Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENERAPAN TERAPI

BERMAIN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN

DAMPAK HOSPITALISASI DI RUMAH SAKIT

Dr.M.HAULUSSY AMBON

Gianty Jean Waas


NIM.P07120119019

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
AMBON
2021
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENERAPAN TERAPI

BERMAIN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN

DAMPAK HOSPITALISASI DI RUMAH SAKIT

Dr.M.HAULUSSY AMBON

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Pendidikan Diploma III Pada Jurusan Keperawatan
Program Studi Keperawatan Ambon
Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku

Gianty Jean Waas


NIM.P07120119019

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
AMBON 2021
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Gianty Jean Waas

NIM : P07120119019

Program Studi : Keperawatan Ambon

Institusi : Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis

ini adalah benar-benar hasil karya sendiri dan bukan merupakan pangambilan

tulisan atau pikiran orang lain, kecuali yang telah saya sertakan pada daftar

pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan karya tulis ilmiah

ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sangsi atas perbuatan tersebut.

Ambon, Desember 2021

Mengetahui
Pembimbing Pembuat Pernyataan

Ns. Jois Nari, S.Kep., M.Kes Gianty Jean Waas


NIP. 197101091994032001 NIM. P07120119019
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Jolla Erlin Sahetapy,


NIM.P07120119020 dengan judul “Asuhan Keperawatan Dengan Penerapan
Terapi Bermain Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Dampak Hospitalisasi Di
Rumah Sakit Dr.M.Haulussy Ambon” telah diperiksa dan disetujui untuk
diujiankan.

Ambon, Desember 2021

Pembimbing

Ns. Jois Nari, S.Kep., M.Kes


NIP. 197101091994032001
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

kasih k arunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Dengan Penerapan Terapi Bermain Pada

Anak Usia Pra Sekolah Dengan Dampak Hospitalisasi Di Rumah Sakit

Dr.M.Haulussy Ambon”. Karya tulis ilmiah ini disusun dalam upaya memenuhi

salah satu syarat menyelesaiakan program pendidikan diploma III kesehatan pada

jurusan keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku.

Ucapan Terima kasih dan penuh rasa hormat peneliti sampaikan kepada

Ns. Jois Nari, S.Kep., M.Kep, selaku pembimbing yang telah mengorbankan

waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu serta membimbing peneliti dalam

berbagai aspek hingga proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai.

Pada kesempatan ini peneliti tidak lupa mengucapkan terima kasih dan

penghargaan kepada :

1. Hairudin Rasako, SKM., M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kemenkes Maluku yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti

mengikuti pendidikan pada Jurusan Keperawatan Ambon Politeknik

Kesehatan Kemenkes Maluku.

2. Rony A. Latumenasse, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua Prodi Keperawatan

Ambon yang telah memberikan motivasi dan arahan selama mengikuti

pendidikan.

3. Ida Djafar, S.Kep., Ns., M.Kep dan Samsudin Samal S.Kep., Ns selaku

koordinator tingkat yang selalu memberikan bimbingan dan arahan selama


mengikuti pendidikan di Prodi Keperawatans Ambon Politeknik Kesehatan

Kemenkes Maluku

4. Seluruh dosen pada Jurusan Keperawatan Ambon, yang telah memberikan

ilmu pengetahuan selama peneliti mengikuti pendidikan.

5. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Alm. Papa Jan Waas dan Mama

Ice Aponno atas cinta, kasih sayang, kesabaran, dukungan serta doa selama

peneliti mengikuti pendidikan.

6. Kaka Andre Waas dan yang telah menjadi penyemangat dalam penyusunan

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Teman terdekat, Maynardo Elryanto Mail yang telah menjadi penyemangat

dan memberi dukungan dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Teman – teman terbaik, teman – teman seangkatan 2019 yang sudah

memberikan masukan, dukungan dan semangat dalam penyusunan Karya

Tulis Ilmiah ini.

Semoga Proposal Karya Tulis IImiah ini bermanfaat bagi pembaca dan

semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada

kita semua, akhir kata peneliti ucapkan terima kasih.

Ambon, Desember 2021

Peneliti
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hospitalisasi merupakan bentuk stresor individu yang berlangsung

selama anak dirawat di Rumah Sakit.Hospitalisasi merupakan salah satu

penyebab kecemasan pada anak. Cemas merupakan perasaan tidak

menyenangkan berupa ketegaran, kegelisahan, dan ketidaknyamanan yang

tidak dapat dijelaskan disertai dengan gejala fisiologis dan psikologis.

Kecemasan merupakan suatu perasaan yang berlebihan terhadap kondisi

ketakutan, kegelisahan, bencana yang akan datang, kekhawatiran atau

ketakutan terhadap ancaman nyata atau yang dirasakan (Saputro & Fazrin,

2017).

Kecemasan pada anak terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi

dengan lingkungan asing dan baru, anak juga mempunyai sejumlah

keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun

kejadian-kejadian yang bersifat menekan seperti menangis, dan takut pada

orang baru. Sehingga kecemasan harus segera diatasi, karena sangat

menganggu pertumbuhan dan perkembangan (Supartini, 2012).

Berbagai dampak hospitalisasi dan kecemasan yang dialami oleh yang

akan beresiko menganggu tumbuh kembang anak dan berdampak pada proses

penyembuhan. Kecemasan anak yang teratasi dengan cepat dan baik akan

membuat anak lebih nyaman dan lebih kooperatif dengan tenaga kesehatan

sehingga tidak akan menghambat proses perawatan.


Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang

berencana atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di rumah

sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke

rumah. Selama proses tersebut anak dan orangtua dapat mengalami kejadian

yang menurut beberapa penelitian ditunjukan dengan pengalaman traumatic

dan penuh dengan stress. Perasaan yang sering muncul yaitu cemas, marah,

sedih, takut, dan rasa bersalah (Wulandari & Erwati, 2016).Penelitian yang

dilakukan oleh menunjukkan bahwa persentase anak usia prasekolah (3-6

tahun) yang dirawat di rumah sakit sebanyak 52,38% sedangkan anak usia

sekolah (7-11 tahun) yakni 47,62%. Hal ini menunjukkan bahwa anak usia

prasekolah lebih rentan terkena penyakit serta terkejut dan cemas saat

mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Terapi bermain diharapkan dapat berpengaruh pada anak untuk

menghilangkan batasan, hambatan dalam diri, stres, frustasi serta mempunyai

masalah emosi dengan tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai

menjadi tingkah laku yang diharapkan dan anak yang sering diajak bermain

akan lebih kooperatif dan mudah diajak kerjasama selama masa perawatan

(Yusuf, 2014)

Berdasarkan data WHO (2012) bahwa 3-10% anak dirawat di

Amerika Serikat baik anak usia toddler, prasekolah ataupun anak usia sekolah,

sedangkan di Jerman sekitar 3 sampai dengan 7% dari anak toddler dan 5

sampai dengan 10% anak prasekolah yang menjalani hospitalisasi

(Purwandari, 2013)
Terapi bermain diharapkan dapat berpengaruh pada anak untuk

menghilangkan batasan, hambatan dalam diri, stres, frustasi serta mempunyai

masalah emosi dengan tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai

menjadi tingkah laku yang diharapkan dan anak yang sering diajak bermain

akan lebih kooperatif dan mudah diajak kerjasama selama masa

perawatan(Yusuf, 2014). Terapi bermain yang dapat dilakukan terhadap anak

usia pra sekolah seperti mewarnai, bermain balok atau lego, termasuk terapi

bermain Super Bubbles. Untuk mengurangi kecemasan akibat hopitalisasi

maka membutuhkan suatu media untuk menurunkan rasa cemas anak sehingga

anak kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, salah satunya

yaitu dengan terapi bermain (Sujatmiko & Dayani, n.d.)

Berdasarkan survei data awal yang dilakukan di medical record dapat

disimpulkan bahwa jumlah anak yang dirawat Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. M. Haulussy Ambon dari tahun ke tahun mengalami penurunan, pada

tahun 2019 sebanyak 925 anak dan pada tahun 2020 pasien anak mengalmi

penurunan sebanyak 274 anak, dan pada tahun 2021 pasien anak menurun lagi

sebanyak 221.

Alasan peneliti lebih memilih terapi bermain mewarnai daripada terapi

bermain yang lainnya adalah, karna menurut peniliti terapi bermain mewarnai

ini berbeda dari terapi bermain yang lainya karna lewat terapi bermain

mewarnai ini anak dilatih untuk mengekspresikan kreativitasnya melalui

goresan-goresan warna pada suatu pola gambar yang telah tersedia, selain itu
terapi mewarnai ini juga dapat mengurangi kecemasan pada anak serta

mengingkatkan komunikasi yang baik antara anak dan lingkungan sekitar.

Hasil observasi peneliti diruangan, didapatkan data bahwa penerapan

terapi bermain di ruang inap anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M.

Haulussy Ambon sudah dilakukan oleh perawat namun belum maksimal.

Belum semua ruangan diberi hiasan dinding bernuansa anak-anak, namun

sebagian besar tempat tidur semua sudah menggunakan pagar pembatas, dan

dalam perawatan selalu dilibatkan orang tua dan keluarga untuk mendampingi

anak dalam masa perawatan sehingga dapat mengatasi perpisahan anak dan

keluarga.

Berdasarkan dari data diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Penerapan Terapi Bermain Untuk Mengurangi Dampak Hospitalisasi

Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Ruang Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

M Haulussy Ambon.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan

masalah yaitu “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Dengan Penerapan

Terapi Bermain Untuk Mengurangi Dampak Hospitalisasi Di Ruang Anak

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy Ambon?”

C. Tujuan Studi Kasus

Adapun juga tujuan dari studi kasus ini untuk memberikan gambaran

Asuhan Keperawatan Dengan Penerapan Terapi Bermain Untuk Mengurangi


Dampak Hospitalisasi Di Ruang Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M.

Haulussy Ambon

D. Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi :

1. Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai Pentingnya terapi

bermain pada anak prasekolah untuk meminimalkan dampak hospitalisasi,

sehingga diharapkan dapat memberikan pendampingan pada anak saat

menjalani hospitalisasi.

2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah keluasan Ilmu

pengetahuan dan teknologi mengenai pengaruh terapi bermain mewarnai

untuk mengurangi dampak hospitalisasi anak usia pra sekolah

3. Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan terapi

bermain mewarnai pada anak usia pra sekolah serta dapat menjadi dasar

penelitian selanjutnya.
BAB II
TUJUAN PUSTAKA

A. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Dampak Hospitalisasi

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan klien. Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran

dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

pengkajian kesehatan yang menyeluruh dan akurat merupakan dasar bagi

asuhan keperawatan yang lengkap (Budiono, 2016). Pengkajian kesehatan

ini, seharusnya meliputi riwayat kesehatan menyeluruh dan pemeriksaan

fisik (Supartini, 2012)

a. Riwayat kesehatan

1) Demografis : meliputi nama anak, usia, jenis kelamin, dan

informasi demografi lain

2) Keluhan utama : meliputi keluhan yang dirasakan anak, catat

sesuai dengan yang disampaikan anak atau orangtua

3) Riwayat kesakitan saat ini : meliputi awitan, durasi, pengobatan

sebelumnya, segala hal yang mengurangi dan memperburuk

masalah kesehatan.
4) Riwayat keehatan masa lalu : meliputi riwayat prenatal, riwayat

perinatal, riwayat kesakitan dimasa lalu, masalah tumbuh

kembang, riwayat alergi makanan dan obat, status imuisasi.

5) Riwayat kesehatan keluarga : meliputi usia dan status kesehatan

orangtua, saudara kandung, dan anggota keluarga lain.

6) Tinjauan sistem : mengkaji tentang riwayat baik pada masa lalu

maupun sekarang yang berkaitan dengan pertumbuhan dan

perkembangan, kulit, kepala dan leher, mata dan penglihatan,

telinga dan pendengaran, mulut dan gigi, sistem pernapasan, sistem

kardiovaskuler, sistem gastrointestinal, sistem genitourinaria, dan

sistem muskuloskeletal.

7) Riwayat perkembangan : mengkaji tentang kemampuan motorik

kasar, keterampilan motorik halus yang sudah dicapai,

kemampuann perawatan diri, toilet trainingg, keterampilan makan,

dan keterampilan sosial.

8) Riwayat fungsional : melakukan pengkajian mengenai pola

kebiasaan sebelum sakit dan saat atau setelah sakit meliputi nutrisi,

eliminasi, aktivitas dan olahraga, perilaku tidur, perawatan

kebersihan diri, dan aspek psikososial.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi penampilan umum, tanda-tanda vital

(suhu, denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), pengukuran

tubuh (berat badan, panjang atau tinggi badan, lingkar kepala, lingkar
lengan, lingkar perut dan lingkar dada) dan pengkajian secara

sistematis head to toe.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dalam proses

keperawatan setelah melakukan pengkajian keperawatan dan pengumpulan

data hasil pengkajian. Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis

tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah

kesehatan (Budiono, 2016). Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan

SDKI 2017 adalah kecemasan berhubungan degan krisis situasioanal

3. Intervenssi Keperawatan

Intervensi keperawatan didefinisikan sebagai "berbagai perawatan"

Berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan, yang dilakukan oleh

perawat untuk meningkatkan status kesehatan pasien/klien (Prabowo &

Pranata, 2014). Rencana asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa SDKI

2017, kecemasan berhubungan degan krisis situasioanal

a. Intervensi, tujuan dan kriteria hasil

1) Intervensi Ciptkan lingkungan yang aman dan nyaman

2) Sediakan waktu yang cukup untuk sesi bermain efektif

3) Jelaskan tujuan bermain pada anak dan orang tua

4) Berikan terapi bermain mewarnai pada anak

5) Motivasi anak untuk berbagi perasaan pengetahuan

6) Monitor respon anak terhadap terapi

7) Temani klien untuk memberikan keamanan dan kenyamanan


b. Tujuan dan kriteria hasil

Tujuan : setelah dilakuakan tindakan keperawatan kecemasan

dapat terkontrol dan koping individu menjadi positif dengan kriteria

hasil :

1) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh tidak menunjukan

bahasa kecemasan.

2) Anak dapat bersosialisasi dengan teman baru, perawat, dokter,

perawat dan dapat beradaptadi dengan lingkungan yang baru.

4. Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi keperawatan adalah realisasi

rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan

kinerja aktifitas sehari-hari, memberikan asuhan keperawatan untuk tujuan

yang berpusat pada klien (Budiono, 2016). Ketakutan yang timbul

biasanya disebabkan karena tidak mempunyai pengalaman dirawat atau

ketidaktahuan tentang prosedur tindakan. Apabilah anak tidak mempunyai

koping yang efektif, maka hal tersebut akan menimbulkan stres. Hal itu

dapat dicegah dengan cara memberikan penjelasan kepada anak, seperti

membawa anak berkeliling rumah sakit atau melalui petunjuk boneka.

Ketika anak didaftar untuk dirawat, perawat sebaiknya menjelaskan

mengenai prosedur-prosedur yang akan dilakukan kepada anak. Menurut

wong, D. L., (2009) tindakan keperawatan yang dapat dilakukan yaitu :

a. Menyiapkan anak untuk hospitalisasi


Persiapan yang dibutuhkan anak pada hari masuk rumah sakit

bergantung pada jenis konseling pra rumah sakit yang telah mereka

terima. Pada saat seorang anak masuk rumah sakit, perawat melakukan

beberapa prosedur penerimaan seperti perkenalan perawat primer pada

anak dan keluarga, orientasi anak dan keluarga pada fasilitas rawat

inap terutama ruangan (jelaskan tentang bel panggil, pengendalian

tempat tidur, televise, kamar mandi, telepon dan lain-lain), unit

(tunjukan ruang bermain, meja, ruang makan atau area lainnya)

tegaskan tentang area-area positif dari ruang pediatrik, perkenalan

keluarga pada teman sekamar dan keluarganya, pakaikan gelang

identitas pada pergelangan tangan anak (jika belum dilakukan),

jelaskan peraturan dan jadwal rumah sakit (misalnya waktu

berkunjung, waktu makan, waktu tidur dan batasan-batasan tertentu).

Salah satu keputusan penting yang dibuat adalah pemilihan

ruangan. Pertimbangan minimum untuk menentukan ruangan adalah

usia, jenis kelamin dan sifat dari penyakit. Akan tetapi idealnya

pemilihan ruangan harus dilakukan berdasarkan keanekaragaman

kebutuhan perkembangan dan psikologis. Penentuan teman sekamar

yang sesuai, baik bagi anak maupun bagi orang tua. Rawat gabung

sangat mempengaryhi potensi pertumbuhan dari pengalaman rumah

sakit tersebut.

b. Mencegah atau meminimalkan perpisahan.


Kemampuan anak untuk menoleransi ketidak hadiran orang tua

sangatlah hebat, oleh karena itu kunjungan orang tua harus sering

dilakukan. Hal ini bengharuskan orang tua untuk berkunjung pada

waktu yang berbeda guna mengurangi lamanya perpisahan. Jika orang

tua pergi saat anak tidur, mereka harus mengkomunikasikan ketidak

hadiran mereka.

Lingkungan yang akrap juga meningkatkan penyesuaian anak

terhadap perpisahan. Jika orang tua tidak dapat melakukan rawat

gabung, mereka harus membawa barang-barang kesukaan anak dari

rumah ke rumah sakit untuk bersamanya seperti selimut, mainan,

botol, peralatan makan atau pakaian, karena anak-anak lebih muda

menghubungkan benda-benda mati tersebut dengan orang yang dekat

dengannya. Mereka mendapatkan rasa nyaman dan tenang dari barang-

barang tersebut. Mereka berpikir bahwa jika orang tua meninggalkan

barang-barabg tersebut maka orang tua mereka pasti akan kembali.

Pemandangan, bau, bunyi-bunyian asing di rumah sakit yang

merupakan tempat umum bagi perawat dapat menakutkan dan

membingungkan bagi anak-anak. Penting bagi perawat untuk

mengevaluasi stimulus di lingkungan dari sudut pandang anak

(pertimbangkan juga apakah anak dapat melihat atau mendengar apa

yang terjadi pada pasien lain) dan melakukan setiap upaya untuk

melindungi anak dari pemandangan, bunyi dan peralatan yang

menakutkan atau tidak dikenali. Perawat harus memberikan penjelasan


atau persiapan pada anak untuk pengalaman-pengalaman tersebut yang

tidak dapat dihindari.

Penggabungan pemandangan yang akrab atau memberi rasa

nyaman dengan hal yang tidak dikenali dapat mengurangi ketakutan

akan peralatan medis. Pada hospitalisasi jangka panjang anak-anak

menyukai ruang rumah sakit yang bersifat pribadi untuk membuatnya

seperti rumah dengan mendekorasi didinding dengan poster dan kartu-

kartu, mengatur kembali perabotan yang ada (jika memungkinkan) dan

memajang koleksi atau hobi.

c. Memininalkan perasaan kehilangan.

Perasaan kehilangan pengendalian terjadi akibat perpisahan,

perubahan rutinitas, pemaksaan ketergantungan dan pemikiran magis.

Meskipun beberapa diantaranya tidak dapat dicegah, tetapi sebagian

besar dapat diminimalkan melalui perencanaan asuhan keperawatan

yang bersifat individual yaitu meningkatkan kebebasan bergerak,

mempertahankan rutinitas anak dan meningkatkan pemahaman.

d. Mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cederah tubuh

Secara umum persiapan anak-anak untuk menghadapi prosedur

yang menyakitkan dapat menurunkan ketakutan mereka.

Memanipulasi tenik prosedural untuk anak-anak disetiap kelompok

umur juga meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh. Kapanpun

prosedur dilakukan untuk anak-anak, intervensi yang paling

mendukung adalah dengan melakukan prosedur tersebut secepat


mungkin sambil mempertahankan kontak orang tua anak. Untuk anak-

anak yang merasa takut terhadap mutilasi bagian tubuh, penting bagi

perawat untuk berulang kali menekankan alasan prosedur tersebut

harus dilakukan dan mengevaluasi pemahaman anak.

5. Evaluasi

Penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien

(hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat

pada tahap perencanaan. Tujuan evaluasi antara lain mengakhiri rencana

tindakan keperawatan serta meneruskan rencana tindakan keperawatan

(Budiono, 2016). Evaluasi yang dapat diangkat berdasarkan (Potter &

Perry, 2002), adalah sebagai berikut :

Efektifitas intervensi keperawatan ditentukan denga pengkajian

ulang yang kontinu dan evaluasi asuhan berdasarkan panduan

observasional berikut ini :

a. Wawancara anak dan orang tua tentang jenis persiapan hospitalisasi

yang diterima anak.

b. Tinjau kembali rekam medis apakah ada tanda-tanda kunjungan orang

tua, wawancarai orang tua dan anak tentang strategi yang digunakan

untuk meminimalkan perpisahan.

c. Observasi jadwal rumah sakit anak dan bandingkan dengan jadwal

yang biasanya diikuti anak di rumah, wawancara keluarga dan anak

tentang contoh-contonya jika mereka diperbolehkan memilih dalam

perawatan anak.
d. Tinjau kembali rekam medis apakah ada tanda-tanda pengkajian nyeri

dan pemberian analgesik atau peredaan nyeri non farmakologi.

Bandingkan perilaku anak dan skor nyeri sebelum dan setelah

pemberian pereda nyeri, apakah ada perbedaan nyeri.

B. Konsep Terapi Bermain Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Dampak

Hospitalisasi

1. Konsep Terapi Bermain.

a. Pengertian Terapi Bermain

Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan

dengan tujuan bersenang-senang, yang memungkinkan seorang anak

dapat melepaskan rasa frustasi(Santrock, 2007). Menurut (Wong,

2009), bermain merupakan kegiatan anak-anak yang dilakukan

berdasarkan keinginannya sendiri untuk mengatasi kesulitan, stress dan

tantangan yang ditemui serta berkomunikasi untuk mencapai kepuasan

dalam berhubungan dengan orang lain.

Terapi bermain merupakan media bagi anak untuk

mengeskpresikan perasaan, relaksasi, dan distraksi perasaan yang tidak

nyaman (Supartini, 2012). Anak-anak tidak seperti orang dewasa yang

dapat berkomunikasi secara alami melalui kata-kata, mereka lebih

alami mengekspresikan diri melalui bermain dan beraktivita, terapi

bermain merupakan suatu bentuk permainan anak-anak, dimana

mereka dapat berhubungan dengan orang lain, saling mengenal,


sehingga dapat mengungkapkan perasaannya sesuai dengan kebutuhan

mereka.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa terapi

bermain merupakan salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan

salah satu alat paling efektif untuk mengatasi stress anak ketika

dirawat di rumah sakit. Karena hospitalisasi menimbulkan krisis dalam

kehidupan anak dan sering disertai stress berlebihan, maka anak-anak

perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka

alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress.

b. Tujuan Bermain

(Supartini, 2012), mengemukakan beberapa tujuan dari terapi

bermain anatara lain

1) Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal

pada saat sakit, anak mengalami gangguan pertumbuhan dan

perkembangannya, walaupun demkian selama anak dirawat sdi

rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan

masih harus tetap dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.

2) Mengespresikan perasaan, keinginan dan fantasi, serta ide-idenya

pada saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit anak mengalami

berbagai perasaan yang sanagt tidak menyenangkan. Pada anak

yang belum dapat mengekspresikannya secara verbal, permainan

adalah media yang sangat eektif untuk mengekspresikannya.


3) Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memcahkan masalah,

permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi dan fantasinya

untuk menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya.

Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan

dirawat di rumah sakit.

c. Fungsi Bermain

Menurut (Supartini, 2012), Dunia anak tidak dapat dipisahkan

dari kegiatan bermain. Diharapkan dengan bermain, anak akan

mendapatkan stimulus yang mencukupi agar dapat berkembang secara

optimal. Adapun Fungsi bermain pada anak yaitu :

1) Perkembangan sensoris-motorik merupakan komponen terbesar

yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk

perkembangan fungsi otot.

2) Perkembangan intelektual anak melakukan eksplorasi dan

manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan

sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan

membedakan objek. Misalnya, anak bermain mobil-mobilan,

kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka

anak telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat

mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak

menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin.

Semakin sering anak melakukan eksplorasi, akan melatih

kemampuan intelektualnya.
3) Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi

dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan

belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan

membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan

belajar memecahkan dari hubungan tersebut. Saat melakukan

aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman,

memahami lawan bicara dan belajar tentang nilai sosial yang ada

pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah

dan remaja.

4) Perkembangan kreativitas: berkreasi adalah kemampuan untuk

menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek

dan atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain,

anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.

5) Perkembangan kesadaran diri: melalui bermain, anak akan

mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah laku.

Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan

membandingkannya dengan orang lain dan menguji

kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui

dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.

6) Bermain Sebagai Terapi

Pada saat anak dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami

berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti: marah,

takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan


dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi

beberapa stressor yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu,

dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan

dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan,

anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya

(distraksi).

d. Faktor Yang Mempengaruhi Aktifitas Bermain

Ada lima faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak

(Supartini, 2012) Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Tahap Perkembangan Anak

Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak yaitu sesuai

dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangannya. Tentunya

permainan anak usia bayi tidak lagi efektik untuk pertumbuhan dan

perkembangan anak usia prasekolah, demikian juga sebaliknya,

karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan

dan perkembangan anak.

2) Status Kesehatan Anak

Aktivitas bermain memerlukan energi. Namun bukan

berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan

bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada

orang dewasa, yang penting pada saat kondisi anak sedang

menurun atau anak sedang terkena sakit, bahkan dirawat di rumah

sakit, orangtua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang


dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak

yang sedang dirawat di rumah sakit.

3) Jenis Kelamin

Dalam melakukan aktivitas, bermain tidak membedakan

jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Semua alat permainan

dapat digunakan oleh anak laki-laki atau anak perempuan untuk

mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas dan kemampuan

sosial anak. Ada pendapat lain yang menyakini bahwa permainan

adalah salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri

sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan

untuk digunakan oleh anak laki-laki.

4) Lingkungan yang mendukung

Fasilitas bermain lebih diutamakan yang dapat

menstimulasi imajinasi dan kreativitas anak. Keyakinan keluarga

tentang moral dan budaya juga mempengaruhi bagaimana anak

dididik melalui permainan, sementara lingkungan fisik sekitar

rumah lebih banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk

melakukan aktivitas fisik dan motorik.

5) Alat dan Jenis Permainan yang Cocok

Alat dan jenis permainan dipilih yang sesuai dengan

tahapan tumbuh kembang anak. Label yang tertera pada mainan

harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan

tersebut aman dan sesuai dengan usia anak, ditarik dan


dimanipulasi akan mengajarkan anak untuk mengembangkan

kemampuan kondisi gerak.

2. Permainan anak usia prasekolah

Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai bermain, karena

waktunya diisi dengan bermain. Kegiatan bermain yang dimaksud disini

adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk

memperoleh kesenangan. Terdapat beberapa macam permainan anak usia

prasekolah menurut (Yusuf, 2011), yaitu sebagai berikut :

a. Permainan fungsi (permainan gerak) seperti meloncat-loncat, naik

turun tangga, berlari-larian, bermain tali dan bermain bola.

b. Permainan fiksi, seperti menjadikan kursi seperti kuda, main sekolah-

sekolahan, dagang-dagangan, perang-perangan, dokter-dokteran,

robot- robotan, tembak-tembakan dan masak-masakan.

c. Permainan reseptif atau apresiatif, seperti mendengarkan cerita atau

dongeng, melihat gambar, mewarnai gambar, membaca buku cerita,

melihat orang melukis dan menceritakan kisahnya.

d. Permainan membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari tanah

liat, membuat gunung pasir, membuat kapal-kapalan dari kertas,

membuat gerobak dari kulit jeruk, membentuk bangunan rumah-

rumahan dari potongan kayu-kayu atau puzzle.

e. Permainan prestasi seperti sepak bola, bola voli, tenis meja dan bola

basket.

Menurut (Wong, 2009), bentuk permainan yang sesuai dengan anak


usia prasekolah antara lain : bermain menyusun puzzle, bermain game

sederhana, bermain musik, bermain peran, mendengarkan cerita

(dongeng), melihat buku-buku bergambar, menggambar dan mewarnai

gambar. Dalam penelitian ini peneliti memilih terapi mewarnai gambar.

Permainan anak usia prasekolah menurut (Adriana, 2013), biasanya

bersifat asosiatif (interaktif dan kooperatif ) serta memerlukan hubungan

dengan teman sebaya. Alat permainan yag disarankan untuk anaka usia

prasekolah yaitu berbagai benda dari sekitar rumah seperti buku

bergambar, majalah anak-anak, alat gambar dan tulis, dokter-dokteran atau

masak-masakan.

3. Bermain Untuk Anak Yang Dirawat Di Rumah Sakit

Tujuan utama asuhan keperawatan bagi anak yang dirawat di rumah

sakit adalah meminimalkan munculnya masalah pada perkembangan anak.

Perawat yang memberi kesempatan pada anak untuk berpatisipasi dalam

aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan tingkat perkembangan akan lebih

menormalkan lingkungan anak. Anak-anak perlu bermain untuk

mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping

dalam menghadapi stres akibat sakit dan dirawat di rumah sakit.

a. Manfaat Bermain di Rumah Sakit

Adapun manfaat bermain di rumah sakit menurut (Adriana,

2013) yaitu sebagai berikut : Memberikan pengalihan dan

menyebabkan relaksasi, Membantu anak merasa lebih aman di


lingkungan yang asing, Membantu mengurangi stress akibat

perpisahan dan perasaan rindu , Alat untuk melepaskan ketegangan

dan ungkapan perasaan, Meningkatkan interaksi dan perkembangan

sikap yang positif terhadap orang lain Sebagai alat ekspresi ide-ide

minat, Sebagai alat untuk mencapai tujuan terapeutik, Menempatkan

anak pada peran aktif dan memberi kesempatan pada anak untuk

menentukan pilihan.

b. Terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap harus

memperhatikan kondisi kesehatan anak (Supartini, 2012), Beberapa

prinsip permainan pada anak di rumah sakit sebagai berikut :

1) Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang

sedang dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring,

harus dipilih permainan yangdapat dilakukan di tempat tidur dan

anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat

bermain khusus yang ada di ruang rawat.

2) Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan

sederhana. Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak,

menggunakan alat permainan yang ada pada anak atau

yang tersedia di ruangan. Walaupun akan membuat suatu alat

permainan, pilih yang sederhana supaya tidak melelahkan anak.

3) Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat

permainan yang aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang

anak untuk berlari-lari dan bergerak secara berlebihan.


4) Melibatkan orangtua saat anak bermain merupakan satu hal yang

harus diingat. Orangtua mempunyai kewajiban untuk tetap

melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-kembang pada anak

walaupun sedang dirawat di rumah sakit, termasuk dalam aktivitas

bermain anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator

sehingga apabila permainan diinisiasi oleh perawat, orangtua harus

terlibat secara aktif dan mendampingi anak.

4. Terapi Mewarnai Menggambar

a. Defenisi Mewarnai Gambar

Menurut (Santrock, 2007), mewarnai merupakan proses memberi

warna pada suatu media pada media yang sudah bergambar.

mewarnai merupakan suatu bentuk kegiatan kreativitas, dimana anak

diajak untuk memberikan satu atau beberapa goresan warna pada suatu

bentuk atau pola gambar, sehingga terciptalah sebuah kreasi seni yang

mampu mengekspresikan suasana hati, menghilangkan ketegangan dan

anak merasa bahagia. Dengan mewarnai dapat menurunkan tingkat

kecemasan pada anak dengan warna yang dihasilkan, juga dapat

menurunkan tingkat kecemasan anak selama perawatan dengan

mengajak mereka bermain menggunakan alat permainan yang tepat.

Mewarnai merupakan salah satu permainan yang memberikan

kesempatan pada anak untuk bebas berekspresi dan sangat terapeutik

(Supartini, 2012). Terapi mewarnai gambar merupakan sebuah metode

terapi bermain cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan


masalah yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar

bahwa dirinya sedang mengalami masalah, Penggunaan aktivitas

bermain mewarnai sebagai suatu terapi, didasarkan pada asumsi

bahwa mewarnai gambar merupakan bentuk komunikasi dengan anak

yang sedang mengalami sakit. Aktivitas terapi ini bahkan memberi

cara untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya dengan lebih

aman dibandingkan dengan komunikasi verbal, Aktivitas bermain

mewarnai juga dapat menimbulkan perasaan tertarik dan

menyenangkan pada anak serta memancing partisipasi mereka karena

dalam proses terapi ini anak melakukan sesuatu, tidak hanya terlibat

dalam pembicaraan (Santrock, 2007)

Terkadang dengan banyak pembicaraan anak merasa kesal.

Berbeda dengan bermain mewarnai gambar, seseorang secara tidak

sadar telah mengekspresikan rasa sedih, rasa tertekan, stres,

menciptakan gambaran-gambaran yang membuat seseorang kembali

merasa bahagia, dan membangkitkan masa-masa indah yang pernah

dialami bersama orang–orang yang dicintai, Melalui kegiatan bermain

mewarnai, anak dapat mengalihkan rasa sakitnya (distraksi) dan

mendapat efek relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan

(Supartini, 2012)

Aturan Bermain Mewarnai gambar menurut (Sujatmiko &

Dayani,n.d.)

1) Persiapan meliputi : Waktu 5 menit, Menyiapkan ruangan,


Menyiapkan alat, Menyiapkan peserta

2) Pembukaan meliputi : Waktu 5 menit, Perkenalan dengan anak dan

keluarga, Anak yang bermain saling berkenalan, Menjelaskan

maksud dan tujuan

3) Kegiatan meliputi : Waktu 20 menit, Anak diminta untuk memilih

gambar yang ingin diwarnai yang sudah tersedia, Kemudian anak

dianjurkan untuk mewarnai gambar yang disukai

4) Penutup meliputi : Waktu 5 menit, Memberikan pujian pada anak

yang menyelesaikan mewarnai gambar dengan baik, Merapihkan

alat, Cuci tagan

5) Evaluasi proses meliputi : Anak mengikuti kegiatan dengan

baik,Anak merasa senang, Orangtua dapat mendampingi kegiatan

anak sampai selesai

6) Evaluasi hasil meliputi : anak terlihat tidak cemas,anak tidak takut

lagi dengan perawat, orangtua mengungkapkan manfaat yang

dirasakan dengan aktifitas bermain.

b. Kegiatan Mewarnai

Kegiatan mewarnai pada anak usia prasekolah juga senang

berpartisipasi dalam aktivitas gerak ringan seperti menggambar,

mewarnai, melukis, memotong, dan menempel (Adriana, 2013). Anak

prasekolah yang seharusnya menyukai kegiatan mewarnai

menggunakan bahan yang beraneka ragam. Kegiatan mewarnai

gambar merupakan kegiatan yang dilakukan menggunakan berbagai


macam media seperti krayon, spidol, pensil warna dan pewarna

makanan.

Menurut (Supartini, 2012). krayon merupakan media yang sangat

tepat untuk digunakan pada permulaan anak dalam memahami warna.

Disamping itu, krayon akan mengaktifkan penggunaan otot halus

dalam keterampilan motorik halus, serta cukup praktis bagi anak-anak

dalam menyalurkan ide dan kreativitasnya pada sebuah karya di atas

kertas mewarnai. Gambar mewarnai yang dipilih disesuaikan dengan

keinginan anak, tetapi yang cocok untuk anak usia prasekolah

diantaranya :

Gambar mewarnai hewan dapat melatih anak mengenal beberapa

jenis binatang yang ada di bumi. Hewan yang dekat disekitar kita

dapat dikenalkan kepada anak seperti: ayam, sapi, kambing dan yang

lain sebagainya.

1) Gambar pemandangan juga mampu melukiskan lingkungan sekitar,

anak dapat lebih memiliki imajinasi, sehingga lebih mudah untuk

anak mengenalnya. Gambar pemandangan seperti pemandangan

sawah, hutan, gunung, sungai, pantai dan yang lain sebagainya.

2) Gambar bunga yang merupakan salah satu tumbuhan yang mudah

kita jumpai, di dunia ini terdapat berbagai macam jenis bunga dari

berbagai wilayah yang memiliki keindahan berbeda-beda.

3) Gambar masjid yang merupakan tempat ibadah umat muslim yang

mudah dijumpai di pedesaan maupun perkotaan. Anak-anak


tentunya perlu diajarkan mengenal masjid agar bisa beribadah

dengan benar. Salah satu cara mengenalkan masjid adalah dengan

mewarnai gambar.

4) Gambar mewarnai buah, supaya anak lebih mengenal makanan

yang mengandung banyak gizi. Banyak jenis buah diantaranya

memang terkenal dan banyak disukai orang, seperti buah pisang,

alpukat, pepaya dan sebagainya.

5) Gambar orang, tentunya anak akan belajar mengenal orang terdekat

seperti keluarga, tetangga dan teman. Mewarnai gambar orang,

dapat melatih anak mengetahui raut muka dan mengenal beberapa

bagian tubuh yang terlihat.

6) Gambar kendaraan, anak anak tentunya sudah tahu beberapa

kendaraan yang mudah dijumpai di lingkungan sekitar, seperti

mobil, kereta api, pesawat dan sebagainya.

7) Tokoh kartun merupakan media hiburan yang disukai oleh anak-

anak, tak jarang banyak tokoh kartun yang menjadi idola. Seperti

princes, spongebob, minion dan sebagainya.

c. Tujuan Mewarnai Gambar

Menurut (Saputro & Fazrin, 2017) , tujuan mewarnai gambar :

Gerakan motorik halusnya lebih terarah, Berkembang kognitifnya,

Dapat bermain sesuai tumbuh kembangnya, Dapat berkomunikasi dan

bersosialisasi dengan teman sebaya, Cemas/stress selama di RS

berkurang/hilang
d. Manfaat Mewarnai Gambar

Menurut (Supartini, 2012), manfaat mewarnai gambar sebagai berikut :

1) Memberikan kesempatan pada anak untuk bebas berekspresi dan

sangat terapeutik (sebagai permainan penyembuh ”therapeutic

play”).

2) Dengan bereksplorasi menggunakan gambar, anak dapat

membentuk, mengembangkan imajinasi dan bereksplorasi dengan

ketrampilan motorik halus.

3) Mewarnai gambar juga aman untuk anak usia toddler, prasekolah,

karena menggunakan media kertas gambar dan crayon.

4) Anak dapat mengeskpresikan perasaannya atau memberikan pada

anak suatu cara untuk berkomunikasi, tanpa menggunakan kata.

5) Sebagai terapi kognitif, pada anak menghadapi kecemasan

karena proses hospitalisasi, karena pada keadaan cemas dan

stress, kognitifnya tidak akurat dan negatif.

6) Bermain mewarnai gambar dapat memberikan peluang untuk

meningkatkan ekspresi emosinal anak, termasuk pelepasan yang

aman dari rasa marah dan benci.

7) Dapat digunakan sebagai terapi permainan kreatif yang merupakan

metode penyuluhan kesehatan untuk merubah perilaku anak selama

dirawat di rumah sakit.

e. Kelebihan dan Kekurangan Kegiatan Mewarnai

Kegiatan mewarnai yang bertujuan untuk mengembangkan


kemampuan motorik halus anak pasti terdapat kelebihan serta

kekurangan dalam pelaksanaannya. Oleh kerena itu, akan dipaparkan

beberapa kelebihan dan kekurangan kegiatan mewarnai. Adapun

beberapa kelebihan dari kegiatan mewarnai adalah :

1) Mengembangkan keterampilan motorik anak khususnya motorik

halus dan beberapa aspek perkembangan lain seperti kognitif dan

sosial emosional.

2) Mengekspresikan perasaan anak dan melatih anak untuk belajar

berkonsentrasi.

3) Melatih anak untuk persipan menulis di jenjang pendidikan

selanjutnya.

Sedangkan kekurangan dalam kegiatan mewarnai adalah :

1) Menjadikan anak kurang aktif karena mewarnai merupakan

kegiatan yang membutuhkan konsentrasi.

2) Interaksi yang terjadi antara guru dan anak ataupun satu anak ke

anak yang lain kurang karena terlalu fokus pada gambar yang

diwarnai .

3) Apabila terlalu sering dilakukan dapat menjadikan anak bosan.

b. Pengaruh terapi bermain dari beberapa penelitian

(Herliana, 2011), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kooperatif Selama Menjalani

Perawatan”. Metode yang digunakan adalah quasi eksperimen analitik

kuantitatif dengan rancangan pre post dan post test group design
without control. Penelitian tersebut menggunakan alat pengumpulan

data berupa pedoman observasi tingkat kooperatif dengan subjek

penelitian terhadap 30 anak. Analisa yang digunakan adalah dengan

cara uji t (t-test) yaitu membandingkan rata-rata dari hasil observasi

pada test awal dan test akhir. Hasil penelitian yang didapat,

menggambarkan bahwa ada pengaruh yang sangat bermakna dari

pemberian terapi bermain terhadap peningkatan perilaku kooperatif

pada aak usia prasekola. Sardjito YogyakartaPerbedaan pada

penelitian ini adalah variabel yang diteliti yaitu tingkat kecemasan

pada anak prasekolah di ruang Safir Santosa Hospital Bandung Kopo

dan teknik bermain yang digunakan adalah dengan bermain mewarnai,

sedangkan persamaan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan

penelitian quasi eksperimen analitik kuantitatif dengan rancangan pre

posts dan post test group design.

(Wowiling, F. E., Ismanto, A. Y., & Babakal, 2014), mengenai

“Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Penerimaan Tindakan Invasif

pada Anak Pra Sekolah di IRNA RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi,

Blitar”. Penelitian tersebut menggunakan rancangan One Group

Pretest – Postest Design, yang merupakan salah satu desain pra

eksperimental. Sampel ditentukan dengan accidental sampling dan

didapatkan sebanyak 19 responden. Penelitian tersebut menggunakan

alat pengumpulan data berupa pedoman observasi penerimaan tindakan

invasif pada anak yang dibuat oleh peneliti sendiri. Analisis data yang
digunakan adalah Wilcoxon signed rank test dengan bantuan komputer

dengan tingkat kemaknaan p:0,05. Dari hasil penelitian didapatkasn

hasil P : 0,00<0,05 yang artinya ada pengaruh terapi bermain terhadap

penerimaan tindakan invasif pada anak prasekolah di IRNA RSUD

Ngudi Waluyo ,Wlingi, Blitar. Perbedaan terletak pada variabel yang

diteliti yaitu tingkat kecemasan. Pada anak prasekolah di ruang Safir

Santosa Hospital Bandung Kopo, teknik bermain yang digunakan

yakni dengan bermain mewarnai, pengambilan sampel yang dilakukan

dengan cara accidental sampling.

Sedangkan persamaan dengan penelitian tersebut adalah sama-

sama menggunakan terapi bermain di dalam ruangan dan anak usia

prasekolah sebagai responden atau subyek penelitian serta analisis data

yang digunakan yakni Wilcoxon signed rank test.

(Ismanto, A. Y., Wowiling, F. E., & Babakal, n.d.), ada pengaruh

bermain terhadap perkembangan anak usia sesudah diberikan

intervensi bermain, ada perbedaan pengaruh bermain terhadap

perkembangan anak sebelum dan sesudah dilakukan terapi bermain

dan ada peningkatan yang besar terhadap perkembangan anak sesudah

diberikan terapi di kelurahan Dwi Kora Hevetiah Medan. Setelah

dilakukan kegiatan tetapi bermain (menyusun puzzle), respon nyeri

berkurang hingga 2,6 . tingkat kecemasan anak usia pra sekolah

sebelum diberikan intervensi terapi bermain mengalami kecemasan

dengan kategori tingkat kecemasan sedang, peran keluarga dan


lingkungan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses

penumbuhan dan terapi tindakan.

C. Konsep Anak Pra Sekolah

1. Pengertian anak usia prasekolah

Anak prasekolah adalah anak yang berusia 3–6 tahun. Dalam usia ini

umumnya anak mengikuti program anak (3 tahun–5 tahun) dan kelompok

bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka

mengikuti program Taman Kanak Kanak (Patmonedewo, 2008)

Anak prasekolah adalah anak yang masih dalam usia 3–6 tahun,

mereka biasanya sudah mampu mengikuti program prasekolah atau Taman

Kanak Kanak. Dalam perkembangan anak prasekolah sudah membaca.

Perkembangan kognitif anak masa prasekolah berbeda pada tahap

praoperasional.

2. Ciri-ciri Anak Prasekolah

(Kartono & Kartini, 2016), mengemukakan ciri–ciri anak prasekolah

meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.

a. Ciri Fisik

Penampilan atau gerak gerik prasekolah mudah dibedakan

dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya. Anak prasekolah

umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki penguasaan (kontrol)

terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan–kegiatan yang dapat

dilakukan sendiri. Ciri fisik pada anak ussia 4–6 tahun tinggi badan
bertambah rata–rata 6,25–7,5 cm pertahun. Berat badan anak usia 4–6

tahun rata–rata 2,3 kg pertahun, berat badan rata–rata anak usia 4 tahun

adalah 16,5 kg (Kartono & Kartini, 2016)

b. Ciri Sosial

Anak prasekolah biasanya juga mudah bersosialisasi dengan

orang sekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau

dua sahabat yang cepat berganti. Mereka umumnya dapat

menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman.

Sahabat yang biasanya dipilih yang sama jenis kelaminnya, tetapi

kemudian berkembang menjadi sahabat yang terdiri dari jenis kelamin

berbeda. Pada usia 4–6 tahun anak sudah memiliki ketertarikan selain

dengan orangtuanya, termasuk kakek nenek, saudara kandung, dan

guru sekolahada tahapan– tahapannya, anak sudah siap belajar

khususnya pada usia sekitar 4–6 tahun memiliki kepekaan menulis dan

memiliki kepekaan yang bagus untuk anak memerlukan interaksi yang

teratur untuk membantu keterampilan sosialnya (Kartono & Kartini,

2016)

c. Ciri Emosional

Anak prasekolah cenderung mengekspresikan emosinya dengan

bebas dan terbuka, sikap marah, iri hati pada anak prasekolah sering

terjadi. Mereka sering kali memperebutkan perhatian guru dan orang

disekitarnya.

d. Ciri Kognitif
Anak prasekolah umumnya sudah terampil berbahasa, sebagian

dari mereka senang berbicara, khususnya pada kelompoknya.

Sebaiknya anak diberi kesempatan menjadi pendengar yang baik. Pada

usia 2–4 tahun anak sudah dapat menghubungkan satu kejadian dengan

kejadian yang simultan dan anak mampu menampilkan pemikiran yang

egosentrik, pada usia 4–6 tahun anak mampu membuat klasifikasi,

menjumlahkan dan menghubungkan objek–objek anak mulai

menunjukkan proses berfikir intuitif (anak menyadari bahwa sesuatu

adalah benar tetapi dia tidak dapat mengatakan alasannya), anak

banyak menggunakan kata yang sesuai tetapi kurang memahami

makna sebenarnya serta anak tidak mampu untuk melihat sudut

pandang orang lain (Kartono & Kartini, 2016).

D. Konsep Hospitalisasi

1. Pengertian Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu alasan dimana seseorang berada di

Rumah Sakit sebagai pasien untuk melaksanakan pemeriksaan diagnostik,

prosedur operasi, perawatan medis, pemberian obat dan menstabilkan atau

pemantauan kondisi tubuh. Hospitalisasi merupakan suatu kondisi yang

krisis saat anak berada di Rumah Sakit. Hospitalisasi terjadi karena anak

berusaha menyesuaikan lingkungan yang baru yaitu Rumah Sakit, kondisi

tersebut menjadi stressor bagi anak, orang tua, dan keluarga dan bisa

menjadi masalah besar yang menimbulkan ketakutan dan kecemasan.

Sehingga menyebabkan perubahan fisiologis dan psikologis jika anak


tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Respon fisiologis

yang muncul seperti perubahan pada sistem kardiovskuler denyut jantung

meningkat, perubahan pola nafas yang semakin cepat. Hospitalisasi juga

membuat nafsu makan menurun, pusing, hingga insomnia. Perubahan

perilaku juga terjadi seperti gelisah, rewel, menangis, memberontak,

menarik diri hingga waspada terhadap lingkungan. Hal-hal ini yang

menyebabkan anak tidak nyaman dan menggangu proses perawatan serta

pengobatan pada anak.(Saputro & Fazrin, 2017)

2. Dampak Hospitalisasi

Hospitalisasi juga berdampak pada pekembangan anak. Anak yang

sakit dan dirawat di Rumah Sakit akan mengalami kecemasan dan

ketakutan. Dampak jangka pendek dari kecemasan dan ketakutan apabila

tidak segera ditangani maka akan membuat anak melakukan penolakan

terhadap tindakan keperawatan dan pengobatan sehingga memperlama hari

rawat, memperberat kondisi anak dan dapat menyebabkan kematian.

Dampak jangka panjang dari anak sakit apabila tidak segera ditangani

akan menyebabkan kesulitan, kemampuan membaca yang memburuk,

menurunnya kemampuan intelektual, serta mengalami gangguan bahasa

dan perkembangan kognitif (Saputro & Fazrin, 2017)

3. Manfaat Hospitalisasi

Hospitalisasi selain menyebabkan stress pada anak tetapi juga dapat

memberikan manfaat yang baik bagi anak, salah satunya yaitu

menyembuhkan anak, memberikan kesempatan anak untuk mengatasi


stress yang dialami serta dapat memberikan penglaman bersosialisasi dan

memperluas hubungan interpersonal mereka. Meskipun menimbulkan

krisis pada anak, hospitalisasi yang dijalani oleh anak dapat membuat

meraka bisa menangani masalah yang mereka alami. Manfaat psikologis

yang di dapat keluarga yakni meningkatkan dan memperkuat koping

keluarga. Manfaat psikologis ini perlu ditingkatkan dengan melakukan

berbagai cara (Saputro & Fazrin, 2017) diantaranya adalah :

a. Membantu mengembangkan hubungan orang tua dengan anakKetika

berada di Rumah Sakit kedekatan anak dan orang tua akan nampak

terlihat jelas. Kejadian yang di alami anak ketika menjalani

hospitalisasi akan membuat orang tua sadar dan memberikan

kesempatan orang tua untuk lebih memahami anak yang sedang

mengalami stess. Sehingga orang tua akan lebih memperhatikan anak

dan memberikan dukungan kepada anak untuk siap menghadapi

hospitalisasi.

b. Menyediakan kesempatan belajar Sakit dan harus dirawat di Rumah

Sakit akan membuat anak dan orang tua belajar tentang tubuh mereka

dan profesi kesehatan. Anak- anak yang lebih besar dapat belajar

tentang penyakit dan memberikan pengalaman terhadap professional

kesehatan sehingga dapat membantu dalam memilih pekerjaan yang

nantinya akan menjadi keputusannya. Bagi orang tua mereka belajar

tentang kebutuhan anak, kemandirian, kenormalan serta keterbatasan.

Untuk keduanya akan menemukan sistem support yang baru dari staf
Rumah Sakit

c. Meningkatkan penguasaan diri Pengalaman yang dialami anak ketika

menjalani hospitalisasi dapat memberikan penguasaan diri kepada

anak, yaitu anak akan menyadari bahwa mereka tidak disakiti tapi

mereka dicintai dirawat, dan diobati dengan sepenuh hati.

d. Menyediakan lingkungan sosialisasi Hospitalisasi dapat memberikan

kesempatan pada anak dan orang tua untuk penerimaan sosial. Mereka

akan merasakan bahwa tidak hanya mereka yang mengalami krisis

namun orang lain juga ikut merasakannya. Anak dan orang tua

menemukan kelompok sosial yang baru yang juga memiliki masalah

sama sehingga memungkinkan mereka untuk saling berinteraksi,

bersosialisasi satu sama lain


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Studi Kasus

Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggukan proses

keperawatan yang terdiri dari 5 tahap meliputi pengkajian keperawatan,

diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, inmplementasi keperawatan

dan evaluasi keperawatan. Desain ini digunakan untuk menerapkan tindakan

intervensi terapi bermain pada anak yang mengalami dampak hospitalisasi di

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy Ambon

B. Subjek Studi Kasus

Subjek dalam penelitian ini yaitu 1 orang anak usia 3 – 5 tahun dengan

dampak Hospitalisasi yang dirawat di Ruangan Anak Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy Ambon. Agar karakteristik sampel tidak

menyimpang dari populasi, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel

untuk dijadikan subjek penelitian, maka perlu ditentukan kriteria inklusi,

maupun kriteria eksklusi. Kriterian inklusi dan eksklusi dalam penelitian yang

akan dilakukan yaitu :

1. Kriteria inklusi

a. Anak yang memiliki keadaan sadar penuh atau tidak kritis

b. Memiliki orang tua atau wali pendamping

c. Bersedia menjadi responden

C. Fokus Studi Kasus


Fokus studi merupakan kajian utama dari permasalahan yang akan

dijadikan titik acuan studi kasus, yang menjadi fokus studi kasus adalah

Terapi bermain Di Ruangan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M.

Haulussy Ambon. Jenis terapi bermain yang akan di terapkan adalah

mewarnai gambar.

D. Defenisi Operasional Fokus Studi

1. Asuhan keperawatan pada anak dengan dampak hospitalisasi

2. Terapi bermain adalah kegiatan yang dilaukan untuk menyenangkan anak

dengan tujuan mengatasi kecemasan pada anak akibat hospitalisasi,

sehingga mempercepat proses penyembuhan.

3. Hospitalisasi adalah anak yang mengalami keadaan seperti malu dan takut

sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, memberontak, tidak

kooperatif terdadap petugas kesehtan yang ada di rumah sakit

4. Kecemasan adalah perasaan seorang anak dimana anak tersebut akan

merasakan ketakutan dan kekhawatiran akan sesuactu yang akan terjadi

padanya. Dengan pembagian skor kecemasan terdiri dari Kurang dari 14

(tidak ada kecemasa), 21-27 (kecemasan sedang), 28-41 (kecemasan

sedang) dan 42-56 (kecemasan berat sekali)

E. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada

1. Lokasi : Ruangan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy

Ambon

2. Waktu : seteleah seminar ujian proposal


F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Wawancara / anamnese, dilakukan dengan cara tanya jawab secara

langsung pada klien, keluarga / orang terdekat dan tim medis (perawat

ruangan, tim gizi, tim laboratorium dan dokter) guna mendapat data yang

akurat.

2. Observasi yang dilakukan penulis dengan mengamati perkembangan

kesehatan pasien selama dilakukan tindakan keperawatan pada pasien

dengan hospitalisasi.

3. Pemeriksaan fisik, yang dilakukan penulis melalui metode Inspeksi,

Palpasi, Perkusi dan Auskultasi dengan pendekatan head to toe.

4. Studi dokumentasi, yang dilakukan dengan membaca status pasien guna

mendapatkan data yang akurat berupa data fisik, data penunjang

diagnostok serta hasil laboratorium.

G. Analisis Data dan Penyajian Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar

yang merupakan proses keperawatan serta didukung dengan berbagai referensi

untuk melengkapi dan memperjelas data yang ada.

H. Etika Studi Kasus

Dalam melakukan penelitian ini peneliti harus mendapat rekomendasi

dari Jurusan Keperawatan Prodi Keperawatan Ambon Politeknik Kesehatan

Kemenkes Maluku dan mengajukan permohonan ke Rumah Sakit Umum

Daerah dr. M. Haulussy Ambon dalam rangka meminta persetujuan untuk


dilaksanakannya penelitian terhadap pasien yang di layani di Rumah Sakit

tersebut. Selanjutnya penelitian ini disampaikan kepada pasien dengan

menekankan etika penelitian yaitu:

1. Informed consent (Lembar Persetujuan)

Peneliti meminta pasien untuk menandatangani lembar persetujuan

penelitian setelah menyatakan ketersediaanya untuk berpartisipasi dalam

penelitian (Hidayat, 2009).

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan pasien, maka dalam lembar

pengumpulan data tidak dicantumkan nama tapi inisial (Hidayat, 2009).

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari pasien dan

pihak rumah sakit dijaga oleh peneliti. Data hanya disajikan atau

dilaporkan dalam bentuk karya tulis ilmiah dan akan dipresentasikan

melalui ujian akhir program (Hidayat, 2009).


DAFTAR PUSTAKA

Adriana, D. (2013). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak.


Budiono. (2016). Konsep Dasar Keperawatan, Modul Bahan Ajar Cetak
Keperawatan (Pusdik SDM).
Herliana, L. (2011). Pengaruh pemberian terapi bermain terhadap tingkat
kooperatif anak usia pra sekolah yang sedang mengalami hospitalisasi.
UGM.
Ismanto, A. Y., Wowiling, F. E., & Babakal, A. (n.d.). Pengaruh Terapi Bermain
Mewarnai Gambar Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Pra
Sekolah Akibat Hospitalisasi.
Kartono, & Kartini. (2016). ciri ciri anak usia praskolah.
Patmonedewo. (2008). pendidikan anak pra sekolah.
Potter, & Perry. (2002). Fundamental keperawatan Buku 1 Edisi 7.
Prabowo, & Pranata. (2014). Konsep Dasar Keperawatan, Modul Bahan Ajar
Cetak Keperawatan (Pusdik SDM).
Purwandari. (2013). Pengaruh Terapi Seni Terhadap Kecemasan Anak Usia
Sekolah Selama Hospitalisasi di RSMS. Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
Santrock. (2007). Perkembangan Anak Edisi ketujuh.
Saputro, H., & Fazrin, I. (2017). Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit.
Sujatmiko, & Dayani. (n.d.). pengaruh terapi bermain plastisin (playdought)
terhadap kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang mengalami
hospitalisasi di ruang perawatan anak. 1, 2.
file:///C:/Users/asus/Downloads/112-Article Text-146-1-10-20181126.pdf
Supartini. (2012). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. EGC.
Wong. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1 Edisi 6. EGC.
Wowiling, F. E., Ismanto, A. Y., & Babakal, A. (2014). Pengaruh Terapi
Bermain Mewarnai Gambar Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia
Pra Sekolah Akibat Hospitalisasi.
Wulandari, & Erwati. (2016). Wulandari & Erawati, 2016). putaka belajar.
Yusuf. (2014). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.

Anda mungkin juga menyukai