Anda di halaman 1dari 17

Entrepreneurship Dalam Bisnis

1. Entrepreneurship - Strategy
2. Entrepreneurship - Marketing
3. Entrepreneurship - Finance
4. Entrepreneurship - Biz Plan
5. Entrepreneurship - Softskill
6. Entrepreneurship - Ethic

Pendahuluan :
Bisakah Belajar Entrepreneurship di Sekolah Bisnis !

Tujuan orang belajar bisnis umumnya adalah untuk menjadi pelaku bisnis. Pelaku berarti aktif
terlibat dalam dunia bisnis. Menjadi pengusaha atau sekadar bekerja pada perusahaan atau
lembaga yang bergerak di bidang bisnis.

Namun sekolah bisnis saat ini sayangnya kurang mempersiapkan lulusannya menjadi pengusaha
atau pemilik dan lebih sekadar menghasilkan pekerja atau manajer. Mahasiswa lebih banyak
diajarkan fungsi-fungsi manajemen dalam konteks penerapan pada perusahaan yang sudah
mapan. Sangat jarang sekolah bisnis yang fokus mempersiapkan lulusannya untuk memulai
bisnis sendiri.

Oleh karena itu akan sulit jika pembelajaran bisnis untuk menjadi entrepeneurs mengacu pada
kurikulum dan metoda pembelajaran yang ada pada sebagian besar sekolah bisnis saat ini. Fokus
dan arahnya berbeda walaupun topik bahasannya banyak yang serupa.

Pada sekolah Bisnis, mahasiswa umumnya diajarkan untuk mengerti dan dapat mengaplikasikan
berbagai fungsi manajemen dalam dunia bisnis. Sementara untuk seorang Entrepeneur, fokusnya
bukan untuk sekadar mengerti tetapi juga menjiwai dunia bisnis itu sendiri. >> Business Creator
Mindset

Pada sekolah Bisnis, mahasiswa umumnya diajarkan untuk menguasai dan menjadi seorang
spesialis dalam salah satu fungsi manajemen. Sementara untuk menjadi seorang Entrepreneur
mahasiswa diharapkan memahami semua fungsi manajemen agar dapat berinovasi melalui
fungsi-fungsi tersebut dan mengembangkan satu kegiatan bisnis baru yang memiliki keunggulan.
>> Innovation in Business Process

Pada sekolah Bisnis, mahasiswa umumnya membahas kasus perusahaan-perusahaan besar,


memecahkan masalah serta mengambil keputusan dengan resiko pribadi yang relatif rendah.
Artinya jika solusi dan keputusan tersebut keliru, maka yang menanggung akibatnya lebih
banyak pada perusahaan itu sendiri. Sementara untuk menjadi seorang Entrepeneur, mahasiswa
diharapkan untuk menyeimbangkan antara keputusan untuk melakukan aksi dan resiko pribadi.
>> Calculated Business-Risk Taker

1. Entrepreneurship – Strategy

Keunggulan Mengurangi Resiko Kegagalan

Ada tiga alasan penting mengapa strategi menjadi hal yang penting dalam pembelajaran
Entrepreneurship dan menjadi awal proses pengembangan usaha baru.

Pertama, karena persaingan dalam dunia bisnis semakin ketat dan perubahan semakin cepat.
Resiko kegagalan seorang Entrepreneur pemula menjadi semakin besar. Apalagi jika proses
memulai kegiatan usahanya lebih didasari pada antusiasme yang berlebihan pada ide kreatif dan
hal-hal yang bersifat spekulatif.

Kedua, karena resiko dan biaya untuk memulai usaha baru jauh lebih besar dibandingkan
mengembangkan usaha yang sudah ada. Oleh karena itu, pemikiran strategis sebagai landasan
pengembangan Entrepeneurship akan membantu kelanggengan (sustainability) dari kegiatan
tersebut dalam jangka panjang.

Ketiga, karena hambatan dari sikap mental dari masyarakat dijaman ini. Mereka yang
terpengaruh dengan budaya jaman sekarang cenderung mengharapkan proses yang instan dan
lebih mudah menyerah menghadapi kesulitan / kegagalan. Oleh karena itu visi dan misi pribadi
sebagai landasan strategi pengembangan usaha menjadi hal yang akan memampukan untuk
bertahan dan berkembang.

Proses pengembangan strategi seorang Entrepreneur sendiri dimulai dari pengenalan dan
pengembangan visi dan misi pribadi. Peristiwa penting dalam kehidupan, keperdulian pada
masalah yang belum terpecahkan dan atau harapan akan masa depan yang lebih baik harus
dieksplorasi mendalam untuk menjadi bahan bakar motivasi seorang calon entrepeneur.

Langkah berikutnya adalah proses menganalisa arena persaingan. Memahami hal-hal penting
yang dibutuhkan untuk meraih keunggulan. Membandingkan potensi yang dimiliki dengan
kemampuan para pemain yang sudah ada saat ini. Kemudian mengembangkan berbagai alternatif
strategi yang tepat sesuai dengan situasi yang dihadapi tersebut.
Setelah memilih strategi yang sesuai, proses selanjutnya adalah menterjemahkannya kedalam
langkah-langkah yang nyata. Langkah tersebut misalkan mencari aliansi strategis untuk
menutupi kekurangan yang ada. Langkah-langkah tersebut harus jelas tujuan utama dan tengat
waktunya.

Terakhir, adalah proses pengembangan sistem evaluasi. Hal penting yang akan menjaga dan
mengendalikan arah kegiatan memulai usaha tersebut tetap sesuai dengan tujuan yang
dirumuskan. Sistem yang juga kemudian akan membantu dalam mengembangkan ide-ide
perbaikan dan inovatif untuk menjaga kelanggengan keunggulan dimasa mendatang.

Konsep dan Alat Bantu Entrepreneurship - Strategy (Ent- Strategy Concept and Tools)

Ada berbagai konsep pengembangan strategi di dunia bisnis. Salah satu konsep yang populer
adalah konsep strategi persaingan (Competitive Strategy, 1980) dari Michael E. Porter, seorang
profesor bisnis dari Harvard University.

Dalam konsep tersebut, yang penting dipahami adalah metoda untuk menganalisa lingkungan
persaingan (5 Forces Analysis). Analisa yang dapat membantu seorang Enrepreneur memilih
industri yang menguntungkan secara strategis sekaligus mengetahui hal-hal penting (key sucess
factor) yang dibutuhkan untuk membangun keunggulan dalam industri tersebut.

Kemudian, dari konsep tersebut juga perlu dipahami tiga pilihan strategi yang umum
dikembangkan para pelaku bisnis. Strategi kepemimpinan harga (Cost Leadership), strategi
membuat perbedaan (Differentiation) dan strategi untuk fokus pada ceruk pasar (niche market)
tertentu.

Selain itu, konsep lainnya yang melengkapi konsep diatas adalah konsep pengembangan
keunggulan bersaing (Competitive Advantage, 1985) dari Michael E. Porter. Dalam konsep
tersebut perlu dipahami konsep rantai nilai (value chain) sebagai area pengembangan inovasi
yang bersifat strategis.

Beberapa konsep strategi lain seperti Blue Ocean Strategy (W. Chan Kim, 2005), Competing for
The Future (Hamel & Prahalad, 1994), The Fith Disipline (Peter M. Senge, 1990) dan berbagai
konsep lain juga dapat dijadikan rujukan untuk menganalisa lingkungan persaingan dan
membantu mengembangkan keunggulan..

Sedangkan konsep yang dapat menterjemahkan strategi dalam langkah-langkah kerja yang
sistematis adalah konsep Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan
David P. Norton pada tahun 1996. Konsep ini selain membantu menterjemahkan strategi, juga
bermanfaat sebagai alat pengendali sekaligus sumber perbaikan dan inovasi yang bersifat
strategis.
2. Entrepreneurship - Marketing

Pemasaran Gerilya pada Konsumen Tidak Setia

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen, mengembangkan produk dan layanan yang
sesuai serta mengkomunikasikan keunggulan secara efektif adalah aspek pemasaran paling
penting yang perlu dipahami semua pelaku bisnis. Hal yang nampaknya sederhana, namun
menjadi semakin sulit untuk dilakukan dijaman ini.

Kesulitan pertama adalah keragaman dari selera konsumen saat ini. Adalah harapan dari
konsumen sekarang ini untuk memiliki produk atau layanan yang paling ekslusif / personal,
disediakan pada tempat dan waktu yang paling nyaman serta pada tingkat harga yang paling
menguntungkan baginya. Dengan kata lain, setiap konsumen saat ini memiliki persepsi nilai
(value) yang sangat berbeda satu sama lain.

Kesulitan lainnya adalah semakin terfragmentasinya media atau saluran komunikasi kepada
konsumen. Ditambah lagi dengan begitu banyaknya pesan (atau iklan) yang memborbardir
konsumen setiap harinya. Dalam situasi tersebut, adalah hal yang sulit untuk
mengkomunikasikan produk atau bisnis baru dengan biaya murah. Khususnya jika
mengandalkan media dan cara-cara yang tradisional.

Selain itu, perubahan sosial dan teknologi yang sangat cepat juga menambah kompleksitas
dalam hal kecepatan perubahan kebutuhan, persepsi nilai dan faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian. Perubahan yang menjadi alasan utama mengapa dijaman ini sulit
mempertahankan kesetiaan konsumen.

Tiga hal tersebut disatu sisi menyebabkan kesulitan dari segi pemasaran, namun disisi lain
sebenarnya juga membuka peluang bagi calon pebisnis (entrepreneur) baru. Peluang untuk
melayani segmen pasar yang kurang puas. Peluang untuk mengkomunikasikan secara kreatif dan
lebih intensif dalam lingkungan yang terbatas. Serta peluang untuk membuat inovasi dengan
cepat untuk melayani perubahan konsumen.

Oleh karena itu, adalah hal yang sangat penting bagi seorang calon entrepeneur untuk memiliki
kemampuan mengamati dan mengerti konsumen yang lebih baik dibandingkan pelaku bisnis
yang sudah mapan. Informasi tentang pasar yang lebih baik dan perubahannya akan memberikan
kesempatan kepada pebisnis baru untuk menghasilkan produk atau layanan yang lebih baik pula.

Selain itu seorang entrepeneur pemula harus memiliki kelincahan dan kecepatan untuk dapat
mengembangkan produk dan layanan baru. Kelincahan (agility) tersebut sangat dibutuhkan
untuk mengatasi kecepatan perubahan konsumen yang belum tentu dapat dilayani oleh pelaku
bisnis yang sudah mapan.

Hal penting lain yang perlu dikuasai oleh entrepeneur adalah kemampuan untuk menerapkan
kegiatan pemasaran dengan biaya murah. Khususnya dalam hal komunikasi pemasaran.
Entrepeneur harus mampu secara kreatif mengembangkan cara dan media non-tradisional untuk
mengkomunikasikan produk dan layanan yang dihasilkannya.
Konsep dan Alat Bantu Entrepreneurship -Marketing (Ent - Marketing Concept and Tools)

Hampir semua buku pengantar pemasaran dapat menjadi rujukan untuk memahami konsep dasar
pemasaran. Karena semua buku tersebut umumnya memiliki kesamaan dalam hal sistematika
dan proses pengembangkan rencana pemasaran yang efektif.

Proses tersebut dimulai dengan pemahaman akan lingkungan pemasaran yang dilanjutkan
dengan pemahaman proses pengambilan keputusan pembelian konsumen. Berlanjut dengan
proses pemilihan segmen pasar dan pengembangan posisi pasar yang unik serta kemudian
diwujudkan dalam bauran pemasaran (marketing mix) yang tepat.

Namun untuk calon entrepeneur yang baru akan memulai bisnis dan dengan kapasitas biaya yang
terbatas, konsep yang penting dipahami adalah konsep pemasaran gerilya (Guerilla Marketing)
yang pertama kali diperkenalkan oleh Jay C. Levinson.

Saat ini konsep gerilya tersebut telah dikembangkan dalam berbagai aspek pemasaran.
Diantaranya yang populer adalah dalam hal komunikasi pemasaran seperti Word-Of-Mouth
Marketing, Buzz Marketing, Viral Marketing dan yang sejenisnya.

Konsep penting lainnya adalah konsep mengembangkan merk (brand). Kesadaran dan
ketrampilan mengembangkan brand sudah menjadi keharusan untuk dipahami entrepeneur
dijaman ini. Dengan demikian, maka strategi membangun keunggulan jangka panjang yang
sudah disusun dapat diwujudkan beriringan dengan pengembangan nilai merk (brand value) yang
dimiliki.

Sebagai tambahan, konsep pemasaran satu-satu (one-to-one marketing), relationship marketing


dan database marketing akan menjadi konsep yang penting dipahami oleh calon entrepreneur
yang mulai mengembangkan kegiatan bisnisnya dalam skala kecil atau dan memiliki kapasitas
menggunakan teknologi untuk membantu kegiatan pemasarannya.
3. Entrepreneurship - Finance

Mengendalikan Keuangan Mengatasi Ketidakpastian

Pemahaman dan ketrampilan mengendalikan keuangan berguna untuk membantu seorang


entrepreneur dalam mengantisipasi dan mengatas berbagai ketidakpastian. Ketidakpastian akan
nilai uang, ketidakpastian penjualan, ketidakpastian biaya dan ketidakpastian daya beli dari
konsumen.

Bahkan dengan pemahaman yang lebih mendalam dalam hal keuangan akan memberikan
peluang kepada seorang entrepeneur untuk mengembangkan model bisnis yang inovatif.

Agar dapat mengatasi ketidakpastian dan mengembangkan rencana bisnis yang solid dan
realistis, seorang entrepeneur minimal harus menguasai empat aspek penting dalam keuangan.

Aspek keuangan pertama yang penting adalah kemampuan untuk membuat berbagai skenario
keuangan dan mengevaluasinya berdasarkan prinsip nilai waktu dari uang (time value of money).
Berdasarkan evaluasi keuangan tersebut, seorang entrepeneur memilih skenario yang paling
realistis dan sekaligus paling menarik bagi investor atau pemilik modal.

Aspek keuangan kedua adalah kemampuan untuk merencanakan dan mengendalikan keuntungan
perusahaan. Dimulai dari ketrampilan mengembangkan harga berdasarkan persepsi nilai (value
based pricing), seorang entrepeneur kemudian harus memahami bagaimana dan kapan
keuntungan tersebut dapat diperoleh dengan membuat estimasi pendapatan dan anggaran biaya
yang sesuai.

Aspek ketiga adalah pemahaman untuk membuat rencana pengelolaan arus kas yang tepat.
Seringkali ketidakmampuan dalam hal ini menjadi penyebab kemacetan (kebangkrutan) dari
kegiatan bisnis yang baru. Dua hal penting dalam pengelolaan arus kas adalah kemampuan
mengelola piutang dan mengantisipasi variasi pendapatan.

Aspek keuangan keempat yang juga sangat penting untuk dipahami oleh seorang calon
entrepreneur adalah bootstrapping. Istilah yang sulit dicarikan padanannya dalam bahasa
Indonesia. Namun makna yang utama adalah sikap dan kemampuan untuk berhemat dan
memanfaatkan berbagai cara untuk memulai usaha dengan dana yang terbatas.

Sikap dan ketrampilan tersebut menjadi penting khususnya dikala seorang entrepeneur memulai
usahanya dengan dana pribadi yang sangat terbatas. Walaupun demikian sikap tersebut
seharusnya juga kemudian menjadi disiplin dan kebiasaan dalam kegiatan mengimplementasikan
dan mengembangkan kegiatan bisnis. Karena dengan sikap dan ketrampilan itulah yang akan
memampukan seorang entrepeneur memiliki keunggulan dalam hal biaya dibandingkan
pesaingnya.

Konsep dan Alat Bantu Ent -Finance (Ent - Finance Concept and Tools)

Konsep keuangan pertama yang perlu dikuasai oleh entrepeneur adalah konsep Capital
Budgeting. Konsep tersebut akan membantu seorang entrepreneur untuk memilih skenario
investasi yang paling menguntungkan dan sekaligus menarik bagi investor.

Tiga metoda yang umum digunakan dalam Capital Budgetting adalah metoda NPV (Net Present
Value), IRR (Internal Rate of Return) dan Pay Back Period. Agar dapat menggunakan metoda
tersebut, seorang entrepeneur harus mampu membuat perkiraan nilai investasi dan menyusun
proyeksi arus kas untuk periode waktu tertentu.

Selain itu analisa Break-Even adalah metoda keuangan sederhana yang juga perlu dan umum
digunakan seorang entrepreneur pemula. Konteks dimana analisa tersebut digunakan adalah saat
nilai investasi relatif kecil sehingga tidak terlalu penting untuk melakukan capital budgeting.
Melalui analisa tersebut, seorang entrepeneur dapat menilai kelayakan usaha dari jumlah
penjualan minimum yang perlu dicapai untuk memperoleh keuntungan.

Konsep lain yang perlu dipahami adalah ketrampilan menyusun anggaran, mengelola arus kas
serta kemampuan membaca laporan keuangan dan rasio-rasio keuangan yang penting yang tekait
dengan laporant tersebut. Sebagai tambahan, akan lebih baik juga seorang entrepeneur
memahami konsep investasi agar dapat memanfaatkan kelebihan dananya secara optimum.

Bagi seorang entrepeneur yang tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari cara menghitung
dan mengembangkan konsep-konsep keuangan tersebut, dapat meminta bantuan orang lain untuk
melakukannya. Namun yang penting entrepreneur tersebut harus memahami metoda, hasil
perhitungan serta implikasinya. Dalam situasi demikian, diperlukan kesediaan entrepreneur
tersebut untuk mengikuti saran keuangan dari orang yang dipercayainya itu.
4. Entrepreneurship - BizPlan

Rencana Mengawali dan Mengawal Perjalanan

Tidak banyak orang yang hendak bepergian jauh dan lama tanpa sebuah rencana. Karena
perjalanan yang kurang direncanakan umumnya akan menemui hambatan-hambatan yang tidak
menyenangkan.

Begitu juga dengan seorang entrepreneur. Untuk sebuah perjalanan pendek, misalkan bisnis
musiman dan tidak beresiko besar, mungkin rencana bisnis tidak terlalu diperlukan. Namun
untuk sebuah bisnis yang hendak dikembangkan untuk jangka waktu yang panjang dan menjadi
besar, sebuah rencana akan mutlak diperlukan.

Disamping sebagai panduan pelaksanaan, rencana bisnis ini juga bermanfaat untuk meyakinkan
pemilik modal, pemberi pinjaman atapun pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan bisnis
tersebut. Rencana tersebut harus dapat menunjukkan keuntungan yang diperoleh mereka dan
resiko-resiko atau kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.

Oleh karena itu, dengan dua tujuan atau manfaat tersebut, maka rencana bisnis yang baik harus
memiliki lima sifat sebagai berikut:

1. Kredibilitas
Rencana bisnis yang baik harus menunjukkan bahwa pembuat rencana tersebut benar-
benar menguasai dan memahami industri atau bisnis yang akan dijalaninya
.
2. Reliabilitas
Rencana bisnis yang baik dapat menunjukkan individu atau kelompok kunci (key
person) yang sesuai yang akan menjalankan bisnis itu.

3. Realistik
Rencana bisnis yang baik memberikan gambaran yang optimis tetapi juga realistis
dengan situasi pasar dan persaingan yang akan dihadapi

4. Pertumbuhan yang Langgeng


Rencana bisnis yang baik menunjukkan keunggulan yang dimiliki dan strategi untuk
mempertahankan keunggulan tersebut dalam jangka panjang.

5. Resiko
Rencana bisnis yang baik menunjukkan resiko yang mungkin dihadapi dalam
pelaksanaan bisnis tersebut dan langkah-langkah untuk mengantisipasinya.
Disamping itu seorang entrepeneur yang akan mengembangkan sebuah bisnis, harus mampu
menunjukkan dalam rencana bisnis yang dibuatnya kerangka waktu (time-frame) untuk
mengimplementasikan bisnis tersebut. Terakhir yang mungkin nampak kurang diperhatikan,
adalah kemampuan untuk mengembangkan rencana bisnis tersebut dalam format dan sistematika
yang mudah dipahami.
Konsep dan Alat Bantu Entrepreneurship -BizPlan (Ent - BizPlan Concept and Tools)

Secara umum sudah banyak diterbitkan buku-buku ataupun software yang dapat membantu
seorang entrepeneur mengembangkan rencana bisnis. Bahkan buku atau software tersebut juga
dilengkapi dengan berbagai contoh rencana bisnis dari berbagai jenis industri.

Yang perlu diwaspadai adalah penggunaan materi tersebut, khususnya contoh rencana bisnis
yang diberikan tanpa pemahaman yang benar. Akibatnya akan nampak pada kurangnya
orisinalitas dari rencana tersebut dan pada akhirnya menyebabkan rencana tersebut tidak bisa
diimplementasikan.

Disamping itu konsep lain yang juga perlu dipahami entrepreneur untuk membuat rencana bisnis
yang baik adalah konsep pengelolaan sumber daya manusia dan kualitas.

Untuk pengelolaan sumber daya manusia, konsep penting yang perlu dipahami dan dijabarkan
dalam rencana bisnis adalah proses pengembangan strutkur organisasi dan lingkup tugas dari
orang-orang kunci yang terlibat. Khusus untuk rencana bisnis dalam industri jasa, maka konsep
pengelolaan SDM yang lebih lengkap akan penting untuk dijabarkan karena hal tersebut terkait
erat dengan keunggulan bisnis.

Untuk pengelolaan kualitas, banyak rujukan juga yang bisa dimanfaatkan. Misalkan konsep Six-
Sigma. Pemahaman dan penjabaran konsep ini dalam rencana bisnis akan menambah kredibilitas
dan kepastian akan keunggulan proses bisnis yang dikembangkan dalam jangka panjang. Apalagi
jika rencana bisnis yang terkait dengan industri manufaktur, maka konsep pengelolaan kualitas
sudah menjadi hal yang sangat penting untuk dipahami.

Terakhir, aspek yang kurang diperhatikan dalam pengembangan ide dan rencana bisnis namun
akan menjadi sangat penting dalam pelaksanaan adalah aspek legal. Dalam hal ini seorang
entrepeneur harus memahami (atau meminta bantuan) untuk menjabarkan hal-hal yang terkait
dengan aspek legal dari rencana bisnis yang akan dikembangkannya. Termasuk dalam aspek
tersebut adalah bentuk perusahaan yang akan didirikan, paten, copyright dan perjanjian-
perjanjian kerjasama dengan pihak lain.
5.
6. Entrepreneurship - Softskill

Ketrampilan yang Memperlancar Rencana

Softskill adalah salah satu kunci sukses seorang entrepreneur. Ada banyak entrepreneur dengan
ide bisnis yang cemerlang serta rencana yang solid, namun kurang berhasil dalam upaya
pengembangan bisnisnya. Salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan dari entrepreneur
tersebut dalam hal mengkomunikasikan, memimpin tim serta mengatasi konflik dan masalah
yang timbul dalam implementasi rencana tersebut.

Materi soft-skill ini juga yang membedakan pendekatan pendidikan cara lama dengan cara baru
untuk pembelajaran entrepeneurship. Paradigma pendidikan lama lebih menekankan kepada
ketrampilan teknis (hard-skill) dan pengajar berfungsi sebagai pakar. Sementara pendidikan
entrepeneurship justru lebih menekankan pada soft-skill dan menempatkan pengajar sebagai
fasilitator atau fellow-learner.

Disamping itu dalam proses pembelajaran entrepreneurship, soft-skill adalah ketrampilan tentang
mengetahui siapa (know-who) melengkapi mengetahui apa (know-what) berupa konsep,
mengetahui bagaimana (know-how) berupa alat bantu (tools) dan mengetahui mengapa (know-
why) berupa aspek ethic. Jadi soft-skill ini penekanan utamanya lebih pada kemampuan
mengembangkan human capital dari bisnis yang akan dikembangkan.

Dengan semua pemahaman akan pentingnya softskill, maka yang menjadi pertanyaan adalah
soft-skill apa yang paling diperlukan oleh seorang entrepreneur?

Yang pertama dan yang terpenting adalah ketrampilan komunikasi. Ketrampilan ini akan
membantu seorang entrepreneur dalam proses riset untuk mematangkan rencana, membagikan
visi, menjual dan menegosiasikan ide serta mengembangkan kerjasama yang positif diantara
semua pihak yang terkait. Dua konteks dimana ketrampilan ini perlu dilatih adalah komunikasi
personal dan komunikasi publik (mis. ketrampilan presentasi).

Ketrampilan kedua adalah kreatifitas. Ketrampilan yang penting dalam hal pengembangan ide,
pemecahan masalah maupun dalam hal-hal lain yang diperlukan dalam mengatasi hambatan
yang timbul dalam implementasi rencana.

Ketrampilan ketiga adalah kepemimpinan. Ketrampilan ini meliputi ketrampilan memimpin diri
sendiri (self-motivation), memimpin rekan (partner) dan memimpin bawahan, khususnya dalam
hal kerjasama. Termasuk juga didalamnya adalah ketrampilan untuk mengatasi konflik yang
mungkin timbul.
Ketrampilan keempat adalah ketrampilan belajar (learning). Ketrampilan ini penting bagi
seorang entrepreneur, khususnya dalam situasi saat ini dimana perubahan terjadi sangat cepat.
Seorang entrepreneur harus belajar memahami perubahan dan sistem yang sedang berjalan. Juga
entrepreneur tersebut harus belajar dari keberhasilan dan kegagalan yang dialami dalam proses
mengembangkan bisnisnya. Seorang entrepeneur harus terbiasa untuk melakukan relfeksi diri
untuk kemudian mengembangkan pemikiran-pemikiran yang lebih baik.

Konsep dan Alat Bantu Entrepreneurship –Soft-Skill (Ent–Soft-skill Concept and Tools)

Karena soft-skill merupakan ketrampilan, maka kunci keberhasilan seorang entrepeneur dalam
hal ini adalah latihan. Semakin sering seorang entrepreneur melatih ketrampilan tersebut dalam
berbagai kesempatan dan situasi, maka entrepeneur tersebut akan semakin mahir pula. Pada
akhirnya, ketrampilan tersebut menjadi kebiasaan yang mendarah-daging (embedded) dengan
dirinya.

Ada banyak panduan yang membahas latihan-latihan maupun hal-hal penting yang terkait
dengan ketrampilan tersebut. Panduan tersebut berupa buku, video, website, software maupun
modul-modul pelatihan yang banyak ditawarkan oleh banyak lembaga pelatihan yang ada saat
ini.

Untuk ketrampilan komunikas, umumnya panduan yang tersedia memiliki banyak kesamaan.
Oleh karena itu, cukup diambil atau dipilih panduan yang paling sesuai dan kemudian
menggunakannya sesering mungkin dalam berbagai kesempatan.

Dalam hal kreatifitas juga ada banyak panduan yang bisa dimanfaatkan. Namun secara khusus
konsep lateral thinking dari Edward de Bono merupakan salah satu konsep yang cukup baik
untuk dipelajari dan dilatih. Disamping itu mind-mapping yang dikembangkan oleh Tony Buzan
adalah salah satu alat bantu yang bermanfaat dalam hal pengembangan ide kreatif.

Seperti halnya komunikasi, bahasan tentang kepemimpinan juga banyak tersedia. Mulai dari
konsep yang sangat berbobot secara akademis hingga konsep kepemimpinan yang bersifat
praktis dan populer. Salah satu konsep yang cukup baik untuk dipahami dan dikuasai oleh
entrepeneur adalah leadership pipeline (.Ram Charan, Steve Drodder, Jim L. Noel, 2000).
Melalui konsep ini, seorang entrepeneur akan lebih mudah memimpin dirinya sendiri maupun
kelompok dalam melewati berbagai phase pertumbuhan.

Sementara itu dalam hal ketrampilan belajar, konsep yang sangat populer adalah konsep
organisasi pembelajar yang dikembangkan oleh Peter M. Senge dalam bukunya the Fith
Discipline yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1993.
6. Entrepreneurship -Ethics

Antara Moral dan Entrepreneur yang Sukses

Mengapa seorang entrepreneur harus bermoral? Bagi Theodor W. Adorno (Lihat Magnis
Suseno:2000.hal. 240), mencari alasan mengapa harus bersikap bermoral adalah tanda orang
tidak bermoral. Orang yang masih bertanya mengapa orang tidak boleh dibunuh karena ras atau
agama, mengapa orang tidak boleh diperkosa, ditindas, dirugikan dan meminta alasan untuk
tidak berbuat keji, itulah yang disebutnya jahat.

Sejalan dengan Immanuel Kant, bagi Adorno, orang yang bermoral tidak memerlukan
pendasaran atau alasan mengapa ia harus bermoral. Itulah yang wajib diemban semua orang.
Orang bermoral tahu dengan sendirinya keharusan semacam itu. Dimanakah tertera hukum moral
tersebut? Kant menyatakan, “Dua hal yang menakjubkan: bintang-bintang langit di atasku dan
hukum moral di dalamku.” Kita bisa saja menyebutnya hati nurani, kebijakan batin dan
sebagainya.

Dulu sebelum Kant, Aristoteles sudah melihat aktualisasi diri seorang manusia terjadi secara
lengkap jikalau ia bukan saja mengasah kreativitasnya dan kemampuannya, rasa dan akal
budinya tetapi juga karakter moral/ keutamaannya. Seluruh manusia mencari kebahagiaan, dan
kebahagiaan terletak pada kebijaksanaan untuk berkarakter bermoral.

Ketika ia bertindak baik, ia bukan saja membawa kebaikan bagi masyarakatnya tetapi juga
membawa dirinya pada kebahagiaan (Bahasa Yunani: eudaimonia). Bahagia di sini bagi
Aristoteles bukan sekadar masalah perasaan, tetapi pencapaian suatu karakter yang adiluhung,
ketika potensi-potensi baik dari manusia diaktualisasikan (mirip dengan apa yang dinyatakan
Maslow dalam hirarki kebutuhannya).

Namun jika berhenti di sini saja, kita tetap tergelitik bertanya, “Saya tetap ingin tahu apakah ada
perbedaan hasilnya antara entrepreneur bermoral dan tidak bermoral?”. Entrepreneur yang tidak
bermoral biasanya akan dibalas dari sisi hukum. Cepat atau lambat kejahatan akan ketahuan
bukan? Karena itu, banyak orang-orang yang mengambil jalan pintas untuk kaya dan akhirnya
jatuh atau rontok dilindas hukum. Hukum umumnya sejalan dengan moral.

Sejak zaman Yunani kuno, hakikat ekonomi dan politik, jikalau tidak membawa kesejahteraan
bagi masyarakat luas, tidak layak hadir. Perusahaan, institusi sosial atau negara yang tidak
membawa kesejahteraan masyarakatnya patut diganti dengan yang baik bagi keseluruhan.
Bahkan, sungguh pun orang-orang bisnis berusaha memenuhi kepentingan dirinya, menurut
Adam Smith, ternyata melalui usaha pemenuhan kepentingan diri itu, mereka pun memenuhi
kepentingan masyarakat. Itu sebabnya institusi ini diizinkan hadir oleh negara ataupun
masyarakat.

Bagaimana kalau entrepeneur tersebut tidak ketahuan atau bisa melakukan melalui celah-celah
hukum? Kalau itu terjadi dan hukum berpihak pada mereka, masyarakat yang memiliki nurani
akan tidak menyukai entrepreneur tersebut. Terkadang, walau lolos dari hukum, masyarakat
tetapi bisa melakukan boikot atau demonstrasi kepada entrepreneur tersebut. Dengan derasnya
arus informasi saat ini, kecil kemungkinan masyarakat tidak mengetahuinya. Maka, tuntutan
masyarakat saat ini terhadap perusahaan, institusi sosial ataupun negara akan semakin besar
karena adanya reformasi informasi dan kesadaran ini.

Bagaimana kalau masyarakat juga tetap tidak menyadarinya? Bukankah ada kejahatan yang tetap
tersembunyi? Maka Aristoteles mengingatkan eudaimonia tidak tercapai pada orang tersebut, dan
sang penjahat mengetahui kejahatan dirinya sendiri. Sementara Kant, mengingatkan keberadaan
Allah sebagai penjaga keadilan dan penyangga etika.

Langkah-Langkah Bermoral

Kalau demikian, bagaimana kita dapat menentukan apa yang benar atau tidak yang terkadang
bahkan hukum pun tidak menyatakan dengan jelas. Walau Kant sudah menyatakan adanya
hukum moral di dalam setiap hati orang, nurani setiap orang terkadang bisa salah dalam
penerapannya. Dalam hal ini kita menguji sebuah tindakan etis atau tidak melalui alur sederhana:

1. Identifikasi kondisi, pro dan kontranya, dan rumuskan tindakan Anda.

2. Tentukan apakah tindakan Anda lebih banyak membawa kebaikan bagi masyarakat/ banyak
pihak atau malah mendatangkan kerugian bagi banyak pihak? (utilitarian kalkultor dan
stakeholder approach). Masukkan juga “lingkungan dan generasi berikut” sebagai salah
satu komponen stakeholders Anda (pandangan Hans Jonas).

3. Apakah tindakan Anda didasarkan pada hukum moral dan nilai-nilai di hati Anda?
(deontologi Kant dan virtue theory Aristoteles). Dalam kacamata perusahaan atau institusi,
apakah Anda mendirikan atau bergabung dengan insitusi, sesuai dengan nilai-nilai Anda?
Jikalau iya, apakah tindakan Anda tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianut
perusahaan/ institusi Anda?

4. Bagaimana jika tindakan Anda dilakukan orang lain, sementara Anda atau orang yang Anda
kasihi yang terkena dampaknya, apakah Anda juga setuju? (golden rule)

5. Apakah tindakan tersebut bisa menjadi hukum yang universal dan tidak mengacaukan
tatanan masyarakat? (deontologi Kant dan kode etik profesional)
6. Jika ada satu yang jawabannya tidak dari pertanyaan di atas, secara kreatif, apa rumusan
tindakan Anda yang baru agar jawabannya menjadi ya untuk pertanyaan-pertanyaan di atas
sekaligus solusi dalam permasalahan Anda?

Aristoteles mengingatkan kita bahwa untuk menjadi orang berkeutamaan misalnya jujur, bukan
karena satu tindakan jujur, tetapi dilakukan secara berulang menjadi kebiasaan. Dengan
demikian, karakter yang baik terbentuk bukan dari satu atau dua tindakan semata. Baik karakter
perusahaan atau karakter pribadi, aktualisasi perusahaan atau aktualisasi pribadi, membutuhkan
waktu yang panjang dan integritas perilaku. Apakah ini ada kaitannya dengan kesuksesan
seorang entrepreneur? Jawabannya tidak. Moral bukanlah sekadar alat pendukung kesuksesan,
tetapi ia justru penentu apakah seorang entrepreneur sungguh sukses atau tidak dalam arti
sebenarnya. Karena itu, semakin besar sumber daya yang dikelola oleh seorang entrepreneur
semakin besar tanggung jawabnya secara moral. Akhirnya, dari sudut etika, kesuksesan seorang
entrepreneur justru terletak dari berapa banyak ia membawa kebaikan bagi diri dan
masyarakatnya.

Anda mungkin juga menyukai