Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan & hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok 4 ini.
Tujuan utama adalah untuk memenuhi tugas yang di berikan, serta untuk melatih dan
membiasakan diri untuk pendalaman materi.
Kelompok menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitupun dengan
laporan ini jauh dari sempurna mengingat keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang sifatnya membangun kepada
semua pihak supaya menjadi pembelajaran bagi penulis.
Akhir kata, secara pribadi penulis berharap supaya laporan ini bisa memberikan
manfaat khususnya bagi penulis, umumya bagi pembaca. Terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
harus lebih baik dari kita. Dalam konteks kepemimpinan semboyan ini berartikan
sebagai pemimpin kita hendaknya harus bisa memperlihatkan dan memberi contoh
kepada bawahan dan rakyat kita akan pentingnya perbuatan baik dan mengayomi rakyat
sehingga rakyat pun bisa menerima dan mencontoh pemimpinnya.
3. Ing Madya Mangun Karsa yang berarti jika ditengah-tengah membangkitkan
kehendak, hasrat atau motivasi, disini kita sebagai calon pendidik kelak ketika akan
memberikan pengajaran kepada masyarakat atau anak didik kita, hendaknya kita dapat
berbaur dengan peserta didik. Kita tidak hanya selalu memberikan materi di depan kelas
dan memberikan contoh, tetapi kita hendaknya berbaur dan membangkitkan semangat
peserta didik dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dialaminya.
4
b. Asas Kemandirian dalam Belajar
Baik asas Tut Wuri Handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung
erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Kemandirian dalam belajar
dapat diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan
sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran. Pengertian
tentang belajar mandiri sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli. Ada
beberapa variasi pengertian belajar mandiri yang diutarakan oleh para ahli seperti
dipaparkan Abdullah (2001:1-4) sebagai berikut:
1. Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik tanggung
jawab dari proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri mengintegrasikan self-
management (manajemen konteks, menentukan setting, sumber daya, dan tindakan)
dengan self-monitoring (siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi
belajarnya) (Bolhuis; Garrison).
2. Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting dalam memulai
dan memelihara usaha siswa. Motivasi memandu dalam mengambil keputusan, dan
kemauan menopang kehendak untuk menyelami suatu tugas sedemikian sehingga
tujuan dapat dicapai (Corno; Garrison).
3. Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari para guru
ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan
tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya (Lyman; Morrow, Sharkey,
& Firestone).
Jika para ahli di atas memberi makna tentang belajar mandiri secara sepotong-
sepotong, maka Haris Mujiman (2005:1) mencoba memberikan pengertian belajar
mandiri dengan lebih lengkap. Menurutnya belajar mandiri adalah kegiatan belajar
aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna
mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi
yang dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara
pencapaiannya baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo
belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar dilakukan oleh siswa sendiri. Di sini
belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar
yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan beberapa pertimbangan di atas,
maka BelajarMandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan
belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya
sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat
digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata.
Sehingga perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru
dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, di samping peran-peran lain:
Informator, organisator, dan sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan
menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan
peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedang sebagai motivator,
guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber
belajar itu. Pengembangan kemandirian dalam belajar ini seyogyanya dimulai dengan
5
kegiatan intrakurikuler, yang dikembangkan dan dimantapkan selanjutnya dalam
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler atau untuk latar perguruan tinggi: Dimulai
dalam kegiatan tatap muka dan dikembangkan dan dimantapkan dalam kegiatan
terstruktur dan kegiatan mandiri. Kegiatan tatap muka atau intrakurikuler terutama
berfungsi membentuk konsep-konsep dasar dan cara-cara pemanfaatan berbagai
sumber belajar yang akan menjadi dasar pengembangan kemandirian dalam belajar di
dalam bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri atau kegiatan kurikuler dan
ekstrakurikuler itu.
Terdapat beberapa strategi belajar-mengajar dan suatu kegiatan belajar-mengajar
yang dapat memberi peluang pengembangan kemandirian dalam belajar. Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA) merupakan salah satu pendekatan yang memberi peluang
itu karena siswa dituntut mengambil prakarsa dan memikul tanggung jawab tertentu
dalam belajar-mengajar di sekolah, umpamanya melalui lembaga kerja. Di samping itu
ada beberapa jenis kegiatan belajar mandiri lainnya seperti belajar melalui modul, paket
belajar, pengajaran berprogram, dan sebagainya. Keseluruhan upaya itu harus didukung
dengan Pusat Semua Belajar (PSB ) yang memadai di lembaga pendidikan utamanya
sekolah. Seperti diketahui, PSB itu memberi peluang tersedianya berbagai jenis sumber
belajar, di samping bahan pustaka di perpustakaan, seperti rekaman elektronik, ruang-
ruang belajar (tutorial) sebagai mitra kelas, dan sebagainya. Dengan dukungan PSB itu
asas kemandirian dalam belajar akan lebih dimantapkan dan dikembangkan.
Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur dengan apa yang
menjadi agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni memberikan para peserta
didik kesempatan untuk “berjalan sendiri.” Inti dari istilah “berjalan sendiri” tentunya
sama dengan konsep dari “mandiri” yang dalam Asas Kemandirian dalam Belajar
bermakna “menghindari campur tangan guru namun (guru juga harus) selalu siap untuk
ulur tangan apabila diperlukan” (Tirtarahardja, 1994: 123).
Kurikulum KTSP tentunya sangat membantu dalam agenda mewujudkan Asas
Kemandirian dalam Belajar. Prof. Dr. Umar Tirtarahardja (1994) lebih lanjut
mengemukakan bahwa dalam Asas Kemandirian dalam Belajar, guru tidak hanya
sebagai pemberi dorongan, namun juga fasilitator, penyampai informasi, dan
organisator (Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud manifestasi Asas
Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun
juga dalam bentuk kurikuler dan ekstra kurikuler sedang dalam lingkup perguruan
tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur dan mandiri.
Dalam bukunya “Contextual Teaching and Learning” Elanie B. Johnson (2009)
berpendapat bahwa dalam Pembelajaran Mandiri seorang guru yang berpaham
“Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual” dituntut untuk mampu menjadi mentor dan
guru ‘privat’ (Johnson, 2009: 177). Sebagai mentor, guru yang hendak mewujudkan
kemandirian peserta didik diharapkan mampu memberikan pengalaman yang
membantu kepada siswa mandiri untuk menemukan cara menghubungkan sekolah
dengan pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya. Sebagai seorang guru
‘privat,’ seorang guru biasanya akan memantau siswa dalam belajar dan sesekali
menyela proses belajar mereka untuk membenarkan, menuntun, dan member instruksi
mendalam (Johnson, 2009).
6
Lebih lanjut Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses belajar mandiri
berjalan dengan baik, maka para peserta didik akan mampu membuat pilihan-pilihan
positif tentang bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam
kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009: 179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri
atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap
“Belajar sepanjang Hayatnya.”
7
Termasuk dalam dimensi vertikal itu antara lain pengkajian tentang:
1. Keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan didik.
2. Kurikulum dan perubahan sosial-kebudayaan.
3. “The forecasting curriculum”.
4. Keterpaduan bahan ajaran dan pengorganisasian pengetahuan
5. Penyiapan untuk memikul tanggung jawab.
6. Pengintegrasian dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik.
7. Untuk mempertahankan motivasi belajar secara permanen.
b. Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yaitu keterkaitan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
Termasuk dalam dimensi horizontal antara lain :
1. Kurikulum sekolah merefleksikan kehidupan di luar sekolah
2. Memperluas kegiatan belajar ke luar sekolah
3. Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajar-mengajar
8
d. Alam Takambang Jadi Guru
Alam Takambang Jadi Guru adalah pepatah yang berasal dari Minangkabau. Kalau
dijadikan bahasa Indonesia, kira-kira menjadi ” alam terkembang (terbentang luas)
dijadikan sebagai guru “. Dewasa ini, pepatah tersebut masuk dalam moto
pembelajaran untuk guru. Entah kapan dimulai, yang jelas perangkat pembelajaran
tersebut telah digandakan oleh banyak guru. Secara tidak langsung menyebarluaskan
pepatah Alam Takambang Jadi Guru. Nyata bagi banyak guru pepatah ini sudah
familiar juga. Bahkan di Negeri Belanda juga sangat dikenal oleh pakar pendidikan di
sana.
Guru di daerah Sumatra Barat dan guru-guru penutur bahasa Melayu pada
umumnya akan langsung mengerti makna pepatah tersebut. Di Ranah Minang
ungkapan tersebut sangat komunikatif. Sementara itu, mereka yang tidak mengerti
bahasa Melayu dan bahasa Minang, hanya bisa mengira dan mendiskusikan
pengertiannya kepada teman sejawat. Namun mereka tidak akan banyak menemui
kesulitan untuk itu. Lagi pula konsep Alam Takambang Jadi Guru sangat praktis dan
universal. Cakupannya meliputi semua dimensi.
Pepatah Alam Takambang Jadi Guru ini sangat dipahami oleh setiap orang yang
berasal dari Sumatra Barat. Pewarisannya secara oral. Pepatah ini diajarkan turun
temurun. Dewasa ini penyebarannya selain secara lisan juga melalui berbagai karya
tulis, termasuk di dalamnya karya sastra. Pepatah atau ungkapan ini bermakna ‘agar
kita belajar pada alam yang menyajikan berbagai fenomena. Alam terbentang luas
senantiasa mengabarkan sebuah kearifan’. Sejatinya pepatah atau ungkapan filosofi ini
mengandung makna, pertama menunjukkan sikap seseorang terhadap tanggung jawab
yang seharusnya ia dilaksanakan dalam rangka pengembangan diri. Kedua ungkapan
ini bermakna menunjukkan kepada kita apa sesungguhnya sumber dari pengetahuan
dan teknologi atau keterampilan. Alam Takambang yakni menujukan sumber belajar
yang sesungguhnya, yakni sumber belajar yang sungguh-sungguh dapat memenuhi
“kebutuhan kita semua” yang sifatnya selalu ada sepanjang zaman.
Alam diciptakan Allah untuk dimanfaatkan untuk beragam keperluan. Dapat
dirinci, di antaranya sangat banyak pelajaran yang bisa diambil darinya. Karena itu
muncul ungkapan orang Minangkabau yang mengatakan “Alam Takambang jadi
Guru” itu. Banyak sudah teknologi canggih yang kita gunakan sekarang ini mengambil
prinsip kerjanya dari alam ini. Untuk itu kita selalu bersahabat dengan alam
(lingkungan dimana kita berada) agar kita selalu dapat memetik pelajaran darinya.
Alam Takambang Sebagai Sumber Belajar
Alam Takambang Jadi Guru pengertian yang paling pas untuk itu adalah “alam”
(sama juga dengan bahasa Indonesia) yang “Takambang” (membentang luas) ini atau
alam raya ini dengan segala isinya. Jadi Guru diartikan di jadikan sebagai “guru ”( sama
dengan bahasa Indonesia ). “ Guru ” maksudnya adalah apa yang ada yang dapat
memberikan pelajaran kepada kita atau apa yang dapat kita pelajari padanya. Maka guru
disini bermakna luas, berlaku untuk semua baik berupa orang dan alam sekitar di segala
tempat dan keadaan. Dengan kata lain maksud guru itu adalah sumber belajar, baik
untuk disekolah maupun diluar persekolahan. Anak dapat belajar di rumah dengan buku
9
dan internet, anak dapat belajar dengan binatang piaraan dan tanaman di kebun atau air
yang mengalir disungai. Orang dewasa juga demikian belajar kapan saja dan dimana
saja sumber belajarnya tetap saja apa yang ada di lingkungannya.
AECT (Association for Education and Communication Technology) menyatakan
bahwa sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data,
orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar, baik secara
terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai
tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar adalah bahan-bahan
yang dimanfaatkan dan diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa buku
teks, media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya
yang dapat meningkatkan kadar keaktifan dalam proses pembelajaran.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang tersedia di sekitar atau di lingkungan
belajar yang berfungsi untuk membantu optimalisasi aktivitas belajar. Optimalisasi
aktivitas belajar ini dapat dilihat tidak hanya dari hasil belajar saja, namun juga dilihat
dari proses pembelajaran yang berupa interaksi siswa dengan berbagai sumber belajar.
Sumber belajar dapat memberikan rangsangan untuk belajar dan mempercepat
pemahaman dan penguasaan bidang ilmu yang dipelajari. Kegiatan belajarnya dapat
berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan kata lain dengan sumber belajar yang
bersifat sangat luas itu anak belajar tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Hal ini berarti bahwa bahwa alam sekitar yang dijadikan sumber belajar bermakna
jauh lebih luas dan lebih bervariasi jika dibandingkan “guru” di sekolah sebagai
sumber belajar. Dengan hal yang seperti itu semua orang akan mendapat peluang untuk
belajar sepanjang hayat, karena didukung dengan ketersediaan sumber belajar dimana-
mana. Hal ini juga mengandung makna bahwa seorang guru yang mengajar mengambil
bahan pelajaran juga berasal dari Alam Takambang ini. Alam Takambang Jadi
Guru tentu saja merupakan sumber belajar yang maha lengkap, jauh lebih lengkap jika
dibandingkan dengan sumber belajar pendidikan formal yang berupa pustaka,
laboratorium dan work shop. Belajar dengan Alam Takambang akan selalu serasi dan
selaras dengan perkembangan anak, perkembangan anak dan perkembangan ilmu dan
teknologi. Karena belajar dengan Alam Takambang tidak akan ada dijumpai apa yang
disebut dengan keterikatan, keterbelakangan, keterbatasan, kadaluarsa dan lain
sebagainya. Alam Takambang dijadikan guru tidak jadi soal jauh atau dekat karena
dengan bantuan teknologi banyak hal menjadi sangat mudah.
Alam Takambang Jadi Guru banyak sekali mengandung nilai luhur yang dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam merancang sistem pendidikan sekarang dan masa
depan.Proses pendidikan saat ini seakan-akan telah memisahkan anak didik dengan
alam tempat mereka selama ini tumbuh dan dibesarkan.Suasana pendidikan sekarang
terlalu mengutamakan lingkungan akademik yang berorientasi pada penguasaan konsep
untuk mencapai indeks prestasi yang tinggi tanpa mempedulikan penerapannya dalam
lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
Dengan prinsip-prinsip belajar dengan Alam Takambang akan menumbuhkan
jiwa kemerdekaan, seseorang hanya patuh dan ta’at kepada kebenaran dan patuh dan
hormat kepada kebajikan, bukan patuh kepada siapa-siapa.
10
B. Iplementasi Dari Masing-Masing Asas Pendidikan
11
d. peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh
kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan sesuai dengan cacat yang
disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri,
e. peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan
dan keterampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan
dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi di bawah
normal sampai jauh diatas normal (Jurnal Pendidikan,1989).
12
dapatkan di lingkungan sekitar. Setiap saat banyak pelajaran yang kita dapatkan di
lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat maupun tempat bersosialisasi
seperti tempat kerja. Karena kita pasti sepanjang hidup kita akan bergaul dan berbaur
dengan lingkungan masyarakat, tentu juga kita pasti mendapatkan pendidikan
sepanjang hidup kita. Contoh lain tentang pendidikan luar sekolah yaitu adanya
organisasi sosial masyarakat dan sebagainya.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat kami simpulkan sebagai berikut :
Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang
menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan
pendidikan. Beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan
melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani,
Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
Maksud Tut Wuri Handayani adalah sebagai pendidik hendaknya mampu
menyalurkan dan mengarahkan perilaku dan segala tindakan siswa untuk mencapai
tujuan pendidikan yang dirancang. Proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam
Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap “Belajar sepanjang
Hayatnya”.Implikasi dari kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat tersebut ialah
seseorang dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang hayat.
Asas Tut Wuri Handayani mempunyai prinsip pendidik memberikan kesempatan
kepada peserta didik dalam menyampaikan ide-idenya ketika dalam proses
pembelajaran, Asas belajar sepanjang hayat lebih menekankan bahwa setiap manusia itu
berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan sistematis untuk mendapatkan
pengajaran, studi dan belajar kapan pun sepanjang hidupnya (long life
education).Sedangkan asas kemandirian dalam belajar lebih menekankan bahwa siswa
dituntut untuk aktif sendiri dalam kegiatan belajar tanpa ada bimbingan lagi dari seorang
guru.
15
KEPUSTAKAAN
16