Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPOTERMI


DI RUANG PERINATOLOGI RUMAH SAKIT DAERAH (RSD)
dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Erwindyah Nur Widiyanti, S.Kep
NIM 212311101039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN
HIPOTERMI
Oleh : Erwindyah Nur Widiyanti, S.Kep

1. Diagnosa Medis
Hipotermi
2. Proses Terjadinya Masalah
A. Definisi Hipotermi
Hipotermia merupakan suhu tubuh yang berada dibawah rentang
normal tubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Hipotermi dapat terjadi
pada bayi baru lahir (neonatus), yaitu pada bayi dengan asfiksia, bayi
BBLR, bayi dengan sepsis, distress pernafasan, pada bayi prematur atau
bayi kecil yang memiliki cadangan glukosa yang sediki. Prevalensi
hipotermi pada bayi baru lahir berkisar antara 32 hingga 85 persen. Insiden
hipotermia neonatal jauh lebih tinggi di negara berkembang (Parti dkk,
2020). Suhu normal pada neonatus adalah 36,5 oC – 37,5 oC. Gejala awal
pada hipotermi jika suhu <36 oC atau ke dua kaki dan tangan teraba dingin.
Jika seluruh tubuh bayi terasa dingin, maka bayi sudah mengalami
hipotermi sedang (32-36 oC). Hipotermi berat jika suhu <32 oC (Sarnah
dkk, 2020).

B. Etiologi
Penyebab hipotermi menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) yaitu:
1) Berat badan ekstrem
2) Terpapar suhu lingkungan rendah
3) Malnutrisi
4) Kekurangan lemak subkutan.
5) Keruskan hipotalamus
6) Konsumsi alcohol
7) Pemakaian pakaian tipis
8) Penurunan laju metabolism
9) Transfer panas (misalnya Konduksi, konveksi, evaporasi, radiasi)

Menurut Dwienda (2015) penyebab hipotermi adalah:


a. Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat setelah lahir
karena lingkungan eksternal lebih dingin dari pada lingkungan
didalam uterus.
b. Suplai lemak subuktan yang terbatas dan area permukaan kulit
yang besar dibandingkan dengan berat badan menyebabkan bayi
mudah menghantarkan panas pada lingkungan.
c. Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin
terjadi melalui konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi.
d. Trauma dingin Cold Stress pada bayi baru lahir dalam
hubungannya dengan asidosis metabolik dapat bersifat mematikan
bahkan pada bayi yang lahir cukup bulan dan sehat
e. BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering
(menggigil) pada reaksi kedinginan
f. Syok hipovolemik
g. Infeksi
h. Gangguan termoregulasi.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada bayi dengan hipotermi yaitu:
1. Vasokonstriksi perifer
a) Akral sianosis, ekstremitas dingin
b) Perfusi menurun
2. Depresi susunan saraf pusat
a) Latergis
b) Bradikardi
c) Apneu
d) Tidak mau minum
3. Peningkatan metabolisme
a) Hipoglikemia
b) Hipoksia
c) Asidosis

4. Penurunan tekanan pulmonal


a) Distress, takipnea
b) Penurunan BB, BB sulit naik

D. Klasifikasi
1. Hipotermia Sedang atau stress dingin yaitu :
a. hipotermi akibat bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah,
waktu timbulnya hipotermi sedang adalah kurang dari 2 hari
dengan ditandai suhu 320C-360C
b. bayi mengalami gangguan pernapasan
c. denyut jantung kurang dari 100x/menit
d. malas minum dan mengalami letargi
e. kulit bayi akan berwarna tidak merata atau disebut cutis
marmorata
f. kemampuan menghisap yang dimiliki bayi lemah
g. kaki akan teraba dingin.

2. Hipotermi Berat
a. Hipotermi ini terjadi karena bayi terpapar suhu lingkungan
yang rendah cukup lama akan timbul selama kurang dari 2 hari
dengan tanda suhu tubuh bayi mencapai 320C atau kurang
b. napas bayi tampak pelan dan dalam
c. bibir dan kuku bayi akan berwarna kebiruan
d. pernapasan bayi melambat dan tidak teratur
e. bunyi jantung melambat.
3. Hipotermi dengan Suhu tidak stabil
Gejala yang timbul tanpa terpapar dengan suhu dingin atau panas
yang berlebihan dengan gejala suhu bisa berada pada rentang 360C-
390C meskipun dengan suhu ruangan yang stabil.

E. Patofisiologi
Termoregulasi merupakan mekanisme makhluk hidup dalam
mempertahankan suhu tubuh internal untuk tetap dalam suhu normal
tubuh. Pusat pengaturan termoregulasi terletak pada hipotalamus
anterior (Andriyani dkk., 2015). Pada keadaan normal suhu tubuh bayi
dipertahankan (36,5–37,5 oC) yang diatur oleh SSP (sistem termostat)
yang terletak di hipotalamus. Perubahan suhu akan mempengaruhi sel-
sel yang sangat sensitif di hipotalamus (chemosensitive cells).
Pengeluaran panas dapat melalui keringat, dimana kelenjar-kelenjar
keringat dipengaruhi serat-serat kolinergik di bawah kontrol langsung
hipotalamus. Melalui aliran darah di kulit yang meningkat akibat
adanya vasodilatasi pembeluh darah dan ini dikontrol oleh saraf
simpatik. Adanya ransangan dingin yang di bawa ke hipotalamus
sehingga akan timbul peningkatan produksi panas melalui mekanime
yaitu nonshivering thermogenesis dan meningkatkan aktivitas otot.
Akibat adanya perubahan suhu sekitar akan mempengaruhi kulit.
Kondisi ini akan merangsang serabut – serabut simpatik untuk
mengeluarkan norepinefrin. Norepinefrin akan menyebabkan lipolisis
dan reseterifikasi lemak coklat, meningkatkan HR dan O2 ke tempat
metabolisme berlangsung, dan vasokonstriksi pembuluh darah dengan
mengalihkan darah dari kulit ke organ untuk meningkatkan
termogenesis.
Pusat pengaturan panas di otak bayi memiliki kemampuan untuk
meningkatkan produksi panas sebagai respons terhadap stimulus yang
diterima dari reseptor suhu (termoreseptor). Akan tetapi, ini
bergantung pada peningkatan aktivitas metabolik yang menggangu
kemampuan bayi untuk mengontrol suhu tubuh, terutama dalam
kondisi lingkungan yang buruk. Bayi memiliki kemampuan terbatas
untuk menggigil dan tidak mampu meningkatkan aktifitas volunter otot
untuk menghasilkan panas. Oleh sebab itu, bayi harus bergantung pada
kemampuannya sendiri untuk menghasilkan panas melalui
metabolisme.
Hipotermia terjadi karena perawatan bayi baru lahir yang salah,
hilangnya panas tubuh disebabkan oleh 4 hal yaitu radiasi, konveksi,
konduksi, dan evaporasi (Sudarti dan Fauziah, 2013):
1. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi
ditempatkan didekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh
lebih rendah dan suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas
dengan cara ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi
panas tubuh bayi walaupun tidak bersentuhan (Ratnasari, 2019)
2. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi
terpapar udara sekitar yang lebih dingin.
3. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung
antara tubuh bayi dengan permukan yang dingin
4. Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan
panas dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada
permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah
lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.

F. Penanganan
1. Kontak kulit dengan kulit (Skin to skin)
Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh
.Dada atau perut ibu, merupakan tempat yang sangat ideal bagi
BBL untuk mendapatkan lingkungan suhu yang tepat. Apabila
tidak dimungkinkan, maka bayi yang telah dibungkus dengan kain
hangat dapat diletakkan dalam dekapan lengan ibunya (Saifuddin,
2014). Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak
kulit langsung ibu dan bayi untuk menjaga agar bayi tetap hangat,
metode ini juga disebut dengan metode kangguru. Perawatan
metode kangguru di defenisikan sebagai kontak kulit antara ibu
dan bayi secara sering dan eksklusif. Kehangatan tubuh ibu
merupakan sumber panas yang efektif, hal ini terjadi bila ada
kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi.
2. Perawatan Metode Kangguru (PMK)
Perawatan metode kangguru di defenisikan sebagai kontak kulit
antara ibu dan bayi secara sering dan eksklusif. Kehangatan tubuh
ibu merupakan sumber panas yang efektif, hal ini terjadi bila ada
kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi. Keuntungan yang
didapat dari metode kangguru bagi perawatan bayi: meningkatkan
hubungan emosional antara ibu dan bayi, menstabilkan suhu tubuh,
denyut jantung, dan pernafasan bayi, meningkatkan pertumbuhan
dan berat badan bayi dengan lebih baik.
Pelaksanaan metode kangguru dapat dilakukan pada waktu:
a) Segera setelah lahir
b) Sangat awal, setelah 10-15 menit
c) Awal, setelah umur 24 jam
d) Menengah, setelah 7 hari perawatan
e) Lambat, setelah bayi bernafas sendiri tanpa O2
f) Setelah keluar dari perawatan inkubator.
Kriteria bayi untuk metode kangguru:
a) Bayi dengan berat badan < 2000 gram
b) Tidak ada kelainan atau penyakit yang menyertai
c) Refleks dan kordinasi isap dan menelan yang baik
d) Perkembangan selama di inkubator baik
e) Kesiapan dan keikutsertaan orang tua, sangat mendukung
dalam keberhasilan.
3. Memberikan ASI Sedini Mungkin (IMD)
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yaitu upaya menyusui satu jam
pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu
dan bayi. Rangsangan hisapan bayi pada puting susu ibu akan
diteruskan oleh serabut syaraf ke hipofise anterior untuk
mengeluarkan hormon prolaktin. Prolaktin akan mempengaruhi
kelenjar ASI ini untuk memproduksi ASI di alveoli (Indrayani,
2013).
4. Memberikan kehangatan dengan memberikan minyak telon,
memasang sarung tangan dan kaos kaki, menjaga pakaian tetap
kering
5. Penggunaan Inkubator
Inkubtor untuk bayi kurang dari 1500 gr yang tidak dapat
dilakukan metode kanguru dan untuk bayi sakit berat (sepsis,
gangguan nafas berat).
Tabel ketentuan pada suhu inkubator

Suhu inkubator (oC) menurut umur


Berat bayi
35 oC 34 oC 33 oC 32 oC
<1.500 gr 1-10 hari 11 hari-3 minggu 3-5 minggu > 5 minggu

1.500-2.000 gr 1-10 hari 11 hari-4 minggu > 4 minggu

2.100-2.500 gr 1-2 hari 3 hari- 3 minggu > 3 minggu

>2.500 gr 1-2 hari > 3 minggu


3. Pathway

Mempengaruhi sel- Mempengaruhi kerja serat-serat


Faktor Etiologi Perubahan Suhu sel hipotalamus kolinergik

Faktor Lingkungan (Radiasi, HIPOTERMI Panas tubuh Vasodilatasi


Evaporasi, Konveksi, hilang pembuluh darah
Konduksi)
Suhu Tubuh Respon Mengigil Resiko Termoregulasi tidak
Menurun efektif

Metabolisme
Meningkat Vasokontriksi Perubahan tingkah
perilaku bayi

Penggunaan Glukosa Ganguan Aliran


Meningkat darah Perasaan Khawatir
Orang tua
KETIDAKSTABILA
GLUKOSA DALAM Hipoglikemik PERFUSI PERIFER
TIDAK EFEKTIF Kurang Terpapar
DARAH
Informasi
Penurunan Reflek
Hisap
DEFISIT
PENGETAHUAN
MENYUSUI TIDAK
EFEKTIF
4. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Suhu tubuh rendah
normal suhu tubuh bayi 36,5°C - 37°C
2. Akral dingin
3. Bibir pucat
4. Berat badan biasanya < 2500 gr, kurus, lapisan lemak subkutan sedikit
atau tidak ada, kepala relatif lebih besar dibanding dada. (lingkar kepala
< 33 cm, lingkar dada < 30 cm), panjang badan 45 cm.
5. Kardiovaskuler, denyut jantung rata-rata 120 - 160 per menit pada
bagian apikal, kebisingan jantung terdengar pada seper empat bagian
interkostal, aritmia, tekanan darah sistol 45 - 60 mmHg, nada bervariasi
antara 100 – 160 x / menit.
6. Paru, jumlah pernafasan rata – rata antara 40-60 per menit diselingi
periode apnea, pernafasan tidak teratur, flaring nasal, dengkuran,
terdengar suara gemeresik lipoprotein paru - paru.
7. Gastrointestinal ,penonjolan abdomen, pengeluaran mikonium biasanya
terjadi dalam waktu 12 jam, refleks menelan dan menghisap yang
lemah, peristaltik usus dapat terlihat.
8. Mukoloskeletal, tulang kertilago telinga belum tumbuh dengan
sempurna, lembut.
9. Ginjal, berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran, ketidakmampuan
untuk melarutkan eksresi kedalam urine.
10. Reproduksi, bayi perempuan : klitoris yang menonjol dengan labia
mayora yanng belum berkembang; bay laki – laki skrotum yang belum
berkembang sempurna dengan rugae yang kecil, testis tidak
turun kedalam skrotum.
Skor APGAR:
Appearance : tampilan warna kulit (merah/ merah muda)
Pulse : denyut jantung (> 100x/menit)
Grimace : reflek terhadap rangsangan (menangis)
Activity : tonus otot (aktif bergerak)
Respiratory : usaha nafas (30-60x/menit)
7-10 : Bayi kondisi baik
4-6 : afiksia sedang (intervensi bantuan nafas)
0-3 : afiksia berat (resusitasi)
b. Diagnosa Keperawatan
a. Hipotermia b.d terbatasnya regulasi kompensasi metabolik sekunder
b. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan kadar oksigen
c. Menyusui tidak efektif b.d penurunan refleks hisap
d. Ketidakstabilan glukosa dalam darah b.d hipoglikemik
e. Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi
c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
. (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Hipotermia Termoregulasi Neonatus (L.14135) Manajemen Hipotermia (I.14507)
(D.0131) Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Monitor suhu tubuh
selama ... x 24 jam termoregulasi efektif 2. Identifikasi penyebab hipotermia (terpapar suhu
dengan kriteria hasil: lingkungan rendah, pakaian tipis, hipotalamus,
1. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas metabolisme)
normal 36,5°C - 37°C 3. Monitor tanda gejala hipotermia (Mengigil,
2. Bebas dari tanda stress dingin aritmia, hipertensi)
3. Respon mengigil membaik 4. Lakukan penghangatan pasif
4. Frekuensi nadi membaik Terapi Paparan Panas
1. Identifikasi kontraindikasi penguapan
2. Monitor suhu, kondisi kulit, kondisi umum,
respon pasien
Manajemen Lingkungan
1. Identifikasi keamanan dan kenyamanan
2. Atur suhu lingkungan
3. Ganti pakaian secara berkala
4. Edukasi lingkungan rumah aman dan nyaman

2. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi (I.14569)
efektif (D.0009) selama .....x24 jam, perfusi jaringan perifer 1. Periksa Sirkulasi perifer (mis. nadi perifer,
pasien kembali efektif dengan kriteria hasil: edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle
1. Kekuatan denyut nadi brachial index)
2. Suhu kulit ujung tangan dan kaki (hangat) 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
3. Tekanan darah sistol dan diastol (120/90 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, bengkak pada
mmHg) ekstermitas
4. Suhu tubuh (36,5-37,50C) 4. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
5. Irama pernafasan reguler darah di area keterbatasan perfusi
6. Pernafasan (16-20 x/menit) 5. Lakukan pencegahan infeksi
7. Nadi (60-100 x/menit)
8. Tidak sianosis
3. Menyusui tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi Menelan I.03144
efektif (D.0029) 1. Monitor gerakan lidah saat makan
selama ...x24 jam diharapkan status nutrisi
bayi membaik dengan kriteria hasil: 2. Berikan lingkungan yang nyaman
3. Gunakan alat bantu seperti OGT pada bayi jika
1. Berat badan meningkat yang awalnya perlu
<2500 gr menjadi >2500 gr 4. Berikan perawatan mulut
2. Panjang badan meningkat yang awalnya 5. Berikan reflek penghisap dengan sentuhan
<50-53 cm menjadi > 50-53cm pemijatan pada otot mulut
4. Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipoglikemia (I.03115)
glukosa dalam darah selama .... x24 jam diharapkan kestabilan 1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
(D.0027) kadar glukosa darah meningkat dengan 2. Monitor reflex menghisap bayi baru lahir selama
menyusui
kriteria hasil:
3. Pertahankan kepatenan jalan nafas
1. Kadar glukosa dalam darah membaik 4. Lakukan pemberian ASI setelah gejala hilang
2. Jumlah urine membaik 5. Anjurkan memonitor kadar glukosa arah

5. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Kesehatan (I.12383)


(D.0111) selama .... x24 jam diharapkan tingkat 1. identifikasi kesiapn dan kemampuan menerima
pengetahuan meningkat dengan kriteria hasil: informasi
2. sediakan materi dan media pendidikan
1. pertanyaan tentang masalah yang
dihadapi meningkat 3. jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
2. verbalisasi minat dalam belajar kesepakatan
4. jelaskan faktor resiko ysng dspst mempengaruhi
kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, R., A. Triana, dan W. Juliarti. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi
dan Perkembangan. Ed. 1. Yogyakarta: Deepublish.
Dwiendar, R. Dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita
dan Anak Prasekolah Untuk Para Bidan. Yogyakarta: Deepublish
Indrayani. 2013. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: CV Trans Info
Media.
Parti., Malik. S., & Nurhayati. Pengaruh Perawatan Metode Kanguru (PMK)
terhadap Pencegahan Hipotermi pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Bidan Cerdas
Vol. 2 No. 2: April 2020 Hal.66-71
PPNI. 2016a. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator
Diagnostik. Edisi Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2016b. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Keiteria


Hasil Keperawatan. Edisi Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2016c. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan


Keperawatan. Edisi Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Ratnasari, Ita. 2019. Mengenal Hipotermia: Panduan Pertolongan Pertama Pada
Hipotermia. Semarang : Menoreh Pustaka Ilmu
Saifuddin, AB. Dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
Sarnah, Firdayanti, Rahma A. 2020. Manajemen Asuhan Kebidanan pada Bayi
dengan Hipotermi di Puskesmas Jumpandang Baru Makassar. Jurnal
midwifery. Vol 2 No 1 Tahun 2020
Sudarti dan A. Fauziah. 2013. Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai