3b Afiyanti Riyana Dewi Keracunan
3b Afiyanti Riyana Dewi Keracunan
DISUSUN OLEH:
NIM : 920173142
PRODI : S1 KEPERAWATAN
KELAS : 3B
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
inayahnya.sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami ini tanpa halangan apapun.
Terimakasih kepada pihak- pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah
keperawatan gawat darurat pada penatalaksanaan keracuran.
Kami menyadari makalah yang kami buat ini jauh dari kata sempurna, karena
kesempurnaan hanya milik Allah semata.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data The Centers for Disease Control and Prevention tahun 2010 menunjukkan,
48 juta orang di Amerika keracunan makanan, 128.000 dirawat di rumah sakit, dan
3.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat kandungan berbahaya dalam makanan
yang mereka konsumsi. Menurut Badan POM dalam Dadi (2011), angka kejadian
keracunan makanan, sebagai salah satu manifestasi Penyakit Bawaan Makanan (PBM)
dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan kesehatan dunia
WHO memperkirakan bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan
kejadian yang terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan
1: 25 untuk negara berkembang.
Beberapa agen penyebab keracunan makanan sudah ada dalam makanan pada
saat ternak akan disembelih atau tanaman akan dipanen. Beberapa mikroorganisme ada
yang bisa menyebabkan makanan basi tetapi tidak berbahaya. Namun, bakteri-bakteri
tertentu yang berkembang biak dalam makanan bisa menghasilkan racun penyebab
penyakit. Bakteri Staphylococcus menghasilkan racun yang bisa menyebabkan muntah
dan diare beberapa jam setelah makanan yang terkontaminasi dikonsumsi. Bakteri
Clostridium botulinum menyebabkan masalah yang jauh lebih serius bahkan seringkali
fatal, yakni jenis keracunan makanan yang disebut botulisme.
Penyakit yang disebabkan keracunan makanan biasanya singkat dan ringan serta
tidak menyebabkan kerusakan permanen pada orang sehat. Orang tua, anak-anak,
wanita hamil, dan orang dewasa yang sistem kekebalan tubuhnya melemah karena
penyakit atau obat-obatan paling rentan terhadap keracunan makanan. Gejala keracunan
dapat terjadi beberapa saat setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi. Tetapi pada
beberapa kasus, gejala baru timbul beberapa hari setelahnya. Gejala muntah dan diare
yang berat akan menyebabkan tubuh kekurangan cairan dan elektrolit, dan hal ini
merupakan ancaman serius bagi jiwa penderita, terutama jika tidak dilakukan
penanganan segera. Penyakit bawaan makanan sering dipandang sebagai penyakit yang
ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun terkadang memang benar, pada
banyak kasus dampak kesehatan yang terjadi justru serius dan bahkan dapat
mengakibatkan kematian. Persepsi yang salah ini sebagian terjadi karena kurangnya
perhatian yang diberikan terhadap masalah tersebut.
B. Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian dari Keracunan?
b. Bagaimana etiologi keracunan?
c. Bagaimana manifestasi Klinis dari Keracunan?
d. Bagaimana patofisiologi keracunan?
e. Bagaimana Penatalaksanaan keperawatan dari keracunan?
f. Bagaimana Asuhan keperawatan Keracunan
C. Tujuan
a. Mengatahui pengertian dari Keracunan
b. Mengetahui etiologi keracunan
c. Mengetahui manifestasi Klinis dari Keracunan
d. Mengethui patofisiologi keracunan
e. Mengetahui Penatalaksanaan keperawatan dari keracunan
f. Mengetahui Asuhan keperawatan Keracunan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Keracunan dapat terjadi pada siapa, dimana dan kapan saja. Racun adalah zat yang ketika
tertelan dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi
kimia. Keracunan dapat didefinisikan sebagai masuknya suatu zat racun ke dalam tubuh yang
mempunyai efek membahayakan/ mengganggu fungsi organ dan tidak ditentukan oleh
jumlah, jenis, frekuensi dan durasi yang terjadi karena disengaja maupun tidak disengaja
bahkan dapat menimbulkan kematian.
Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah keracunan yang terjadi
akibat menelan makanan atau air yang mengandung bakteri, parasit, virus, jamur atau yang
telah terkontaminasi racun.
Junaidi (2011) menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau
makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh disebut
sebagai keracunan makanan.
B. Etiologi
Keracunan bisa disebabkan karena makanan, zat kimia, gas beracun, obat-
obatan/narkotika, pestisida maupun binatang berbisa. (Kemenkes RI, 2016)
Keracunan dapat terjadi karena beberapa penyebab yang mengandung bahan berbahaya
dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab –penyebab tersebut antara lain:
1. Makanan
Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum yang hidup dengan
kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya (Junaidi, 2011).
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun,
kontaminasi zat-zat kimia, mikroba, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh
manusia (Suarjana, 2013).
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan keracunan, antara
lain:
a. Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu di tempat-
tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu melindungi dirinya dari suhu yang
agak tinggi dengan jalan membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu,
kuman ini banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah
memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang kemudian
disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti
oleh kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan
berbicara dan susah menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu dalam hal ini
yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian direbus
bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
b. Keracunan bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya di campur dengan
ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe ini seringkali menyebabkan keracunan karena
terkontaminasi oleh bakteri Burkholderia galdioli yang menghasilkan racun
berupa asambongkrek dan toxoflavin, serta memusnahkan jamur Rhizopus karena efek
antibiotik dari asam bongkrek.
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa anggota suatu
keluarga terkena. Kematian bisa timbul dari 1-8 hari. Gejala intoksikasi yaitu: mual,
pusing, diplopia, anorexia, merasa lemah, ptosis, strabismus, kesukaran bernafas,
menelan atau berbicara.
c. Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur
yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat, muntah,
mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan.
d. Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam saluran
kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya keracunan, yaitu:
jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut, nyeri
sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih nampak keluar
bersama air kencing, kadang-kadang disertai darah.
e. Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga racun tersebut
terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Sejauh keracunan makanan dari ikan
yang bersangkutan, mikroba penyebab penyakit atau racun itu yang masuk ke dalam
tubuh setelah mengkonsumsi ikan mentah atau dimasak. Hal ini juga bisa terjadi karena
polusi kimia dalam air, dimana mengontaminasi ikan yang tertangkap untuk dijual di
pasar.Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit
sesudah memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah, kesemutan di sekitar mulut,
lemah badan dan susah bernafas.
f. Keracunan singkong
Zat beracun dalam singkong adalah asam sianida. Zat ini mengganggu oksidasi
jaringan karena mengikat enzim sitokrom oksidase. Beberapa jam setelah makan
singkong timbul muntah, pusing, lemah, kesadaran menurun sampai koma, dispneu,
sianosis dan kejang.
g. Lain-lain
Penyebab utama makanan terkontaminasi adalah bakteri, virus, atau parasit. Di
bawah ini adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh bakteri:
1) Campylobacter. Bakteri jenis ini biasa ditemukan di daging mentah atau kurang
matang, pada susu dan air yang tidak diolah dengan benar. Masa inkubasi yang
disebabkan oleh bakteri ini antara 2-5 hari. Gejala akan bertahan kurang dari 7 hari.
2) Salmonella. Bakteri ini sering ditemukan di dalam daging mentah atau daging
kurang matang, telur, susu, dan produk olahan susu lainnya. Masa inkubasi akibat
salmonella adalah 12-72 jam. Gejala berlangsung selama 4-7 hari.
3) Escherichia coli (E. coli). Kasus infeksi bakteri ini paling sering ditemukan setelah
mengonsumsi daging yang kurang matang, seperti pada daging cincang, dan bakso.
Bisa juga ditemukan pada susu yang tidak dipasteurisasi. Masa inkubasi adalah 1
hari hingga seminggu. Gejala bertahan selama beberapa hari hingga beberapa
minggu.
4) Listeria. Bakteri ini ditemukan dalam makanan siap saji, misalnya roti isi dalam
kemasan, irisan daging, dan keju. Khususnya bagi wanita hamil harus berhati-hati
dengan infeksi akibat bakteri ini karena berisiko menyebabkan keguguran dan
komplikasi kehamilan serius lainnya. Masa inkubasi mulai dari beberapa hari hingga
beberapa minggu. Gejalanya akan selesai dalam waktu tiga hari.
5) Shigella. Bakteri ini bisa muncul pada makanan apa pun yang dicuci dengan air yang
terkontaminasi. Gejalanya biasanya muncul tujuh hari setelah bakteri masuk ke
dalam tubuh dan bertahan sekitar satu minggu. Bakteri ini menyebabkan disentri.
Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh parasit, yaitu:
1) Amoebiasis. Infeksi parasit sel tunggal bernama Entamoeba histolytica bisa
menyebabkan terjadinya disentri.
2) Giardiasis. Infeksi yang disebabkan oleh parasit bernama Giardia intestinalis.
3) Cryptosporidiosis. Infeksi parasit yang disebabkan oleh Cryptosporidium.
4) Parasit yang mengakibatkan keracunan makanan umumnya akan menimbulkan
gejala dalam sepuluh hari setelah Anda mengonsumsi makanan yang sudah
terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani, gejala bisa bertahan hingga berbulan-
bulan.
Berikut adalah kontaminasi makan yang disebabkan oleh virus, yaitu:
1) Norovirus. Virus ini menyebabkan muntah-muntah dan diare. Infeksi ini menyebar
dengan mudah melalui makanan atau air yang terkontaminasi, dan terutama melalui
tiram mentah. Masa inkubasi adalah 1-2 hari dan gejala akan hilang dalam dua hari.
2) Rotavirus. Virus ini menjadi penyebab kontaminasi makanan yang umumnya
menimpa anak-anak. Gejalanya muncul satu minggu setelah mengonsumsi makanan
terkontaminasi dan bertahan antara sekitar 6 hari.
2. Bahan kimia
Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan – bahan kimia biasa seperti bahan kimia
rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau produk industri, beberapa jenis bahan
kimiayang harus diperhatikan karena berbahaya adalah:
C. Manifestasi Klinis
Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf dan saluran cerna.
Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala yang biasa terjadi pada saluran cerna adalah sakit
perut, mual, muntah, bahkan dapat menyebabkan diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada
sistem saraf adalah adanya rasa lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis)
otot pernafasan (Arisman, 2009).
ciri – ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipenggaruhi oeh cara pemberian, apakah
melalui kulit, mata, paru, lambung, atau suntikan,karena hal ini mungkin mengubah tidak
hanya kecepatan absorsi dn distribusisuatu bahan toksik. Tetapi juga jenis dan kecepatan
metabolismenya. Pertimbangan lain meliputi perbedaan respon jaringan. Hanya beberapa
racun yang menimbulkan gambaran khas seperti adanya bau gas batu bara (saat ini jarang),
pupilsangat kecil (pinpont), muntah, depresi, dan hilangnya pernafasan pada keracunan akut
morfin dan alkoloidnya.pupil pin poin merupakan satu – satunya tanda, karena biasanya pupil
berdilatasi pada pasien keracunan akut. Kecuali pada pasien yang sangat rendah tingkat
kesadaranya, pupilnya mungkin menyempit tetapi tidak sampai berukuran pin point. Kulit
muka merah, banyak berkeringat, tinitus, tuli, takikardi, dan hiperventilasi sangat mengarah
pada keracunan salsilat akut (aspirin).
D. Patofisiologi
Makanan yang kita konsumsi dalam keseharian bermacam-macam, baik ragam jenis
makanan itu. Makanan yang sehat dapat dikatakan makanan yang layak untuk tubuh dan
tidak menyebabkan sakit, baik seketika maupun mendatang. Dalam mengkonsumsi makanan
perlu diperhatikan tentang kebersihan makanan, kesehatan, serta zat gizi yang terkandung
didalam makanan tersebut. Hendaknya kita harus pandai dalam memilih makanan yang akan
dkonsumsi supaya makanan tersebut bebas dari zat-zat yang dapat memasuki tubuh seperti
toksik atau racun.
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai dilambung akan
mengadakan perlawanan diri terhadap benda atau zat asing yang masuk kedalam lambung
dengan gejala mual, lalu lambung akan berusaha membuang zat tersebut dengan cara
memuntahkannya. Karena seringnya muntah maka tubuh akan mengalamidehidrasi akibat
banyaknya cairan tubuh yang keluar bersama dengan muntahan. Karena dehodrasi yang
tinggi maka lama kelamaan akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin.
Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi keluarnya keringat dingin akan
merangsang kelenjar hipofisisanterior untuk mempertahankan homeostatis tubuh dengan
terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat
dihindari, bahkan dapat menyebabkan pingsan sampai kematian.
E.Makanan
Pathwayterkontaminasi yang mengandung
Botolinum, jamur, jengkol, ikan laut, tempe, singkong Masuk ke saluran cerna
dll
Kematian
Kaku sendi Gangguan bicara Sulit menelan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Gangguan saraf otonom
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi adalah sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan
tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit. Tes-tes ini bertujuan
untuk mengetahui jenis organisme penyebab terjadinya keracunan.Pemeriksaan
laboratorium sederhana dapat dilakukan di layanan kesehatan primer yang memiliki
fasilitas, misalnya: pemeriksaan mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing
dan parasit; pewarnaan Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk membantu
membedakan antara penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun 2014).
2. Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat yang
menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat hipoksia,
hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis metabolik. PO2
hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma dan bukan merupakan total
oksigen dalam darah. karena itu pada keracunan karbon monoksida mungkin PO2
tampak normal meskipun ada defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
3. Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam kasus lain,
gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular yang menyebar
(disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau mioglohinuria. Tingkat kadar
nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur dan dilakukan urinalisis.
4. Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung pada
natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah.
5. Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari 0,1 detik
adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.
6. CT-Scan: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet, khususnya
besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat menunjukkan
pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema paru. Bila dicurigai adanya
trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan CT-scan.
G. Penatalaksanaan
Jangan berikan sirup ipecac atau melakukan apa saja untuk memancing muntah.
Kelompok ahli, termasuk American Association of Poison Control Centers dan
American Academy of Pediatrics, tidak lagi mendukung penggunaan ipecac pada anak-
anak atau orang dewasa yang telah menelan pil atau zat berpotensi beracun lainnya.
Tidak ada bukti baik yang membuktikan efektivitas penggunaan sirup tersebut dan
dampaknya seringkali lebih berbahaya.
H. Pengkajian
1. Survei Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan mental lainnya
harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis racun penyebab.
Usaha untuk membuat diagnosis toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan
tindakan suportif yang merupakan bentuk dasar “ABCD” pada pengobatan keracunan.
Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau beberapa gangguan
lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas melalui oral atau dengan
memasukkan pipa endotrakea. Pada kebanyakan pasien, penempatan pada posisi
sederhana dalam posisi dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku
(flaccid) keluar dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji dengan
mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada pasien dengan insufisiensi
pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik. Sirkulasi (C) yang cukup
harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi
perfusi perifer. Alat untuk intravena harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan
serum glukosa dan untuk pemeriksaan rutin lainnya.
Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah harus diberi
larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan dekstrosa sebanyak 25 g (50
mL larutan dekstrosa 50% secara intravena). Dekstrosa ini harus diberikan secara rutin,
karena pasien koma akibat hipoglikemia yang dengan cepat dan ireversibel akan
kehilangan sel-sel otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan,
dan tidak ada metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya dan pasien
keracunan. Pada umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya sementara menunggu
hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik atau malnutrisi juga harus
diberi 100 mg tiamin intramuskular untuk mencegah timbulnya sindrom Wernicke.
Antagonis narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis 0,4-2 mg
intravena. Nalokson akan memulihkan pernapasan dan depresi sistem saraf pusat akibat
semua jenis obat narkotika. Ada manfaatnya untuk mengingat bahwa obat-obat ini
menimbulkan kematian terutama akibat depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan
pernapasan dan pembebasan saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak
diperlukan lagi. Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien dengan
kecurigaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila terdapat riwayat
kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini tidak boleh digunakan sebagai
pengganti penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan tentang bagaimana
mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis. Pertimbangan toksikokinetik
yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-fungsi vital tidak dipertahankan.
Hipoventilasi dan koma memerlukan perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran
napas. Gas darah arteri harus sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah.
Penatalaksanaan cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan,
tekanan vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri
diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak berlebihan.
Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang, dan agitasi, umumnya
memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.
2. Survei Sekunder
Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi yang
terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi pengumpulan riwayat yang
ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat yang berorientasi pada toksikologi.
Penyebab koma lainnya atau kejang seperti trauma pada kepala, meningitis, atau
kelainan metabolisme harus dicari dan diobati.
a. Riwayat: Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang ditelan dalam
kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai. Bahkan anggota keluarga, polisi,
dan pemadam kebakaran atau personil paramedis harus ditanyai tintuk
menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat
suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga, atau obat-obat bebas di sekitar
pasien yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat
darurat.
b. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan penekanan pada
daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis toksikologi.
Hal ini termasuk tanda-tanda vital, mata dan mulut, kulit, abdomen, dan sistem saraf.
1) Tanda-tanda vital. Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah,
denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam
kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat
amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan
bradikardia, merupakan gambaran karakteristik dan takar lajak narkotika,
kionidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering
terjadi dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang
cepat adalah khas pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon
monoksida dan toksin lain yang menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia
dapat disebabkan karena obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik. salisilat
dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan otot. Hipotermia dapat
disebabkan oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik, fenotiazin, dan
obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang
dingin atau infus intravena pada suhu kamar.
2) Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi
pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin,
insektisida organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta koma yang
dalam akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada
amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain. Nistagmus
riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan
obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal memberi kesan
yang kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia merupakan gambaran
karakteristik dari botulinum.
3) Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat
korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang khas dan alkohol, pelarut
hidrokarbon. Paraldehid atau amonia mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan
sianida dapat dikenali oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter
almonds. Arsen dan organofosfat telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau
bawang putih.
4) Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan
atropin dan antimuskarinik lain. Keringat yang berlebihan ditemukan pada
keracunan dengan organofosfat, nikotin, dan obat-obat simpatomimetik.
Sianosis dapat disebabkan oleh hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus
dapat memberi kesan adanya nekrosis hati akibat keracunan asetaminofen atau
jamur A manila phailoides.
5) Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada
keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedatif. Bunyi usus yang
hiperaktif, kram perut, dan diare adalah urnum terjadi pada keracunan dengan
organofosfat, besi, arsen, teofihin, dan A.phalloides.
6) Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang fokal
atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan
intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik.
Nistagmus, disartria, dan ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol,
barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot
umum ditemukan pada metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP), dan obat-
obat simpatomimetik. Kejang sering disehabkan oleh takar lajak antidepresan
trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin. Koma ringan tanpa refleks dan
bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma yang dalam karena obat
narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium. Laboratorium rutin (darah, urin, feses, lengkap)tidak
banyak membantu.
2) Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5 mg/dl), elektrolit serum
(termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl).
3) Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru.
4) Pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus keracunan
karena sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus
takikardi, sinus bradikardi, takikardi supraventrikuler, takikardi ventrikuler,
fibrilasi ventrikuler, asistol, disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor
predosposisi timbulnya aritmia pada keracunan adalah keracunan obat
kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan elektrolit
darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik.
I. Diagnosa
1. (00132) Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
2. (00032) Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan.
3. (00002) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat
(anoreksia, mual dan muntah), kesulitan menelan.
4. (00027) Defisitvolume cairan b/d muntah, diare.
5. (00085) Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis, ketidakmampuan otot berkontraksi.
6. (00092) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
J. Intervensi
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Diharapkan mahasiswa hendaknya benar-benar memahami manajemen
kegawatdaruratan pada klien dengan kasus keracunan, sehingga dapat menerapkan
asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien.
2. Untuk pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan dengan
makalah ini, sehingga mempermudah mahasiswa dalam pembuatan makalah yang
lebih baik, sehingga dapat dijadikan acuan bagi peserta didik lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Doheny K. Most common foods for foodborne illness: CDC report. Medscape Medical News. January
30, 2013.
http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-berbahaya/.
Jacobs RA. General problems in infectious diseases: acute infectious diarrhea. In: Tierney LM Jr,
McPhee SJ, Papadakis MA, eds. Current Medical Diagnosis and Treatment 2001. 40th ed. New
Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.
KOMENTAR VIDEO
1. https://www.youtube.com/watch?v=2Loj_-5GWPA&feature=youtu.be
menurut saya, sebelum dokter melakukan tindakan ada baiknya supaya ibu pasien ditenangkan
oleh dokter, dan untuk volume mungkin agak di keraskan y bisa menggunakan earphone.
2. https://youtu.be/8X0PvwMlp80
Pada video kali saya sangat mengaresiasi karena disajikan caa penghitungan resusitasi cairan... over
all is god ... semoga untuk kulitas video dapat ditingkatkan.
3. https://youtu.be/iAAYrY-0PZU
Pada pengambilan video triase suara yang digunakan sangat kecil ya saya harap untuk
suara bisa ditingkatkan lagi, dari segi gambar dan akting juga sudah bagus.