi kasus mengenai seksio sesaria penulisa
mengalami beberapa hamnbatan dalam penulisan ini, namun dari barbagai
bantuan dari beberapa pihak penulis mampu menyelesaikan dengan tepat
waktu.
DAFTAR PUSTAKA
40
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 20052006.
Jakarta: Prima Medika
41