Anda di halaman 1dari 29

Accelerat ing t he world's research.

LAPORAN PRAKTIKUM
PEMBUATAN MEDIA, STERILISASI,
DAN KULTIVASI MIKROBA -
MIKROBIOLOGI KEHUTANAN
Sulthan Azhar Idrus

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

LAPORAN RESMI PRAKT IKUM MIKROBIOLOGI & VIROLOGI


Inarningt yas Ismi Kirana

LAPORAN AKHIR RESMI fix dyah lgkp


dyah dwira

BUKU PET UNJUK PRAKT IKUM MIKROBIOLOGI UMUM Disusun oleh


Prilia Pramest i
LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI KEHUTANAN
BW-3205

Modul III: Pembuatan Media, Sterilisasi,


dan Kultivasi Mikroba

Oleh:
Muhammad Yunus Sulthan Azhar Idrus | 11518053
Kelompok 6
Asisten:
Faza Meidina | 11517027

PROGRAM STUDI REKAYASA KEHUTANAN


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

17 Februari 2021

Muhammad Yunus Sulthan Azhar Idrus – 11518053


MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

I. LATAR BELAKANG
Pertumbuhan mikroorganisme sangat bergantung pada kandungan nutrisi
yang terdapat dalam lingkungan sekitarnya. Dalam melakukan kultivasi bakteri
pada suatu media, diperlukan persyaratan yaitu semua unsur hara yang
dibutuhkan mikroorganisme harus terpenuhi pada media agar mikroorganisme
yang tumbuh dapat berkembang dengan optimal pada media. Kultivasi bakteri
adalah metode untuk melipatgandakan jumlah mikroba dengan membiarkan
mereka berkembang biak dalam media biakan yang telah disiapkan dalam
kondisi yang terkendali. Menurut Suriawati (2005), media harus memiliki
tekanan osmosis, tegangan permukaan, dan pH yang sesuai dengan kebutuhan
dari mikroba, zat penghambat pertumbuhan organisme harus dihilangkan pada
media, dimana media harus steril sehingga kultur mikroba yang tumbuh tidak
terkontaminasi.
Sterilisasi digunakan untuk menghilangkan gangguan yang dapat
disebarkan oleh mikroorganisme atau kontaminasi dan meminamilisir
penurunan kualitas inokulasi (Dewi et al., 2017). Sterilisasi terhadap alat dan
bahan sebelum pelaksanaan kegiatan praktikum mikrobiologi membantu hasil
atau identifikasi yang akurat terhadap pemeriksaan mikrobiologi. Dengan
melakukan praktikum ini, diharapkan kultivasi bakteri dan pembuatan media
dapat membantu memasok bakteri untuk bidang Rekayasa Kehutanan.

II. TUJUAN
1. Menentukan perbedaan komposisi media pertumbuhan untuk bakteri dan
jamur
2. Menentukan fungsi dan prinsip dasar dari sterilisasi panas menggunakan
autoklaf
3. Menentukan fungsi dan prinsip dasar dari sterilisasi fisik menggunakan
teknik filtrasi
4. Menentukan fungsi dan prinsip dasar dari sterilisasi kimia menggunakan
alkohol 70%, antibiotik, dan antifungi
5. Menentukan perbedaan dan fungsi dari teknik-teknik isolasi dan purifikasi
mikroba
6. Menentukan perbedaan dan fungsi dari teknik-teknik kultivasi mikroba
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

III. HIPOTESIS
1. Perbedaan komposisi media pertumbuhan untuk bakteri dan jamur adalah
pada media pertumbuhan bakteri komposisinya dari ekstrak daging dan
ekstrak ragi, sedangkan komposisi media pertumbuhan jamur utamanya
berupa ekstrak kentang.
2. Prinsip sterilisasi panas dengan autoklaf adalah menggunakan panas dan
tekanan uap air yang dihasilkan untuk membunuh bakteri setelah
dipanaskan.
3. Prinsip sterilisasi fisik dengan teknik filtrasi adalah menfiltrasi atau
menyaring cairan dengan suatu saringan dengan ukuran pori-pori yang
sangat kecil sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut.
4. Sterilisasi kimia menggunakan alkohol 70%, antibiotik, dan antifungi
berfungsi untuk membersihkan atau mensterilisasi secara kimia. Alkohol
70% mampu mematikan mikroorganisme secara umum, antibiotik mampu
mematikan bakteri, dan antifungi mampu mematikan jamur.
5. Teknik isolasi dan purifikasi berfungsi untuk memisahkan atau
memindahkan mikroba. Pada teknik isolasi bakteri dipisahkan/dipindahkan
dari lingkungan aslinya, sedangkan pada purifikasi bakteri dipisahkan/
dipindahkan dari koloninya.
6. Fungsi teknik kultivasi mikroba metode tusuk, gesek, dan tanam adalah
untuk budidaya mikroba. Perbedaan ketiga metode tersebut adalah pada cara
meletakkan/memasukkan mikroba pada media tumbuh.

IV. CARA KERJA


1. Persiapan Alat dan Bahan dengan Teknik Aseptik
Praktikum pewarnaan sel bakteri diawali dengan menyiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan. Alat dan bahan yang akan digunakan adalah
alkohol 70%, alkohol 96%, antibiotik streptomisin, antifungi nystatin,
autoklaf, batang l, bunsen, cawan petri steril, falcon steril, filter, glukosa,
jarum oose, kapas lemak, kawat oose, kawat oose bulat, kawat oose lurus,
kultur campuran, kultur jamur Penicillium sp., kultur jamur Rhizopus
oligosporus, kultur bakteri Serratia marcescens dan Staphylococcus aureus,
medium NA dalam cawan petri, medium NA padat, medium NB dalam
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

tabung reaksi, medium PDA dalam cawan petri, mikropipet, NA cair, plat
NA miring dalam tabung reaksi, plat NA tegak dalam tabung reaksi, plat
PDA dalam cawan petri, suntik steril, dan tabung reaksi. Meja, tangan, serta
peralatan yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu
menggunakan alkohol 70% untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi.

2. Penggunaan Mikropipet
Mikropipet dipegang dengan cara digenggam. Jempol berada pada
tombol stopper dan keempat jadi lainnya berada pada layar volume di
bagian samping. Untuk mengambil cairan, digunakan stop 1 yaitu stopper
ditekan dan ditahan. Jika ingin menuang cairan, maka stopper ditekan sekali
lagi. Jika ingin mengubah volume pada mikropipet, stopper ditarik dan
diputar searah jarum jam untuk menambah dan berlawanan arah jarum jam
untuk mengurangi volume. Setiap ukuran mikropipet memiliki jenis tips
(bagian ujung yang berfungsi sebagai pipet) khusus. Untuk mengambil tips,
ujung mikropipet (bagian hitam) dimasukkan ke dalam tips yang sesuai,
kemudian jika sudah masuk, tips diangkat bersamaan dengan mikropipet.
Untuk melepaskan tips, tombol sebelah stopper ditekan.

3. Pembuatan Media Kaldu Nutrisi (Nutrient Broth)


Bahan pembuatan media kaldu nutrisi disiapkan terlebih dahulu,
kemudian akuades dituangkan ke dalam gelas ukur. Media yang sudah
ditimbang dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer dan pastikan tabung
dalam keadaan bersih, lalu akuades dimasukkan ke dalam media dengan
bantuan corong, lalu terbentuklah larutan. Selanjutnya larutan diaduk
hingga tercampur rata dengan batang pengaduk. Dalam pembuatan medium
cair, pemanasan tidak perlu dilakukan. Selanjutnya tabung erlenmeyer
ditutup dengan menggunakan alumunium foil dan plastik tahan panas lalu
dikencangkan dengan karet.

4. Pembuatan Media Agar Nutrisi (Nutrient Agar)


Bahan pembuatan media disiapkan terlebih dahulu, kemudian akuades
dituangkan ke dalam gelas ukur. Medium yang sudah ditimbang
dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer dan pastikan tabung dalam
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

keadaan bersih, lalu akuades dimasukkan ke dalam medium tersebut dengan


bantuan corong, lalu terbentuklah larutan. Selanjutnya larutan diaduk
hingga tercampur rata dengan batang pengaduk. Medium dipanaskan
dengan menggunakan penangas air hingga seluruh komponen media larut
dan warna media menjadi bening. Tabung erlenmeyer kemudian ditutup
dengan menggunakan kapas dan kain kasa.

5. Pembuatan Medium Agar Kentang Dekstrosa (Potato Dextrose Agar)


Bahan pembuatan medium disiapkan terlebih dahulu, kemudian
akuades dituangkan ke dalam gelas ukur. Medium yang sudah ditimbang
dimasukkan ke dalam taung erlenmeyer dan pastikan tabung dalam keadaan
bersih, lalu kuades dimasukkan ke dalam media tersebut dengan bantuan
corong. Larutan diaduk hingga tercampur merata dengan batang pengaduk.
Media dipanaskan dengan menggunakan penangas air hingga seluruh
komponen media larut dan warna media menjadi bening. Medium yang
sudah larut dituangkan pada tabung reaksi dengan menggunakan sarung
tangan tahan panas, kemduian media dituangkan ke dalam tabung sebanyak
3-5 ml atau sekitar 1/3 volume tabung. Tabung kemudian ditutup dengan
menggunakan kapas lemak yang sebelumnya telah digulung. Sebelum
dimulai proses sterilisasi, tabung reaksi dimasukkan terlebih dahulu pada
plastik tahan panas lalu dikencangkan dengan karet.

6. Sterilisasi Medium Menggunakan Autoklaf


Sebelum autoklaf dinyalakan, pastikan terlebih dahulu bahwa autoklaf
sudah diisi air sampai batas atas lubang, barulah autoklaf dinyalakan dengan
memencet tombol power “On”. Setelah autoklaf sudah menyala, maka harus
dipastikan bahwa seluruh indikator pada bagian atas kiri tidak menyala, dan
kondisi sterilisasi telah sesuai, yaitu 121oC dan 15 menit untuk waktunya.
Sterilisasi dimulai dengan menekan tombol “Start”, lampu indikator akan
menunjukkan tahapan sterilisasi yang sedang berjalan. Jika sterilisasi sudah
selesai, alarm dan lampu indikator “Complete” akan menyala. Media
kemudian dikeluarkan dari autoklaf, sebelumnya tombol “Stop” ditekan dan
tutup autoklaf dibuka. Pada autoklaf juga terdapat mode pasteurisasi, yaitu
sterilisasi pada suhu 70oC selama 15 menit.
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

7. Sterilisasi Medium dengan Teknik Filtrasi


Pertama-tama, media yang akan disterilisasi dan tabung steril
disiapkan. Alat dan bahan lainnya berupa bunsen, suntikan, jarum suntik,
dan filter juga disiapkan. Suntikan dan jarum suntik kemudian dibuka dalam
keadaan aseptis. Masih dalam keadaan aseptis, media diambil menggunakan
suntikan. Kemudian jarum dilepaskan dan diganti dengan filter suntikan
dengan spesifikasi ukuran pori filter 0,22 um. Setelah itu, media
diinjeksikan pada tabung steril secara aseptis. Jika sudah, filter dilepas
kembali dari suntikan dan jarum suntik dipasangkan lagi, masih dengan
aseptis. Media siap untuk digunakan.

8. Sterilisasi Medium Menggunakan Alkohol 70% dan Alkohol 96%


Pertama-tama agar pada Nutrient Agar (NA) padat pada cawan petri
dibagi menjadi tiga bagian dengan diberi tanda alkohol 70%, tidak ada
alkohol (-), dan alkohol 96%. Batang oose yang sudah terinokulasi oleh
mikroba digesekkan pada bagian tidak ada alkohol (-). Pada bagian alkohol
70%, batang oose yang sudah terinokulasi mikroba dicelupkan terlebih
dahulu ke dalam alkohol 70% sebelum digesekkan ke dalam agar. Pada
bagian 96%, batang oose yang sudah terinokulasi mikroba dicelupkan
terlebih dahulu ke dalam alkohol 96% sebelum digesekkan ke dalam agar.
Medium dibiarkan hingga 24-48 jam, kemudian amati pola pertumbuhan
mikroba yang terjadi.

9. Sterilisasi Medium Menggunakan Antibiotik


Pertama-tama plat PDA dan NA terlebih dahulu ditambahkan
antibiotik streptomisin. Plat PDA dan NA kemudian dibagi menjadi dua
bagian dengan diberi label bakteri atau label jamur ke masing-masing
bagian. Pada bagian bakteri, sampel bakteri Staphylococcus aureus
diinokulasikan ke plat PDA dan NA dengan menggunakan metode gesek.
Pada bagian jamur, sampel jamur Rhizopus oligosporus diinokulasikan ke
plat PDA dan NA dengan menggunakan metode gesek. Medium dibiarkan
selama 24-48 jam, kemudian amati pola pertumbuhan yang terjadi.
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

10. Sterilisasi Medium Menggunakan Antifungi


Pertama-tama plat NA dan PDA terlebih dahulu ditambahkan
antifungi nistatin. Plat NA dan PDA kemudian dibagi menjadi dua bagian
dan diberi label bakteri atau label jamur ke masing-masing bagian. Pada
bagian bakteri, sampel bakteri Staphylococcus aureus diinokulasikan
dengan menggunakan metode gesek. Pada bagian jamur, sampel jamur
Rhizopus oligosporus diinokulasikan dengan menggunakan metode gesek
pula. Medium dibiarkan selama 24-48 jam, kemudian amati pola
pertumbuhan yang terjadi.

11. Serial Dilution


Pertama-tama, pada piringan petri dituliskan dengan detail-detail
berkaitan dengan sampel dan praktikan. Kemudian media yang berada pada
botol dikocok pelan dengan cara dibalik beberapa kali. Setelah itu pipet
dipasangkan dengan tipnya dan digunakan untuk mengambil sampel dari
media sebanyak 0.1 mL. Ingat untuk melakukan semua tahapan secara
aseptik. Tutup piringan petri lalu diangkat dan sampel diinokulasikan di
tengah permukaan piringan.

12. Metode Tuang (Pour)


Pertama-tama alat Laminar flow hood dinyalakan terlebih dahulu
setidaknya 15 menit sebelum digunakan. Bagian bawah cawan petri
kemudian diberi label. Salah satu cawan petri yang telah diberikan label
digunakan sebagai kontrol untuk agar lainnya. Cawan ini hanya akan diisi
dengan agar dan berfungsi untuk memastikan sterilitas cawan lainnya
setelah diinkubasi. 1 ml sampel bakteri dimasukkan ke dalam cawan petri
dengan menggunakan pipet, kemudian pipet dipegang pada sudut 45o
dengan bagian ujung menyentuh bagian bawah. Sampel mikroba kemudian
dimasukkan ke setiap cawan petri. Pada flow hood, agar cair kemudian
dituangkan ke dalam setiap cawan petri. Cawan petri digerakkan dengan
mengikuti pola angka 8 untuk mencampurkan agar dengan baik. Cawan
petri kemudian ditutup dan dibiarkan sedikit terbuka sampai agar menjadi
padat. Semua plat kemduian direkatkan lalu diberikan label dandiletakkan
di dalam inkubator dengan posisi terbalik.
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

13. Metode Sebar (Spread)


Pertama-tama, pada piringan petri dituliskan dengan detail-detail
berkaitan dengan sampel dan praktikan. Kemudian media yang berada pada
botol dikocok pelan dengan cara dibalik beberapa kali. Setelah itu pipet
dipasangkan dengan tipnya dan digunakan untuk mengambil sampel dari
media sebanyak 0.1 mL. Ingat untuk melakukan semua tahapan secara
aseptik. Tutup piringan petri lalu diangkat dan sampel diinokulasikan di
tengah permukaan piringan. Setelah itu inokulum tadi diratakan pada
piringan menggunakan spreader dengan sisi lipatan yang lebih pendek yang
mengenai agar. Lalu piringan ditutup dan dibalik sebelum diletakkan di
dalam inkubator.

14. Metode Gores (Four Way Streak)


Pertama-tama dasar cawan digambar dan dibagi menjadi empat
kuadran, kemudian tiap kuadran diberi label. Stik steril lalu diambil dari
tabung dan satu koloni diambil. Setelah itu stik steril disebar pada kuadran
pertama. Jika sudah, stik steril dibuang. Stik steril yang baru diambil dan
bakteri pada kuadran 1 disebar ke kuadran 2 dengan gerakan memutar 90
derajat.

15. Metode Gesek


Dalam melalukan teknik kultivasi alat dan bahan perlu disiapkan
terlebih dahulu diantaranya mikropipet dan tips, bunsen, alkohol 70%,
spatula, batang oose bulat dan lurus, media tumbuh dan kultur tumbuhan.
Untuk metode gesek, batang oose dipanaskan dulu, kemudian digunakan
untuk mencuplik kultur bakteri. Perlu dipastikan batang oose dalam keadaan
dingin. Kultur diinokulasikan pada media agar dengan menggores secara
zig-zag. Lalu batang oose dipanaskan kembali dan diinkubasi selama 24-48
jam.

16. Metode Tusuk


Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu lalu langkah selanjutnya
adalah batang oose dipanaskan. Lalu kultur spora jamur dicuplik
menggunakan batang oose. Kemudian diinokulasikan pada media agar
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

tegak dengan cara tusuk. Ditusuk hingga setengah media. Lalu batang oose
dipanaskan kembali dan diinkubasi selama 24-48 jam.

17. Metode Tanam Kultur Jamur


Pertama-tama spatula dipanaskan terlebih dahulu, lalu kultur jamur
diambil hingga bagian agar dengan ukuran 0.5 x 0.5 cm. Kemudian
diletakkan pada bagian tengah media plat PDA. Lalu spatula dipanaskan
kembali dan diinkubasi selama 24-48 jam.

18. Metode Tusuk Kultur Jamur


Dalam metode gesek kultur jamur, pertama-tama batang oose
dipanaskan terlebih dahulu. Setelah itu kultur spora jamur dicuplik dengan
menggunakan batang oose dan diinokulasikan pada media agar dengan
menggores secara zig-zag. Lalu batang oose dipanaskan kembali dan
diinkubasi selama 24-48 jam.

V. HASIL PENGAMATAN

1. Proses Sterilisasi

Hasil Pengamatan: Sterilisasi


Nutrient Broth dengan Autoklaf
dan tanpa Autoklaf setelah 24 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Nutrient Broth (NB)
Gambar 5.1 Sterilisasi NB dengan Keterangan: Tabung Nutrient Broth
Autoklaf (Kiri) dan Tanpa Autoklaf
yang disterilisasi tanpa Autoklaf
(Kanan) Setelah 24 Jam
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 3, 2020) terlihat lebih keruh dan memiliki
bintik putih sedangkan dengan
Autoklaf lebih jernih
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

Hasil Pengamatan: Sterilisasi


Glukosa dengan Teknik Filtrasi
setelah 24 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Glukosa
Keterangan: Terlihat jernih dan
Gambar 5.2 Sterilisasi Glukosa dengan tidak mengalami perubahan
Teknik Filtrasi setelah 24 Jam
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 3, 2020)

Hasil Pengamatan: Sterilisasi


Glukosa Tanpa Teknik Filtrasi
setelah 24 Jam dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Gambar 5.3 Sterilisasi Glukosa Tanpa Medium: Glukosa
Teknik Filtrasi Setelah 24 Jam (Kiri)
dan 48 Jam (Kanan)
Keterangan: Terlihat menjadi keruh
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 4, 2020) dan terdapat bintik putih
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

Hasil Pengamatan: Sterilisasi


Alkohol 70%, 96%, dan tidak
diberi Alkohol setelah 24 Jam
dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Nutrient Agar (NA)
Kultur: Campuran
Keterangan: Terlihat kultur bakteri
yang tumbuh pada sektor yang
Gambar 5.4 Sterilisasi Alkohol 70%, 96%,
dan Tidak Diberi Alkohol Setelah diberi alkohol 96% dan subur pada
24 Jam (Atas) dan 48 Jam (Bawah) sektor yang tidak diberi alkohol
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 3, 2020)

Hasil Pengamatan: Sterilisasi PDA


dengan Antibiotik setelah 24 Jam
dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Potato Dextrose Agar
(PDA) + Antibiotik Streptomycin
Kultur: Rhizopus oligosporus dan
Staphylococcus aureus
Keterangan: Terlihat kultur jamur
Gambar 5.5 Sterilisasi dengan Antibiotik
pada PDA Setelah 24 Jam (Atas) Rhizopus oligosporus yang tumbuh
dan 48 Jam (Bawah) setelah 48 jam
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 3, 2020)
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

Hasil Pengamatan: Sterilisasi NA


dengan Antibiotik setelah 24 Jam
dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Nutrient Agar (NA) +
Antibiotik Streptomycin
Kultur: Rhizopus oligosporus dan
Staphylococcus aureus
Keterangan: Terlihat kultur jamur
Gambar 5.6 Sterilisasi dengan Antibiotik
pada NA Setelah 24 Jam (Atas) Rhizopus oligosporus yang tumbuh
dan 48 Jam (Bawah) setelah 48 jam
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 3, 2020)

Hasil Pengamatan: Sterilisasi PDA


dengan Antifungi setelah 24 Jam
dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Potato Dextrose Agar
(PDA) + Antifungi Nistatin
Kultur: Rhizopus oligosporus dan
Staphylococcus aureus
Keterangan: Terlihat kultur bakteri
Gambar 5.7 Sterilisasi dengan Antifungi Staphylococcus aureus tumbuh
pada PDA Setelah 24 Jam (Atas)
sedangkan jamur Rhizopus
dan 48 Jam (Bawah)
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 3, 2020) oligosporus tidak
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

Hasil Pengamatan: Sterilisasi NA


dengan Antibiotik setelah 24 Jam
dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Nutrient Agar (NA) +
Antibiotik Streptomycin
Kultur: Rhizopus oligosporus dan
Staphylococcus aureus
Keterangan: Terlihat kultur bakteri
Gambar 5.8 Sterilisasi dengan Antifungi Staphylococcus aureus dan jamur
pada NA Setelah 24 Jam (Atas)
dan 48 Jam (Bawah)
Rhizopus oligosporus yang tumbuh
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 8, 2020) setelah 24 jam dan 48 jam

2. Isolasi

Hasil Pengamatan: Isolasi Metode


Tuang/Pour setelah 24 Jam dan 48
Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Nutrient Broth (NB)
Kultur: Campuran
Keterangan: Terlihat koloni bakteri
tumbuh setelah 24 jam dan semakin
Gambar 5.9 Isolasi Metode Tuang/Pour
Setelah 24 Jam (Atas) dan 48 Jam (Bawah) banyak setelah 48 jam
(Sumber: Dokumentasi Kelompok
3 dan 4, 2020)
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

Hasil Pengamatan: Isolasi Metode


Sebar/Spread setelah 24 Jam dan
48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Nutrient Agar (NA)
Kultur: Campuran
Keterangan: Terlihat koloni bakteri
tumbuh setelah 24 jam dan semakin
Gambar 5.10 Isolasi Metode
Sebar/Spread Setelah 24 Jam banyak setelah 48 jam
(Atas) dan 48 Jam (Bawah)
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 4, 2020)

Hasil Pengamatan: Isolasi Metode


4 Way Streak setelah 24 Jam dan 48
Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Nutrient Agar (NA)
Kultur: Campuran
Keterangan: Terlihat bakteri masih
tercampur setelah 24 jam dan mulai
Gambar 5.11 Isolasi Metode 4 Way
Streak Setelah 24 Jam (Atas) terpisah setelah 48 jam
dan 48 Jam (Bawah)
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 4, 2020)
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

3. Inokulasi

Hasil Pengamatan: Inokulasi


Metode Gesek Staphylococcus
aureus setelah 24 Jam dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Nutrient Agar (NA)
Kultur: Staphylococcus aureus
Keterangan: Terlihat koloni bakteri
Gambar 5.12 Inokulasi Metode Gesek berbentuk gesekan, jumlah koloni
Bakteri Staphylococcus aureus Setelah
24 Jam (Kiri) dan 48 Jam (Kanan)
lebih banyak setelah 48 jam
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 3, 2020) dibanding 24 jam

Hasil Pengamatan: Inokulasi


Metode Gesek Serratia marcescens
setelah 24 Jam dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Nutrient Agar (NA)
Kultur: Serratia marcescens
Keterangan: Terlihat koloni bakteri
Gambar 5.13 Inokulasi Metode Gesek berbentuk gesekan, jumlah koloni
Bakteri Serratia marcescens Setelah
24 Jam (Kiri) dan 48 Jam (Kanan)
lebih banyak setelah 48 jam
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 4, 2020) dibanding 24 jam
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

Hasil Pengamatan: Inokulasi


Metode Tusuk Staphylococcus
aureus setelah 24 Jam dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Nutrient Agar (NA)
Kultur: Staphylococcus aureus
Keterangan: Terlihat koloni bakteri
Gambar 5.14 Inokulasi Metode Tusuk tumbuh di permukaan media,
Bakteri Staphylococcus aureus Setelah
24 Jam (Kiri) dan 48 Jam (Kanan)
jumlah koloni lebih banyak setelah
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 3, 2020) 48 jam dibanding 24 jam

Hasil Pengamatan: Inokulasi


Metode Tusuk Serratia marcescens
setelah 24 Jam dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Nutrient Agar (NA)
Kultur: Serratia marcescens
Keterangan: Terlihat koloni bakteri
Gambar 5.15 Inokulasi Metode Tusuk tumbuh di permukaan media,
Bakteri Serratia marcescens Setelah
24 Jam (Kiri) dan 48 Jam (Kanan)
jumlah koloni lebih banyak setelah
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 4, 2020) 48 jam dibanding 24 jam
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

Hasil Pengamatan: Inokulasi


Metode Tanam Penicillium sp.
setelah 24 Jam dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Potato Dextrose Agar
(PDA)
Kultur: Penicillium sp.
Keterangan: Terlihat miselium
Penicillium sp. lebih tersebar dan
Gambar 5.16 Inokulasi Metode Tanam lebih banyak memenuhi permukaan
Jamur Penicillium sp. Setelah 24
medium setelah 48 jam dibanding
Jam (Atas) dan 48 Jam (Bawah)
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 3, 2020) 24 jam

Hasil Pengamatan: Inokulasi


Metode Tanam Rhizopus
oligosporus setelah 24 Jam dan 48
Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Potato Dextrose Agar
(PDA)
Kultur: Rhizopus oligosporus
Keterangan: Terlihat miselium
Rhizopus oligosporus lebih tersebar
Gambar 5.17 Inokulasi Metode Tanam
Jamur Rhizopus oligosporus Setelah dan lebih banyak memenuhi
24 Jam (Atas) dan 48 Jam (Bawah) permukaan medium setelah 48 jam
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 4, 2020)
dibanding 24 jam
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

Hasil Pengamatan: Inokulasi


Metode Gesek Penicillium sp.
setelah 24 Jam dan 48 Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Potato Dextrose Agar
(PDA)
Kultur: Penicillium sp.
Keterangan: Terlihat miselium
Penicillium sp. lebih banyak
Gambar 5.18 Inokulasi Metode Gesek tumbuh membentuk gesekan di
Jamur Penicillium sp. Setelah
24 Jam (Atas) dan 48 Jam (Bawah)
medium setelah 24 jam dan tidak
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 3, 2020) teramati pada 48 jam

Hasil Pengamatan: Inokulasi


Metode Gesek Rhizopus
oligosporus setelah 24 Jam dan 48
Jam
Tanggal Praktikum: 17 Februari
2021
Tanggal Pengamatan: 17 Februari
2021
Medium: Potato Dextrose Agar
(PDA)
Kultur: Rhizopus oligosporus
Keterangan: Terlihat miselium
Rhizopus oligosporus lebih banyak
Gambar 5.19 Inokulasi Metode Gesek
Jamur Rhizopus oligosporus Setelah tumbuh membentuk gesekan di
24 Jam (Atas) dan 48 Jam (Bawah)
medium setelah 24 jam dan tidak
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 4, 2020)
teramati pada 48 jam
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

VI. PEMBAHASAN
Pembiakan mikroba dalam laboratorium memerlukan media yang berisi
zat-zat hara atau nutrien serta lingkungan pertumbuhan sesuai dengan
mikroorganisme (Rahayu, 2014). Nutrisi yang diperlukan mikroorganisme
seperti bakteri dan jamur biasanya berupa senyawa sederhana yang tersedia
secara langsung atau berasal dari senyawa kompleks yang kemudian dipecah
oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang sederhana melalui proses
enzimatik. Medium adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran nutrisi yang
dibuat dengan tujuan sebagai tempat tumbuh mikroba. Selain berfungsi untuk
menumbuhkan mikroba, medium juga memiliki peranan yang penting dalam
proses isolasi dan inokulasi mikroba serta untuk uji fisiologi dan biokimia
mikroba. (Hidayati, 2016).
Medium yang digunakan pada praktikum ini diantaranya Nutrient Agar
(NA), Potato Dextrose Agar (PDA), dan Nutrient Broth (NB). NA termasuk ke
dalam jenis media padat yang berfungsi sebagai media yang digunakan untuk
memperlajari koloni bakteri dengan menumbuhkan dan mengembangbiakkan
bakteri. NA dibuat dari ekstrak beef, pepton, ekstrak yeast, NaCl, dan agar
dengan pH netral yaitu 7 (Putri, 2012). Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan
media padat yang sering digunakan untuk menumbuhkan dan
mengembangbiakkan jamur, yeast dan kapang (Radji, 2011). Berdasarkan
pernyataan Octavia & Wantini (2017), PDA merupakan medium yang terbentuk
dari berbagai komponen yaitu kentang, asam tartarat, glukosa, dan agar.
Kemudian, Wahyuningsih et al. (2018) menyatakan bahwa Nutrient Broth (NB)
termasuk ke dalam media cair dan media yang umum digunakan untuk
menumbuhkan biakan secara general. Komposisi NB terdiri dari beef extract
sebagai sumber karbon, pepton sebagai sumber nitrogen, ekstrak ragi, dan NaCl.
Berdasarkan fungsinya, medium NA, PDA, dan NB termasuk ke dalam jenis
media umum karena berfungsi untuk menumbuhkan bakteri, jamur, dan ragi
secara umum, bergantung kepada komposisi penyusun medium dan kebutuhan
nutrisi mikroba yang akan ditumbuhkan (Aryal et al., 2019). Ketiga medium ini
juga dikelompokkan sebagai medium kompleks karena dari setiap komponen
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

yang ditakar tidak diketahui secara spesifik kandungannya apa saja dan bisa
berbeda antara komponen penyusun yang satu dengan lainnya.
Autoklaf adalah suatu alat pemanas tertutup yang digunakan untuk
mensterilkan suatu alat dan benda dengan menggunakan uap bersuhu dan
bertekanan tinggi. Pada proses sterilisasi menggunakan autoklaf, temperatur
yang digunakan yaitu 121°C dengan tekanan uap sebesar 15 lbs. Dapat diartikan
bahwa tekanan yang bekerja ke seluruh permukaan benda adalah 15 pon tiap
inchi persegi (15 Psi = 15 pounds per square inch) yang dilakukan selama
kurang lebih 15 menit. Peningkatan tekanan tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan temperatur yang membuat air mendidih dan memberikan
kekuatan lebih besar untuk membunuh sel dibanding dengan udara panas. Suhu
yang tinggi inilah yang akan membunuh mikroorganisme, dimana autoklaf
terutama ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel resisten yang
diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan
antibiotik. Sejalan dengan pernyataan Nurhabibah (2014), yaitu pada suhu
121°C endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, di mana sel vegetatif
bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65°C.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar 5.1, dapat
dilihat bahwa tabung yang disterilisasi menggunakan autoklaf terlihat lebih
jernih dibandingkan dengan tabung yang tidak distrerilisasi dengan autoklaf,
dimana terdapat bintik putih dan keruh. Hal ini menunjukkan bahwa sterilisasi
menggunakan autoklaf terbukti ampuh untuk meminimalisir kontaminan karena
bakteri akan mati pada suhu tinggi.
Dalam metode sterilisasi dengan teknik filtrasi di praktikum ini, digunakan
membran nitroselulosa dengan pori yang berukuran 0,2 μm. Diameter pori-pori
dapat berukuran 0,2 μm; 0,45 μm; 0,65 μm; dll (Hafsan, 2014). Pori pada
membran nitroselulosa yang berukuran 0,2 μm ini berfungsi untuk menyaring
materi partikulat dan bakteri yang dapat mengontaminasi medium kultur selama
proses pembuatan. Ukuran pori-pori dapat mempengaruhi tingkat sterilitas dari
suatu hal, maka dari itu membran nitroselulosa dipilih sebagai membran untuk
filtasi dikarenakan pori-pori membrane cukup untuk menyaring kontaminan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar 5.2, terlihat
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

bahwa NB yang disterilisasi menggunakan metode filtrasi tampak lebih bersih


jika dibandingkan dengan sterilisasi tanpa filtrasi yang dapat dilihat pada
Gambar 5.3 yang terlihat keruh kekuningan dan tidak jernih.
Alkohol berfungsi sebagai disinfektan dengan cara melarutkan lipid pada
membran sel mikroorganisme dan juga mendenaturasi protein yang dimiliki
oleh mikroorganisme tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan yang dapat dilihat
pada Gambar 5.4, yaitu sterilisasi menggunakan alkohol 70%, 96%, dan tidak
diberi alkohol setelah 24 jam dan 48 jam, teramati penggunaan alkohol 70%
merupakan metode paling efektif dalam sterilisasi alkohol. Kedua medium yang
tidak diberi alkohol bakteri utuh atau tumbuh banyak berwarna kemerahan, pada
kedua medium yang diberi alkohol 70% teramati tidak ada bakteri, dan medium
yang diberi alkohol 90% teramati adanya sedikit bakteri. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Susatyo (2016) yaitu alkohol 70% akan membunuh kuman yang ada
di suatu permukaan dengan cara menghancurkan dinding sel kuman tersebut
sehingga bakteri bisa mati dan hancur. Kusuma (2019) juga menyatakan bahwa
alkohol 70% berguna sebagai pembunuh bakteri untuk sterilisasi alat dengan
cara denaturasi protein dan pelarutan membran lemak bakteri, sehingga kinerja
enzim yang ada di bakteri akan terhambat dan menyebabkan proses
metabolisme bakteri. Maka dari itu, alkohol 70% merupakan alkohol yang
paling efektif untuk sterilisasi.
Sterlisasi secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan antifungi
nystatin dan antibiotik streptomycin. Streptomycin merupakan antibiotik
golongan aminoglikosida, yang bekerja dengan cara menghambat sintesis
protein dan berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
Streptomycin ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida
yang diperlukan untuk sintesis dinding sel bakteri dan sangat efektif terhadap
bakteri Gram negatif (Najibah, 2014). Sedangkan nistatin merupakan pilihan
alternatif utama sebagai profilaksis infeksi jamur sistemik karena sifat yang
dimiliki yaitu bereaksi lokal dan tidak diabsorbsi. Mekanisme kerja nistatin
hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif. Aktivitas antijamur
tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada membran sel jamur atau ragi
terutama sekali ergosterol. Berdasarkan hasil pengamatan yang dapat dilihat
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

pada Gambar 5.5, sterilisasi dengan antibiotik pada PDA setelah 24 jam dan 48
jam teramati fungi berwarna putih pada kultur Rhizopus oligosporus. Pada
Gambar 5.6, sterilisasi dengan antibiotik pada NA setelah 24 jam dan 48 jam
juga teramati fungi berwarna putih pada kultur Rhizopus oligosporus. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pemberian antibiotik dalam medium NA ataupun
PDA terbukti ampuh dalam membunuh bakteri. Hal ini dikarenakan antibiotik
efektif untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada Gram negatif,
karena Rhizopus oligosporus adalah Gram positif maka terlihat jamur tumbuh,
sesuai dengan pernyataan Najibah (2014) yaitu antibiotik efektif untuk bakteri
Gram negatif. Sedangkan pada sterilisasi dengan antifungi pada PDA yang
dapat dilihat pada Gambar 5.7, terdapat fungi berwarna putih di
Staphylococcus aureus setelah 24 jam dan 48 jam. Pada Gambar 5.8, sterilisasi
dengan antifungi pada NA teramati fungi berwarna putih besar di
Staphylococcus aureus dan juga terdapat Rhizopus oligosporus setelah 24 jam
dan 48 jam. Hal tersebut terjadi karena nystatin hanya akan diikat oleh
jamur/ragi yang sensitif, maka dari itu tumbuh jamur pada kedua kultur tersebut
karena bukan jamur yang sensitif, sesuai dengan pernyataan Retnaningsih
(2017) bahwa nystatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif.
Isolasi bakteri merupakan proses mengambil bakteri dari medium atau
lingkungan asalnya yang harus dilakukan secara aseptik dan menumbuhkannya
di medium buatan sehingga diperoleh biakan yang murni. Menurut Singleton
dan Sainsbury (2006), aseptik berarti bebas dari sepsis yaitu kondisi
terkontaminasi karena mikroorganisme lain. Populasi bakteri dapat diisolasi
menjadi biakkan atau kultur murni, terdiri dari satu jenis bakteri yang dapat
dipelajari morfologi, sifat, dan kemampuan biokimianya. Beberapa teknik
isolasi antara lain yaitu 4 way streak, sebar/spread, dan tuang/pour. Isolasi 4
way streak merupakan teknik penggoresan dengan 4 kuadran. Daerah kuadran
1 merupakan goresan awal sehingga masih mengandung banyak sel
mikroorganisme. Goresan selanjutnya dipotongkan atau disilangkan dari
goresan pertama sehingga jumlah semakin sedikit dan akhirnya terpisahpisah
menjadi koloni tunggal. Metode gores umumnya digunakan mengisolasi koloni
mikroba pada cawan agar sehingga didapatkan koloni terpisah dan merupakan
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

biakan murni (Irianto, 2012). Berdasarkan hasil pengamatan yang dapat dilihat
pada Gambar 5.11, sampel yang diinkubasi selama 24 jam tidak memiliki
koloni tunggal atau masi bercampur dengan par mulatikel yang lain, tetapi dapat
dilihat juga bahwa setelah melewati proses inkubasi selama 48 jam sampel
mulai memisahkan diri untuk membentuk koloni murni dengan ciri-ciri seperti
sebaran berwarna merah.
Isolasi sebar/spread merupakan teknik isolasi mikroba dengan cara
menginokulasi kultur mikroba secara pulasan/sebaran di permukaan media agar
yang telah memadat. Metode ini dilakukan dengan mengencerkan biakan kultur
mikroba. Karena konsentrasi sel-sel mikroba pada umumnya tidak diketahui,
maka pengenceran perlu dilakukan beberapa tahap, sehingga sekurang-
kurangnya ada satu dari pengenceran itu yang mengandung koloni terpisah.
Koloni mikrobia yang terpisah memungkinkan koloni tersebut dapat dihitung.
(Ngalih, 2013). Berdasarkan hasil pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar
5.10, terdapat seperti kubangan berwarna merah yang menandakan bakteri
sedang ada di fase logaritmik setelah diinkubasi selama 24 jam, kemudian
setelah diinkubasi selama 48 jam jumlah koloni mulai sedikit karena bakteri
sedang ada dalam fase stagnan yang dapat dilihat pada wadah yang dimana
koloni bakteri sebelumnya jauh lebih menyebar menjadi seperti sebaran titik-
titik saja. Isolasi tuang/pour merupakan isolasi bakteri dengan cara penuangan
yang bertujuan untuk menentukan perkiraan jumlah bakteri hidup dalam suatu
cairan. Hasil perhitungan jumlah bakteri pada cara penuangan dinyatakan dalam
koloni (Irianto, 2012). Berdasarkan hasil pengamatan yang dapat dilihat pada
Gambar 5.9, teramati koloni tunggal yang tersebar sebar pada permukaan
cawan berwarna merah tipis, dan setelah 48 jam teramati koloni yang tersebar
pada permukaan cawan dan menutupi cawan petri berwarna merah pekat. Hasil
pengamatan ini sesuai dengan pernyataan Irianto (2012) bahwa metode isolasi
tuang ini memungkinkan pengamat untuk menghitung jumlah bakteri yang
dinyatakan dalam koloni.
Inokulasi adalah pekerjaan memindahkan bakteri dari medium yang lama
ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Untuk
melakukan penanaman bakteri (inokulasi) terlebih dahulu diusakan agar semua
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

alat yang ada dalam hubungannya dengan medium agar tetap steril, hal ini agar
menghindari terjadinya kontaminasi (Surbakti, 2010). Inokulasi sendiri
memiliki perbedaan dengan isolasi, dimana inokulasi bertujuan untuk menanam
bakteri ke medium baru sedangkan isolasi bertujuan untuk mendapatkan kultur
murni yang nanti dapat digunakan untuk penelitian. Teknik inokulasi sendiri
terbagi menjadi beberapa metode, pada praktikum kali ini akan digunakan
metode gesek, tusuk, dan tanam. Metode gesek merupakan metode yang
digunakan untuk menumbuhkan bakteri aerob. Pada metode ini kawat oose yang
sudah disentuhkan pada kultur lama digesek pada medium NA baru dengan cara
gesek zig-zag (Prescott, 2014). Dapat dilihat pada Gambar 5.12 dan Gambar
5.13 bahwa koloni bakteri hasil inokulasi dengan metode gesek bakteri
Staphylococcus aureus dan Serratia marcescens sudah muncul pada waktu
inkubasi selama 24 jam dan menjadi semakin banyak pada 48 jam. Sedangkan
pada Gambar 5.18 dan Gambar 5.19, inokulasi metode gesek jamur
Penicillium sp. dan Rhizopus oligosporus teramati miselium sudah tumbuh
sejak waktu inkubasi 24 jam dan bertambah banyak pada waktu inkubasi 48 jam
serta menutupi keseluruhan permukaan wadah. Selanjutnya, metode tusuk
merupakan metode untuk pengujian motilitas dengan cara menusukkan kawat
oose yang telah terdapat kultur bakteri kedalam medium NA baru secara tegak
lurus permukaan medium. Dapat dilihat pada Gambar 5.14 dan Gambar 5.15,
bahwa koloni bakteri hasil inokulasi dengan metode tusuk bakteri
Staphylococus aureus dan Serratia marcescens sudah muncul sejak masa
inkubasi 24 jam. Metode tanam merupakan metode untuk memindahkan biakan
mikroba dengan cara menempelkan kultur murni yang telah dipotong ke dalam
medium baru (Prescott, 2014). Pada pengamatan inokulasi metode tanam jamur
Penicillium sp. yang dapat dilihat pada Gambar 5.16, teramati bahwa miselium
sudah tumbuh pada waktu inkubasi selama 24 jam dan pada waktu inkubasi 48
jam miselium sudah menutupi seluruh. Sedangkan pada pengamatan inokulasi
metode tanam jamur Rhizopus oligosporus yang dapat dilihat pada Gambar
5.17, teramati miselium jamur telah tumbuh pada waktu inkubasi 24 jam dan
paling banyak pada saat wadah diinkubasi selama 48 jam dimana miselium
menutupi seluruh permukaan wadah.
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

VII. KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan
1. Komposisi media Nutrient Agar dan Nutrient Broth terdiri dari ekstrak
daging, ekstrak yeast, pepton, agar, dan NaCl sedangkan media Potato
Dextrose Agar terdiri dari kentang, asam tartarat, glukosa, dan agar.
2. Sterilisasi menggunakan autoklaf berfungsi untuk membunuh bakteri
pada alat dan bahan yang akan digunakan dengan prinsip
menggunakan suhu dan tekanan uap air yang tinggi untuk membunuh
bakteri.
3. Sterilisasi fisik dengan teknik filtrasi berfungsi untuk membunuh
bakteri pada alat dan bahan yang mudah rusak dan tidak tahan dengan
panas dengan prinsip menyaring dengan saringan berpori sangat kecil.
4. Sterilisasi kimia dengan alkohol 70% berfungsi untuk mensterilkan
alat atau lingkungan dari kontaminasi dengan prinsip denaturasi
protein membran sel, sterilisasi dengan antibiotik streptomycin
memiliki prinsip menghambat sintesis protein bakteri, sedangkan
sterilisasi dengan antifungi nistatin memiliki prinsip mengikat jamur
atau ragi yang sensitif.
5. Teknik isolasi berfungsi untuk mendapatkan mikroba kultur murni
atau isolat murni, sedangkan teknik purifikasi berfungsi untuk
mendapatkan biakan murni yang diinginkan tanpa ada kontaminan
dari mikroba lain.
6. Teknik kultivasi mikroba metode tusuk dilakukan dengan cara
menusukkan mikroba pada medium, kultivasi metode gesek dilakukan
dengan cara menggesekkan mikroba searah zig-zag pada medium,
kultivasi metode tanam dilakukan dengan meletakkan mikroba pada
bagian tengah medium tanam, dan ketiganya memiliki fungsi untuk
budidaya mikroba.
7.2 Saran
Sebaiknya pada saat demonstrasi dilakukan terpusat didalam lab
sehingga dapat terlihat dengan jelas dan setelah itu baru diadakan sesi
pertanyaan terpisah dengan kelompok masing-masing agar lebih teratur.
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Aryal, S., Farooq, M., precious, G., butt, r., Azhar, A., & NGEE, N. (2018).
Nutrient agar: composition, preparation and uses. Microbiology Info.
https://microbiologyinfo.com/nutrient-agar-composition-preparation-
and-uses/ Diakses 23 Februari 2021
Dewi, RRSPS & Tahapari, Evi. (2017). Performa ikan lele afrika (Clarias
gariepinus) hasil seleksi terhadap pertumbuhan, sintasan, konversi pakan,
rasio rna/dna, dan nilai bioekonomi. Media Akuakultur, 12(1), 11-17
Hafsan. (2014). Mikrobionlogi analitik. Alauddin University Press.
Hidayati, P. I. (2016). Diktat kuliah mikrobiologi dasar. Universitas Kanjuruan
Malang
Irianto, K. (2012). Mikrobiologi menguak dunia mikroorganisme (Jilid I).
Yurma Widya
Kusuma, Y., Pinatih, K., Hendrayana, M. (2019). Efek sinergis kombinasi
chlorhexidine dan alkohol terhadap daya hambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus. E-Jurnal Medika, 8(3), 1-5. ISSN: 2303-1395
Najibah, Zia. (2014). Potensi antibakteri kombinasi streptomisin dan
amoksisilin dengan minyak atsiri kemangi (Ocimum basilicum l.) terhadap
Salmonella thypi. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ngalih, Mega Mareta. (2013). Isolasi dan identifikasi bakteri dari tanah di
sekitar penampungan besi rongsok. [Tesis, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto]. Repository Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
http://repository.ump.ac.id/5589/ Diakses 22 Februari 2021
Nurhabibah. (2014). Autoklaf dan cara penggunaannya. Nurhabibah.
http://nurhabibah01.blogspot.co.id/2014/02/v-
behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses 22 Februari 2021
Octavia, A. & Wantini, S. (2017). Perbandingan pertumbuhan jamur Aspergillus
flavus pada media PDA (Potato Dextrose Agar) dan media alternatif dari
singkong (Manihot esculenta crantz). Jurnal Analis Kesehatan, 6(2), 625-
631
Putri, M. H., Sukini, & Yodong. (2012). Mikrobiologi. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
MODUL III – MUHAMMAD YUNUS SULTHAN AZHAR IDRUS – 11518053

Prescott, L., John, P.H., & Donald, A.K. (2014). Microbiology. McGraw-Hill
Radji, M. (2011). Buku ajar mikrobiologi panduan mahaisiwa farmasi &
kedokteran. Penerbit Buku kedokteran EGC
Rahayu, W. (2014). Analisis pengaruh injeksi mikroorganisme potensial pada
parameter kompresibilitas tanah gambut kayu agung Sumatera Selatan.
Proceeding of 18th Annual National Conference on Geotechnical
Engineering, 97-103
Retnaningsih, A., Saputri, G., dan Sari, E. (2017). Uji daya hambat daun sukun
(Artocarpus altilis folium) terhadap Candida albicans dan Bacillus subtilis
dengan metode difusi. Jurnal Analis Farmasi, 2(3), 195-200
Singleton, P., dan Sainsbury, D. (2006). Dictionary of Microbiology and
Molecular Biology (Edisi ke-3). John wiley & Sons Ltd. 228-229.
Surbakti, T. (2011). Inokulasi mikroba mikrobiologi. Trianda Surbakti.
https://triandasurbakti.wordpress.com/2011/01/05/inokulasi-mikroba-
mikrobiologi/. Diakses 22 Februari 2021
Suriawati, Unus. (2005). Mikrobiologi dasar (Edisi 1). Papas Sinar Sinanti.
Susatyo & Jojok, H. (2016). Perbedaan pengaruh pengolesan dan perendaman
alkohol 70% terhadap penurunan angka hitung kuman pada alat
kedokteran gigi. Jurnal Vokasi Kesehatan, 2(1), 1-9
Wahyuningsih, N. & Zulaika, E. (2018). Perbandingan pertumbuhan bakteri
selulolitik pada media nutrient broth dan carboxy methyl cellulose. Jurnal
Sains Dan Seni ITS, 7(2), 36-38

Anda mungkin juga menyukai