Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERAN MANUSIA DALAM MENJAGA KUALITAS DAN KUANTITAS


PERAIRAN SUNGAI CIMULU DI KOTA TASIKMALAYA

Disusun Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Limnologi


oleh :
Fadhila Fauzia Syahriar 4411419007

Dosen Pengampu :
Dr. Nana Kariada Tri Martuti, M. Si.

Rombel Limnologi,Ruang virtual

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan komponen utama dalam kehidupan manusia. Sumber daya air
merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap kehidupan untuk menjaga proses
perkembangan hidupnya. Tanpa adanya air maka tidak mungkin adanya kehidupan.
Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pengelolaan
Sumber Daya Air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber
daya air, dan pengendalian daya rusak air. Oleh karena itu, keberadaan air sangat
penting baik dalam segi kualitas maupun kuantitas untuk menjamin keberlangsungan
hidup setiap makhluk dan kelestarian lingkungan yang berkelanjutan.
Di Indonesia, keberadaan sungai sangat mudah dijumpai di berbagai tempat
meski kelas dari sungai itu tidak sama tapi keberadaannya bukan menjadi objek yang
asing. Masyarakat Indonesia sendiri memiliki sejarah yang dekat dengan sungai. Pada
masa lalu setiap aktifitas manusia dilakukan di sungai, namun seiring perkembangan
pemikiran manusia, fungsi sungai tidak lagi dimanfaatkan untuk membantu
kehidupan sehari hari manusia. Meski demikian,di sebagian wilayah tertentu, sungai
masih menjadi objek penting untuk beraktifitas, mulai dari mencuci, mandi,hingga
untuk mendukung aktifitas memasak mereka. Namun,fenomena ini sudah sangat sulit
dijumpai kecuali yang masih tinggal di kawasan pedalaman.
Sungai adalah salah suatu ekosistem perairan yang dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik oleh aktivitas alam maupun aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai
(DAS). Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk
secara alamiah, mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir.
Air hujan yang jatuh diatas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil
menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk-bentuk kecil, kemudian menjadi
alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar atau utama. Menurut
Asdak (2007), dalam mempelajari ekosistem DAS dapat diklasifikasikan menjadi
daerah hulu, tengah, hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS
bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan.
Menurut Syarifuddin (2000) sungai memiliki beberapa jenis menurut airnya
terdiri dari:
1. Sungai permanen yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap.
2. Sungai periodik yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak,
sedangkan pada musim kemarau airnya sedikit.
3. Sungai Intermittent atau Sungai episodik yaitu sungai yang mengalirkan
airnya pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau airnya kering.
4. Sungai ephemeral yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan.
Daerah Aliran Sungai (DAS) menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2011 adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
ruang dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami,
yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Menurut Asdak (2014), DAS
dapat dipandang sebagai suatu ekosistem. DAS sebagai ekosistem tersusun dari
komponen biotik dan abiotik yang berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur.
Di samping komponen biotik dan abiotik yang berperan sebagai sumberdaya alam,
terdapat komponen manusia yang tinggal di dalam DAS sebagai pengguna sumberdaya
alam (Suprayogi dkk., 2014). Manusia dan aktivitasnya turut mempengaruhi ekosistem
DAS.
Manusia memerlukan air tidak hanya dari segi kuantitasnya saja,tetapi juga dari
kualitasnya. Kualitas air di tentukan oleh konsentrasi bahan kimia yang terlarut dalam
air. permasalahan kualitas air dapat di timbulkan oleh proses alamiah maupun ulah
manusia. Ada beberapa parameter kualitas air bersih seperti kaitanya dengan pengaruh
terhadap erosi, sedimentasi, suhu air, kimia, dan biologi. Jika kualitas air tidak di penuhi
maka, air dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit. Air yang kotor sangat berbahaya
bagi tubuh manusia. Sungai yang mengaliri wilayah Kota Tasikmalaya terbagi atas
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciwulan dan Citanduy, yang terkoneksi dengan beberapa
sub Das lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa aktifitas yang dilakukan masyarakat di sekitar sungai Cimulu?
2. Apa peran serta masyarakat dalam menjaga kulitas dan kuantitas sungai
Cimulu?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui aktifitas masyarakat di sekitar sungai Cimulu.
2. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam menjaga kulitas dan kuantitas
sungai Cimulu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air dan Sumber Air
Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ayaupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut
yang berada di darat. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan
yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah. Daya air adalah
potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan
manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta
lingkungannya. Sumberdaya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung
didalamnya.
Konservasi sumberdaya air adalah upaya memelihara keberadaan, keberlanjutan
keadaan, sifat, dan fungsi sumberdaya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan
kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup baik pada waktu
sekarang maupun pada generasi yang akan datang.
Pendayagunaan sumberdaya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumberdayaair secara optimal,
berhasilguna dan berdayaguna. Pengendalian dan penanggulangan daya rusak air
adalah upaya untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kerusakan lingkungan
yang disebabkan oleh daya rusak air yang dapat berupa banjir, lahar dingin, ombak,
gelombang pasang, dan lain-lain.
Pengelolaan adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi, pendayagunaan sumberdaya air, dan
pengendalian daya rusak air. Penatagunaan sumberdaya air adalah upaya untuk
menentukan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air.
Penyediaan sumber daya air adalah upaya pemenuhan kebutuhan akan air dan
daya air untuk memenuhi berbagai keperluan dengan kualitas dan kuantitas yang
sesuai. Penggunaan sumber daya air adalah pemanfaatan sumberdaya air dan
prasarananya sebagai media dan atau materi. Pengembangan sumberdaya air adalah
upaya peningkatan kemanfaatan fungsi sumberdaya air tanpa merusak keseimbangan
lingkungan.

2.2 Sungai
Faktor yang berpengaruh terhadap morfologi sungai tidak hanya terdiri dari
faktor abiotik (fisik : hidrologi, hidraulika, sedimen), faktor biotik (ekologi :
flora dan fauna) pada daerah yang dilaluinya, melainkan juga ada campur tangan
manusia juga dapat berakibat terhadap perubahan morfologi sungai tersebut.
(Maryono, 2005 : 9)
Untuk menjaga agar sungai tetap pada fungsinya, maka diperlukan upaya-
upaya pengelolaan baik dari pemerintah dan masyarakat maupun kebijakan
pemerintah terhadap lestarinya fungsi sungai tersebut.
Seperti pada umumnya dalam normalisasi sungai, pembangunan ditujukan
untuk bagaimana mengalirkan air yang ada pada lokasi genangan (banjir)
secepat-cepatnya. Hal ini akan berdampak pada berakumulasinya debit di daerah
hilir, sehingga beban aliran sungai di daerah tersebut akan sangat berat. Prinsip
pengelolaan yang bersifat pure hydraulic (pembetonan, pelurusan, sudetan, dan
lain-lain) tersebut seyogyanya segera ditinggalkan dan digantikan dengan prinsip
pengelolaan yang lebih ke arah eko hidraulik (Maryono, 2005 : 10). Selanjutnya
dikatakan bahwa prinsip-prinsip eko hidraulik pada dasarnya adalah pengelolaan
dengan mengusahakan retensi air selama-lamanya pada badan sungai, misalnya
dengan membiarkan terjadinya meander, tidak mengadakan pembetonan, dan lain
sebagainya yang disamping mempercepat laju aliran sungai, juga akan
menyebabkan berubahnya vegetasi dan habitat yang terdapat dalam sungai
tersebut.

2.3 Muara sungai


Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut
(Bambang Triatmojo,1999), Mulut sungai adalah bagian paling hilir dari muara sungai
yang langsung bertemu dengan laut. Muara Sungai berfungsi sebgai pengeluaran atau
pembuangan debit sungai, terutama pada waktu banjir ke laut. Karena letaknya yang
berada di ujung hilir,maka debit aliran di muara adalah lebih besar dibanding pada
tampang sungai di bagian hulu. Selain itu muara sungai juga harus melewati debit yang
ditimbulkan oleh pasang surut air laut.

Permasalahan yang sering dijumpai di daerah muara sungai adalah banyaknya


endapat sedimen di muara sungai sehingga tampang aliran kecil, yang dapat
menganggu pembuangan debit sungai ke laut. Ketidak lancaran pembuangan tersebut
dapat mengakibatkan banjir di daerah sebelah hulu muara.

2.4 Sumber Daya Lahan


Persoalan utama dalam pengelolaan sumber daya lahan (SDL) adalah penurunan
luas lahan pertanian sebagai akibat konversi ke non-pertanian. Peningkatan konversi
lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian akan mengancam lahan hutan, karena
pertanian akan mermbah kawasan hutan untuk dibuka menjadi lahan pertanian. Hal
tersebut disinyalir dari hasil pertanian Abbas (1997), Mulyana (1998), dan
Cahyono(2001). The World Bank (1990) memperkirakan 40.000 ha/tahun lahan
pertanian dikonversi menjadi lahan non-pertanian di Indonesia. Dalam Satuan DAS,
konversi tersebut sebagian besar terjadi di hilir DAS.
Ditinjau dari aspek kualitas, terjadi penurunan kualitas lahan sebagai akibat erosi
yang semakin meningkat. The Word Bank (1990) mencatat bahwa rata- rata erosi
lahan pertanian Pulau Jawa pada tanah vulkanik sebesar 6-12 t/ha/tahun dan pada
tanah kapur sebesar 20-60 t/ha/tahun. Sementara itu, laju pembentukan tanah sangat
lambat (30- 725 tahun/mm tanah) dan ekstensifikasi pertanian sangat mahal. Hal ini
ditambah lagi dengan intensifikasi pertanian yang sudah mencapai taraf levelling of
apabila tidak tidak ditemukan teknologi baru yang dapat meningkatkan produktifitas
pertanian.

2.5 Sumber Daya Air


Persoalan ketersediaan air dan distribusinya selalu menjadi permasalahan umum.
Ketersediaan air dimusim kemarau menjadi sangat terbatas, sementara pada musim
penghujan banjir terjadi di mana-mana. Penurunan Tinggi Muka Air (TMA) di
beberapa danau dan waduk mengalami penurunan akaibat konsumsi dan penggunaan
lahan terus meningkat. Di Pulau Jawa, Jumlah air tersedia mencapai 142,3 milyar
m3/tahun dan kebutuhan air mencapai 77,8 milyarr m3/tahun (Kananto etal.,1998).
Angka tersebut merupakan jumlah total dalam setahun sementara pada bulan-bulan
kering jelas penggunaan dan konsumsi lebih tinggi dari pasokannya.
Pengembangan teknologi pengelolaan DAS untuk sumber daya air ditujukan
pada teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air (terutama irigasi)
dan konsumsi air. Selain itu perlu didukung dengan pengembangan kelembagaan di
sungai Cimulu Tasikmalaya.
BAB III
METODELOGI
Sungai Cimulu sebagai lokasi penelitian ini berada di Kota Tasikmalaya yang
meliputi Kecamatan Cipedes, Kecamatan Cihideung dan Kecamatan Tawang. Metode
yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian ini digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi. Narasumber dalam penelitian ini berjumlah 10 orang. Berikut
pembagian narasumber berdasarkan lokasi wilayah yang ada sebagai beikut :

Tabel. Pembagian Narasumber Berdasarkan Wilayah


Nama Lokasi
No Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Jumlah
(Inisial) Kecamatan
1 AB Laki-Laki 45 Pedagang Cipedes 1
2 IJ Perempuan 50 Ibu Rumah Tangga Cipedes 1
3 EW Laki-Laki 37 PNS Cipedes 1
4 NI Laki-Laki 40 Pedagang Cipedes 1
5 FA Laki-Laki 35 Wirausaha Cihideung 1
6 MA Perempuan 60 Ibu Rumah Tangga Cihideung 1
7 YSA Perempuan 55 Pedagang Cihideung 1
8 KJ Perempuan 53 Pedagang Tawang 1
9 SD Laki-Laki 29 Pedagang Tawang 1
10 SA Perempuan 30 Ibu Rumah Tangga Tawang 1
Sumber : Pengolahan Data Sekunder 2018

Sumber data penelitian dalam penelitian ini mengggunakan 2 (dua) jenis sumber
data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil
wawancara, dan data sekunder berasal dari studi literatur yang di dapat dari buku dan
jurnal penelitian.

Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari observasi
dan wawancara. Teknik pengolahan data dalam penelitian ini, data lapangan atau data
mentah berupa data lisan dan data tertulis serta foto. Data lisan dan tertulis diperoleh
melalui wawancara terhadap responden atau narasumber. Data yang berupa foto
merupakan data yang berfungsi mendeskripsikan suatu hal, dapat berupa benda,
maupun kejadian saat observasi maupun saat pengumpulan data. Sedangkan teknik
analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mereduksi data dan triangulasi.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Aktifitas Masyarakat Di Sekitar Sungai


Pemanfaatan lahan di sekitar Sungai Cimulu mayoritas untuk permukiman,
namun ada beberapa tempat yang dimanfaatkan untuk industri kecil. Permukiman
yang berada di tepi Sungai Cimulu kebanyakan adalah rumah semi permanen dan di
beberapa lokasi terdapat permukiman yang bersifat permanen. Masyarakat yang
tinggal di lingkungan Sungai Cimulu 65% lebih dari 10 tahun, bahkan kepemilikan
tanah bersifat turun temurun. 61% dari jumlah rumah merupakan rumah sendiri, dan
50% sudah bersertifikat dengan bangunan yang memiliki IMB sebesar 18 %.
Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai memiliki pendidikan rata-rata adalah
lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan alasan ekonomi merupakan alasan
terbanyak yang mendorong mereka memilih bantaran sungai untuk menjadi tempat
tinggal.

Gambar . Kondisi Sungai Cimulu


Dari hasil observasi, terlihat masyarakat setempat masih sebagian besar
menggunakan jamban/wc yang tidak memenuhi syarat kesehatan, ada yang
menggunakannya terapung di atas sungai dan ada yang membuat jamban itu di
rumah namun tidak berseptic tank sehingga saluran pembuangannya pun tetap ke
sungai tersebut. Masyarakat yang masih menggunakan air sungai untuk kebutuhan
sehari-hari mengetahui bahwa air sungai tersebut tidak layak digunakan karena
menurut mereka air tersebut kotor karena banyaknya sampah dan jika digunakan
terus air tersebut dapat menyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya namun
keadaan ekonomi yang memaksa mereka untuk terus menggunakan air sungai
tersebut yaitu karena mereka tidak memiliki fasilitas PDAM dan jika terpaksa
menggunakan air bersih mereka harus membelinya.
Masyarakat yang bermukim di Sungai Cimulu mengetahui jika kualitas
lingkungan Sungai Cimulu telah terganggu. Mereka mengetahui bahwa penurunan
kualitas sungai disebabkan oleh ulah manusia atau karena ulah mereka sendiri yang
dengan sengaja tidak menjaga lingkungan sungai tersebut, tetapi banyak diantara
mereka yang tidak memperdulikan hal itu. Mereka masih kurang kesadaran untuk
tidak membuang sampah padat dan membuang limbah cair ke sungai tersebut yang
merupakan faktor penyebab terjadinya penurunan kualitas air di sungai tersebut.
Penurunan kualitas air di Sungai Cimulu dapat terjadi karena limbah rumah
tangga. Limbah rumah tangga yaitu berupa limbah padat maupun limbah cair yang
biasa mereka buang setiap harinya. Limbah padat itu bisa berupa sampah padat seperti
plastik, daun- daunan, kaleng bekas dan lain-lain dan limbah padat lainnya yaitu
kotoran dari manusia itu sendiri. Sedangkan limbah cair itu bisa berupa pembuangan
dari air yang mereka gunakan sehari-hari misalnya air yang telah digunakan untuk
mandi, air yang telah digunakan untuk mencuci dan sebagainya. Hal itu merupakan
bukti bahwa telah terjadi penurunan kualitas dari sungai tersebut yaitu telah
dimasukkannya sesuatu ke dalam lingkungan perairan sehingga kualitas airnya
terganggu. Kualitas air Sungai Cimulu telah mengalami penurunan yang menurut
responden hal ini disebabkan karena sampah padat maupun limbah cair dan kotoran
manusia yang semuanya dibuang ke sungai. Dan ini berhubungan dengan penduduk
yang tinggal di sekitar Sungai Cimulu.
Hasil kuesioner responden pada segmen 1, 2 dan 3 sebagian besar responden
membuang air limbah domestik yang berasal dari rumah tangga langsung di buang ke
sungai. Hasil observasi bahwa perilaku responden/masyarakat di kawasan bantaran
sungai yang membuang air limbah domestik ke sungai karena belum memiliki fasilitas
sarana pembuangan air limbah komunal dan tingkat pendidikan masyarakat yang
masih rendah. Pengetahuan lingkungan hidup dan informasi lingkungan hidup sangat
diperlukan untuk mempengaruhi perilaku masyarakat (Wang dan Reisner, 2011).
Nilai-nilai lingkungan mempunyai peran untuk mempengaruhi perilaku (Latif dkk.,
2012). Perilaku membuang air limbah domestik sebagian besar dilakukan pada pagi
dan sore hari. Hasil temuan observasi yang lain bahwa air limbah domestik yang
langsung dibuang ke sungai terdapat busa sabun. Hal ini karena air limbah domestik
yang dibuang berasal dari buangan air cucian. Air limbah domestik yang berasal dari
buangan air cucian dapat mempengaruhi parameter COD. Air limbah domestik adalah
air buangan organik maupun anorganik berasal dari suatu kegiatan (rumah tangga)
yang dibuang ke dalam saluran (Mustofa, 2000). Limbah domestik seperti air
buangan rumah tangga, sampah, air cucian akan mempengaruhi tingkat kandungan
COD dalam sungai (Hendrawan, 2005).

4.2 Peran Serta Masyarakat Dalam Menjaga Kelestarian Sungai


Peran serta masyarakat amat penting untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna system pengelolaan sumber alam dan lingkungan. Mutu peran serta masyarakat
tergantung kepada wawasan lingkungan, tingkat kesadaran, kekuatan dan kemampuan
lembaga dan pranata social serta kesempatan dan ruang gerak yang memadai bagi
prakarsa masyarakat. Gerakan swadaya masyarakat dalam penanganan masalah
lingkungan hidup masih belum cukup kuat karena belum didukung sepenuhnya oleh
kekuatan organisasi, pranata social, pengetahuan social, pengetahuan serta kondisi
yang memadai. Untuk itu masih diperlukan usaha peningkatan kesadaran para pejabat
pemerintah, baik pusat maupun didaerah, akan pentingnya menumbuhkan
keswadayaan masyarakat dalam pelestarian dan perbaikan lingkungan hidup.
Menurut Lohtar Gundling mengemukakan beberapa dasar bagi peran serta
masyarakat ini sebagai berikut :

1. Memberi informasi kepada Pemerintah


2. Meningkatkan kesediaan Masyarakat untuk menerima keputusan
3. Membantu perlindungan hukum

4. Mendemokrasikan pengambilan keputusan

Lingkungan merupakan tempat manusia untuk hidup, yang mana merupakan


salah satu elemen kehidupan. Lingkungan merupakan salah satu factor yang dapat
mempengaruhi kehidupan manusia. Lingkungan dapat mewarnai segala aktifitas
kehidupan manusia, mulai dari gaya hidup, cara berperilaku, pola piker, bahkan
kepribadian. Di dalam lingkungan manusia hidup terdiri dari berbagai elemen, yang
merupakan factor pembentuk lingkungan, diantaranya yaitu, masyarakat. Masyarakat
merupakan kumpulan dari berbagai individu manusia yang saling berinteraksi dan
mempunyai suatu tujuan tertentu. Interaksi antar individu tersebut mengakibatkan
suatu hubungan kekerabatan yang dapat dijadikan suatu srana komunikasi dalam
rangka membentuk suatu himpunan kemasyarakatan.
Lingkungan merupakan tempat hidup manusia. Oleh karena itu sudah
sepatutnya jika menjadikan lingkungan tempat tinggal menjadi senyaman mungkin,
sehingga dapat menimbulkan suatu keselarasan bagi individu yang mendiaminya.
Salah satu cara untuk menjaga kenyamanan lingkungan yaitu dengan cara
mencanangkan dan memprioritaskan kebersihan, baik itu kebersihan individu maupun
kebersihan lingkungan tempat tinggal. Kebersihan merupakan komponen terpenting
bagi manusia yang harus dijaga dengan baik, sehingga akan terciptanya suatu
keselarasan. Kebersihan merupakan sebagian dari iman seseorang. Lingkungan yang
bersih menjauhkan diri kita dari berbagai macam penyakit, dengan demikian kita akan
menjadi manusia yang sehat, dan di dalam diri manusia yang sehat terdapat akal yang
sehat.
Dilihat dari masalah yang terjadi di Sungai Cimulu, sebagian masyarakat
setempat dengan sengaja tidak mengelola sampah-sampah mereka dengan baik,
kebiasaan membuang sampah di Sungai Cimulu sepertinya telah membudaya pada
masyarakat yang tinggal di sekitar sungai tersebut. Sebagian besar masyarakat yang
bermukim di Sungai Cimulu tidak mau meluangkan sedikit waktu untuk membuang
sampah ke TPS yang telah disediakan dengan alasan TPS letaknya jauh dari rumah
mereka dan lebih mudah untuk membuangnya ke sungai karena tidak memerlukan
waktu lama. Walaupun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua
masyarakat yang bermukim di bantaran sungai membuang sampah ke Sungai Cimulu
namun jika hanya segilintir orang yang memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan
sungai tersebut, kebersihan sungai tersebut tetap tidak akan terjaga kebersihannya.
Kurangnya pengawasan terhadap masyarakat yang ingin bermukim di Sungai
Cimulu tersebut, terbukti banyaknya masyarakat yang bermukim di bantaran sungai
dan padatnya permukiman. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
lingkungan sungai tersebut karena semakin banyak masyarakat yang bermukim di
bantaran sungai tersebut maka seemakin banyak pula sampah-sampah yang akan di
buang ke sungai, karena banyak tidaknya sampah yang dihasilkan berpengaruh
terhadap banyaknya manusia yang bermukim di bantaran sungai tersebut. Selain itu
juga dapat berpengaruh terhadap rencana tata ruang kota yang tidak sesuai dengan
konsep pembangunan yang berkelanjutan.
Upaya yang dilakukan adalah dengan berusaha untuk menyediakan tempat
tinggal yang baru bagi masyarakat yang di relokasi dari bantaran Sungai Cimulu,
dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi sungai hanya saja ada hambatan yang
membuat pemerintah daerah sampai sekarang belum berhasil untuk merelokasi semua
penduduk yang sampai saat ini masih bermukim di bantaran sungai. Kendalanya yaitu
karena kurangnya dana yang diperlukan untuk menyediakan rumah beserta fasilitas
penunjangnya dan untuk memenuhi itu semua diperlukan dana yang tidak sedikit
sehingga pemerintah melakukannya secara bertahap.

4.3 Arahan Pengelolaan


DAS memiliki komponen biogeofisik, sosial-ekonomi, dan kelembagaan.
Arahan pengelolaan sempadan Sungai Cimulu tidak lepas dari ketiga komponen DAS.
Pengelolaan dari segi biogeofisik sebaiknya mengikuti perencanaan dan tataguna
lahan, yaitu mengikuti hal-hal yang telah digariskan. Tidak jarang ditemukan di
negara berkembang bahwa lahan digunakan sebelum perencanaan tataguna lahan
ditetapkan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2015). Hal yang terjadi di sempadan
Sungai Cimulu adalah lahan digunakan terlebih dahulu dan kemudian muncul usulan
perencanaan tataguna lahan. Upaya pemindahan atau relokasi yang diikuti dengan
pembebasan lahan di sempadan Sungai Cimulu menjadi hal yang sulit dilakukan.

Pengelolaan dari segi biogeofisik diarahkan berbasis mitigasi struktural, yaitu


pengayaan vegetasi berakar tunggang, pengecekan ketahanan bangunan secara
berkala didampingi ahli, dan perbaikan pipa yang menjadi penyebab banjir.
Berdasarkan hasil survei lapangan diketahui beberapa bangunan seperti rumah lebih
rendah daripada jalan setapak atau tanggul yang dibangun. Rumah-rumah ini
menurut masyarakat setempat mengalami banjir ketika hujan terjadi dengan
intensitas yang tinggi. Banjir terjadi bukan karena limpahan air sungai, melainkan
berasal dari saluran pembuangan limbah cair permukiman yang berhulu di sungai.
Air dapat berbalik arah menunju permukiman dengan meningkatnya level
permukaan air sungai dan kecepatan serta debit sungai.
Pengelolaan dari segi sosial ekonomi diarahkan pada mitigasi nonstruktural
seperti pendidikan/pelatihan, penyuluhan, serta penataan ruang dan relokasi.
Pendidikan dan penyuluhan memiliki sasaran anak-anak atau peserta didik di bangku
sekolah formal atau informal (di taman pengajian atau taman baca). Penyuluhan
membidik sasaran semua masyarakat, terutama orang dewasa. Penataan ruang dan
relokasi dilakukan melalui pemetaan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Mitigasi
nonstruktural akan berjalan dengan baik jika melibatkan peran kelembagaan,
terutama penataan ruang dan relokasi.
Bentuk kearifan lokal dapat digali dari kearifan lokal asli atau mengadopsi dari
wilayah lain. Salah satu contoh kearifan lokal yang berkembang di Indonesia ialah
yang terdapat di Sumatera Barat. Pawarti, Hartuti, dan Didi (2012) menjelaskan
adanya penetapan lubuk larangan atau pelepasan ikan terlarang, dilakukan dengan
membatasi beberapa area sungai yang diidentifikasi sebagai tempat tumbuh dan
berkembangbiaknya ikan sungai dan pada area tersebut masyarakat dilarang
memancing kecuali pada hari tertentu yang ditetapkan bersama, tidak diperbolehkan
untuk berkata kasar dan melakukan hal-hal yang tidak baik di sekitar lokasi lubuk
larangan. Pelepasan ikan larangan juga sangat membantu dalam melestarikan
ekosistem sungai terutama keterdapatan ikan sungai. Ikan larangan tidak dapat
diambil hingga usia panen yang telah ditetapkan pada batas-batas wilayah yang
sudah ditetapkan pula dan diawasi secara kelembagaan adat (Fajriah, 2013).
Perbedaan watak yang dimiliki masyarakat dengan berlatar belakang
kebudayaan berbeda memang tidak dapat diterapkan, namun cara pengelolaan
habitat hewan dan tumbuhan yang ada di sungai dapat diterapkan. Penetapan
wilayah larangan dan pelepasan ikan larangan pada batas area tertentu akan sangat
membantu dalam melestarikan fungsi sungai dan kelestariannya. Masyarakat perlu
ditanamkan pengetahuan melalui pendekatan hukum kenyataan dan hukum
psikologis (Wigndjodipoero, 1967 dalam Fajriah, 2013). Mengenai pemaparan
keadaan sungai dan realitas fenomena yang dapat terjadi disungai dan memberikan
pemahaman secara berkala kepada masyarakat dapat menyadarkan masyarakat akan
fungsi penjagaan ekosistem. Penetapan lubuk larangan atau air larangan dan
pelepasan ikan larangan dapat menjadi media penahan perilaku masyarakat
melakukan hal-hal yang merusak ekosistem sungai. Hal ini sangat efektif dengan
keterlibatan kelembagaan yakni dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat dan
didukung secara operasional oleh pemerintahan kota atau kabupaten melalui
peraturan pemerintah.

Peningkatan kesadaran masyarat dalam menjaga ekosistem sungai melalui


nilai sosial tersebut sangat efisien karena dikelola secara terpadu. Dampak secara
langsung dapat dinilai dari kerukunan dan kerjasama masyarakat. Dampak tidak
langsung dapat dinilai dari lestarinya ekosistem sungai. Lestarinya satu organisme
sungai (ikan) dapat menjamin keberlangsungan rantai makanan sehingga
keseimbangan ekosistem terjaga. Selain itu, pengelolaan sungai dapat ditetapkan
berdasarkan nilai ekonomi dan nilai sosial tanpa mengabaikan beban fisik yang
harus ditanggung sempadan sungai dan sungai dalam proses pembangunan.
Pengelolaan sempadan sungai dengan melibatkan nilai sosial, ekonomi, dan fisik
juga direkomendasikan oleh Maryono (2014).

Masyarakat yang memiliki permukiman atau aktivitas di wilayah yang


termasuk dalam batas sempadan sungai atau berstatus quo harus mengetahui
konsekuensi yang harus dihadapi. Masyarakat diarahkan kepada aktivitas yang
bernilai positif bagi ekosistem sungai. Fungsi sempadan pada lebar 10 sampai 20
meter dari tepi sungai adalah menjaga kualitas air, sehingga aktivitas masyarakat
yang harus dilakukan untuk menggantikan fungsi tersebut adalah pelaksanaan
program-program pencegahan pencemaran sungai atau pembersihan sungai yang
diagendakan melalui lembaga atau inisiatif masyarakat.

Masyarakat tidak cukup hanya dengan melakukan aktivitas seperti


pembersihan sungai. Beberapa aktivitas positif lainnya yang disarankan adalah
melalui adaptasi. Bentuk adaptasi masyarakat sempadan Sungai Cimulu menurut
Kutanegara (2014) adalah pola nerobos, pola epifit, dan adaptasi simbolis. Pola
nerobos ialah ekspansi lahan sempadan sungai, tidak efektif untuk mengadaptasi
dari bahaya karena hanya mendapatkan keuntungan berupa pemanfaatan lahan. Pola
epifit atau semende tidak efektif untuk mengadaptasi dari bahaya tetapi mampu
membuat masyarakat bertahan secara ekonomi. Adaptasi simbolis diwujudkan
melalui ritual merti Cimulu. Hal ini efektif untuk mengadaptasi masyarakat dari
bahaya karena tercipta modal sosial yang baik. Adaptasi ini sebaiknya diiringi
dengan mitigasi struktural dan nonstruktural seperti yang telah diuraikan sebelumnya
serta peningkatan kapasitas masyarakat.

4.4 Usaha dan Cara Menjaga Kelestarian Sungai - Upaya Melestarikan Alam
Lingkungan Sekitar Manusia dan Makhluk Hidup Lainnya

 Melestarikan Hutan di Hulu Sungai


Agar tidak menimbulkan erosi tanah di sekitar hulu sungai sebaiknya pohon-pohon
atau pepohonan tidak digunduli atau ditebang atau merubahnya menjadi areal
pemukiman penduduk. Dengan adanya erosi otomatis akan mambawa tanah, pasir,
dan sebagainya ke aliran sungai dari hulu ke hilir yang sehingga menyebabkan
pendangkalan sungai.

 Tidak Buang Air di Sungai atau Kali

Buang air kecil dan air besar sembarangan adalah perbuatan yang salah. Kesan
pertama dari tinja atau urin yang dibuang sembarangan adalah bau dan
menjijikkan. Ekskresi juga merupakan salah satu medium yang paling baik untuk
perkembangan bibit penyakit dari mulai penyakit ringan sampai ke penyakit yang
berat dan kronis. Oleh sebab itu janganlah boker dan beser di sembarang tempat.

 Tidak Membuang Sampah Ke Sungai

Sampah yang dibuang secara sembarangan ke kali akan menyebabkan aliran air
menjadi mampet. Selain itu sampah juga menyebabkan sungai cepat dangkal dan
akhirnya memicu terjadinya banjir di musim penghujan. Sampah juga membuat
sungai tampak kotor, tidak terawat, terkontaminasi, dan lain sebagainya.

 Tidak Membuang Limbah Rumah Tangga dan Industri

Tempat yang paling mudah untuk membuang limbah industri yang berupa limbah
cair adalah dengan membuangnya ke sungai. Namun apakah limbah itu aman dan
layak untuk dibuang ke sungai? Hal itu membutuhkan penelitian dan proses
perubahan secara kimia yang tentu saja akan menambah biaya operasional
perusahaan. Pemerintah melalui kementrian lingkungan hidup telah membuat tata
cara serta aturan untuk pembuangan limbah yang benar-benar ketat. Limbah yang
dibuang secara asal-asalan tentu saja bisa menimbulkan berbagai gangguan
masyarakat mulai dari bau yang tidak sedap, pencemaran terhadap air tanah,
gangguan kulit, serta masih banyak lagi gangguan kesehatan lain yang merugikan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa aktifitas penduduk disekitar Sungai Cimulu sangat
beragam, di antaranta kegiatan utama sebagi kegiatan pemukiman dan kegiatan
ekonomi. Dari kegiatan pemukiman lebih menitik beratkan pada hasil buangan limbah
rumah tangga baik padat dan cair. Limbah rumah tangga padat berasal dari hasil
pengolahan kebutuhan pangan dan kebutuhan pendamping lainnya dan limbah cair
berasal dari sisa buangan air domestik rumah tangga. Sedangkan peran serta dalam
menjaga kelestarian lingkungan masih perlu pemahaman dan daya dukung dalam
mengelola lingkungan sungai.

Diperlukan adaptasi dan mitigasi terhadap bencana sebagai bentuk hasil arahan
pengelolaan sempadan Sungai Cimulu. Bentuk adaptasi masyarakat nerobos, epifit, dan
semende. Kearifan lokal dan tabungan bencana dapat menjadi contoh adaptasi yang
baik. Bentuk mitigasi masyarakat yang disarankan adalah mitigasi struktural alami
dengan vegetasi, mitigasi struktural buatan dengan penguat tebing, serta mitigasi
nonstruktural seperti pendidikan/pelatihan dan penyuluhan. Penataan ruang dan relokasi
dapat dilakukan dengan mengawali pemetaan rencana tata ruang wilayah. Pengelolaan
sempadan sungai berbasis masyarakat melibatkan masyarakat dalam penentuan garis
sempadan sungai sehingga jika masyarakat malampaui garis sempadan, adaptasi dan
mitigasi terhadap bencana dapat membantu mengurangi risiko.

Usaha dan cara menjaga kelestarian sungai yaitu dengan cara melestarikan hutan
di hulu sungai, tidak buang air di sungai atau kali, tidak membuang sampah ke sungai,
dan tidak membuang limbah rumah tangga dan industri.

5.2 Saran
Meningkatkan kesadaran masyarakat agar peduli dan bertanggung jawab
terhadap lingkungan hendaknya terus di sosialisasi, sebagai contoh dengan cara tidak
membuang sampah di sungai karena sampah yang dibuang sembarangan di sungai
akan menyebabkan aliran air disungai terhambat. Selain itu dapat memicu terjadinya
banjir dimusim penghujan.
Daftar Pustaka
Abd.Rahman As-syakur, Sandi Adnyana, I Wayan, 2011, Perubahan Penggunaan
Lahan dan Daya Dukung Lingkungan, PPLH Universitas Udayana, Denpasar.
Asdak, C. (2014) Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Badan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta [BLH DIY] (2015) Laporan
Status Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015.
Yogyakarta: BLH DIY.
Bambang Triatmojo, 1999, Teknik Pantai, Beta Offset,Yogyakarta.

Cahyono,S.A. 2002, Konservasi tanah dalam konteks Kebijakan, Info DAS13:14-26,


Pusat Penelitian dan Balai Penelitian dan pengembangan Teknologi
DAS,IBB,Solo.

DHV Consultants, 1990, Laporan akhir Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran


Sungai, Proyek Kali Konto, Departemen Kehutanan.
Fajriah, I. (2013) Analisis Peran Kelembagaan Ekonomi Lokal terhadap Pemanfaatan
Perairan dalam Pengelolaan Ikan Larangan. Skripsi. Bogor: Fakultas Ekonomi
dan Manajemen.
Hendrawan, D., 2005. Kualitas Air Sungai dan Situ di DKI Jakarta. Makara-
Teknologi, 9(1):13-19.

Kartodihardjo, H., K. Murtilaksono. 2004. Institusi Pengelolaan Daerah Aliran


Sungai: Konsep dan Pengantar Analisis Kebijakan. Fakultas Kehutanan Institur
Pertanian Bogor.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup


No. 115 Tahun 2003 tentang Penetapan Status Mutu Air. Kementerian Negara
Lingkungan Hidup.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2010. Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Tata Laksana Pengendalian
Pencemaran Air. Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Kutanegara, P. M. (2014) Manusia, Lingkungan, dan Sungai: Transformsi Sosial
Kehidupan Masyarakat Sempadan Sungai Code. Yogyakarta: Ombak.
Latif, S.A., Omar, M.S., Bidin, Y.H., dan Awang, Z., 2012. Environmental Value as a
Predictor of Recycling Behavior in Urban Area: A Comparative Study.
Procedia-Social and Behavioral Sciences, 50:989-996.
Maharani, S. dan Hadmoko, D.S. (2012) “Pola Adaptasi Penduduk dan Arahan
Mitigasi pada Daerah Banjir Lahar Hujan di Bantaran Sungai Code,” Jurnal
Bumi Indonesia Vol. 1(3)hal 213-221.
Manik, K.E.S., 2009. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan. Jakarta. Mustofa,
H.A., 2000. Kamus Lingkungan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Maryono, A. (2014) Pengelolaan Kawasan Sempadan Sungai dengan Pendekatan
Integral: Peraturan, Kelembagaan, Tata Ruang, Sosial, Morfologi, Ekologi,
Hidrologi, dan Keteknikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mulyanto, H.R. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat-Sifatnya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Pawarti, A., Hartuti, P., Didi, D.A. (2012) “Nilai Pelestarian Lingkungan dalam
Kearifan Lokal Lubuk Larangan Ngalau Agung di Kampuang Surau Kabupaten
Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat” Prosiding Semnas Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Semarang, 11 September 2012. Semarang:
Jawa Tengah.
Setyadi, A. (2013) Analisis Keserasian Letak Bangunan dan Pemanfaatan Lahan
terhadap Peraturan Sempadan Sungai Menggunakan Citra Satelit Quickbird.
Skripsi. Surakarta: Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Suprayogi, S., Suyono, dan ‘Ulya, A.F. (2014) “Konsep Pembangunan Berkelanjutan
dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu,” dalam Suprayogi
dkk. (ed.) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, hal 41-75.
Wang F., dan Reisner, A., 2011. Factor Influencing Private and Public Environmental
Protection Behaviors: Results from A Survey of Residents in Shanxi, China.
Journal of Environmental Management, 92:429-436
Yu, Soonyoung, Seong-Min Yoon, Eun-Kyeong Choi, Su-Do Kim, Yun-Jung Lee,
Yeonjong Lee, and Ki-Hong Choi (2016) “Quantitative Assessment of National
Resilience: A Case Study of Mount Pakteu Eruption Scenarios on South Korea,”
International Journal of Disaster Risk Reduction 19 p.118—132.

Anda mungkin juga menyukai