Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN STUDI KELAYAKAN FINANSIAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

RAKYAT DI NAGARI SILAUT KECAMATAN SILAUT KABUPATEN PESISIR


SELATAN SUMATERA BARAT

DISUSUN OLEH:

YOLA SRI MELNI ( 1810221006 )

KENY WIDYA SARI ( 1810221010 )

FANIA HANDRIANI ( 1810221023 )

CICI YULASNI ( 1810222036 )

WAHYUNI DIANA SARI ( 1810222046 )

UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS PERTANIAN

PRODI AGRIBISNIS

PADANG

2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki luas
lahan dan agroklimat yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai usaha pertanian.
Indonesia juga sejak lama dikenal sebagai penghasil berbagai produk pertanian yang sangat
dibutuhkan dan laku di pasar dunia, utamanya yang termasuk kelompok produk-produk
perkebunan, rempah-rempah, kayu, dan perikanan. Di samping itu sumbangan sektor pertanian
terhadap serapan tenaga kerja, pendapatan nasional dan devisa juga masih sangat tinggi. Lebih
dari itu, pautan kegiatan pertanian terhadap pertumbuhan sektor lain (industri, konstruksi,
transportasi, keuangan, dan jasa-jasa lain) sangat tinggi (Mardikanto, 2007 : 4).

Salah satu subsektor pertanian yang paling berpengaruh di Indonesia adalah subsektor
perkebunan. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan
barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan
dan masyarakat (UU Perkebunan Nomor 18 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 1).

Salah satu tanaman perkebunan yang potensial dan banyak diusahakan di Indonesia
adalah tanaman Kelapa Sawit. Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit pada akhir dekade ini
menjadi salah satu titik perhatian pemerintah Indonesia karena memiliki kontribusi yang cukup
signifikan terhadap perekonomian daerah maupun nasional dalam hal penyediaan lapangan kerja,
penciptaan nilai tambah, penyumbang devisa negara, dan penyediaan bahan pangan (Putra,
2016 : 1).

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
Perkebunan Kelapa Sawit yang cukup luas. Provinsi Sumatera Barat berada pada posisi ke-8
setelah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur
dan Aceh yaitu seluas 241.141 Ha. Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia saat ini telah
berkembang sangat pesat tidak saja diusahakan oleh negara tetapi diusahakan oleh pihak swasta
dan rakyat, sampai tahun 2017 luas areal perkebunan besar negara adalah 638.143 Ha,
perkebunan besar swasta seluas 6.047.066 Ha dan perkebunan rakyat seluas 5.613.241 Ha.
Adapun daerah yang mempunyai produksi Kelapa Sawit terbesar berturut-turut di Provinsi
Sumatera Barat antara lain ; Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten
Pesisir Selatan, Kabupaten Agam, dan Kabupaten Sijunjung. Kabupaten Pesisir Selatan
merupakan daerah yang memiliki produksi terbesar nomor tiga setelah Kabupaten Pasaman
Barat dan Kabupaten Dharmasraya. Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten
Pesisir Selatan terus mengalami peningkatan, tahun 2015 usaha Perkebunan Kelapa Sawit
Rakyat di Kabupaten Pesisir Selatan dengan luas 22.479 Ha dan produksi 39.103 ton, dan sampai
tahun 2017 usaha Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat dengan luas 36.079 Ha dan produksi 67.188
ton. Produksi hasil perkebunan Rakyat tahun 2017 di Kabupaten Pesisir Selatan paling besar
adalah produksi Kelapa Sawit yaitu tercatat 195.416,40 ton. Sementara di posisi kedua terbesar
adalah produksi Karet sebesar 10.828,30 ton.

Analisis finansial didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan data
harga yang sebenarnya ditemukan di lapangan. Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para
pembuat keputusan juga dapat segera melakukan penyesuaian. Bilamana proyek tersebut bekerja
menyimpang dari rencana semula. Sebaliknya, bila proyek berjalan seperti tujuan semula dan
tanpa halangan maka dapat dilihat seberapa besar manfaat proyek (Ibrahim dalam Hidayati, 2017
: 4).

Analisis finansial akan menjelaskan pengaruh finansial dari suatu usaha terhadap para
pelaku usaha yang bergabung didalamnya. Analisis kelayakan finansial ini penting untuk
dilakukan dalam usaha Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat, karena menentukan rencana investasi
melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara
pengeluaran, penerimaan dan jangka waktu pengembalian (Azani, 2016 : 4).
II. PEMBAHASAN

A. Aspek Teknis

Budidaya yang dilakukan oleh petani Kelapa Sawit di daerah Silaut adalah sebagai
berikut.

1) Persiapan Lahan
Kegiatan persiapan lahan yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman Kelapa Sawit
meliputi pembukaan lahan, penentuan jarak tanam, dan pembuatan lubang tanam,
pembuatan jalan dan drainase.
i. Pembukaan Lahan
Lahan yang digunakan pada pola usaha ini menggunakan lahan ladang yang datar.
Sebelum tanaman Kelapa Sawit siap ditanam, petani terlebih dahulu melakukan
pembersihan lahan dari semak-semak belukar serta penebangan tanaman lama
dilahan sehingga dalam pembersihan lahan bisa dengan menggunakan cangkul,
sabit, parang dan penebangan tanaman lama bisa menggunakan alat penebang
seperti mesin pemotong. Tenaga kerja yang digunakan pada pembukaan lahan
untuk lahan seluas 1 Ha adalah sebanyak 6 orang dengan 1 hari kerja dan upah
Rp. 100.000,- per orang.
ii. Penentuan Jarak
Tanam Jarak tanam rata-rata yang digunakan oleh petani adalah 9 m x 7,7 m
dengan jumlah tanaman ±143 batang/Ha. Tenaga kerja yang digunakan dalam
penentuan jarak tanam untuk lahan seluas 1 Ha adalah 2 orang dengan 1 hari kerja
dan upah Rp. 50.000,- per orang.
iii. Pembuatan Lubang Tanam
Pengerjaan lubang tanam biasanya dilakukan petani minimal 15 hari sebelum
penanaman. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kemasaman tanah dan
mengontrol ukuran lubang yang dibuat. Pengontrolan ukuran ini perlu dilakukan
karena ukuran lubang tanam merupakan salah satu aspek penting dalam
Perkebunan Kelapa Sawit. Setelah dilakukan pembuatan lubang kemudian tanah
diberi pupuk dasar. Adapun pupuk dasar tersebut adalah pupuk kandang dan SP-
36 0,5 kg yang dicampurkan dengan tanah.
Pemberian pupuk dasar pada dinding lubang tanam dimaksudkan untuk
merangsang pertumbuhan akar. Sebelum dilakukan penanaman, lubang tanam
harus ditimbun dengan lapisan tanah bagian atas yang sudah dicampur dengan
pupuk. Kemudian membuat piringan tanaman, dengan diameter 1 – 2 m dan
pupuk ditaburkan secara merata pada piringan tanaman.
Lubang yang dipakai untuk penanaman kelapa sawit di lahan gambut ialah
lubang ganda (double hole). Prinsipnya ini merupakan lubang tanam yang dibuat
di dalam lubang. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan Kelapa
Sawit tumbuh secara miring ke salah satu posisi pada awal perkembangan.
Adapun cara pembuatannya dimulai dengan menggali lubang pertama atau lubang
atas dengan ukuran 100 x 100 x 30 cm. Kemudian tepat di dalam lubang pertama
ini dibuat lagi lubang kedua sebagai lubang tanam sebenarnya dengan ukuran 60 x
60 x 60 cm. Tenaga kerja yang digunakan dalam pembuatan lubang tanam untuk
lahan seluas 1 Ha adalah 6 orang selama 2 hari kerja dan upah Rp. 60.000,- per
orang per hari.
iv. Pembuatan Jalan dan Drainase
Pembuatan jalan sekaligus drainase sebagai jalur jalannya air di Perkebunan Sawit
dilakukan setelah pembuatan lubang tanam saat akan dilakukan penanaman pada
lahan agar ketika tanaman telah ditanam di lapangan pengairan pada drainase
berjalan baik. Pembuatan jalan untuk memudahkan petani melakukan aktivitas
pada Perkebunan Sawit. Tenaga Kerja yang digunakan dalam pembuatan jalan
dan drainase untuk lahan seluas 1 Ha adalah 4 orang dengan 1 hari kerja dan upah
Rp. 50.000,- per orang.
2) Penanaman
Sebelum penanaman, bibit sudah diletakkan disamping lubang tanam. Dan setiap
lubang tanam tersebut harus sudah diberi pupuk dasar. Tenaga kerja yang digunakan
dalam kegiatan penanaman untuk lahan seluas 1 Ha adalah 4 orang dengan 1 hari
kerja dan upah Rp. 50.000,- per orang.
Bibit dibeli pada salah satu pabrik yang ada di Pesisir Selatan, yaitu PT. CCI
Lunang. Bibit Kelapa Sawit sudah dapat ditanam di lapangan pada umur 1,5-2 tahun
pada tanah gambut dengan cara polybag diangkat dan diputar untuk memutuskan
perakaran yang telah menembus polybag. Dengan demikian, dapat mengurangi
terjadinya shock pada saat tanaman ditanam di lapangan. Pada pagi hari bibit Kelapa
Sawit yang akan dipindahkan ke lapangan harus disiram sampai tanah dalam
polybagnya jenuh air.
3) Pemeliharaan
Bentuk-bentuk pemeliharaan yang dilakukan petani adalah konsolidasi dan
penyisipan, pembersihan piringan, pemupukan, pemangkasan dan kastrasi,
pengendalian hama dan penyakit, dan persiapan sarana panen.
i. Konsolidasi dan Penyisipan
Konsolidasi tanaman adalah kegiatan perawatan tanaman yang pertama kali
dilakukan setelah penanaman yang berguna untuk memastikan tanaman
tumbuh dengan sempurna, tegak, dan normal. Kegiatan penyisipan tanaman
dilakukan untuk mengganti tanaman yang telah mati, hilang, tumbang dan
diserang hama dan penyakit. Kedua kegiatan ini bertujuan untuk memastikan
bahwa tanaman-tanaman yang ada di lapangan adalah tanaman produktif. •
ii. Pembersihan Piringan Tanaman (penyiangan)
Pembersihan piringan sangat jarang dilakukan petani, biasanya hanya
dilakukan pembersihan pada piringan yang terserang gulma saja. Pembersihan
piringan dilakukan 4 kali dalam setahun atau setiap 3 bulan sekali, dengan
menggunakan 1 orang pekerja yaitu petani pemilik. •
iii. Pemupukan
Pemupukan dilakukan menurut umur tanaman dengan jenis pupuk yang
umum digunakan oleh petani adalah Urea, KCl, SP-36, Kieserit, dan Borax.
Pemupukan Kelapa Sawit di mulai dari piringan yang berada pada sekitar
tanaman. Dengan adanya piringan tersebut akan membuat pupuk. lebih
efektif masuk ke dalam akar tanaman dan merangsang produktivitas dari
tanaman Kelapa Sawit tersebut.
Pemupukan dilakukan sebanyak 1 sampai 2 kali dalam setahun. Dosis
pupuk untuk lahan 1 Ha untuk tanaman berumur 1-3 tahun adalah Urea 0,2 Kg
per batang yang dilakukan dalam dua kali dalam setahun, KCl 0,2 Kg per
batang yang dilakukan dalam dua kali dalam setahun, Kieserit 0,1 Kg per
batang yang dilakukan dalam dua kali dalam setahun, dan Borax 0,02 Kg per
batang yang dilakukan satu kali dalam setahun.
Bagi tanaman Kelapa Sawit yang sudah mulai menghasilkan atau yang
telah berumur 4 tahun ke atas, dosis pupuk per tanaman yang dilakukan
adalah Urea 0,4 Kg per batang yang dilakukan dalam dua kali dalam setahun,
KCI 1 Kg per batang yang dilakukan dalam dua kali dalam setahun, Kieserit
0,6 Kg per batang yang dilakukan dalam dua kali dalam setahun, SP-36 0,5
Kg per batang yang dilakukan satu kali dalam setahun, dan Borax 0,1 Kg per
batang yang dilakukan satu kali dalam setahun (Lampiran 12). Tenaga kerja
yang diperlukan dalam setiap pemupukan untuk lahan 1 Ha adalah 4 orang
selama satu hari dengan upah Rp. 50.000,- per orang •
iv. Pemangkasan dan Kastrasi
Pemangkasan atau disebut juga dengan penunasan adalah membuang pelepah
yang tidak berguna bagi tanaman Kelapa Sawit. Tujuan dari pemangkasan
adalah memudahkan petani untuk mengambil buah saat panen dan
mengurangi kehilangan brondolan yang tersangkut pada pelepah.
Pemangkasan dilakukan ketika mulai muncul tunas atau pelepah daun, untuk
lahan 1 Ha biasanya dilakukan 1 kali dalam setahun dengan menggunakan 1
orang tenaga kerja dalam keluarga yaitu petani pemilik, yang tetap dihitung
sebagai biaya tenaga kerja, dengan upah Rp. 50.000,- per orang dengan waktu
pengerjaan satu hari.
Kastrasi atau disebut juga dengan ablasi adalah pembuangan bungabunga
pertama baik jantan maupun betina serta buah-buah pasir pada tanaman
Kelapa Sawit yang belum siap untuk memasuki masa panen normal. Kastrasi
dilakukan pada awal tanaman berbunga yaitu pada umur 12 bulan dan
dihentikan saat tanaman berumur 24 bulan, dengan interval 2 bulan sekali
dengan menggunakan 1 orang tenaga kerja dalam keluarga yaitu petani
pemilik untuk lahan 1 Ha. Waktu pengerjaan Katrasi dapat dilakukan
bersamaan dengan kegiatan pemangkasan yang dilakukan petani. •
v. Pemeliharaan Hama dan Penyakit
Jenis hama yang biasanya menyerang tanaman Kelapa Sawit di daerah
penelitian adalah Babi. Hama tersebut dapat mengganggu tanaman dan
menyebabkan penurunan produksi. Cara menangani yang dilakukan oleh
petani pada serangan Babi adalah dengan menembak dan memasang pagar.
Biasanya Babi tersebut menyerang tanaman belum menghasilkan.
Akan tetapi kegiatan ini jarang dilakukan oleh petani karena petani
setempat beranggapan hama dan penyakit jarang terjadi di lapangan sehingga
tidak ada biaya yang dikeluarkan petani untuk kegiatan pemeliharaan Hama
dan Penyakit. Dari keterangan tersebut dapat dilihat bahwa kurangnya
perhatian dan kesadaran petani untuk lebih teratur melakukan kegiatan
pencegahan hama penyakit tanaman. •
vi. Persiapan Sarana Panen •
Persiapan panen merupakan sarana dan prasarana yang dapat mempermudah
didalam kegiatan panen. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam persiapan
panen adalah persiapan tempat pengumpulan hasil (TPH), jalan panen serta
alat-alat panen seperti helm, sarung tangan, sepatu boat, kaca mata, dodos,
egrek, karung untuk brondolan dan gerobak. Namun tidak semua petani yang
menggunakan helm dan sarung tangan dalam pelaksanaan panen.
4) Panen
Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3 tahun.
Buah akan menjadi masak sekitar 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan
buah Kelapa Sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulitnya. Buah akan berubah
menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak pada
daging buah telah maksimal.
Proses pemanenan pada tanaman Kelapa Sawit meliputi pekerjaan memotong
tandan buah matang, memungut brondolan dan mengangkutnya ke tempat
pengumpulan hasil (TPH). Kriteria panen yang perlu diperhatikan adalah matang
panen, cara panen, alat panen, rotasi dan sistem panen serta mutu panen. Panen
dilakukan oleh 2-3 orang dengan upah dihitung dengan biaya Rp. 75,- per Kg.
Pada kegiatan penentuan jarak tanam, 31 orang petani telah sesuai dengan SOP, 3
orang petani tidak sesuai, karena ada yang menggunakan jarak tanam 10 X 8,66 m
dan 9 X 8,06 m. Pada kegiatan pembuatan lubang tanam, 30 orang petani telah sesuai
dengan SOP, 4 orang petani tidak sesuai dengan SOP, mereka tidak menggunakan 2
lubang, karena kondisi tanah yang mereka anggap cukup padat.
Pada kegiatan pembibitan, tidak sesuai dengan SOP, karena petani menanam bibit
yang berumur 6 bulan. Pada kegiatan penanaman telah sesuai dengan SOP. Pada
kegiatan pemakaian pupuk tidak sesuai dengan SOP, karena petani hanya
menggunakan 5 jenis pupuk, yaitu Urea, KCl, SP-36, Kieserit dan Borax. Pada
kegiatan pemeliharaan tidak sesuai dengan SOP, karena petani tidak melakukan
pemeliharaan penutup tanah dan pemeliharaan jalan dan parit drainase.
Pada kegiatan pemangkasan telah sesuai dengan SOP, sedangkan pada kegiatan
pengendalian hama dan penyakit tidak sesuai dengan dengan SOP, karena petani
tidak menggunakan insektisida. Pada kegiatan panen telah sesuai dengan SOP, dan
persentase kesesuaian petani dengan SOP adalah 53%.
Alasan kenapa petani tidak melakukan apa yang ada pada SOP adalah karena
petani tidak mengetahui adanya SOP tersebut, hal ini disebabkan oleh tidak adanya
penyuluh yang memberikan rekomendasi, tidak adanya pelatihan ataupun sosialisasi
yang rutin tentang budidaya Kelapa Sawit di Nagari Silaut ataupun sejenisnya. Petani
mendapatkan informasi mengenai budidaya Kelapa Sawit yaitu dari pengalaman
turun temurun dan dari petani lain. Oleh karena itu ada beberapa kegiatan yang tidak
sesuai dengan SOP tersebut. Dampaknya terhadap finansial petani adalah rendahnya
benefit yang di terima oleh petani, belum lagi harga Kelapa Sawit yang rendah yang
membuat keuntungan yang didapatkan juga rendah.
Jika dilihat dari segi bibit, bibit yang diperoleh dari PT. CCI Lunang adalah bibit
berjenis dura dengan kualitas unggul, karena mendapat legalitas dan bersertifikat.
Namun jika dibandingkan dengan produktivitas Perkebunan Besar Swasta tentu
Perkebunan Besar Swasta lebih tinggi, hal ini dapat dilihat pada lampiran 7. Produksi
Perkebunan Rakyat yang rendah tersebut dikarenakan bibit yang digunakan bukanlah
berjenis tanera, yang merupakan bibit yang lebih bagus kualitasnya dibandingkan
dengan dura, karena dura memiliki ketebalan daging buah 35-50% sedangkan tanera
memiliki ketebalan daging buah 60-96%. Kemudian, pupuk yang digunakan oleh
petani bukanlah semua pupuk yang direkomendasikan, dan tidak adanya
pemeliharaan terhadap hama dan penyakit yang dilakukan, sehingga menyebabkan
rendahnya hasil TBS Kelapa Sawit tersebut.

Anda mungkin juga menyukai