Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR

DISUSUN OLEH

KELAS : D/1

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 2


1) CELSY P. HELLY NIM : 181302721
2) DWI SULASTRI RADJA NIM : 181702721
3) FRANS LODO NIM : 181902721
4) JORHANS ALFREDO BOIMAU NIM : 182402721
5) KRISANTA CENTIKA RUNESI NIM : 182602721
6) MARIANI DES NANI NIM : 182102721
7) MARLINCE NGURA GULLING NIM : 183002721
8) MARIO F.M. PUTRA NIM : 182902721
9) MUSA ANDREAS TANGKO NIM : 183402721
10) MARTHA MAGA GORO NIM : 183102721

PRODI : S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
KUPANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala anugerah yang
diberikan kepada kami, sehingga kami dapat menyalasaikan makalah yang berjudul “KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN” dengan baik.
Kami sadar bahwa dalam proses penyusunan makalah ini, banyak sekali kekurangan yang
kami miliki. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari teman-teman semua sangat
kami kami harapkan untuk proses penyusunan makalah selanjutnya agar lebih baik lagi.
Semoga dengan adanya makalah ini, kita dapat lebih memahami asuhan keperawatan
keperawatan pada klien dengan baik dan menjadi bekal dalam proses belajar selanjutnya. Terima
kasih.

Kupang, desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar belakang…………………………………………………………….1

1.2Tujuan……………………………………………………………………..2

1.2.1Tujuan umum………………………………………………..………2

1.2.1Tujuan khusus……………………………………………..………...2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Konsep Eliminasi Urine…………………………………………….……6
2.2. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Urine……………….…..6
2.3. Proses Berkemih…………………………………………………………7
2.4. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine……………………………8
2.5. Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………………9
2.6. Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine…………………………………….9
2.7. Perubahan Pola Eliminasi Urine………………………………………..12
2.8. Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine……..13
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan…………………………………………………………..…17
3.2. Saran…………………………………………………………………....17
DAFTARPUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Kebutuhan eliminasi urine merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis dan bertujuan
untuk mengeluarkan bahan sisa. Batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
terbentuknya gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).Secara epidemiologis terdapat
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor
itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang yang meliputi
herediter, umur, jenis kelamin, dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
di sekitarnya yang meliputi geografi, iklim dan temperature, asupan air,diet, dan pekerjaan.
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
System tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urin adalah ureter, kandung
kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu: kandung kemih.
Secara progresif terisi sampai tegangan didindingnya meningkat di atas nilai ambang,
yang kemudian mencetuskan langkah ke dua yaitu timbul reflex saraf yang di sebut reflex miksi
(reflex berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-
tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun reflex miksi adalah
reflex autonomi medula spinalis, reflex ini bisa juga di hambat atau di timbulkan oleh pusat
korteks serebri atau batang otak
Kandung kemih di persarafi arah saraf sacral (s-2) dan (s-3). Saraf sensori dari kandung
kemih dikirim ke medulla spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian diteruskan kepusat miksi pada
susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim siknal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada
saat destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah control
kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal
berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine
normal sangat tergantung pada indifidu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun
tidur., normal miksi sehari 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum. Hal ini juga di sebut bowel
movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat berfariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali permingggu. Banyaknya feses juga berfariasi bagi setiap orang. Ketika
gelombang peristaltic mending feses kedalam kolon zigmoid dan rectum, saraf sensorif dalam
rectum di rangsang dan indifidu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.

1
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang
normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian
tubuh yang lain. Karna fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola
eliminasi dan kebiasaan masing- masing orang berbeda. Klien sering meminta pertongan dari
perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari
mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik
untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal : lingkungan rumah bisa menghadirkan
hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi.
Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawat harus mengerti proses eliminasi yang normal
dan faktor- faktor yang mempengaruhi eliminasi.

1.2.        Tujuan
1.Tujuan Umum

Untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan Asuhan Keperawatan


pada klien dengan Gangguan Eliminasi Urine.

2.Tujuan Khusus
a.    Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Gangguan Eliminasi
Urine.
b.    Mahasiswa mampu melakukan menentukan diagnose pada klien dengan Gangguan
Eliminasi Urine.
c.    Mahasiswa mampu melaksanakan rencana keperawatan pada klien dengan
Gangguan Eliminasi Urine.
d.   Mahasiswa dapat melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan Gangguan
Eliminasi Urine.
e.    Mahasiswa mampu melakukan evaluasi hasil Asuhan Keperawatan yang telah
disusun pada klien dengan Gangguan Eliminasi Urine.
f.     Mahasiswa mampu melakukan penyusunan pendokumentasian hasil Asuhan
Keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien dengan Gangguan Eliminasi
Urine.

1.3.Manfaat Penulisan
1.3.1. Manfaat untuk Mahasiswa
1. Makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
yang dimiliki khususnya mengenai konsep asuhan keperawatan
2. Makalah ini dapat dijadikan referensi materi pembelajaran mengenai proses asuhan
keperawatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1      Konsep Eliminasi Urine


1.        Pengertian 
Eliminasi urine merupakan cairan yang dikeluarkan dari ginjal sebagai hasil filtrasi
dari plasma darah di glomelurus.
Menurut para ahli definisi eliminasi urine adalah :
a.       Arthonah (2004)
Eliminasi urine adalah kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan
menentukan kelangsungan hidup manusia.
b.      Tarwoto dan Wartonah (2015)
Eliminasi urine adalah proses pembungan sisa metabolism tubuh baik berupa urine
taupun bowel feses.
c.    Ambarwati  (2009)
Eliminasi urine adalah proses pembungan dan terdiri dari eliminasi arine dan
eliminasi alvi.

2.2       Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Urine


Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, kandung
kemih, dan uretra.

1.      Kandung Kemih
Kandung kemih (buli-buli—bladder) merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot halus,
berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat beberapa lapisan jaringan otot yang
paling panjang, memanjang ditengah dan melingkar yang disebut sebagai detrusor, berfungsi
untuk mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan
tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkar yang
berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan
urine dari kandung kemih ke luar tubuh.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian
dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendor dan
terjadi kontraksi sfingter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal dalam kandung kemih.
Sistem parasimpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan
penghalang ke bagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya
kontraksi otot detrusor dan kendurnya sfingter.

3.     Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian luar. Fungsi uretra
pada wanita berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria, uretra digunakan sebagai tempat
pengaliran urine dan sistem reproduksi, berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan terdiri atas tiga
bagian, yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang berongga (ruang). Pada wanita, uretra

3
memiliki panjang 3,7-6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat menyalurkan urine kebagian
luar tubuh.

2.3   Proses Berkemih
Berkemih (mictio, mycturition, voiding atau urination) adalah proses pengosongan vesika
urinaria (kandung kemih). Proses ini dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika urinaria
yang merangsang saraf-saraf sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian reseptor). Vesika
urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila berisi kurang lebih 250-450 cc (pada orang
dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat
menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan ke pusat pengontrol berkemih
yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak memberikan impuls/rangsangan melalui
medulla spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan
relaksasi otot sfingter internal.
Komposisi urine :
1.      Air (96%)
2.      Larutan (4%)
a.       Larutan Organik
Urea, amonia, kreatin, dan uric acid.
b.      Larutan Anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat, magnesium, dan fosfor. Natrium klorida
merupakan garam anorganik yang paling banyak.

2.4   Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine


A. Diet dan Asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output atau
jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain
itu, kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
B. Respon Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine
banyak tertahan di dalam vesika urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria
dan jumlah pengeluaran urine.
C.  Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam
kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.

4
D.  Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan berkemih.
Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine
yang diproduksi.
E.   Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
F.   Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat memengaruhi pola berkemih. Hal
tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih memiliki kecenderungan untuk
mengalami kesulitan mengontrol buang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia,
kemampuan untuk mengontrol buang air kecil meningkat.
G.  Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes melitus, dapat memengaruhi produksi urine.
H.  Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya
kultur masyarakat yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
I.     Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami kesulitan
untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam keadaan sakit.
J.     Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalan membantu proses berkemih adalah
kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi
pengontrolan pengeluaran urine.
K.  Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat menyebabkan
penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari pemberian obat anestesi.
L. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urine. Misalnya,
pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah  urine, sedangkan pemberian obat
antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.

5
2.5    Pemeriksaan Diagnostik
Prosedur diagnostik yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih
seperti intravenouspyelogram (IVP), dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi
produksi urine. Kemudian, tindakan sistokopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang
dapat mengganggu pengeluaran urine.

2.6    Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine


  1. Retensi Urine
Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga menyebabkan distensi dari vesika
urinaria. Atau, retensi urine dapat pula merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Kandungan urine normal dalam vesika
urinaria adalah sebesar 250-450 ml, dan sampai batas jumlah tersebut urine merangsang
refleks untuk berkemih. Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung
sebanyak 3000-4000 ml urine.

Tanda-tanda klinis pada retensi :


a.       Ketidaknyamanan daerah pubis
b.      Distensi vesika urinaria
c.       Ketidaksanggupan untuk berkemih
d.      Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml)
e.       Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya
f.       Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih
g.      Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih

Penyebabnya yaitu :
a.       Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria
b.      Trauma sumsum tulang belakang
c.       Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah
d.      Sfingter yang kuat
e.       Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
2.    Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau
menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia yaitu :
proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat
narkotik atau sedatif. Inkontinensia urine terdiri dari :

6
a.       Inkontinensia Dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine tanpa sadar, tetapi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk
berkemih.
Kemungkinan penyababnya yaitu :
a.       Penurunan kapasitas kandung kemih
b.      Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang menyebabkan spasme (infeksi
saluran kemih.
c.       Minum alkohol atau kafein
d.      Peningkatan cairan
e.       Peningkatan konsentrasi urine
f.       Distensi kamdung kemih yang berlebihan

Tanda-tanda inkontinensia dorongan :


a.        Sering miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali)
Spasme kandung kemih.
b.      Inkontinensia Total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.

Kemungkinan penyebabnya adalah :


a.       Disfungsi neurologis
b.      Kontraksi independen dan refleks detrusor karena pembedahan
c.       Trauma atau penyakit yang memengaruhi saraf medula spinalis
d.      Fistula
e.       Neuropati

Tanda-tanda inkontinensia total :


a.       Aliran konstan yang terjadi pada saat tidak diperkirakan.
b.      Tidak ada distensi kandung kemih
c.       Nokturia
d.      Pengobatan inkontinensia tidak berhasil
c.       Inkontinensia Stres
Inkontinensia stres merupakan keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urine
kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.

Kemungkinan penyebanya adalah :    


a.       Tekanan intra abdomen tinggi (obesitas)

7
b.      Distensi kandung kemih
c.       Otot pelvis dan struktur penunjang lemah

Tanda-tanda inkontinensia stres :


a.        Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen
b.        Adanya dorongan berkemih
c.        Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
d.       Inkontinensia Refleks
Inkontinensia refleks merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urine yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume
kandung kemih mencapai jumlah tertentu.

Kemungkinan penyebab :
a.       Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)

Tanda-tanda inkontinensia refleks :


a.       Tidak ada dorongan untuk berkemih
b.      Merasa bahwa kandung kemih penuh
c.       Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval teratur
e.       Inkontinensia Fungsional
Inkontinensia fungsional merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran
urine secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.

Kemungkinan penyebab :
a.   Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)

Tanda-tanda inkontinensia fungsional :


a.       Adanya dorongan untuk berkemih
b.      Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine
3.      Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol sfingter eksterna. Enuresis biasanya terjadi pada anak
atau orang jompo, umumnya pada malam hari.
Faktor penyebab enuresis yaitu :
a.       Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari kondisi normal.
b.      Anak-anak yang tidunya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan berkemih
tidak diketahui yang mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk ke kamar mandi.

8
c.       Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam
jumlah besar.
d.      Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan
saudara kandung atau cekcok dengan orang tua).
e.       Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya
tanpa dibantu untuk mendidiknya.
f.       Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologis sistem perkemihan.
g.      Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, atau makanan pemedas.  
4.      Ureterotomi
Ureterotomi adalah tindakan operasi dengan jalan membuat stoma pada dinding
perut untuk drainase urine. Operasi ini dilakukan karena adanya penyakit atau disfungsi
pada kandung kemih.

2.7   Perubahan Pola Eliminasi Urine


Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami
gangguan pola eliminasi urine, disebabkan oleh multipel (obstruksi anatomis), kerusakan
motorik sensorik, infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas :
1.     Frekuensi
Frekuensi merupakan jumlah berkemih dalam sehari. Meningkatnya frekuensi berkemih
dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa
tekanan asupan cairan dapat diakibatkan oleh sistitis. Frekuensi yang tinggi dijumpai
pada keadaan stres atau hamil.
2.     Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih. Pada umunya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam
mengontrol sfingter eksternal dan perasaan segera ingin berkemih biasanya terjadi pada
mereka.

3.    Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada
penyakit infeksi saluran kemih (ISK), trauma, dan striktur uretra.

4.     Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besra oleh ginjal tanpa
adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya ditemukan pada penderita diabetes
melitus, defisiensi anti diuretik hormon (ADH), dan penyakit ginjal kronik.

9
5.    Urinaria Supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal,
urine diproduksi oleh ginjal secara terus-menerus pada kecepatan 60-120 ml/jam.

2.8   Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine.


A.       Pengkajian Keperawatan.
1.      Kebiasaan berkemih 
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta hambatannya.
2.      Pola berkemih meliputi
a.    Frekuensi berkemih.
Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam. 
b.    Urgensi.
Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang sering ketoilet karena takut
mengalami inkontinensia jika tidak berkemih.
c.    Disturia.
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkmih.
d.   Poliuria.
Keadaan produksi urine yang abnormal dalam jumlah besar tanpa adanya peningkatan
asupan cairan.
e.    Urinaria Supresi.
Keadaan produksi urine yang berhenti secara mendadak. Secara normal, produksi urine
oleh ginjal pada orang dewasa memiliki kecepatan 60-120ml/jam (720-1440ml/hari)
f.     Volume urine. 
Volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam.
g.    Faktor yang memengaruhi kebiasaan buang air kecil :
h.    Diet.
i.      Gaya hidup.
j.      Tingkat aktivitas.
k.    Stress psikologis dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih.
l.      Keadaan urine,
m.   Tanda klinis gangguan eliminasi urine seperti tanda retensi urine, inkontinensia
ujrine, enuresis dll.

B.       Diagnosis Keperawatan
A. URIN ( buku diagnose, kode D.0040)
a. Definisi
disfungsi eliminasi uruin

10
b. penyebab
1. penurunan kapasitas kadungan kemih
2. iritasi kandung kemih
3. penurunan kemampuan menyadari tand-tanda kandung kemih
4. efektindakan medis dan diagnostic (misalanya operasi ginjal, oeperasi saluran
kemih, enestesi, dan obat-obatan)
5. kelemahan otot pelvis
6. ketidak mampuan mengakses toilet ( misalnya imobilisasi )
7. hambatan lingkungan
8. ketidak mampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
9. outlet kandungan kemih tidak lengkap ( anomalis salutan kemih konggenital )
10. imaturitas ( pada anak usia 3 tahun )
c. gejala dan tanda mayor

sujektif Objektif
1. Desakan berkemih ( urgensi) 3. Distensi kandung kemih
1. Urin menetes (dribblinh) 4. Berkemih tidak tuntas (kesistancy)
5. Sering buang air kecil 3.volume residu urin meningkat
6. Nokturia
7. mengopol
8. uneresis

d. gejala dan tanda minor


1. sukjektif (tidak tersedia)
2. objektif (tidak tersedia)
e. kondisi klinis terkait
1. infeksi ginjal dan saluran kemih
2. hiperglikemi
3. trauma
4. kanker
5. cedera/ tumor/ infeksi medulla spinalis
6. neuropati diabetikum
7. neuropati alkoholik
8. stroke
9. Parkinson
10.keloris multiple
11. obat alpha adrenergic

11
f. keterangan
Diagnosa ini masih bersifat umum untuk ditegakan diklinik, sebaiknya penegakan
diagnosis ini lebih spesifik pada inkontinensia atau retensi. Namun diagnosis ini dapat
dipergunakan jika perawat belum berhasil mengidentifikasi faktor penyebab inkotinensia
atau retensi urin.

B. INKOTINENSIA FEKAL ( KODE D.0041)


a. Definisi
perubahan kebiasaan buang air besar dari pola normal yang ditandai dengan
pengeluaran feses secara infolunter ( tidak disadari ).
b. penyebab
1. kerusakan susunan saraf motoric bawah
2. penurunan tonus otot
3. gangguan kongnitif
4. penyalah gunaan laksatif
5. kehilangan fungsi pengendalian sfingter rectum
6. pascaoperasi pullthrouth dan penutupan kolosomi
7. ketidak mampuan mencapai kamar kecil
8. diare kronis
9. stress berlebihan
c. gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif
1. tidak mampu mengontrol 1.feses keluar sedikit-sedikit
pengeluaran feses dan sering
2. tidak mampu menunda
defekasi

d. gejala dan tanda minor


1. subjektif (tidak tersedia)
2. objektif
 bau feses
 kuliat perianal kemerahan
e. kondisi klinis terkait
1. spina bifida
2. atresia ani
3. penyakit hirschsprung

12
C.       Perencanaan Keperawatan.
Tujuan :
1.         Memahami arti eliminasi urine.
2.         Membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh.
3.         Mencegah infeksi.
4.         Mempertahankan integritas kulit.
5.         Memberi rasa nyaman.
6.         Mengembalikan fungsi kandung kemih.
7.         Memberikan asupan cairan secara cepat.
8.         Mencegah kerusakan kulit.
9.         Memulihkan self esteem/ mencegah tekanan emosional.
Rencana Tindakan :
1.         Monitor / observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap masalah perubahan
eliminasi urine, retursi dan inkontinensia.
2.         Kurangi faktor yang memengaruhi masalah.
3.         Monitor terus perubahan retensi urine.
4.         Lakukan kateterisasi.
  
D.      Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan.
1.          Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan.
Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine berbeda-beda, maka
pengambilan/pengumpulan urine juga dibedakan sesuai dengan tujuannya.
2.          Menolong buang air kecil dengan menggunakan urinal.
Menolong buang kecil dengan menggunakan urinal merupakan tindakan
keperawatan dengan membantu pasien yang tidak mampu buang air kecil sendiri di
kamar kecil sendiri di kamar kecil menggunakan alat penampung (urinal) dengan
tujuan menampung urine dan mengetahui kelainan dari urine (warna dan jumlah).
3.         Melakukan kateterisasi.
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukan kateter ke dalam
kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan
eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan.
4.          Menggubakan kondom kateter.
Menggunakan kondom kateter merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memberikan kondom kateter pada pasien yang tidak mampu mengontrol
berkemih.cara ini bertujuan agar pasien dapat berkemih danmempertahankannya.

13
E.       Evaluasi Keperawatan.
1.         Miksi secara normal,ditunjukan dengan kemampuan pasien berkemih sesuai dengan
asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat kompresi pada
kandung kemih, /kateter.
2.         Menggosaokan kandung kemih, ditunjukan dengan berkurangnya distensi,  volume
urine residu dan lancarnya kepatenan drainase.
3.         Mencegah infeksi ,ditunjukan dengan tidak adanya tanda infeksi,tidak ditemukan
adanya disurya, urginsi, frekuensi, rasa terbakar.
4.         Mempertahankan intregitas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa
inflamasi dan kulit sekitar uriterostomi kering.
5.         Melakukan bladden training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi
inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih.

14
BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan 
Setelah penulis membahas bab demi bab secara keseluruhan mengenai asuhan keperawatan
pada pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine yaitu Batu Ginjal dari segi tinjauan teoritas
maupun kasus, maka Bab III penulis dapat menarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:
Pada tahap pengkajian eliminasi urine merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis dan
bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa. Dimana sistem tubuh yang berperan dalam
terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, kandung kemih, dan uretra. Mekanisme
berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan,
melalui medulla spinalis dihantarkan kepusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks s
erebral, kemudian otak memberikan impuls rangsangan melalui medulla spinalis keneuromo
toris di daerah sacral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasiotot sfingter internal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine yaitu : diet dan asupan, respon keinginan
awal untuk berkemih, gaya hidup, stres psikologis, tingkat aktivitas, tingkat perkembangan,
kondisi penyakit, sosiokultural, kebiasaan seseorang, tonus otot, pembedahan, dan
pengobatan.

3.2     Saran
Sesuai dengan kesimpulan diatas maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1.      Untuk klien dan keluarga
Meningkatkan pada klien dan keluarga agar memperbanyak minum air putih
2.      Untuk perawat
Perawat diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan dan dokumentasi
keperawatan yang lebih akurat dan lengkap sesuai dengan keadaan klien guna
mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang perkembangan kondisi klien serta
tindakan yang telah dilakukan terhadap klien dan menindaklanjuti masalah yang belum
teratasi
3.      Mahasiswa diharuskan untuk lebih memahami teori tentang Asuhan  keperawatn pada
klien dengan gangguan eliminasi urine sehingga mampu melaksanakan Asuhan
keperawatan pada klien gangguan eliminasi urine

15
DAFTAR PUSTAKA

AlimulHidayat, A. Aziz. 2006. PengantarKebutuhanDasarManusia. Aplikasi dan Proses


Keperawatan.Jakarta :SalembaMedika
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta: EGC 
TarwotoWartonah, 2011. KebutuhanDasarManusiadan Proses Keperawatan.Edisi
5.Jakarta :SalembaMedika
Acklei, B. J., Ladwing, G. B., & Makic, M. B. F. (2017) . Nursing Diagnosis Handbook,
An Evidence-Based Guide to Planning care. 11th Ed. St. Louis : Elsevier.

16

Anda mungkin juga menyukai