Anda di halaman 1dari 26

"Anindhita Shakra"

Written by
Muhammad Fawaz Reza
Aldo Zakaria

Story by Muhammad Fawaz Reza

draft final - 09/11/2021


ACT 01. INT. RUMAH KEL. WARSITO. RUANG TENGAH. MALAM.
(IBU & ANINDHITA)
(Terlihat jarum jam yang menunjukkan arah pukul 9 malam).
Hanya ada IBU dan ANINDHITA yang tengah duduk santai. IBU
terlihat sedang menikmati secangkir teh hangat, sementara
AINDHITA fokus dengan buku yang ada di pangkuan tangannya.
IBU
(bicara serius) Anin. Kamu itu
sudah dewasa dan juga sudah
mapan secara mental serta
materil.
ANINDHITA tak mendengar ucapan ibunya.

IBU
(Kesal sambil mencubit kaki
Anin) Aninnn.. kamu denger ibu
ngomong ga sih?
ANINDHITA
Ih sakit tau, Bu!
IBU
Makanya dengarkan ibu dulu. Ibumu
ini sedang bicara serius tau.

ANINDHITA menaruh bukunya di meja sambil mengusap-ngusap


kakinya yang terssa sakit bekas cubitan.
ANINDHITA
Iya iya, Bu.. Aku dengerin nih.
emang ibu mau ngomong apa sih?
IBU
Begini.. Kamu pasti tidak lupa
dengan tradisi keluarga kita. ini
saatnya kamu memilih, Nin.

ANINDHITA mengambil bukunya di meja.


ANINDHITA
Oh jadi itu yang mau ibu omongin.
iya, Anin tidak lupa kok. (BEAT)
MILIH.. INGKANG.. LERES, itu kan
yang ibu maksud?
IBU
Iya betul, bagus kalo kamu tidak
lupa. kamu tunggu di sini sebentar,
ibu mau ngambil sesuatu untukmu.

(CONTINUED)
CONTINUED: 2.

IBU beranjak dari kursi, sementara ANIN memandangi Ibunya


yang pergi untuk mengambil sesuatu di kamarnya.
TITLE IN

INT. RUMAH KEL. WARSITO. RUANG TENGAH. MALAM


FADE IN
IBU datang dengan membawa map di tangannya, lalu kembali
duduk di kursi.
IBU
ini dia! (meletakkan map di atas
mejas) Mari kita mulai langkah
pertmananya..

IBU
Seperti kakak-kakakmu dulu, pasti
kamu sudah tau hal pertama yang
harus kamu lakukan ialah...

ANINDHITA
Memilih tiga pria yang bisa
mencintaiku, menghargaiku, dan
terakhir.. mengormatiku pastinya.
IBU
Bagus.. (BEAT)Dulu, ketika ayahmu
masih ada,(mengeluarkan isi map)
ayahmu lah yang melakukan tradisi
ini terhadap kakak-kakakmu.
ANINDHITA
iya.. aku juga tau kok, Bu, kalo
soal itu.
IBU
Ibu hanya mengingatkan saja.

ANINDHITA menutup bukunya, dan mulai memperhatikan IBU.


Sementara itu, IBU mulai meletakkan satu-persatu isi map,
yang berupa foto, di atas meja.
ANINDHITA
Yaampun Ibu.. kan sekarang zaman
udah canggih, kenapa gak make hape
ajasih ngasih unjuk foto-fotonya?
IBU
Sudah, jangan cerewet. Di sini ada
delapan foto pria yang menurut Ibu
(MORE)
(CONTINUED)
CONTINUED: 3.

IBU (cont’d)
baik, dan masih menjomblo sampai
saat ini.

ANINDHITA
Lho, Ibu tau dari mana emangnya
kalo mereka semua masih jomblo?
IBU
In.. te.. le.. jen (matanya
melotot), jangan macem-macem kamu
sama Ibu (tertawa)
ANINDHITA
hadeuh.. siap Bu in.. te.. le.. jen
(meledek).
IBU
Sudah, sudah. sekarang saatnya kamu
memilih.

ANINDHITA mulai mengamati foto-foto yang ada di atas meja


dengan serius.
IBU
ingat ya, sayang, jangan
terburu-buru.. pilihlah dengan
segenap kata hati dan pikiranmu.
ANINDHITA
Enggeh Ibu (sambil terus
memperhatikan foto)

Setelah mengambil dan menaruh foto berulang kali, ANINDHITA


akhirnya memilih tiga foto, lalu menyisihkan ketiga foto itu
dari foto-foto yang tidak dipilih olehnya.
ANINDHITA
Sudah, bu.
IBU
Sudah benar-benar yakin?
ANINDHITA
Yakinnn (mengangguk-anggukan
kepala)
IBU
Emmm.. pilihan yang cukup menarik.
Dugaan ibu sebelumnya ternyata
benar, kamu pasti akan memilih
ketiga orang ini (sambil
tersenyum-senyum)

(CONTINUED)
CONTINUED: 4.

ANINDHITA
Kebetulan aja itumah, Buuu.
IBU
Pertama adalah Ahil Faqeeh Tanjung
pria Minang yang sedang dekat
denganmu setahun terakhir ini.
Kedua adalah Aryo Adiwijoyo,
seseorang yang sudah kamu kenal
sejak SMA. Hmm.. orangnya baik
menurut Ibu, walaupun rada
opertunis, hehe.
ANINDHITA hanya diam tidak menyangkal ucapan Ibunya
IBU
Dan terakhir Satria Pramono.. ini
sih yang menurut ibu paling
menarik. Dia adalah seseo...
ANINDHITA
Sudah cukup, Bu, untuk yang satu
ini tidak perlu dilanjuitin. Dah
ya, Bu, Anin mau ke kamar dulu.
ANINDHITA menuju kamar. Tapi baru sedikit berjalan, Ibu
memanggilnya kembali. ANINDHITA pun dengan terpaksa
membalikan badan.

IBU
Sebentar, Nin.
ANINDHITA
Apalagi ibuuu?

IBU
Lusa nanti adalah hari di mana kamu
sudah harus memilih. Jadi ibu mau
kamu persiapkan semuanya dari
sekarang.

ANINDHITA
Iyaa wahai ibuku yang bawelllll
IBU
Dengar ya, sayang. Ibu begini
karena ibu sangat menyayangimu, dan
kamu juga harus ingat kalau tradisi
keluarga kita ini sebagai salah
satu wasiat dari almarhum ayahmu.
jadi... (terdiam dengan wajah
sedih)

(CONTINUED)
CONTINUED: 5.

Melihat IBU yang tampak sedih, ANINDHITA segera memeluknya


dengan erat.

FADE OUT

ACT 2. INT. RUMAH KEL. WARSITO. RUANG TAMU. PAGI


2 HARI KEMUDIAM

(IBU, MBOK DARMI, AHIL, ARYO, DAN PRAM)


Di ruang tamu ada IBU yang sedang asik dengan handphonenya.
Kemudian datang pria pertama, AHIL FAQEEH.

AHIL
Asalamualaikum, Bu.
IBU
Waalaikumsalam, Nak Ahil(AHIL
mencium tangan IBU). Mari silahkan
duduk, nak.
AHIL
Terimakasih, Bu. (duduk di salah
satu kursi)

IBU
Kita tunggu yang lain sebentar, ya?
AHIL
Iya, Bu.

MBOK DARMI datang menghampiri IBU dan AHIL, kemudian


menawari AHIL untuk dibuatkan minum.
MBOK DARMI
Mau dibuatkan minum apa, mas?
(menunjuk sopan ke arah AHIL)

AHIL
Latte boleh, bu?
MBOK DARMI
Ya boleh. Jangan panggil Ibu,
panggil saja Mbo (melempar senyum).
AHIL
Iya, Mbok. Terima kasih (membalas
senyum).

MBOK DARMI bergegas ke dapur membuat minuman. Sedangkan IBU


hanya memperhatikan saja sambil melihat handphone. Sementara
itu datang ARYO dengan gelagat percaya diri.

(CONTINUED)
CONTINUED: 6.

ARYO
Kados pundi kabaripun, Bu? (dengan
nada sopan)

IBU
Bahasamu Yo, kaya sama siapa saja.
Monggo duduk dulu.
ARYO tertawa kecil kemudian duduk dan MBOK DARMI datang lagi
dan langsung menyapa ARYO.
MBOK DARMI
Mss Aryo toh, sudah lama ya enggak
main ke sini. Bagaimana kabarnya
sekarang?

ARYO
Hehe (tertawa kecil). Kabari baik,
Mbok.
MBOK DARMI
Alhamdulillah, deh.
MBOK DARMI menaruh minuman untuk AHIL di meja. Melihat
keakraban mereka berdua, AHIL mencoba untuk tetap tenang dan
langsung meminum minumannya untuk meredakan hatinya. Tanpa
basa-basi ARYO langsung minta minum pada MBOK DARMI.

ARYO
Mbok Darmi, aku mau minum juga
dong. biasa, ya, Cappucino.
MBOK DARMI
Oke Mas Aryo. Tunggu sebentar, ya.
ARYO menunjukkan jari jempolnya pertanda ‘oke’ pada MBOK
DARMI yang bergegas ke dapur lagi.

AHIL
Kamu tuh yang sopan sedikit sama
Mbok Darmi. Bagaimanapun dia itu
orang tua, harus dihormati juga,
walau status dan kedudukannya
sedikit berbeda (dengan nada
sinis).
ARYO
Keakraban sendiri itu sudah
merupakan budaya saling menghargai
dengan seseorang yang dianggap
dekat (balas sinis).
IBU hanya tersenyum melihat mereka berdua.

(CONTINUED)
CONTINUED: 7.

AHIL
Sepatutnya keakraban itu dibarengi
dengan tata krama. apalagi ke orang
yang lebih dari kita. Bukan begitu,
Bu?

IBU membalas dengan menganggukkan kepalanya dan tersenyum.


ARYO agak kesal, tetapi tetap santai. Lalu secara bersamaan
MBOK DARMIAH datang dari dapur dan SATRIA PRAMONO, alias
PRAM juga datang.

PRAM
Asalamualaikum.
MBOK DARMI
Waalaikumsalam, Mas Pram!
(Girangnya dengan minuman ARYO
masih di tangan)
IBU
Nah, waalaikumsalam.. datang juga
calon nomor tiga.

PRAM
Bisa aja sih Ibu (Mencium tangan
IBU). Apa kabar sehat, Bu? (dengan
nada sopan)
IBU
Alhamdulillah, Nak, selalu
diberikan kesehatan oleh Gusti
Allah.
MBOK DARMI
Mbok Darmi ga ditanyain kabar juga,
nih? (dengan nada semangat)
PRAM
Ditaro dulu dong, Mbok, gelasnya.
nanti jatuh lagi.. hehe (tertawa
kecil).
MBOK DARMI
Oh iya, Mbok hampir lupa, hehe
(menaruh gelas di atas meja).

Selesai MBOK DARMI melettakan gelas di atas meja, Pram


mencium tangan MBOK DARMI.
PRAM
Mbok piye kabare, sehat selalu kan?

(CONTINUED)
CONTINUED: 8.

MBOK DARMI
Alhamdulillah sehat selalu dong,
Mas Pram.

PRAM
Alhamdulillah kalau begitu.
MBOK DARMI
Yowes, Mas Pram, silahkah duduk
dulu (mempersilahkan duduk).
Pram duduk. sementara itu, terlihat ARYO dengan wajah gusar
dan AHIL tetap tenang melihat keakraban PRAM dan MBOK DARMI.
IBU(V.O)
Awal yang menarik.
MBOK DARMI
Mau saya buatkan minum, Mas Pram?
PRAM
Hmm Boleh deh, Mbok. Air putih
saja, ya, biar gak repot.
MBOK DARMI mengiyakkan dan lekas berjalan ke dapur. kemudian
IBU membuka suara.

IBU
Sebelumnya, Ibu ucapkan terima
kasih kepada kalian semua karena
telah memenuhi undangan yang ibu
kirimkan dua hari lalu.

AHIL, ARYO, dan PRAM membalasnya dengan mengangguk.


Sementara itu, MBOK DARMI kembali dengan membawa segelas air
putih untuk PRAM, yang diletakkannya di atas meja.
PRAM
Terima kasih ya, Mbok.
MBOK DARMI
Sama-sama, Mas. Monggo di minum.
IBU melanjutkan pembicaraannya.

IBU
Dan ini dia saatnya untuk "Ngendiko
Berdua". Seperti yang sudah
dimaksudkan sebelumnya, Ngendiko
Berdua ini untuk memahami satu sama
lain. Di mana berbicara bukan
sekedar dengan kata, tetapi juga
dengan hati. Paham kan yang Ibu
maksud?

(CONTINUED)
CONTINUED: 9.

AHIL, ARYO, PRAM


Paham, Bu (mengangguk).
IBU
Baiklah. Nanti kalian ke ruang
rengah, di sana udah ada ANINDHITA
menunggu. Giliran pertama yang
melakukan Ngendiko Berdua adalah
AHIL, kedua ARYO dan terakhir PRAM.
AHIL
Ada batas waktu?
IBU
Pertanyaan bagus. Tidak ada batas
waktu di Ngendiko Berdua,
lama-cepatnya pembicaraan, semua
tergantung kepada Anindhita.
CUT TO

ACT 04. INT. RUMAH KEL. WARSITO. RUANG TENGAH. SIANG

(ANINDHITA & AHIL)


Pria pertama adalah AHIL yang “Ngendiko Berdua” dengan
ANINDHITA. Hanya ada dua kursi dan satu meja, agar lebih
intim dan terkesan romantis. Sementara itu, ANINDHITA
membuka pembicaraan.
ANINDHITA
Hai.
AHIL
Hai.
ANINDHITA
Bagaimana menurutmu? (tanyanya
dengan senyuman)

AHIL
Eee.. tradisi keluarga yang menarik
(gugup).
Anindhita terlihat santai.

ANINDHITA
Oke-oke, rileks (tertawa kecil, ini
bukan seperti Ahil yang kukenal
ceria dan suka mencairkan suasana.

(CONTINUED)
CONTINUED: 10.

AHIL
Ya lumayan gerogi aja karena lagi
diintrogasi sama kekasih sendiri,
hehe (membalas tertawa)

ANINDHITA
Apakah kamu mencintaiku? (dengan
nada serius)
Pertanyaan ANINDHITA membuat AHIL kaget.

AHIL
Mungkin jawabanku akan terdengar
klise, ya, aku mencintaimu.
ANINDHITA
Di keluargaku perempuan memiliki
kedudukan, perlakuan dan peran yang
sama. tidak ada istilah kepala
keluarga, ibu, ayah bahkan anak
lelaki dan perempuan berhak
memberikan gagasan, opini atau
kritik demi kebahagiaan
keluarganya.
AHIL
Di keluargaku perempuan juga
diberikan kesetaraan yang sama,
tapi istilah “kepala” atau
“pemimpin” itu tetap ada pada
laki-laki.
ANINDHITA
Maaf ya, kamu harus merasakan hal
ini.
AHIL
Maaf untuk apa? ini budaya
keluargamu dan harus dijalankan.
Aku bisa menerimanya, karena aku
mencintaimu.
ANINDHITA
Keluargamu bagaimana?
AHIL
Keluargaku tak punya pakem
tertentu. Ayahku bilang saat kau
mencintai seseorang dan seseorang
itu juga mencintaimu, ya, kita
berhak bersama. Jadi, aku yakin
mereka bisa menerimanya.

(CONTINUED)
CONTINUED: 11.

ANINDHITA tersenyum setelah mendengar perkataan terakhir


dari AHIL.

AHIL
Sekarang berikan aku kesempatan
untuk bertanya. Apakah kamu juga
mencintaiku, An?
Sesaat ANINDHITA terdiam oleh pertanyaan yang dilontarkan
oleh AHIL.
AHIL
Bagaimana?
AHIL memastikan.

ANINDHITA
Aku cuma bisa menjawab dengan satu
kata. (BEAT) Iya.
Mereka saling menatap, berpegang tangan dan melemparkan
senyum satu sama lain.
CUT TO

ACT 04. INT. RUMAH KEL. WARSITO. RUANG TENGAH. SIANG

(ANINDHITA & ARYO).


Aryo masuk, duduk di kursi sambil senyum-senyum sendiri.
ANINDHITA
Kenapa lu senyum-senyum sendiri,
lupa minum obat, ya?
ARYO
Seneng aja lu udah milih gua.

ANINDHITA
Ya abis, gaada pilihan lain sih,
hahaha (tertawa meledek)
ARYO
Dih jahat banget malah ketawa. tapi
gapapa deh. terus gimana?
ANINDHITA
Gimana apanya?

ARYO
Jujur aja, gua masih cinta sama lu
sampe sekarang.

(CONTINUED)
CONTINUED: 12.

ANINDHITA
Alah, bilang cintanya ke gua tapi
pacar di mana-mana.

ARYO
Ya, itu mungkin karena hati ini
butu ada yang ngisi, An. Tapi
nyatanya cewe yang paling gua
cintai tuh ada di hadapan gua saat
ini.
ANINDHITA
Sok lu ah. Tapi gua berterimakasih
sih sama lu karena selama ini udah
menjadi teman yang baik, hehe.

ARYO
Masa cuma temen sih, An? (matanya
dikedip-kedipkan)
ANINDHITA
Jujur aja gua enggak mudah untuk
mencintai seseorang. tapi gua
menghargai seseorang yang mencintai
gua. Contohnya, ya elu, lu itu
baik, asyik dan enggak pernah sama
sekali nyakitin gua.

ARYO
Jelaslah, gua gitu lho hahaha. Tapi
bay de wey, emang siapa sih yang
pernah nyakitin cewek secantik elu?
(meledek)
ANINDHITA
Bercanda aja deh. Ada persoalan
yang mau gua omongin nih, serius.
Ayah gua pernah bilang, dia enggak
mau punya musuh atau orang-orang
merasa dirinya adalah musuh. kita
sama-sama tahu keluarga kita bukan
musuh, tapi seolah-olah ada
permasalahan di antara mereka.

ARYO
Iya iya gua tau kok, tapi serius
gua gamau tau soal itu.
ANINDHITA
Sama.. makanya gua milih elu,
alesannya kali aja dengan cinta
kita berdua, gaada lagi
permasalahan di antara keluarga
kita.

(CONTINUED)
CONTINUED: 13.

ARYO
Terima kasih lu udah mau jujur.tapi
ada satu hal yang mau gua tanyain,
ini serius.

ANINDHITA
Apa?
ARYO
Apa lu masih cinta dengan orang
itu?

ANINDHITA tidak menjawab. dengan itu menandakan pembicaraan


telah berakhir.
INTERCUT TO

INT. RUANG TAMU. SIANG


Terlihat PRAM sedang sedang memikirkah suatu hal, sambil
mengetuk-ngetukkan jarinya dengan meja.

CUT TO

ACT 05. INT. RUMAH KEL. WARSITO. RUANG TENGAH. SIANG.


(ANINDHITA & PRAM)

Orang terakhir yang melakukan “Ngendiko Berdua” adalah Pram,


pria yang dulu sangat dekat dengan Anindhita. Suasana terasa
sangat berbeda dari sebelumnya, menegangkan, dan seakan
ruangan menjadi hening.

PRAM
Hal. bagaimana kabarmu?
ANINDHITA
Aku, emmm.. baik (nadanya gugup)

PRAM
Pertama aku senang bisa melihatmu
lagi setelah sekian lama, hmm..
mungkin setahun lebih. Yang kedua
aku berterima kasih telah diundang
dalam pertemuan yang sakral ini.
dan yang ketiga, aku masih seperti
dulu. tetap dan terus mencintaimu.
ANINDHITA terkejut. Ia merasa Pram telah membalikkan rasa
dan emosi yang dulu.

(CONTINUED)
CONTINUED: 14.

ANINDHITA
Ya, kamu memang tidak akan pernah
berubah.
PRAM
Karena aku tidak punya alasan untuk
melakukan itu.
ANINDHITA
Tapi itulah yang membuat... (PRAM
langsung menyela)

PRAM
Hubungan kita berakhir? atau
munculnya kebencian darimu?
ANINDHITA
Kenyataannya memang seperti itu.
Selalu merasa paling benar dan
tidak mau memahami orang lain.
Itulah dirimu saat itu, dan saat
ini.

PRAM
Lalu kenapa kamu memilihku?!
(membentak dan terlihat kesal)
ANINDHITA
Untuk memastikan bahwa aku tidak
mencintaimu! (emosi, namun sedikit
menahan air mata) Karenamu, aku
jadi merasakan rasa sakit yang
belum pernah aku alami seumur
hidupku.

PRAM
Untuk apa memastikan, apa kau masih
ragu untuk tidak mencintaiku?
kenapa tidak kamu lupakan saja aku
ini, sederhana bukan?

ANINDHITA
Ya ini memang sederhana. karena ini
hanya formalitas saja, ini sekedar
mengikuti tradisi. sebab aku sudah
memilih pria yang mencintaiku,
menghargai prinsipku dan
menghormati budaya dan pakem
keluargaku.
PRAM
Luar biasa.. peremupan yang kukenal
dengan pemikirannya yang modern
(MORE)
(CONTINUED)
CONTINUED: 15.

PRAM (cont’d)
malah menjadikan pria sebagai alat!
Inikah kesetaraan yang selalu kamu
banggakan itu?!

ANINDHITA
Kamu memang gak pernah berubah,
selalu saja sinis pada semua hal.
PRAM
Aku hanya mempertanyakan segala hal
yang menurutku sudah kelewat batas
wajar.
ANINDHITA
Bilang saja kalau aku ini sangat
feminis.

PRAM
Terserah saja, tetapi yang pasti
akan selalu ada kodrat dan batasan
di hidup ini.

ANINDHITA
Sesungguhnya, itu semua hanya
alasan karena kamu itu tidak
setara.. (berhenti bicara)

PRAM
Tidak setara dalam hal apa, Nin?
kenapa kamu berhenti, lanjutkanlah
omonganmu itu!
ANINDHITA
Enggak, aku sudah capek dan bingung
dengan dirimu.
PRAM
Aku sangat kecewa dengan ucapanmu
itu. Aku yakin, kamu tidak bicara
kepada yang lain soal setara atau
tidak setara. karena mereka berdua
setara denganm! Mereka kaya, anak
dari orang tua terpandang.
ANINDHITA
Itukah yang membuatmu merasa
kecewa?
PRAM
Secara materil, kita tidak setara
itu benar. Aku hanya penulis biasa
dan jurnalis tidak ternama. Namun
(MORE)
(CONTINUED)
CONTINUED: 16.

PRAM (cont’d)
yang membuatku merasa kecewa adalah
ketika melihat ANINDHITA yang
sekarang sudah berubah dan mudah
merendahkan orang lain atas nama
kesetaraan.
ANINDHITA
Saat itu akupun capek dengan
pemikiran kunomu itu. Pemikiran
kunomu tidak berlaku di zaman
modern ini, sebab gender hanyalah
nama, tetapi kesetaraan adalah satu
hal yang sangat dibutuhkan saat
ini!
INTERCUT TO

INT. RUANG TAMU. SIANG


AHIL
Mereka berdua kok lama, ya?

ARYO
Kayaknya perdebatan sengit sedang
terjadi, haha.
CUT TO

INT. RUANG TENGAH. SIANG


PRAM
Sudah cukup bicara kesetarannya.
aku sudah muak.
ANINDHITA
Di sini aku yang memegang
peraturan, jadi kamu tidak berhak
memberhentikan apapun.
PRAM
Aku enggak peduli soal itu.
langsung ke intinya saja. aku
kecewa denganmu, tetapi aku masih
mencintaimu sama seperti dulu.
ANINDHITA
Percuma saja, itu udah ga berguna
lagi.

(CONTINUED)
CONTINUED: 17.

PRAM
Aku bilang cukup! (dengan sorot
mata yang tajam ke arah Anindhita)
ANINDHITA hanya diam, terpaku setelah melihat PRAM yang
begitu marah.
PRAM
Untuk terakhir kalinya aku
bertanya. Masihkah kau mencintaiku,
Nin? (bicara tegas)

Anindhita diam sejenak tapi dari matanya tersirat makna dan


mulutnya seperti ingin berkata tapi tidak bisa.
PRAM
Kalo begitu, terima kasih banyak
atas waktunya.
Pram beranjak dari kursi dan meninggalkan Anin di ruang
tengah dengan emosional yang sangat terasa.
FADE OUT

ACT 05. INT. KAMAR ANINDHITA. SIANG


ANINDHITA & IBU.

Suasanya sunyi. Terlihat ANINDHITA yang tengah memegangi


foto ayahnya. Matanya menyorot foto ayahnya dengan air mata
yang menggenang. Di dalam lamunanya ia masih terngiang wajah
ketiga pria yang akan dipilihnya nanti.
FLASHBACK TO

AHIL
Sekarang berikan aku kesempatan
untuk bertanya. Apakah kamu juga
mencintaiku, An?

AHIL
Bagaimana?
CUT TO

ARYO
Terima kasih lu udah mau jujur.tapi
ada satu hal yang mau gua tanyain,
ini serius.

(CONTINUED)
CONTINUED: 18.

ARYO
Apa lu masih cinta dengan orang
itu?
CUT TO

PRAM
Untuk terakhir kalinya aku
bertanya. Masihkah kau mencintaiku,
Nin?

CUT BACK TO
Di tengah lamunannya, suara terdengar dari balik pintuk
kamar.
IBU
Nin.. ANIN (sambil mengetuk pintu)
ANINDHITA mengusap-ngusap matanya, dan meletakkan foto di
atas pangkuannya.
ANINDHITA
Mssuk aja, Bu. Pintunya gak aku
kunci kok.
IBU masuk, menghampiri ANINDHITA dan duduk di sampingnya.
IBU
Kamu kenapa, sayang?
(mengusap-ngusap kepala Anin)
ANIN
Aku bingung, Bu, terhadap pria yang
akan kupilih nanti. (BEAT) Andai
aja ayah sekarang ayah ada di sini,
ya, bu.
IBU
Sayang, ini tinggal satu langkah
lagi lho. Ibu percaya sama kamu,
dan pasti ayahmu juga percaya sama
kamu. Kamu pasti bisa, Nin.
Anin menatap wajah IBU.

IBU
Jika kamu tindak sanggup memilih
dan memutuskan untuk mundur dari
tradisi keluarga kita ini, almarhum
ayahmu pasti sedih ketika tau
anaknya menyerah seperti ini.

(CONTINUED)
CONTINUED: 19.

ANINDHITA
Tapi, Bu..
IBU
Coba sekarang kamu tenangin
pikiranmu dulu, lalu kamu rasakan
dan tetapkan keyakinan dalam
hatimu, apa maumu dan apa
keputusanmu.
IBU berdiri dan berjalan menuju pintu. Tapi tidak lama
ANINDHITA mengatakan sesuatu.
ANINDHITA
Baik, Bu. Aku akan memutuskan
dengan pilihan hatiku.

IBU
Itu baru anak Ibu! Yaudah, kamu
rapih-rapih sekarang, soalnya
sebentar lagi pacar-pacarmu itu mau
datang, haha (meledek).

AHIL
Ihh Ibu.. ngeselin banget sih!
IBU menutup pintu kamar ANINDHITA.
CUT TO

ACT 06. RUMAH KE. WARSITO. RUANG TENGAH. SIANG


ANINDHITA. IBU, MBOK DARMI, AHIL, ARYO DAN PRAM.

Semua telah berkumpul, ARYO duduk di kursi tengah, AHIL di


kursi sebelah kiri, dan PRAM di kursi sebelah kanan. Dan di
atas meja sudah tersedia tiga benda yang di bawa oleh
masing-masing dari mereka untuk diberikan kepada ANINDHITA
seebagai "Tanda Asih".

IBU
Terima kasih yang sebesar-besarnya
ibu ucapkan kepada kalian bertiga
karena sudah mau datang lagi dan
membawa barang-barang untuk
diberikan kepada Anindhita sebagai
Tanda Asih.
ANINDHITA hanya diam, memandang ke arah IBU dan tiga pria
yang duduk di depannya. Sementara itu tiga pria itu bersiap
dengan barang bawaannya.

(CONTINUED)
CONTINUED: 20.

IBU
Sekali lagi (Ibu melanjutkan), biar
Ibu jelaskan, Tanda Asih adalah
bagian terakhir pada tradisi Milih
Ingkang Leres ini. Pada bagian ini,
para pria pilihan dituntut untuk
membawa barang sebagai bentuk dari
cinta, dan penghormatan terhadap
putriku ini.(menunjuk ke arah
Anindhita sambil tersenyum lepas)
PRAM menatap ANINDHITA. Lalu ARYO mulai membuka kotaknya,
dan siap untuk memprsentasikan barang bawaannya itu. Namun
AHIL menyerobot dan mempresentasikan barang bawannya
terelbih dahulu.

AHIL
Ini, Bu, saya membawakan cincin
berlian milik nenek saya. Cincin
ini adalah pemberian kakek saya
sebagai bentuk tanda cinta dan
penghormatannya terhadap nenek
saya. Dan saya ingin bisa melakukan
hal yang sama, sebagai rasa cinta
dan rasa hormat saya kepada
Anindhita.

ARYO bertanya kepada AHIL dengan nada sediki kesal?


ARYO
Sudah kan, cuma segitu doang?

AHIL tidak menanggapi pertanyaan ARYO. Dia memilih untuk


tetap tenang dan tidak terbawa emosi.
ARYO
Kalo saya membawa ini, Bu
(menyodorkan barangnya). Ini adalah
warisan dari petua keluarga kami.
Di dalam kotak ini berisikan
perhiasan dan benda pusaka. ini
bukan soal nilai materil,
kesakralan atau nilai budayanya.
Tapi, ini adalah bentuk penyatuan
kembali dua keluarga dan rasa cinta
saya kepada anindhita beserta
keluarga.
IBU
Ini sungguh menyentuh. Kamu Aryo,
keinginan untuk kembali menyatukan
dua keluarga itu sangat mulia.
terima kasih Aryo kami
mengapresiasi niat baikmu itu.

(CONTINUED)
CONTINUED: 21.

ARYO
Terima kasih, Bu. (tersenyum)
IBU
Nah, tinggal Pram yang belum.
Monggo..

Pram dengan tenang menggeser ke depan buku yang ia bawa


yakni buku yang berjudul “Pride and Prejudice” karya Jane
Austen. Serta tatapan ke arah ANINDHITA yang begitu dingin.

PRAM
Ini bukan sesuatu yang bernilai
tinggi atau mewah. ini hanya buku
yang diberikan kepadaku oleh
seseorang yang sangat aku hormati.
Dan aku hanya ingin mengembalikan
ini kepada seseorang yang menurutku
berhak memilikinya.
IBU
eeee.. itu aja, Pram? (sedikit
bingung)

Terlihat ARYO dan AHIL yang kesulitan menahan tawanya.


PRAM
Iya, Bu.

IBU
Yasudah. (menatap Anindhita
sebentar, lalu kembali pada ketiga
pria yang ada didepannya) Langsung
saja. tiba juga saatnya pada inti
dari tradisi ini. Milih Ingkang
Leres oleh putiku Anindhita Shakra
Warsito. Silahkan, sayangku
(perbicara kepada Anin), tidak usah
buru-buru, dalamilah perasaanmu,
kemudian piihlah dengan ketulusan
hatimu.
ANINDHITA mulai berpikir siapa yang akan dipilihnya. namun
sementara itu dia juga larut dalam pikirannya.
FLASBACK TO
22.

INT. RUMAH KEL. WARSITO. RUANG TENGAH. SIANG


PRAM
Aku bilang cukup!
PRAM
Untuk terakhir kalinya aku
bertanya. Masihkah kau mencintaiku,
Nin?
PRAM
Kalo begitu, terima kasih banyak
atas waktunya.
CUT BACK TO

ACT 06. INT. RUMAH KEL. WARSITO. RUANG TAMI. SIANG


IBU
Nin.. Anin.. Hey (menepuk pundak
Anin pelan).

Anindhita terkejut dan langsung berdiri.


IBU
Kamu gapapa, kan sayang?
ANINDHITA
Gapapa, Bu.
Matanya melihat ke arah Pram berada.
ANINDHITA
Aku senang banyak orang yang sayang
kepadaku. tetapi dalam tradisi ini
aku harus memutuskan dan memilih.
Dan aku juga menghargai apa yang
kalian bawa, namun saat tidak
dipilih mohon untuk dibawa kembali.
karena itu milik kalian, bukan
untuk menghina tapi kami tidak bisa
memiliki apa yang bukan milik kami.
Berhenti sebentar, mengatur napasnya agar tenang.

ANINDHITA
Aku, Anindhita Shakra Warsito,
dengan yakin, dalam tradisi Milih
Ingkang Leres kali ini memutuskan
dan memilih.. maaf, Bu, Yah (V.O),
untuk tidak memilih siapapun dari
kalian.

(CONTINUED)
CONTINUED: 23.

Semua orang terkejut mendengar ucapan Anindhita, kecuali


Pram yang diam saja.
IBU
Anin, Ibu tidak salah dengar kan?

ANINDHITA
Tidak, Bu. Semoga kalian bisa
menerimanya.
Anindhita pergi meninggalkan mereka menuju ke kamar.

IBU
Dasar Anindhita
(menggeleng-gelengkan kepala). Dan
untuk kalian, ini adalah akhir dari
tradisi Milih Ingkang leres,
bagaimanapun keputusan putriku
harus dihormati.
Ibu pergi meninggalkan mereka tanpa bicara banyak dan Mbok
Darmi juga pergi untuk kembali bekerja seperti biasa.

ARYO
Antiklimaks.
Aryo pergi meninggalkan Ahil dan Pram begitu saja. Membawa
kotak yang berisi benda-benda warisan.

AHIL
Sebelum gua pergi. ada satu hal
yang ingin gua tanyain ke elu,
Pram. Apa ini memang akhir yang lu
inginkan?

PRAM
(Tersenyum tipis) Bukan akhir yang
gua inginkan. Tapi ini akhir yang
tidak buruk bukan?

AHIL (V.O)
Apa-apaan dia ini.
Ahil juga pergi dengan membawa kotak cincin miliknya.
PRAM
Oke buku, kita berpisah di sini.
Pergi keluar membiarkan bukunya tergeletak di meja.
FADE OUT
24.

ACT 06. INT. RUMAH KEL/ WARSITO. RUANG TENGAH. SORE


ANINDHITA

FADE IN
ANINDHITA menuju ke ruang tengah dengan segelas kopi untuk
bersantai.

ANINDHITA
Ini buku masih ada di sini? dasar
kau, Pram.
Anindhita tidak tertarik dengan buku itu. Ia hanya menikmati
kopinya dan bermain handphonenya. Sambil bermain handphone
tetap saja matanya melirik buku itu.
ANINDHITA
Astaga nih buku, ganggu aja.
Anindhita mengambil buku itu.

ANINDHITA
Pram, pram. Buku ini sudah pernah
aku baca. (Sambil membuka
halaman-halamannya)

Ada lembaran kertas yang keluar dari buku itu.


ANINDHITA
apaan ini? Tampaknya pram belum
mengakhiri permainan ini. (Membuka
kertas itu)

Ternyata di dalam kertas itu terdapat tulisan yang lumayan


panjang. Dan tertulis nama ayahnya.
ANINDHITA (V.O)
Pram, tolong kamu jaga putri saya
baik-baik. Anindhita itu keras
kepala, tidak mau kalah dan berani.
Kamu tahulah anindhita itu seperti
apa, dari kecil kalian sudah
berteman. Anindhita itu mandiri dan
kuat pendiriannya, hal itu bagus.
tapi itu saja tidak cukup. Kerasnya
sifat anakku harus kamu seimbangkan
dengan cinta, dan kuatnya harus
seimbang dengan rasa kasih sayang.
Saya tahu semua itu sudah kamu
lakukan dari kecil, tapi kali ini
lakukan lagi demi kebahagiaannya.
Dan saya yakin, hanya kamu yang
bisa melakukannya. Ayah anindhita.

(CONTINUED)
CONTINUED: 25.

ANINDHITA
Ayah dan pram ini memang sama aja
mudah sekali membuatku menangis.
(Mengeluarkan air mata dan senyum
bahagia).

FADE OUT
CREDIT TITTLE

Anda mungkin juga menyukai