Anda di halaman 1dari 6

BAB II

ANALISA KASUS

a. Anamnesis

Dari anamnesis, didapatkan keluhan nyeri dada. Pasien mengeluh nyeri


dada sejak 7,5 jam SMRS. Nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit. Nyeri
yang dirasakan menembus ke punggung dan menjalar ke lengan, disertai
dengan keringat dingin, mual dan muntah. Nyeri dada semakin memberat
terutama bila beraktivitas ringan seperti berjalan atau menaiki tangga dan
membaik dengan istirahat. Keluhan nyeri dada yang dialami pasien
merupakan keluhan nyeri dada tipikal dengan gejala penyerta. Pasien memiliki
riwayat merokok 5 tahun terakhir dengan jumlah sebungkus per hari. Pasien
juga memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, yang saat ini telah mendapat
pengobatan rutin seperti metformin 2 x 500 mg, glimepirid 2x500 mg,
asarbote 2x50 mg dan injeksi levenix 0-0-0-20 unit. Pasien memiliki riwayat
stroke infark pada tahun 2015 dan masih rutin kontrol ke poli syaraf. Pasien
memiliki berbagai faktor risiko diatas seperti DM, riwayat merokok, dan
stroke sehingga terjadinya sindrom koroner akut lebih kuat. Saat ini pasien
masih mengeluhkan nyeri dada dan dirujuk dari RS Triharsi dengan diagnosis
STEMI inferior.

Pasien mengalami gejala nyeri dada tipikal. Nyeri dada tipikal akan
memberikan gejala klinis nyeri terasa seperti tertekan benda berat hingga
terasa dan menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada diprovokasi dengan aktivitas
atau emosi, kemudian akan membaik dengan istirahat atau dengan pemberian
nitrat.

Pada angina non tipikal, gejala klinis hanya muncul 2 hal diatas, dan
dikatakan nyeri dada non angina bila hanya muncul 1 gejala/tidak sama sekali.
Nyeri dada yang dirasakan pasien, muncul akibat adanya ketidakseimbangan

1
antara supply dan demand oksigen yang mengalir di arteri koroner, dimana
kondisi adanya stenosis dan oklusi pada pembuluh darah koroner dapat
menimbulkan terganggunya supply oksigen terutama ke arteri koroner.

b. Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis


saat datang ke poli Rumah Sakit Dr. Moewardi, tampak sakit sedang. Tekanan
darah didapatkan 138/71 mmHg, laju napas 20x/menit, denyut jantung
68x/menit, denyutnadi 68x/menit, saturasi oksigen 99 % dengan O2 ruangan.
GDS 249 mg/dl. Dapat disimpulkan pasien mengalami pra hipertensi dengan
tanda vital normal.

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG di RS Perujuk didapatkan sinus bradikardi, 57
bpm, normoaxis, q patologis (-), ST elevasi II, III, aVF, ST depresi I, aVL.
Pemeriksaan EKG di RSUD Dr. Moewardi didapatkan irama sinus
arrhytmia 70 bpm, normoaxis, q patologis (-), ST elevasi lead II, III, aVF,
ST depresi lead I, aVL
Kesimpulan : STEMI Inferior
2) Laboratorium
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit (12
ribu/ul meningkat), netrofil (91.80 % meningkat), limfosit (6.90 %
meningkat), GDS (272 mg/ dl meningkat), kreatinin (0.9 mg/dl normal),
ureum (45 mg/dl normal).
Kesimpulan : Pasien diabetes
3) Rontgen Thorax PA

2
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan lainnya adalah foto polos
rontgen thorax didapatkan hasil ukuran jantung membesar dengan CTR
60% dan tampak cephalissasi di kedua lapang pulmonal, corakan
bronkovaskuler normal. Kesimpulannya adalah cardiomegaly dengan awal
edema paru.
4) Echocardiography

Pemeriksaan penunjang echocardiography dilakukan dan


didapatkan hasil dimensi dan kontraktilitas LA, LV, RA, RV baik. Katup
Mitral MR Mild dengan VCW 0.2 cm, katup aorta, trikuspid, pulmonal
dalam batas normal. Kesimpulannya adalah concentric remodelling
dengan abnormalitas segmental wall motion EF 47-50%, disfungsi
diastolik grade I, MR Mild.
5) DCA
Pasien baru akan dilakukan pemeriksaan penunjang minimally
invasive berupa DCA pada tanggal 21 Februari 2020 Dimana sesuai
guideline ESC 2019 mengenai CCS mengemukakan pemeriksaan
penunjang invasif dilakukan karena pada pasien ditemukan adanya angina
tipikal yang memberat dengan aktivitas ringan serta pasien memiliki faktor
risiko tinggi. Selain itu pasien dilakukan tindakan DCA karena pada
pemberian medikamentosa sudah dapat dikategorikan sebagai Optimal
Medical Teraphy sehingga langkah selanjutnya diperlukan adanya
tindakan invasif.

d. Diagnosis
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis dengan Chronic Coronary Syndrome, riwayat ACS
(November 2019 di RSUD Salatiga) , MR moderate, AR mild dengan CCS
III, EF 46-50% etiologi PJK (Faktor risiko Laki-laki > 45 tahun, dengan

3
riwayat merokok (+) dan hipertensi (+) dengan penyerta Asotemia dan
Hipertensi.

Diagnosis didapatkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.


Dari hasil elektrokardiografi, didapatkan adanya Q patologis pada III, avF dan
T inversi pada lead II, III dan aVF. Hal ini menandakan bahwa terdapat
riwayat terjadinya infark miokard pada pasien. Kemudian dari hasil
echokardiografi, didapatkan MR moderate, AR mild dengan EF 46-50%. Hal
ini sesuai dengan salah satu dari dasar diagnosis CCS yaitu pasien dengan atau
tanpa gejala angina pectoris stabil <1 tahun setelah ACS. Pasien memiliki
riwayat terkena ACS pada November 2019 dan belum pernah dilakukan
kateterisasi.

Berdasarkan guideline CCS diagnostic dapat di tegakan dengan angiografi


invasif karena pada pasien ditemukan angina tipikal yang memberat dengan
aktivitas ringan. Selain itu nilai dari PTP (Pre-test probability) menunjukan
hasil 52% sehingga perlu dilakukan angiografi koroner untuk mendeteksi dan
menentukan ada atau tidaknya penyempitan (stenosis) pada arteri koroner.

e. Tatalaksana
Pasien masuk dari poliklinik karena rencana tindakan DCA pada
27/1/2020. Saat ini pasien mendapat pengobtan dari RSDM yaitu aspilet 80
mg, clopidogrel 75 mg, candersatan 16 mg, nitrokaf 2x2.5 mg , bisoprolol 10
mg, amlodipin 10 mg sejak 1 bulan yang lalu. Obat yang diberikan sudah
sesuai dengan guideline terapi CCS. Pengobatan yang diberikan sudah
menggunakan kombinasi obat dan dosis yang optimal, namun nyeri dada
masih tetap dirasakan.

Aspilet merupakan obat yang mengandung aspirin. Aspilet dan


clopidogrel bekerja sebagai agen antiplatelet. Aspirin merupakan antiplatelet

4
yang menginhibisi COX-1 dan COX-2 secara ireversibel sehingga menurunkan
produksi prostaglandin dan derivatnya (Thromboxan A2). Clopidogrel
merupakan P2Y12 inhibitor. P2Y12 merupakan kemoreseptor adenosine
diphosphate (ADP), inhibisi ikatan ini akan menghambat aktivasi kompleks
glikoprotein GPIIb/IIIa sehingga menghambat agregasi platelet. Dual terapi
antiplatelet dengan aspirin dan P2Y12 inhibitor merupakan pilihan terapi pada
kejadian infark miokard, diberikan selama 12 bulan.
Candesartan merupakan golongan ARB. ARB diberikan karena pasien
intoleransi pada ACE-I, dan digunakan untuk menurunkan tekanan darah. ARB
merupakan penghambat reseptor angiotensin II sehingga akan menimbulkan
efek vasodilator, dapat mengurangi remodeling dan menurunkan angka
kematian penderita pasca infark-miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik
jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis.
Bisoprolol merupakan golongan β-blocker. Beta bloker berkerja untuk
menurunkan kebutuhan oksigen miokard dan memblokade RAAS (renin–
angiotensin–aldosterone system). Kombinasi efek tersebut dapat menurunkan
frekuensi takiaritmia atrial maupun ventrikular. Amlodipin merupakan obat
golongan Calcium Channel Blocker (CCB). CCB bekerja dengan memblok
influk Calcium kedalam miokard dan otot polos pembuluh darah sehingga
pembuluh darah mengalami vasodilatasi yang menyebabkan tekanan darah
menurun sehingga kerja jantung dan kebutuhan oksigen berkurang. Kombinasi
CCB dan β-blocker diberikan apabila gejala angina masih didapatkan.
Nitrokaf retard merupakan obat yang mengandung nitrogliserin yang
merupakan nitrat kerja lambat (long-acting nitrat). Penggunaan nitrat
merupakan terapi lini kedua dari pengobatan angina. Nitrat memiliki efek
vasodilator khususnya sebagai venodilator yang akan menurunkan preload
sehingga beban jantung berkurang. Kombinasi nitrat dan beta bloker dan CCB
merupakan kombinasi lini kedua untuk terapi untuk angina. Nitrat ditambahkan
apabila dengan pengobatan CCB dan β-blocker masih didapatkan nyeri dada.

5
Atorvastatin merupakan senyawa statin yang merupakan inhibitor
hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (HMGCo-A reductase). Inhibisi
enzim ini dapat mencegah katalisasi dari HMG-CoA menjadi mevalonate
(derivat biosintesis kolesterol) sehingga dapat menurukan kolesterol, LDL, dan
trigliserida.

Anda mungkin juga menyukai