Anda di halaman 1dari 14

PEMIKIRAN HADIS YUSUF AL-QURDHAWI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kuliah


Kajian Ulama’ Hadis modern-kontemporer

Disusun oleh
Holil
Hasani
Moh as’ad

Dosen pengampu
Fitrotun Nafsiyah, M.Th.I

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

SEKOLAH TINGGI ILMU USHULUDDIN DARUSSALAM

BANGKALAN

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji sukur saya haturkan teruntuk Tuhan yang telah


memberikan nikmat kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini.
Tentunya dengan adanya pertolongan dari Allah kami bisa menyelesaikan tugas
sederhana ini, Meski tugas sederhana ini jauh dari kata sempurna. Dan Shalawat
beserta Salam kami haturkan teruntuk baginda Nabi Muhammad akhir zaman. Nabi
Muhammad sebagai suri tauladan bagi setiap ummatnya.

Dalam tugas ini dijelaskan tentang biografi, pendidikan penulis dan lain sebagainya.
Adanya penjelasan dalam makalah ini diharapkan kepada para pembaca untuk lebih
memahami tentang adanya pembahasan tersebut.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pengampu Ibu


Fitrotun Nafsiyah, M.Th.I yang telah berkenan memberikan pengetahuan dan
pengalamannya tentang hadis dari berbagai aspek. Serta kepada semua pihak yang
turut membantu menyelesaikan makalah ini.

Terakhir, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun


untuk lebih menyempurnakan tugas ini, agar tugas ini lebih sempurna pada masa yang
akan datang.

Bangkalan, 23 november 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam selain sebagai sumber
ajaran islam yang kedua setelah al-Qur’an, juga berfungsi sebagai sumber sejarah
dakwah (perjuangan) rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadis juga mempunyai
fungsi penjelas bagi al-Qur’an, menjelaskan yang global, mengkhususkan yang
umum, dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.1
Pada masa Nabi sallallahu‘alaihi wa sallam perhatian para sahabat lebih
dikonsentrasikan pada al-Qur’an sedangkan kondisi hadis pada waktu ini tidak
tercatat secara resmi bahkan rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam secara umum
melarang untuk menulisnya. Hadis hanya di ingat diluar kepala mayoritas sahabat
kemudian disampaikan kepada sesamanya.2
Namun begini, secara sadar atau tidak para sahabat menjadikan hadis sebagai
patokan dalam berbuat dan menentukan segala hal terutama setelah Nabi sallallahu
‘alaihi wa sallam wafat. Hingga kemudian, ada beberapa sahabat mengertikan atau
bahkan mengaplikasikan sabda rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah
perbuatan. Karena memang sumber pembentukan syari’at pada masa Nabi sallallahu
‘alaihi wa sallam selain al-Qur’an adalah Hadis Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam.3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana biografi Yusuf al-Qardhawi?
b. Bagaimana latar belakang pendidikan Yusuf al-Qardhawi?
c. Bagaimana pengaruh pemikiran Yusuf al-Qardhawi?
d. Bagaimana pemikiran Yusuf al-Qardhawi dalam hadis?
e. Bagaimana karya-karya Yusuf al- Qardhawi dalam hadis?
C. Tujuan Masalah

Berdasarkan ada rumusan permasalahan diatas, maka dapat ditemukan titik


tujuan masalahnya sebagai berikut:

1
Bustamin, M. Isa salam, Metode kritik Hadis, Jakarta: PT Raja Granfindo persada 2004, hal. 1
2
Bustamin, dasar-dasar ilmu hadis, Jalarta: Ushul Press, 2009, hal. 21-22
3
Muhammad, ‘ Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis pokok-pokok ilmu hadis, Jakarta: penerbit Gaya Media
Pratama, 1998, Hal. 72
a. Untuk mengetahui biografi Yusuf al-Qurdhawi
b. Untuk mengetahui latar belakang pendidikan Yusuf al-Qurdhawi
c. Untuk mengetahui pengaruh pemikiran Yusuf al-Qurdhawi
d. Untuk mengetahui pemikiran Yusuf al-Qurdhawi dalam hadis
e. Untuk mengetahui karya-karya Yusuf al- Qurdhawi dalam hadis
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi

Yusuf al-Qurdhawi dikenal sebagai ulama dan pemikir islam yang unik dan
istimiwa. Keunikan dan keistimewaannya itu tidak lain karena dia memiliki cara atau
metode khas dalam menyampaikan risalah islam. Karena metodologinya itulah ia
mudah diterima di kalangan dunia kalangan dunia barat sebagai seorang pemikir yang
selalu menampilkan islam secara ramah, santun dan moderat. Kapasitasnya itulah
yang selalu membuat Qurdhawi kerap menghadiri pertemuan internasional para
pemuka agama di Eropa maupun Amerika sebagai wakil dari kelompok islam.4

Yusus al-Qurdhawi lahir disebuah kampung kecil di Mesir bernama Shafth


turab, 9 september 1926. Merupakan sebuah perkampungan asli Mesir yang terdapat
di provensi Gharbiyah, dengan ibu kota tanta. Beliau di lahirkan dari keluarga yang
sangat sederhana, sejak kecil Qurdhawi sarat akan didikan keagamaan.5

Qurdhawi tidak berkesempatan mengenal ayah kandungnya dengan baik,


karena saat usianya baru mencapai 2 tahun ayahnya telah dipanggil oleh sang Khaliq.
Setalah ayahnya meninggal dunia, beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibundanya,
kakek dan pamannya. Beruntung sebelun ibu tercintanya meninggal dunia, beliau
masih sempat menyaksikan putra tunggalnya hafal al-Qur’an dengan bacaan yang
sngat fasih pada usia 9 tahun 10 bulan. Qurdhawi juga telah mengimami orang
banyak, berkhutbah, dan mengajar mereka ketika beliau menjadi mahasiswa timgkat
permulaan(persiapan) di Al-Azhar Asy- Syarif (Mesir).6

Dalam perjalan kehidupannya Qurdhawi pernah mengenyam “pendidikan”


penjara sejak dari mudahnya. Pada tahun 1949 beliau dipenjarakan oleh Raja Faruok,
karena terlibatnya dengan gerakan Ikhwanul Muslimin saat usia baru 23 tahun. Pada
April 1956 beliau ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bahkan, akibat

4
Hery Sucipto, Ensikiopedi Toko islam dari Abu Bakr hingga Nasr dan Qardhawi, Jakarta: Hikmah
(PT Mizan Publika), 2003, hal. 360
5
Yusuf al-Qardhawi, Fiqih Jihad Sebuah Karya Monumintal Terlengkap Tentang Jihad Menurut al-
Qur’an dan Sunnah, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010
6
Siti Fatimah, Skripsi: Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan Mempertimbangkan Asbabu al-
Wurud (Studi Komperasi Pemahaman Yusuf al-Qardhawi dan M. syuhudi Isma’il), Fakultas
Ushulluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta: 2009, hal. 20-21
kejamnya rezim pada saat itu, pada 1961 Qurdhawi harus meninggalkan Mesir
menuju Qatar. Qurdhawi sendiri terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani.
Karena keberaniannya, beliau pernah dilarang sebagai khotib di sebuah masjid di
daerah Zemalek, Kairo. Alasannya adalah karena khutbah-khutbahya dinilai
menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rezim pada saat itu.7

Qurdhawi memiliki tujuh orang anak, empat putrid an tiga putra. Sebagai
seorang ulama yang sangat terbuka, beliau membebaskan anak-anaknya untuk
menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecerdasan masing-
masing. Beliau membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak perempuannya
dan anak laki-lakinya.8

Salah seorang putrinya memperoleh galer doktor fisika dalam bidang nuklir di
ingris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga di ingris.
Sedangkan yang ketiga mesih menempuh program S-3. Adapun yang keempat telah
menyelesaikan pendidikan S-1 di Universitas Taxas, Amerika. Anak laki-laki yang
pertama di Universitas Dar Al-Ulum, Mesir. Sedangkan anak paling bungsu telh
menyelasaikan kuliahnya pada Fakultas teknis jurusan listrik.9

Dilahat dari ragam pendidikan anak-anaknya, kita bisa membaca sikap dan
pandangan Qurdhaawi terhadap pendidikan modern. Dari tuju anak beliau, hanya satu
yang belejar di Universitas Dar Al-Ulum, Mesir dan dan mengambil pendidikan
agama. Sedangkan yang lain mengambil pendidikan umum dan semuanya tempatnya
barat. Hal tersebut karena Qurdhawi merupakan seorang ulama yang menolak
pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami atau tidak islami,
bergantung pada orang yang memandang dan menggunakannya. Pemisahan ilmu
secara dikotomis itu, menurut Qurdhawi telah menghambat kemajuan umat islam.10

B. Latar belakang pendidikan

Kecintaannya terhadap lembaga pendidikan islam ternama, Al-Azhar


membuat tekad bulatnya menempuh pendidikan dasar sampai atasnya di Ma’haj Tanta

7
Yusuf al-Qardhawi, Fiqih Jihad sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad Menurut al-
Qur’an dan Sunnah, Bandung. 2010
8
Ibid,
9
ibid
10
ibid
al-Azhar. Setelah lulusnya beliau melanjutkan studinya ke Fakultas Usuluddin,
Universitas al-Azhar, hingga selesai pada 1952 dengan predikat summa cum laude.11

Yusuf al-Qurdhawi memperoleh gelar doktor pada tahun 1972 dengan


disertasi zakat dan dampaknya dalam penanggulangan kemiskinan. Disertasi tersebut
kemudian beliau sempurnakan menjadi Fiqh Al-Zakah. Karya ini merupakan buku
komprensip yang membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.12

Di Qatar, Qurdhawi mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar dan


mendirikan pusat kajian sejarah dan Sunnah Nabi. Qurdhawi mendapat kewarga
negaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya. Beliau lulusan
Fakultas Ushuluddin (Universitas al-Azhar) yang menekuni bidang aqidah, filsafat,
dan hadis. Beliau bukanlah lulusan Fakultas Syari’ah yang lebih memkhususkan
pengkajian pada bidang fiqh dan ushul fiqh. Namun, demikian, Qardhawi senantiasa
mempelajari fiqh, baik sejarahnya, ushul, maupun qawa’idnya, sebaliknya,
mempelajari semua itu dapat menambah semangatnya dalam belajar filsafat
kebudayaan dan sejarah, di samping juga kebudayaan islam.13

Sejak usia dini Qurdhawi terbebas dari ikatan mazhab, taqlid, dan ta’ashshub
(fanatik) terhadap pendapat seorang alim tertentu. Meskipun pelajaran fiqh beliau
yang resmi adalah mazhab Abu Hanifah r.a.. keadaan dan sikap beliau yang demikian
itu disebabkan oleh bernagai faktor, antara lain lingkungan harakah islamiyah tempat
Yusuf al-Qurdhawi berorganisasi yang pendirinya adalah Asy- Syahid Al-banna
rahimahullah. Dalam risalah induknya Risalah al-Ta’lim, Al-Banna menyerukan
(kepada para muridnya) agar membebaskan diri dari fanatisme mazhab serta
menimbang perkara dan pendapat orang-orang terdahulu berdasarkan al-Qur’an dan
As-Sunnah. Artinya, kita bisa menerima pendapat para salaf dan orang-orang
terdahulu yang sesuai dengan al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian, dalam
menentukan suatu hukum, Yusuf al-Qurdhawi tidak lagi kembali kepada mazhab
tertentu.14

11
Yusuf al-Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer,Penerj. As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press,
1995, hal. 19
12
ibid
13
Yusuf al-Qardhawi, Fiqih Jihad sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad Menurut al-
Qur’an dan Sunnah, Bandung. 2010
14
Yusuf al-Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 1995, hal. 16-17
C. Pengaruh pemikiran

Tampaknya apa yang disampaikan oleh Qardhawi tampak biasa-biasa saja


dalam artian pendapat tersebut merupakan pendapat kebanyakan ulama sebelumnya,
dengan tanpa meniadakan beberapa hal yang itu merupakan ciri has dia sebagai
seorang ilmuan yang berkeinginan menemukan hal yang baru seperti mengenai teori
ijtihad yang telah ditawarkan.

Ini dapat difamami mengingan background pendidikan dan sosia cultural yang
dia hadapi adalah tradisi Islam murni, tidak ada sentuhan nuansa lain yanag
mengharuskan dia untuk melakukan inovasi baru. Apa yang dialami Qardhawi ini
sangat berbeda dengan ilmuan-ilmuan islam lainnya semisal Fazlur Rahman dengan
teory Double Movement, Muhammad Shahrur dengan The theory of Limits dll, yang
latar belakang kehidupannya sangat bersentuhan dengan tradisi Barat yang lebih
menekankan kebebasan berfikir dan melatih daya kritis seseorang. Karenanya, dua
ilmuan ini lebih berani membongkar ulang teks-teks al-Qur an maupun Hadish agar
tetap seiring dengan perkembangan zaman.

Lalu mengapa pemikiran fiqh Yusuf Qardhawi ini kemudian banyak dijadikan
dasar dan sangat membumi di Indonesia. Ada beberapa hal menurut penulis dapat
dijadikan alasan untuk mengungkap tentang hal itu, diantaranya :

1. Pola pikir yang yang ditawarkan oleh Qardhawi ini sangat cocok
dengan pola pikir kebanyakan rakyat Indonesia yang sangat memegangi system
kemadhhaban yang sangat ketat dan tetap memegangi tradisi yang di kembangkan
oleh ulama-ulama tradisional. Dalam tradisi bahsul masa’il yang didalamnya
merupakan kumpulan dari pakar agama ternyata masih terpaku pada kemadhhaban
yang sangat ketat dengan mengambil kitab-kitan yang mu’tabar kalau ghairu
mu’tabar maka tidak diterima. Dikalangan pesantren (yang merupakan representasi
dari ahli agama), bagaimana santri diciptakan untuk tidak mengkritisi ulama-ulama
sebelumnya dengan ungkapan-ungkapan yang sangat tidak mendidik semisal :
Jangan melakukan hal itu nanti ilmumu tidak barokah, nanti kamu kuwalat dll.
Karena sudah terdidik dalam tradisi seperti itu ahirnya kebanyakan orang-orang
Indonesia belum siap menerima tawaran pemikiran progresif yang dilakukan oleh
beberapa pembaharu. Ambil contoh bagaimana reaksi para kyai ketika adanya
tawaran yang dilakukan oleh Said Agil Siraj tentang redefinisi Ahlus Sunah Wal
Jama’ah yang pada ahirnya dia dianggap syiah bahkan murtad (keluar dari Islam).15
2. Mengupas persoalan-persoalan riil, aktual dimana itu merupakan problem
yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Bahkan persoalan-persolan kontemporer
yang kadang belum menjadi perhatian kebanyakan ulama, dia telah mengkaji terlebih
dahulu secara komprehensif. Sehingga wajar apa yang dikemukakan itu kemudian
banyak dijadikan rujukan oleh ilmuan-ilmuan Indonesia. Apalagi dia termasuk ulama
generasi 90 an yang barang tentu pendapat-pendapat yang dilontarkan masih segar
dan belum usang ditelan zaman. Ini bisa dilihat dalam karya beliau yang sangat
terkenal yaitu Fatawa Mu’ashirah.
3. Produktifitas Qardhawi dalam menuangkan gagasan-gagasannya yang termuat
dalam karya yang nyata dari berbagai macam disiplin keilmuan. Ini bias dilihat berapa
banyak karya-karya beliau yang sekarang beredar di lingkup Indonesia saja. Karena
begitu banyaknya karya dia, sehingga Ilmuan-ilmuan Indonesia sudah akrab dengan
nama besarnya. Ini mendorong bagi kita untuk mempelajari lebih jauh tentang
gagasan-gagasan yang dilontarkan sehingga kita mudah untuk menerimanya.

Dengan melihat model pemikiran fiqh yang tawarkan yusuf Qardhawi maka
tampak adanya kesesuaian dengan tradisi pemikiran fiqh yang berkembang di
Indonesia. Karena itu apa yang disampaikan oleh Qardhawi akan sangat terasa
pengaruhnya di kalangan ilmuan-ilmuan Islam Indonesia.16

D. Pemikiran Yusuf al-Qardhawi dalam bidang hadist

Menurut Yusuf al-Qardhawi, untuk dapat keluar dari krisis pemahaman dan
pemikiran umat islam pada masa sekarang, maka umat islam harus kembali kedapa
sumber-sumber islam yang permanen yaitu al-Qur’an dan al-sunnah. Untuk dapat
memberikan pemaham yang benar tanpa menghilangkan maksud dan tujuan dari al-
Qur’an dan al-sunnah, yang tetap mampu memenuhi tuntunan perkembangan zaman.17

15
Gagasan Said Agil Siraj dan beberapa tanggapan yang disampaikan oleh Ilmuan lain dapat dibaca
dalam buku Kontraversi Aswaja yang merupakan kumpulan artikan yang pernah dimuat di majalah
AULA. Editor Imam Baihaqi (Yogyakarta: LkiS, 2000).
16
Informasi lengkap bisa dibaca pada Harian JAWA POS edisi Kamis, 13 Desember 2002.
17
Yusuf al-Qardhawi, Metode Memahami As-Sunnah Dengan Benar, Jakarta: Media Dakwa, 1994, hal.
20
Menurut Yusuf al-QardhawI, sunnah Nabi mempunyai 3 krakteristik, yaitu:
pertama, komprehensip (manhej syumul), kedua, seimbang (manhaj mutawazzun), dan
memudahkan (manhaj muyassar). Ketiga krakteristik ini akan mendatangkan
pemahaman yang utuh terhadap suatu hadis.18
Maka atas dasar ini Yusuf al-Qardhawi menetapkan tiga hal juga yang harus
dihindari dalam berintaksi dengan sunnah, yaitu: pertama, penyimpangan kaun
ekstrim, kedua, manipulasi orang-orang sesat, (Intihal al-Mubthilin), yaitu pemalsuan
terhadap ajaran-ajaran islam, dengan membuat berbagai macam bid’ah yang jelas
bertentangan dengan kaidah dan syari’at. Dan ketiga, penafsiran orang bodoh,(ta’wil
al-Jahilin). Oleh sebab itu, pemahaman yang tepat terhadap sunnah adalah mengambil
sikap moderat (wasathiya) yaitu tidak berlebihan atau ekstri, tidak menjadi
kelpompok sesat, dan tidak menjadi kelompok yang bodoh.19
Dalam konteks demikian, seorang intelektual mesir, Yusuf al-Qardawi
menyusun sebuah metodologi memahami hadis secara benar. Ia menulis sebuah buku
Kaifa Nata’amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyeh: Ma’alim wa Dawabit yang
berkaitan dengan dengan langkah-langkah memahami hadis. Di dalamnya ia berusaha
mengemukakan langkah-langkah yang utuh dalam memahami hadis, yaitu (1)
memahami hadis sesuai petunjuk al-Qur’an, (2) menggabungkan hadis-hadis yang
terjalin dalam tema yang sama, (3)menggabungkan atau men-tarjih-kan antara hadis-
hadis yang saling bertentangan, (4) mehami hadis sesuai dengan latar belakang,
situasi dan kondisi, serta tujuannya, (5) menbedakan antara sarana yang berubah-ubah
dan tujuan yang tetap, (6) membedakan antara fakta dan metafora dalam memahami
hadis, (7) menbedakan antara yang gaib dan yang nyata, dan dan (8 ) memestikan
makna kata-kata dalam hadist. Inilah usaha yang di tempuh Yususf Al-Qardhawi
untuk memdapatkan pemahaman hadis yang benar. Sebuah metode yang
komprehensif dan akurat.20
Untuk merealisasikan metode diatas, Qardhawi menerapkan merode
pemahaman dengan prinsip-prinsip dasar yang harus ditempuhnya ketika berintaksi
dengan sunnah, yaitu:
1). Menelti kesahihan hadis dengan acuan umum yang di tetapkan oleh pakar
hadis yang dapat dipercaya, baik sanad atau matan.

18
‘ Yusuf al-Qardhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, hal. 35
19
Ibid. 41
20
Yusuf al-Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw,.. Penerj. Muhammad al- Baqir,
Bandung, Penerbit Karisma, 1993, hal. 92
2). Memahami sunnah sesuai dengan pngetahuan bahasa, konteks, asbab al-
wurud teks hadis untuk menentukan makna suatu hadis yang sebenarnya.
3). Memestikan bahwa sunnah yang dikaji tidak bertentangan dengan nash-
nash yang lebih kuat.21

Dalam memahami metode hadis menurut Yusuf al-Qardhawi. Berikut adalah


penjelasan tentang pandangan serta metodologi Yusuf Al-Qardhawi dalam hadis
secara benar.

Yusuf Al-Qardhawi berpendapat bahwa, setiap orang yang berinteraksi


dengan sunnah atau yang akan menggunakan hadis untuk berbagai kepentingan
agama harus berpegang teguh kepada tiga prinsip dasar, yaitu:

1. Memestikan kesahian hadis


Prinsip yang pertama dalam berintraksi dengan al-sunnah adalah dengan
cara memestikan keotentikan hadis ( sahih dan hasan ) sesuai dengan keteria hasil
kerja para hadis kemudian menerimanya sesuai hujjah. Yakni yang meliputi sanad dan
matannya, baik yang berupa ucapan Nabi Saw., perbuatannya, ataupun
persetujuannya.
2. Memahami hadis dengan seksama
Pada perinsip kedua ini, memahami hadis-hadis Nabi Saw. Harus dilakukan
secara seksama dan cermat. Yakni menurut Yusuf al-Qardhawi:
Sesuai dengan pengartian bahasa (arab), dan dalam rangka konteks hadis
tersebut serta sebab wurud (diucapkannya) oleh beliau. Juga dalam kaitannya dengan
nas-nas al-Qur’an dan sunnah yang lain dan dalam rangka prinsip-prinsip umum serta
tujuan-tujuan universal islam. Semua itu, tampa mengabaikan keharusahan memilah
antara hadis yang diucapkan demi menyapaikan risalah ( misi Nabi Saw.) dan yang
bukan itu. Atau dengan kata lain, antara sunnah yang dimaksudkan untuk tasyri’
(penetapan hukum agama) dan yang bukan itu. Dan juga tasyri’ yang memiliki sifat
umum dan permanen, dengan yang bersifat umum atau sementara. Sebab, diantara
“penyakit” terburuk dalam hal pemahaman sunnah, adalah pencampur adukkan antara
bagian yang satu dengan yang lain.22

21
Yusuf al-Qardhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, hal. 43-45
22
Yusuf al-Qardhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a Al- Sunnah Al-Nabawiyyah, Mesir: Dar al-Syuruq, 1427
H/ 2005, hal. 44
3. Menyelasaikan dan menyelaraskan pertentangan dalam hadis. Terkait
prinsip ketiga Yusuf al-Qardhawi mengatakan:
Memestikan bahwa nash tersebut tidak bertentangan dengan nash lainnya yang
lebih kuat kedudukannya, baik yang berasak dari al-Qur’an atau hadis-hadis yang
kebih banyak jumkahnya, atau lebih sahih darinya.23
E. Karya-karya dalam bidang hadis

Setidaknya ada tiga belas tema yang menjadi proyek pemikiran Qardhawi.
Ketiga belas tema tersebut adalah: antara lain Al- Qur’an dan As-Sunnah.24

Adapun buku-buku yang di karang beliau adalah sebagai berikut:

a. Bidang ‘Ulumu Al-Qur’an dan As-Sunnah25


1. Kaifa nata’amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah. Ma’alim wa
Dawabit;
2. Al-madkhal li Dirasat al-Nabawiyyah’
3. Al-Muntaqa fi al-Targhib wa al-Targhib (2 jus),
4. Al-Sunnah Masdaran li al-Ma’arifah wa al-Hadarah;
5. Nahwa Maus’ah li al-Hadist al-Nabawi;
6. Al-Sunnah wa al-Bid’ah;
7. Al-marja’iyyah al-‘Ulya fi al-Islam li al-Qur’an wa al-Sunnah;
8. As-Sabru wa al-‘Ilmu fi al-Qur’an al-Karim;
9. ‘Aqlu wa al-‘ilmu fi al-Qur’an al-Karim;
10. Kaifa Nata’amal ma’a al-Qur’an al-Azim;
11. Tafsir Surat ar-Ra’d;
12. Qutuf Daniyyah min al-Kitab wa as-S

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

23
Ibid. 45
24
Yusuf al-Qardhawi, Fiqih Jihad sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad Menurut al-
Qur’an dan Sunnah, Bandung. 2010
25
Acep Komaruddin, Skripsi: Pemahaman Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab Salam
Terhadap Non Muslim Studi Metode Yusud al-Qardhawi, Fakultas Ushuluddin Universitas Isalam
Negeri Syahid Jakarta: Tahun 2015, hal. 23
1. Diambil kesimpulan diatas bahwa yusuf al-Qardhawi ini daeri kecil sudah
tidak mempunya keluarga yang utuh, dia ditinggal ayah tercinta pada usia 2
tahun. Dia dibesarkan sang ibunda sampai usia 9-10 tahun dan di usia ke 10
ibu yusuf al-Qardhawi maniggal dunia. Berkat kemauan sang ibunda yang
kuat dalam menyelasaikan hafalan al-Qur,an maka di usia 9 tahun yusuf al-
Qardawi bisa hafal al-Qur’an secara sempurna.
2. Baralih kepada pendidikan yusuf al-Qardawi secara sibolis dia didikan sang
ibunda sejak usia 2 tahun, yang mana usia itu di gunakan beliau sebagai
bimbingan yang paling utama dari ibunya. Menanjak usia remaja beliau masuk
perguruan pertama di universitas ma’haj tanta al-Azhar untuk s1 untuk s2 dia
mengambil di universitas usuluddin al- Azhar dan lulus tahun 1952. Dan
beliau memdapat gelar doktor pada tahun 1972 berkat desertasi yang
berjudulkan fiqh al-Zakat.
3. Dalam bidang pemikiran yusuf al-Qardhawi banyak dalam bidang fiqh, tafsir,
hukum islam, ekonomi, al-Qur’an dan hadis, dan lain-lain.

B. Tujuan
Saya selaku pemakalah mohon maaf kepada dosen pengempuh apabila ada
keslahan dan kekurangan dalam makalah kami dan mohon bimbinganya kepada dosen
pengempuh.

DAFTAR PUSTAKA
Bustamin, M. Isa salam, Metode kritik Hadis, Jakarta: PT Raja Granfindo
persada 2004,

Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis pokok-pokok ilmu hadis, Jakarta: penerbit


Gaya Media Pratama, 1998,

Hery Sucipto, Ensikiopedi Toko islam dari Abu Bakr hingga Nasr dan
Qardhawi, Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika), 2003,

Yusuf al-Qardhawi, Fiqih Jihad Sebuah Karya Monumintal Terlengkap


Tentang Jihad Menurut al-Qur’an dan Sunnah, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010,

Siti Fatimah, Skripsi: Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan


Mempertimbangkan Asbabu al- Wurud (Studi Komperasi Pemahaman Yusuf al-
Qardhawi dan M. syuhudi Isma’il), Fakultas Ushulluddin, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga, Yogyakarta: 2009,

Yusuf al-Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer,Penerj. As’ad Yasin, Jakarta:


Gema Insani Press, 1995,

Gagasan Said Agil Siraj dan beberapa tanggapan yang disampaikan oleh Ilmuan lain dapat
dibaca dalam buku Kontraversi Aswaja yang merupakan kumpulan artikan yang pernah dimuat di
majalah AULA. Editor Imam Baihaqi (Yogyakarta: LkiS, 2000).

Informasi lengkap bisa dibaca pada Harian JAWA POS edisi Kamis, 13
Desember 2002.

Yusuf al-Qardhawi, Metode Memahami As-Sunnah Dengan Benar, Jakarta:


Media Dakwa, 1994,

Yusuf al-Qardhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah.

Yusuf al-Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw,.. Penerj.


Muhammad al- Baqir, Bandung, Penerbit Karisma, 1993

Bustamin, dasar-dasar ilmu hadis, Jalarta: Ushul Press, 2009,

Anda mungkin juga menyukai