Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan & hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok 4 ini.

Tujuan utama adalah untuk memenuhi tugas yang di berikan, serta untuk melatih dan
membiasakan diri untuk pendalaman materi.

Akhirnya kelompok 4 mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :


Rosmaria S.pd , M. Pd selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran untuk membimbing serta mengarahkan penulis dalam pembuatan tugas
ini.

Kelompok menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitupun dengan
laporan ini jauh dari sempurna mengingat keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang sifatnya membangun kepada
semua pihak supaya menjadi pembelajaran bagi penulis.

Akhir kata, secara pribadi penulis berharap supaya laporan ini bisa memberikan
manfaat khususnya bagi penulis, umumya bagi pembaca. Terimakasih.

Padang, 15 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan Makalah ....................................................................................... 1

BAB II ISI

A. Asas – Asas Pendidikan ............................................................................. 2


B. Implimentasi Asas – Asas Pendidikan ..................................................... 11

BAB III PENUTUP


Kesimpulan .............................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan ilmu dan teknologi terutama teknologi informasi menyebabkan arus
komunikasi cepat. Hal ini berdampak pada norma kehidupan dan ekonomi, seperti
tersingkirnya pekerja yang tidak profesional dan kurang terampil. Menurunnya norma
masyarakat kita yang bersifat pluralistik sehingga rawan terhadap timbulnya sosial serta
integrasi bangsa.
Pendidikan sebagai usaha dasar yang sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah
asas tertentu. Asas-asas tersebut sangat penting karna pendidikan merupakan pilar utama
terhadap perkembangan manusia dan masyarakat tertentu. Khusus untuk pendidikan Indonesia,
terdapat sejumlah asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan
pendidikan itu. Di antara sejumlah asas tersebut, akan dikaji lebih lanjut tiga asas yaitu Asas
Tut Wuri Handayani,Ing Ngarsa Sung Tulada, Asas Ing Madya Mangun Karsa, Asas
Kemandirian dalam Belajar dan Asas Belajar Sepanjang Hayat,Asas Alam Takambang Jadi
Guru, dan implementasi dari masing- masing asas dalam pendidikan . Keempat asas itu
dipandang sangat relevan dengan upaya pendidikan, baik masa kini maupun masa depan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud Tut Wuri Handayani , Ing Ngarsa Sung Tulada , Ing Madya Mangun
Karsa?
2. Apa yang di maksud Asas Kemandirian dalam belajar ?
3. Apa yang di maksud Asas Pendidikan Sepanjang Hayat ?
4. Apa yang dimaksud Asas Alam Takambang Jadi Guru ?
5. Bagaimana Imlementasi dari masing-masing Asas dalam pendidikan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui Asas Tut Wuri Handayani Ing Ngarsa Sung Tulada , Ing Madya
Mangun Karsa?
2. Untuk mengetahui Asas Kemandirian dalam belajar
3. Untuk mengetahui Asas Pendidikan sepanjang hayat
4. Untuk mengetahui Asas Alam Takambang Jadi Guru
5. Untuk mengetahui Implementasi dari masing-masing asas dalam pendidikan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asas – Asas Pendidikan


a. Asas Tut Wuri Handayani
Masyarakat Indonesia tentunya tidak asing lagi dengan semboyan Tut Wuri
Handayani. Semboyan ini sering kita jumpai pada seragam siswa Sekolah Dasar.
Semboyan ini juga merupakan semboyan Depdiknas. Semboyan Tut Wuri Handayani
pertama kali dikumandangkan pada tahun 1922 tercantum pada asas 1922 yang
dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara. Asas 1922 ini merupakan asas dari
Perguruan Nasional Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup
tumbuhnya anak- anak. Adapun tujuannya adalah menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dengan berbagai
ide yang dimiliki dari Ki Hajar Dewantara ada satu konsep yang terlupakan. Ki Hajar
pernah melontarkan konsep belajar 3 dinding. Kalau kita mengingat masa lalu ketika
masih di bangku sekolah, bentuk ruang kelas kita rata-rata adalah persegi empat. Nah,
Ki Hajar menyarankan ruang kelas itu hanya dibangun 3 sisi dinding saja. Ada satu sisi
yang terbuka. Konsep ini bukan main-main filosofinya. Dengan ada satu dinding yang
terbuka, maka seolah hendak menegaskan tidak ada batas atau jarak antara di dalam
kelas dengan realita di luar.
Konsep menyatunya kelas tempat belajar dengan realitas yang ditawarkan Ki
Hajar, mungkin memang bukan orisinil dari Beliau. Mungkin konsep ini sudah ada
sebelumnya Ki Hajar hidup. Namun ketika Ki Hajar merumuskan konsep ini dengan
istilah 3 dinding, menunjukkan betapa luasnya wawasan Beliau dan mampu
mengadaptasi konsep tersebut dalam budaya Indonesia.
Banyak karya beliau yang menjadi landasan rakyat Indonesia dalam
mengembangkan pendidikan. Asas Tut Wuri Handayani mendapat tanggapan positif
dari Drs. R.M.P. Sostrokartono salah seorang filsuf dan ahli bahasa dengan
menambahkan dua semboyan untuk melengkapinya, sehingga ketiga semboyan itu
menyatu menjadi satu kesatuan asas yakni:
1. Tut Wuri Handayani yang berarti jika di belakang mengikuti dengan awas. Yang
memiliki makna kita sebagai calon pendidik memberikan peserta didik keleluasaan
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya tetapi kita juga harus
mengawasinya agar tidak menyimpang dari norma-norma yang ada dalam
masyarakat.
2. Ing Ngarsa Sung Tulada yang berarti jika di depan memberi contoh . Yang
dimaksud ialah sebagai seorang pendidik kita harus bisa menjadi contoh kepada siswa
dalam berperilaku dan juga bertindak agar anak didik kita bisa minimal seperti kita dan

2
harus lebih baik dari kita. Dalam konteks kepemimpinan semboyan ini berartikan
sebagai pemimpin kita hendaknya harus bisa memperlihatkan dan memberi contoh
kepada bawahan dan rakyat kita akan pentingnya perbuatan baik dan mengayomi rakyat
sehingga rakyat pun bisa menerima dan mencontoh pemimpinnya.
3. Ing Madya Mangun Karsa yang berarti jika ditengah-tengah membangkitkan
kehendak, hasrat atau motivasi, disini kita sebagai calon pendidik kelak ketika akan
memberikan pengajaran kepada masyarakat atau anak didik kita, hendaknya kita dapat
berbaur dengan peserta didik. Kita tidak hanya selalu memberikan materi di depan kelas
dan memberikan contoh, tetapi kita hendaknya berbaur dan membangkitkan semangat
peserta didik dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dialaminya.

Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 di


Yogyakarta. Sebuah lembaga yang pertama kali menjadi motivator bagi warga negara
Indonesia demi melanjutkan kemerdekaan yang akan menjadi proses kemerdekaan kita
saat ini. Sejak awal Taman Siswa memiliki semboyan yang tertera diatas. Semboyan
yang sering dipertanyakan oleh berbagai peserta didik saat ini. Asas 1922 yang
merupakan asas dari Perguruan Taman Siswa adalah sebagai berikut :
a. Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan
mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum.
b. Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah, yang dalam arti
lahir dan batin dapat memerdekakan diri.
c. Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
d. Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh
rakyat.
e. Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir
maupun batin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak
bantuan apa pun dan dari siapa pun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir
maupun ikatan batin.
f. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri mutlak harus
membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
g. Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk
mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan
anak-anak.
Asas Tut Wuri Handayani merupakan inti dari asas pada butiran yang menegaskan
bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri (zelf-veschikingsrecht)
dengan mengingat tertibnya persatuan dalam kehidupan umum. Dari asas yang pertama
inilah jelas kita ketahui bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh Perguruan Taman Siswa
adalah kehidupan yang tertib dan damai. Asas inilah yang mendorong Taman Siswa
untuk mengganti sistem pendidikan cara lama yang lebih menitik beratkan tentang
pengajaran menggunakan perintah, paksaan, dan hukuman dengan sistem khas dari
Taman Siswa yaitu berdasarkan atas perkembangan kodrati. Selanjutnya dari asas ini
3
berkembang pula “Sistem Among” dimana guru disebut sebagai “pamong” yaitu guru
sebagai pemimpin yang berdiri di belakang dengan memberikan kesempatan kepada
anak didik untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus mencampuri, diperintah, atau
dipaksa. Guru disini sebagai pamong yang mengawasi dan wajib mencampuri tingkah
laku atau perbuatan anak jika anak tidak dapat menghindarkan diri dari berbagai
rintangan atau ancaman keselamatan gerak majunya. Jadi dapat disimpulkan
bahwa sistem Among adalah cara pendidikan yang dipakai dalam sistem pendidikan di
Taman Siswa dengan maksud mewajibkan pada guru supaya mengingati dan
mementingkan kodrat para siswa dengan tidak melupakan segala keadaan yang
mengelilinginya.
Tujuan dari Asas Tut Wuri Handayani adalah :
1. Pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan,
2. Pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among,
ngemong. Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan
tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan
selamat. Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh
menurut kodratnya. Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin
diusahakan anak sendiri dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan,
3. Pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en Verde),
4. Pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan
5. Pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan
berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik). Metode ini secara teknik
pengajaran meliputi : kepala, hati, dan panca indera (educate the head, the heart,
and the hand).
Dua semboyan lainnya, sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dari Tut Wuri
Handayani, pada hakikatnya bertolak dari wawasan tentang anak yang sama, yakni
tidak ada unsur perintah, paksaan, atau hukuman, tidak ada campur tangan yang
dapat mengurangi kebebasan anak untuk berjalan sendiri dengan kekuatan sendiri. Di
sisi lain pendidik setiap saat dapat memberikan uluran tangan apabila sang anak
memang membutuhkan. Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan memberi contoh) adalah
sesuatu hal yang baik mengingat kebutuhan anak maupun pertimbangan guru.
Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangkitkan kehendak) diterapkan pada
keadaan atau kondisi yang kurang bergairah atau anak ragu-ragu dalam mengambil
keputusan, sehingga memerlukan pendidik yang mampu membangkitkan dan
memperkuat motivasi.
Ketiga filosofi di atas saling berkaitan dan tidak dapat ditinggalkan salah satunya.
Sebagai contoh, usaha seorang leader untuk menanamkan nilai-nilai organisasi kepada
followernya. Dalam hal ini, seorang leader tidak bisa begitu saja mendorong dan
mengarahkan perilaku followernya agar sesuai dengan nilai-nilai organisasi (Tut Wuri
Handayani). Namun, leader tersebut juga harus mampu memberikan contoh nyata
bagaimana nilai-nilai organisasi telah tertanam dalam dirinya (Ing Ngarsa Sung
Tulada). Sembari member contoh, leader juga harus mengkomunikasikan nilai-nilai
tersebut ke tengah-tengah followernya, dan memotivasi mereka untuk bertindak sejalan
dengan nilai-nilai itu (Ing Madya Mangun Karsa).

4
b. Asas Kemandirian dalam Belajar
Baik asas Tut Wuri Handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung
erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Kemandirian dalam belajar
dapat diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan
sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran. Pengertian
tentang belajar mandiri sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli. Ada
beberapa variasi pengertian belajar mandiri yang diutarakan oleh para ahli seperti
dipaparkan Abdullah (2001:1-4) sebagai berikut:
1. Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik tanggung
jawab dari proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri mengintegrasikan self-
management (manajemen konteks, menentukan setting, sumber daya, dan tindakan)
dengan self-monitoring (siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi
belajarnya) (Bolhuis; Garrison).
2. Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting dalam memulai
dan memelihara usaha siswa. Motivasi memandu dalam mengambil keputusan, dan
kemauan menopang kehendak untuk menyelami suatu tugas sedemikian sehingga
tujuan dapat dicapai (Corno; Garrison).
3. Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari para guru
ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan
tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya (Lyman; Morrow, Sharkey,
& Firestone).
Jika para ahli di atas memberi makna tentang belajar mandiri secara sepotong-
sepotong, maka Haris Mujiman (2005:1) mencoba memberikan pengertian belajar
mandiri dengan lebih lengkap. Menurutnya belajar mandiri adalah kegiatan belajar
aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna
mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi
yang dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara
pencapaiannya baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo
belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar dilakukan oleh siswa sendiri. Di sini
belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar
yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan beberapa pertimbangan di atas,
maka BelajarMandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan
belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya
sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat
digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata.
Sehingga perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru
dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, di samping peran-peran lain:
Informator, organisator, dan sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan
menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan
peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedang sebagai motivator,
guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber
belajar itu. Pengembangan kemandirian dalam belajar ini seyogyanya dimulai dengan

5
kegiatan intrakurikuler, yang dikembangkan dan dimantapkan selanjutnya dalam
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler atau untuk latar perguruan tinggi: Dimulai
dalam kegiatan tatap muka dan dikembangkan dan dimantapkan dalam kegiatan
terstruktur dan kegiatan mandiri. Kegiatan tatap muka atau intrakurikuler terutama
berfungsi membentuk konsep-konsep dasar dan cara-cara pemanfaatan berbagai
sumber belajar yang akan menjadi dasar pengembangan kemandirian dalam belajar di
dalam bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri atau kegiatan kurikuler dan
ekstrakurikuler itu.
Terdapat beberapa strategi belajar-mengajar dan suatu kegiatan belajar-mengajar
yang dapat memberi peluang pengembangan kemandirian dalam belajar. Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA) merupakan salah satu pendekatan yang memberi peluang
itu karena siswa dituntut mengambil prakarsa dan memikul tanggung jawab tertentu
dalam belajar-mengajar di sekolah, umpamanya melalui lembaga kerja. Di samping itu
ada beberapa jenis kegiatan belajar mandiri lainnya seperti belajar melalui modul, paket
belajar, pengajaran berprogram, dan sebagainya. Keseluruhan upaya itu harus didukung
dengan Pusat Semua Belajar (PSB ) yang memadai di lembaga pendidikan utamanya
sekolah. Seperti diketahui, PSB itu memberi peluang tersedianya berbagai jenis sumber
belajar, di samping bahan pustaka di perpustakaan, seperti rekaman elektronik, ruang-
ruang belajar (tutorial) sebagai mitra kelas, dan sebagainya. Dengan dukungan PSB itu
asas kemandirian dalam belajar akan lebih dimantapkan dan dikembangkan.
Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur dengan apa yang
menjadi agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni memberikan para peserta
didik kesempatan untuk “berjalan sendiri.” Inti dari istilah “berjalan sendiri” tentunya
sama dengan konsep dari “mandiri” yang dalam Asas Kemandirian dalam Belajar
bermakna “menghindari campur tangan guru namun (guru juga harus) selalu siap untuk
ulur tangan apabila diperlukan” (Tirtarahardja, 1994: 123).
Kurikulum KTSP tentunya sangat membantu dalam agenda mewujudkan Asas
Kemandirian dalam Belajar. Prof. Dr. Umar Tirtarahardja (1994) lebih lanjut
mengemukakan bahwa dalam Asas Kemandirian dalam Belajar, guru tidak hanya
sebagai pemberi dorongan, namun juga fasilitator, penyampai informasi, dan
organisator (Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud manifestasi Asas
Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun
juga dalam bentuk kurikuler dan ekstra kurikuler sedang dalam lingkup perguruan
tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur dan mandiri.
Dalam bukunya “Contextual Teaching and Learning” Elanie B. Johnson (2009)
berpendapat bahwa dalam Pembelajaran Mandiri seorang guru yang berpaham
“Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual” dituntut untuk mampu menjadi mentor dan
guru ‘privat’ (Johnson, 2009: 177). Sebagai mentor, guru yang hendak mewujudkan
kemandirian peserta didik diharapkan mampu memberikan pengalaman yang
membantu kepada siswa mandiri untuk menemukan cara menghubungkan sekolah
dengan pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya. Sebagai seorang guru
‘privat,’ seorang guru biasanya akan memantau siswa dalam belajar dan sesekali
menyela proses belajar mereka untuk membenarkan, menuntun, dan member instruksi
mendalam (Johnson, 2009).

6
Lebih lanjut Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses belajar mandiri
berjalan dengan baik, maka para peserta didik akan mampu membuat pilihan-pilihan
positif tentang bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam
kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009: 179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri
atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap
“Belajar sepanjang Hayatnya.”

c. Asas Pendidikan Sepanjang Hayat


“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu
sejak buaian sampai lubang kubur. Tiada amalan umat yang lebih utama daripada
belajar”.
Asas Belajar Sepanjang Hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari
sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education. Istilah pendidikan
seumur hidup erat kaitannya dan kadang-kadang digunakan saling bergantian dengan
makna yang sama dengan istilah belajar sepanjang hayat. Kedua istilah ini memang
tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Penekanan istilah “belajar”adalah
perubahan perilaku(kognitif/afektif/psikomotor) yang relatif tetap karena pengaruh
pengalaman, sedang istilah “pendidikan” menekankan pada usaha sadar dan sistematis
untuk penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan pengaruh pengalaman tersebut
lebih efisien efektif, dengan kata lain, lingkungan yang membelajarkan subjek didik.
Selanjutnya pendidikan sepanjang hayat didefinisikan sebagai tujuan atau ide
formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman pendidikan.
Pengorganisasian dan perstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari
usia yang paling muda sampai yang paling tua (cropley: 67). Pendidikan sepanjang
hayat bukan merupakan pendidikan yang berstruktur namun suatu prinsip yang menjadi
dasar dalam menjiwai seluruh organisasi system pendidikan yang ada. Dengan kata lain
pendidikan sepanjang hayat menembus batas-batas kelembagaan, pengelolaan, dan
program yang telah berabad-abad mendesakkan diri pada system pendidikan.
Dalam latar pendidikan seumur hidup, proses belajar mengajar di sekolah
seyogyanya mengemban sekurang-kurangnya 2 misi, yaitu membelajarkan peserta
didik dengan efisien dan efektif, dan serentak dengan itu meningkatkan kemauan dan
kemampuan belajar mandiri sebagai basis dari belajar sepanjang hayat. Ditinjau dari
pendidikan sekolah, masalahnya adalah bagaimana merancang dan
mengimplementasikan suatu program belajar mengajar sehingga mendorong belajar
sepanjang hayat, dengan kata lain, terbentuklah manusia dan masyarakat yang mau dan
mampu terus menerus belajar.
Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus
dirancang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi:
a. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan
antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di
masa depan.

7
Termasuk dalam dimensi vertikal itu antara lain pengkajian tentang:
1. Keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan didik.
2. Kurikulum dan perubahan sosial-kebudayaan.
3. “The forecasting curriculum”.
4. Keterpaduan bahan ajaran dan pengorganisasian pengetahuan
5. Penyiapan untuk memikul tanggung jawab.
6. Pengintegrasian dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik.
7. Untuk mempertahankan motivasi belajar secara permanen.
b. Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yaitu keterkaitan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
Termasuk dalam dimensi horizontal antara lain :
1. Kurikulum sekolah merefleksikan kehidupan di luar sekolah
2. Memperluas kegiatan belajar ke luar sekolah
3. Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajar-mengajar

Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh sebagaimana gambaran manusia


Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, Indonesia menganut asas
pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat memungkinkan tiap warga
negara Indonesia;
a. mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri dan kemandirian sepanjang
hidupnya,
b. mendapat kesempatan untuk memanfaatkan layanan lembaga-lembaga pendidikan
yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan yang ditawarkan dapat bersifat formal,
informal, non formal,
c. mendapat kesempatan mengikuti program-program pendidikan sesuai bakat, minat,
dan kemampuan dalam rangka pengembangan pribadi secara utuh menuju profil
Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945; dan
d. mendapat kesempatan mengembangkan diri melalui proses pendidikan jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 1989.

8
d. Alam Takambang Jadi Guru
Alam Takambang Jadi Guru adalah pepatah yang berasal dari Minangkabau. Kalau
dijadikan bahasa Indonesia, kira-kira menjadi ” alam terkembang (terbentang luas)
dijadikan sebagai guru “. Dewasa ini, pepatah tersebut masuk dalam moto
pembelajaran untuk guru. Entah kapan dimulai, yang jelas perangkat pembelajaran
tersebut telah digandakan oleh banyak guru. Secara tidak langsung menyebarluaskan
pepatah Alam Takambang Jadi Guru. Nyata bagi banyak guru pepatah ini sudah
familiar juga. Bahkan di Negeri Belanda juga sangat dikenal oleh pakar pendidikan di
sana.
Guru di daerah Sumatra Barat dan guru-guru penutur bahasa Melayu pada
umumnya akan langsung mengerti makna pepatah tersebut. Di Ranah Minang
ungkapan tersebut sangat komunikatif. Sementara itu, mereka yang tidak mengerti
bahasa Melayu dan bahasa Minang, hanya bisa mengira dan mendiskusikan
pengertiannya kepada teman sejawat. Namun mereka tidak akan banyak menemui
kesulitan untuk itu. Lagi pula konsep Alam Takambang Jadi Guru sangat praktis dan
universal. Cakupannya meliputi semua dimensi.
Pepatah Alam Takambang Jadi Guru ini sangat dipahami oleh setiap orang yang
berasal dari Sumatra Barat. Pewarisannya secara oral. Pepatah ini diajarkan turun
temurun. Dewasa ini penyebarannya selain secara lisan juga melalui berbagai karya
tulis, termasuk di dalamnya karya sastra. Pepatah atau ungkapan ini bermakna ‘agar
kita belajar pada alam yang menyajikan berbagai fenomena. Alam terbentang luas
senantiasa mengabarkan sebuah kearifan’. Sejatinya pepatah atau ungkapan filosofi ini
mengandung makna, pertama menunjukkan sikap seseorang terhadap tanggung jawab
yang seharusnya ia dilaksanakan dalam rangka pengembangan diri. Kedua ungkapan
ini bermakna menunjukkan kepada kita apa sesungguhnya sumber dari pengetahuan
dan teknologi atau keterampilan. Alam Takambang yakni menujukan sumber belajar
yang sesungguhnya, yakni sumber belajar yang sungguh-sungguh dapat memenuhi
“kebutuhan kita semua” yang sifatnya selalu ada sepanjang zaman.
Alam diciptakan Allah untuk dimanfaatkan untuk beragam keperluan. Dapat
dirinci, di antaranya sangat banyak pelajaran yang bisa diambil darinya. Karena itu
muncul ungkapan orang Minangkabau yang mengatakan “Alam Takambang jadi
Guru” itu. Banyak sudah teknologi canggih yang kita gunakan sekarang ini mengambil
prinsip kerjanya dari alam ini. Untuk itu kita selalu bersahabat dengan alam
(lingkungan dimana kita berada) agar kita selalu dapat memetik pelajaran darinya.
Alam Takambang Sebagai Sumber Belajar
Alam Takambang Jadi Guru pengertian yang paling pas untuk itu adalah “alam”
(sama juga dengan bahasa Indonesia) yang “Takambang” (membentang luas) ini atau
alam raya ini dengan segala isinya. Jadi Guru diartikan di jadikan sebagai “guru ”( sama
dengan bahasa Indonesia ). “ Guru ” maksudnya adalah apa yang ada yang dapat
memberikan pelajaran kepada kita atau apa yang dapat kita pelajari padanya. Maka guru
disini bermakna luas, berlaku untuk semua baik berupa orang dan alam sekitar di segala
tempat dan keadaan. Dengan kata lain maksud guru itu adalah sumber belajar, baik
untuk disekolah maupun diluar persekolahan. Anak dapat belajar di rumah dengan buku

9
dan internet, anak dapat belajar dengan binatang piaraan dan tanaman di kebun atau air
yang mengalir disungai. Orang dewasa juga demikian belajar kapan saja dan dimana
saja sumber belajarnya tetap saja apa yang ada di lingkungannya.
AECT (Association for Education and Communication Technology) menyatakan
bahwa sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data,
orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar, baik secara
terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai
tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar adalah bahan-bahan
yang dimanfaatkan dan diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa buku
teks, media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya
yang dapat meningkatkan kadar keaktifan dalam proses pembelajaran.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang tersedia di sekitar atau di lingkungan
belajar yang berfungsi untuk membantu optimalisasi aktivitas belajar. Optimalisasi
aktivitas belajar ini dapat dilihat tidak hanya dari hasil belajar saja, namun juga dilihat
dari proses pembelajaran yang berupa interaksi siswa dengan berbagai sumber belajar.
Sumber belajar dapat memberikan rangsangan untuk belajar dan mempercepat
pemahaman dan penguasaan bidang ilmu yang dipelajari. Kegiatan belajarnya dapat
berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan kata lain dengan sumber belajar yang
bersifat sangat luas itu anak belajar tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Hal ini berarti bahwa bahwa alam sekitar yang dijadikan sumber belajar bermakna
jauh lebih luas dan lebih bervariasi jika dibandingkan “guru” di sekolah sebagai
sumber belajar. Dengan hal yang seperti itu semua orang akan mendapat peluang untuk
belajar sepanjang hayat, karena didukung dengan ketersediaan sumber belajar dimana-
mana. Hal ini juga mengandung makna bahwa seorang guru yang mengajar mengambil
bahan pelajaran juga berasal dari Alam Takambang ini. Alam Takambang Jadi
Guru tentu saja merupakan sumber belajar yang maha lengkap, jauh lebih lengkap jika
dibandingkan dengan sumber belajar pendidikan formal yang berupa pustaka,
laboratorium dan work shop. Belajar dengan Alam Takambang akan selalu serasi dan
selaras dengan perkembangan anak, perkembangan anak dan perkembangan ilmu dan
teknologi. Karena belajar dengan Alam Takambang tidak akan ada dijumpai apa yang
disebut dengan keterikatan, keterbelakangan, keterbatasan, kadaluarsa dan lain
sebagainya. Alam Takambang dijadikan guru tidak jadi soal jauh atau dekat karena
dengan bantuan teknologi banyak hal menjadi sangat mudah.
Alam Takambang Jadi Guru banyak sekali mengandung nilai luhur yang dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam merancang sistem pendidikan sekarang dan masa
depan.Proses pendidikan saat ini seakan-akan telah memisahkan anak didik dengan
alam tempat mereka selama ini tumbuh dan dibesarkan.Suasana pendidikan sekarang
terlalu mengutamakan lingkungan akademik yang berorientasi pada penguasaan konsep
untuk mencapai indeks prestasi yang tinggi tanpa mempedulikan penerapannya dalam
lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
Dengan prinsip-prinsip belajar dengan Alam Takambang akan menumbuhkan
jiwa kemerdekaan, seseorang hanya patuh dan ta’at kepada kebenaran dan patuh dan
hormat kepada kebajikan, bukan patuh kepada siapa-siapa.

10
B. Iplementasi Dari Masing-Masing Asas Pendidikan

1. Implementasi Asas Tut Wuri Handayani.


Asas Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk melakukan
usaha sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan
(hukuman) pendidik (Karya Ki Hajar Dewantara, 1962:59). Hal itu tidak menjadikan
masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak
didik akan membawa pidananya sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin
yang mendorong datangnya hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang
dialami anak tersebut bersifat mendidik.
Maksud Tut Wuri Handayani adalah sebagai pendidik hendaknya mampu
menyalurkan dan mengarahkan perilaku dan segala tindakan siswa untuk mencapai
tujuan pendidikan yang dirancang.
Implikasi dari penerapan asas ini dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Seorang pendidik diharapkan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan ide dan prakarsa yang berkaitan dengan mata pelajaran yang
diajarkan.
b. Seorang pendidik berusaha melibatkan mental siswa yang maksimal di dalam
mengaktualisasikan pengalaman belajar, upaya melibatkan siswa seperti ini yang
sering dikenal dengan cara belajar siswa aktif (CBSA).
c. Peranan pendidik hanyalah bertugas mengarahkan siswa, sebagai fisilisator, motivator
dan pembimbing dalam rangka mencapai tujuan belajar . Dalam proses belajar
mengajar dilakukan secara bebas tetapi terkendali, interaksi pendidik dan siswa
mencerminkan hubungan manusiawi serta merangsang berfikir siswa, memanfaatkan
bermacam-macam sumber, kegiatan belajar yang dilakukan siswa bervariasi, tetapi
tetap di bawah bimbingan guru.
Dalam kaitan penerapan Asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa
keadaan yang ditemui sekarang, yakni:
a. peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan keterampilan yang
diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh
pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung
jawab atas pendidikannya sendiri,
b. peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang
diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang
tertentu yang diinginkannya
c. peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan untuk
memasuki program pendidikan dan keterampilan sesuai dengan gaya dan irama
belajarnya,

11
d. peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh
kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan sesuai dengan cacat yang
disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri,
e. peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan
dan keterampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan
dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi di bawah
normal sampai jauh diatas normal (Jurnal Pendidikan,1989).

2. Implementasi dari Asas Kemandirian Dalam Belajar


Implementasi dari asas kemandirian dalam belajar merupakan suatu wujud
manifestasi Asas Kemandirian dalam Belajar yang bukan hanya dalam berbentuk
kurikulum KTSP, namun juga dalam bentuk kurikuler dan ekstra kurikuler sedang dalam
lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur
dan mandiri.

3. Implementasi dari Asas Pendidikan Sepanjang Hayat


Asas belajar sepanjang hayat sebenarnya sudah tertanam dalam kehidupan
bermasyarakat lewat pendidikan keagamaan dan budaya, dimana ilmu akan
mempermudah jalan kita untuk melanjutkan kehidupan.
Karenankemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat, maka terjadi perubahan
yang amat pesat dalam berbagai aspek kehidupan. Akibatnya, apa yang dipelajari oleh
seseorang pada beberapa tahun yang lalu dapat menjadi tidak berarti atau tidak
bermanfaat. Sebab apa yang telah dipelajarinya sudah tidak relevan lagi dengan berbagai
masalah kehidupan yang dihadapinya. Implikasi dari kemajuan ilmu dan teknologi yang
amat pesat tersebut ialah seseorang dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang
hayat. (Tim, 2008).
Sejatinya kita sebagai manusia akan mempunyai hasrat alamiah yang membuat diri
kita belajar tanpa kita sadari dari kita lahir sampai kita wafat atau tua , ada pepatah bilang
tuntutlah ilmu dari kecil hingga liang lahat. Ini juga bisa dibilang sebagai
implimentasinya.
Pendidikan terdiri dari tiga sumber utama yaitu:
a. Pendidikan Persekolahan
Di negara kita dikenal adanya wajib belajar 12 tahun, dimana kita mendapat
pendidikan sampai tingkat sekolah menengah. Wajib belajar ini termasuk peran dari
pemerintah untuk mengimplementasikan asas belajar sepanjang hayat.
b. Pendidikan luar sekolah
Orang bijak mengatakan bahwa pengalaman merupakan pembelajaran yang
paling berharga dalam kehidupan, kita tidak akan bisa mengaplikasikan ilmu yang
kita dapatkan di dalam pendidikan sekolah tanpa adanya pengalaman nyata yang kita

12
dapatkan di lingkungan sekitar. Setiap saat banyak pelajaran yang kita dapatkan di
lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat maupun tempat bersosialisasi
seperti tempat kerja. Karena kita pasti sepanjang hidup kita akan bergaul dan berbaur
dengan lingkungan masyarakat, tentu juga kita pasti mendapatkan pendidikan
sepanjang hidup kita. Contoh lain tentang pendidikan luar sekolah yaitu adanya
organisasi sosial masyarakat dan sebagainya.

c. Sumber informasi lain seperti media sosial, internet, dan sebagainya.


Zaman modern saat ini teknologi tidak akan bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia, kepintaran manusia menyebabkan semakin cepatnya pembaharuan-
pembaharuan dalam bidang teknologi yang mengakibatkan kita juga harus mampu
bersaing untuk mempelajari teknologi itu sendiri. Apalagi dengan mendekatnya
pasar bebas, juga akan berdampak besar bagi kita. Jika kita tidak mampu
menguasai teknologi maka beberapa tahun ke depan kita akan menjadi tamu di
rumah kita sendiri.
Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa
keadaan yang ditemui sekarang yaitu :
a. Usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah mengalami
peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari tahun ke
tahun yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non
formal, dan informal; berbagai jenis pendidikan; dan berbagai jenjang
pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi,
b. Usaha pemerintah dalam pengadaan dan pembinaan guru dan tenaga
kependidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang agar mereka dapat
melaksanakan tugasnya secara proporsional. Dan pada gilirannya dapat
meningkatkan kualitas hasil pendidikan di seluruh tanah air. Pembinaan guru
dan tenaga guru dilaksanakan baik di dalam negeri maupun diluar negeri
c. Usaha pembaharuan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan isi
pendidikan agar mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya yang berkualitas melalui pendidikan,
d. Usaha pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang semakin
meningkat: ruang belajar, perpustakaan, media pengajaran, bengkel kerja,
sarana pelatihan dan ketrampilan, sarana pendidikan jasmani,
e. Pengadaan buku ajar yang diperuntukkan bagi berbagai program pendidikan
masyarakat yang bertujuan untuk:
1. meningkatkan sumber penghasilan keluarga secara layak dan
hidup bermasyarakat secara berbudaya melalui berbagai cara belajar,
2. menunjang tercapainya tujuan pendidikan manusia seutuhnya.
f. Usaha pengadaan berbagai program pembinaan generasi muda: kepemimpinan
dan ketrampilan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, sikap patriotisme dan
idealisme, kesadaran berbangsa dan bernegara, kepribadian dan budi luhur,
13
g. Usaha pengadaan berbagai program pembinaan keolahragaan dengan
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota masyarakat
untuk melakukan berbagai macam kegiatan olahraga untuk meningkatkan
kesehatan dan kebugaran serta prestasi di bidang olahraga,
h. Usaha pengadaan berbagai program peningkatan peran wanita dengan
memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan keluarga
sehat, sejahtera dan bahagia; peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi,
ketrampilan serta ketahanan mental.
3. Implementasi Asas Alam Takambang Jadi Guru
Alam Terkembang Jadi Guru’ merupakan falsafah adat yang tumbuh dan
berkembang di bumi Minangkabau (Sumatera Barat).Kedekatan masyarakat dengan
alam sekitar terlihat dari kekonsistenan masyarakat dalam memandang alam sebagai
sumber pengetahuan dan sebagai guru dalam menata perilaku dan perbuatan.
Bukan hanya dimanifestasikan dalam bentuk perhatian dan pemanfaatan alam
sebagai sumber pengetahuan dan peradaban, melainkan juga tercermin dalam perilaku
berbahasa. Hal ini tercermin dalam pemanfaatan simbol-simbol yang dapat merujuk
pada konsep tertentu sesuai tujuan komunikasi. Keberadaan simbol dalam ungkapan
kebahasaan merupakan suatu yang tidak bisa lepas dari aktivitas berbahasa bagi
masyarakat Minangkabau. Kemampuan berpikir secara simbolik, dapat
mengabstraksikan pengalamannya dalam suatu sistem yang penuh makna, sehingga
memungkinkan seseorang dapat mewariskan dan mengkomunikasikan pengalaman
dan pemikiran mereka pada pihak lain.
Penggunaan simbol yang bersumber dari alam sekitar, sudah menjadi kelaziman
dalam budaya berbahasa di Minangkabau. Hal ini dapat dilihat dari contoh berikut:

Batamu ruyuang jo baliuang


(Bertemu ruyung dengan beliung)

Ungkapan tersebut menggambarkan tentang pertemuan (perseteruan)


antara dua orang yang sama sama memiliki kekuatan. Kekuatan seseorang
tersebut digambarkan melalui pemanfaatan lambang ruyuang (bagian dari
pohon kelapa yang memiliki serat kasar dan keras) serta baliuang (sejenis
perkakas terbuat dari besi). Sifat keras yang dimiliki oleh kedua benda
tersebut dijadikan sebagai simbol untuk melambangkan pertemuan
(perseteruan) antara dua orang yang sama-sama memiliki kekuatan.

Contoh tersebut menunjukkan bahwa kedekatan masyarakat dengan alam


sekitarnya, mampu melahirkan bentuk tuturan yang sarat dengan simbol kebahasaan
yang bersumber dari alam sekitar. Kenyataan ini mengilhami penelitian tentang
sejauhmana masyarakat Minangkabau memahami alam sekitar sebagi bagian yang
tidak terlepas dari budaya berbahasa.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat kami simpulkan sebagai berikut :
Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang
menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan
pendidikan. Beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan
melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani,
Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
Maksud Tut Wuri Handayani adalah sebagai pendidik hendaknya mampu
menyalurkan dan mengarahkan perilaku dan segala tindakan siswa untuk mencapai
tujuan pendidikan yang dirancang. Proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam
Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap “Belajar sepanjang
Hayatnya”.Implikasi dari kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat tersebut ialah
seseorang dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang hayat.
Asas Tut Wuri Handayani mempunyai prinsip pendidik memberikan kesempatan
kepada peserta didik dalam menyampaikan ide-idenya ketika dalam proses
pembelajaran, Asas belajar sepanjang hayat lebih menekankan bahwa setiap manusia itu
berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan sistematis untuk mendapatkan
pengajaran, studi dan belajar kapan pun sepanjang hidupnya (long life
education).Sedangkan asas kemandirian dalam belajar lebih menekankan bahwa siswa
dituntut untuk aktif sendiri dalam kegiatan belajar tanpa ada bimbingan lagi dari seorang
guru.

15
KEPUSTAKAAN

Zen,Zelhendri , Syafril.2017.Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan.Depok:Kencana


Abu Hanifah. 1950. Rintisan Filsafat, Filsafat Barat Ditilik dengan Jiwa Timur,Jilid I.
Yuniseffendri ,Y .2014.alam terkembang jadi guru. Journal Online Falkultas Bahasa
Dan Seni Unesa.

16

Anda mungkin juga menyukai