Bab Ii
Bab Ii
TINJUAN PUSTAKA
5
6
demikian, besar kandungan air tergantung dari usia, jenis kelamin,dan kandungan
lemak.
a. Asupan cairan
Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau di tambah dari makanan
lain. Pengaturan mekanisme keseimbangan cairan ini menggunakana
mekanisme haus. Pusat pengaturan rasa haus dalam rangka mengatur
keseimbangan cairan adalah hipotalamus. Apabila terjadi
ketidakseimbangan volume cairan tubuh dimana asupan cairan kurang atau
adanya perdarahan, maka curah jantung menurun, menyebabkan terjadinya
penurunan tekanan darah.
b. Pengeluaran cairan
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan
pengawasan asupan dan pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan
jumlah dan kecepatan pernafasan, demam, keringat, diare dapat
menyebabkan kehilangan cairan secara berlebihan. Kondisi lain yang
dapat menyebabkan kehilangan cairan secara berlebihan adalah muntah
secara terus menerus. Hasil pengeluaran cairan adalah:
1.)Urine
Pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika
urinaria (kandung kemih). Proses ini merupakan proses pengeluaran cairan
tubuh yang utama. Cairan dalam ginjal disaring di glomerolus dan dalam
tubulus ginjal untuk kemudian diserap kembali ke dalam aliran darah.
Hasil ekskresi terakhir proses ini disebut urine. Dalam kondisi normal
output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30 – 50 ml per
jam.
Bayi 80-90
Anak-anak 50
Sumber : Wong.Donna L (2008)
2.)Keringat
Keringat terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu panas.
Keringat banyak mengandung garam,urea,asam laktat, dan ion kalium.
Banyaknya jumlah keringat yang keluar akan mempengaruhi kadar
natrium dalam plasma.
3.)Feses
Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat.
Pengeluaran air melalui feses merupakan pengeluaran cairan yang paling
sedikit jumlahnya. Jika cairan yang keluar melalui feses jumlahnya
berlebihan, maka dapat mengakibatkan tubuh menjadi lemas. Jumlah rata
–rata pengeluaran cairan melalui feses antara 100-200 ml perhari, yang
diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (Kolon).
c. Diet
Diet dapat mempengaruhi asupan cairan dan elektrolit. Asupan nutrisi
yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadap kadar albumin serum.
Jika albumin serum menurun, cairan interstisial tidak bisa masuk ke
pembuluh darah sehingga menjadi edema.
d. Stress
Stress dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsenrasi
darah,dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi
sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan
menurunkan produksi urine.
e. Sakit
Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga untuk
memperbaiki sel yang rusak tersebut dibutuhkan adanya proses
pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit menimbulkan
ketidakseimbangan hormonal, yang dapat ,menganggu kesesimbangan
kebutuhan cairan.
Kedua tingkat dehidrasi dapat dilihat dari tanda dan gejala yang ada pada
klien.penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.4 Penilaian derajat dehidrasi berdasarkan tanda dan gejala pada
klien
Penilaian A B C
Lihat keadaan umum Baik, sadar Gelisah dan rewel Lesu, lunglai, atau tidak
sadar.
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, Haus dan ingin Malas minum dan tidak
tidak haus minum banyak bisa minum
Periksa turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat. Bila ada
ringan/sedang. Bila 1 tanda , ditambah 1 atau
ada 1 tanda lebih tanda lain
ditambah 1 atau
lebih tanda lain
Sumber : Manjoer dkk,2003
14
b. Riwayat keperawatan
Pada anak kejang demam riwayat penyakit yang menonjol adalah
adanya demam yang dialami oleh anak (suhu rektal 38℃). Demam itu
dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar kranial
seperti tonsilitas dan faringitis. Sebelum serangan kejang pengkajian kasus
kesehatan biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa. Anak masih
menjalani aktifitas sehari-hari seperti biasa seperti bermain dengan teman
sebayanya dan pergi sekolah. Selain dengan adanya tanda klinis demam,
penentuan demam juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang
berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu
tersebut. Maka dari itu, kita harus selalu memantau keadaan pasien dan
kenaikan suhu tubuh pasien.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tapi lengkap, eletrolit
, dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan
kelainan berarti.
2) Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam untuk menegakkan
kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien kejang
demam meliputi. :
3) Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala meningitis
sering tidak jelas.
4) Bayi antara 12 bulan – 1 tahun dianjurkan untuk melalakukan lumbal
fingsi kecuali pasti bukan meningitis
5) Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas
6) Pemeriksaan foto kepala, CT-Scan, dan MRI tidak dianjurkan pada anak
dengan kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukkan
gambaran normal. Ct Scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus
kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,2017. Berdasarkan
patofisiologi penyakit dan manifestasi klinik yang muncul maka diagnosa
keperawatan yang sering muncul pada pasien kejang demam adalah:
a. Hipertermi
Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Penyebab :
· Dehidrasi
· Terpapar lingkungan panas
· Proses penyakit
· Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
· Peningkatan laju metabolisme
· Respon trauma
· Aktivitas berlebihan
17
· Penggunaan inkubator
b. Risiko cedera (terjatuh)
Definisi : Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan
seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik
Faktor risiko:
· Ketidaknormalan profil darah
· Perubahan orientasi afektif
· Perubahan fungsi psikomotor
· Perubahan fungsi kognitif
c. Risiko gangguan perfusi jaringan
Definisi : berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang
dapat mengganggu metabolisme tubuh.
Faktor resiko :
· Hiperglikemia
· Gaya hidup kurang gerak
· Trauma
· Hipertensi
· Prosedur endovaskuler
· Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat
18
3. Intervensi
Tabel 2.5Rencana tindakan asuhan keperawatan hipertemia menurut Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia
Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung
Hipertemia Manajemen Hipertermia - Edukasi analgesia
Observasi : terkontrol
- Identifikasi penyebab hipertermia misalnya: - Edukasi dehidrasi
dehidrasi, terpapar lingkungan panas. - Edukasi pengukuram
- Monitor suhu tubuh suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit - Edukasi program
- Monitor haluaran urine pengobatan
- Monitor komplikasi akibat hipertermia - Edukasi terapi cairan
Teraupetik: - Edukasi termoregulasi
- Sediakan lingkungan yang dingin - Kompres dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian - Manajemen cairan
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh - Manajemen kejang
- Berikan cairan oral - Pemantauan cairan
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika - Pemberian obat
mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih) - Pemberian obat
- Hindari pemberikan antipiretik atau aspirin intravena
- Berikan okigen bila perlu - Pemberian obat oral
Edukasi: - Pencegahan hipertermi
- Anjurkan tirah baring keganasan
Kolaborasi: - Perawatan sirkulasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit - Promosi teknik kulit ke
intravena,jika perlu kulit
Regulasi Temperatur
Observasi
- Monitor suhu tubuh anak setiap 2 jam sekali
- Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan
dan nadi
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor dan catat tanda gejala hipertermia
Terapeutik
- Pasang alat pemantau suhu kontinu, bila perlu
- Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
adekuat
- Gunakan matras penghangat, selimut hangat,
untuk menaikkan suhu tubuh
- Sesuaikan suhu limgkungan sesuai kebutuhan
klien
Edukasi
- Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan
heat stroke
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antipiretik, bila perlu
Tabel 2.6 Rencana tindakan asuhan keperawatan risiko cidera menurut Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia
Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung
Risiko Pencegahan Jatuh - Dukungan ambulansi
cedera Observasi : - Dukungan mobilisasi
(terjatuh) - Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap - Edukasi keamanan
shift atau sesuai dengan kebijakan institusi anak
- Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan - Edukasi keselamatan
risiko jatuh misalnya lantai licin, penerangan lingkungan
kurang - Edukasi pengurangan
- Monitor kemampuan untuk berpindah risiko
Teraupetik: - Identifikasi risiko
- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga - Manajemen kejang
- Pasang handrail tempat tidur - Manajemen sedasi
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah - Orientasi realita
- Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dengan - Pemberian obat
pantauan perawat dari nurse station - Pemasangan alat
- Gunakan alat bantu berjalan misalnya kursi roda pengamanan
walker - Pencegahan kejang
- Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien - Pencegahan risiko
Edukasi: lingkungan
- Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan - Pengekangan fisik
bantuan untuk berpindah - Pengenalan fasilitas
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin - Promosi mekanika
- Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk tubuh
meningkatkan keseimbangan saat berdiri - Rujukan fisioterapis
- Anjurkan cara menggunakan bel pemanggil untuk - Surveilens keamanan
memanggil perawat dan keselamatan
Manajeman Keselamatan Lingkungan
Observasi
- Identifikasi kebutuhan keselamatan misalnya
kondisi fisik, fungsi kognitif dan riwayat perilaku
- Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik
- Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
misalnya fisik,biologi,dan kimia
- Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
- Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
misalnya commade chair dan pergelangan tangan
- Gunakan perangkat pelindung misalnya
pengekanagan fisik , rel samping, pintu terkunci,
pagar
- Hubungi pihak berwenang sesuai masalah
komunitas
- Fasilitiasi relokasi ke lingkungan
Edukasi
- Ajarkan individu,keluarga dan kelompok risiko
tinggi bahaya lingkungan
(Sumber: SIKI, 2018)
20
Tabel 2.7 Rencana tindakan asuhan keperawatan risiko gangguan perfusi jaringan
menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung
Risiko Pencegahan syok - Edukasi diet
Observasi : - Edukasi latihan fisik
gangguan
- Monitor status oksigenasi - Edukasi pengukuran
perfusi - Monitor status cairan nadi radialis
- Monitor tingkat kesadaran pada klien - Edukasi perawatan kaki
jaringan
Teraupetik: - Edukasi program
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi pengobatan
oksigen >94% - Edukasi proses penyakit
- Pasang jalur IV - Manajemen medikasi
- Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi - Manajemen sensasi
Edukasi: perifer
- Jelaskan tanda dan awal gejala syok - Pemantauan tanda vital
- Anjurkan perbanyak asupan cairan secara oral - Pemberian obat
- Anjurkan menghindari alergen - Pengaturan posisi
Kolaborasi: - Perawatan sirkulasi
- Kolaborasi pemberikan IV - Perawatan tirah baring
- Kolaborasi pemberian antiinflamasi - Promosi latihan fisik
Perawatan Sirkulasi
Observasi
- Periksa sirkulasi perifer misalnya edema, nadi
perifer,pengisian kapiler
- Identifiikasi faktor risiko gangguan sikulasi
misalnya faktor keturunan
- Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
pada ekstermitas
Terapeutik
- Hindari pengukuran tekanan darah pada daerah
ekstemitas
- Lakukan penecegahan infeksi
- Lakukan hidrasi
Edukasi
- Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah,
antikoagulan dan penurunan kolestrol
- Informasikan tanda dan gejala yang harus
dilaporkan kepada perawat
(Sumber: SIKI, 2018)
21
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan meliputi pengumpulan data berkelanjutan dan
mengobservasi kondisi anak. Pertahankan keseimbangan produksi dan kehilangan
pada anak dengan intervensi yang telah ditetapkan.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan respon anak terhadap hasil yang
diharapkan dari rencana keperawatan. Tentukan apakah dibutuhkan revisi
rencana. Setelah intervensi, pantau tanda vital anak untuk mengevaluasi
perubahan.
(Potter & perry, 2010).
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi sistem yang berhubungan dengan
masalah cairan dan elektrolit, seperti sistem integumen (status turgor kulit
dan edema), sistem kardiovaskular (adanya distensi vena jugularis,
22
tekanan darah, dan bunyi jantung), sistem penglihatan (kondisi dan cairan
mata), sistem neurologi (gangguan sensorik/motorik, status kesadaran,dan
adanya refleks), dan sistem gastrointestinal (keadaan mukosa mulut, lidah,
dan bising usus).
i. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan yang paling sering dilakukan yaitu:
1) Elektrolit Serum
Kadar elektrolit serum biasanya secara rutin diprogramkan untuk
setiap klien yang masuk ke rumah sakit sebagai sebuah uji untuk
ketidakseimbangan elektrolit.
2) Darah Periksa Lengkap
Hitung darah lengkap, uji lapis dasar yang lain, meliputi infomasi
mengenai hematokrit (Ht). Hematokrit mengukur volume seluruh dara
yang tersusun atas sel darah merah. Karena hematokrit adalah
pengukuran volume sel dalam hubungannya dengan plasma,
hematokrit dipengaruhi oleh perubahan volume plasma. Dengan
demikian hematokrit meningkat pada dehidrasi berat.
3) Osmolaritas Serum
Pengukuran Konsentrasi zat terlarut dalam darah. Osmolaritas serum
dapat diperkirakan dengan menggandakan natrium serum,karena
natrium dan ion klorida adalah penentu utama osmolaritas serum.
Nilai osmolaritas serum digunakan terutama untuk mengevaluasi
keseimbangan cairan. Peningkatan osmolaritas serum mengindikasi
adanya defisit volume cairan.
4. Diagnosa Keperawatan
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, 2017 Diagnosa
keperawatan yang sering muncul pada pasien yang mengalami gangguan cairan
dan elektrolit kejang demam adalah :
a. Hipovelemia
23
· Haus
· Penurunan turgor kulit/lidah
· Membran mukosa/kulit kering
· Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan
volume/tekanan nadi
· Pengisian vena menurun
· Perubahan status mental
· Konsentrasi urine meningkat
· Temperatur meningkat
· Hematokrit tinggi
· Kehilangan berat badan seketika
Faktor yang berhubungan:
· Kehilangan volume cairan secara aktif
· Kegagalan mekanisme pengaturan
25
3. Intervensi
Tabel 2.8Rencana tindakan asuhan keperawatan hipovolemia menurut Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia
Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung
Hipovolemia Manajemen Hipovolemia - Dukungan kepatuhan
Observasi : program pengobatan
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia - Edukasi pengukuran
misalnya frekuensi nadi meningkat, nadi nadi radialis
teraba lemah,haus, lemah,tekanan darah - Insersi intravena
menurun) - Manajemen aritmia
- Monitor intake dan output cairan - Manajemen diare
Teraupetik: - Manajemen elektrolit
- Berikan posisi modified trendelenburg - Manajemen syok
- Hitung kebutuhan cairan - Manajemen spesimen
- Berikan asupan cairan oral darah
Edukasi: - Pemantuan cairan
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan - Pemantauan elektrolit
oral - Pemantuan
Kolaborasi: hemodinamik invasif
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
misalnya NaCl,RL
- Kolaborasi pemberian cairan Iv hipotonis
misalnya glukosa 2,5 % NaCl 0,4%
- Kolaborasi pemberian cairan koloid
- Kolaborasi pemberian produk darah
Manajemen Syok Hipovolemik
Observasi
- Monitor Status kardiopulmonal (frekuensi
dan kekuatan nadi,frekuensi
nafas,TD,MAP)
- Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi,
AGD)
- Monitor status cairan masukan dan
haluaran,turgor kulit, CRT
- Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
- Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap
adanya DOTS (deformity,open
wound,tenderness,swelling)
Terapeutik
- Pertahankan jalan nafas paten
- Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
- Ambil sampel darah untuk pemeriksaan
lengkap dan elektrolit
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 20mL/kgBB pada anak anak
- Kolaborasi dalam pemberian tranfusi
darah, bila perlu
Tabel 2.9 Rencana Asuhan Keperawatan cairan dan elektrolit menurut Nabiel
Ridha.
Diagnosa Tujuan Intervensi
Resiko defisit NOC: NOC:
volume cairan - Fluid Balance Fluid Management
berhubungan - Hydration - Timbang popok jika diperlukan
kehilangan - Nutritional status : Food - Pertahankan catatan intake dan output
intake yang and Fluid Intake yang akurat
kurang dan - Monitor vital sign
diaporesis Kriteria Hasil: - Monitor masukan makanan/ cairan
- Mempertahankan urien dan hitung intake kalori harian
output sesuai dengan usia - Lakukan terapi IV
dan BB dan HT normal. - Monitor status nutrisi
- Tekanan darah, suhu - Berikan cairan
tubuh dalam batas normal - Berikan cairan IV pada suhu ruangan
- Tidak ada tanda-tanda - Dorong masukan oral
dehidrasi, elestisitas - Kolaborasi dengan dokter jika ada
turgor kulit baik, tanda cairan berlebihan muncul
membran mukosa memburuk
lembab, tidak ada rasa
harus yang berlebihan
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan respon anak terhadap hasil yang
diharapkan dari rencana keperawatan. Tentukan apakah dibutuhkan revisi
rencana. Setelah intervensi, pantau tanda vital anak untuk mengevaluasi
perubahan.
(Potter & perry, 2010).
2. Etiologi
Kejang demam yang disebabkan oleh hipertermia yang muncul secra cepat
yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Umumnya berlangsung singkat
atau mungkin terdapat predeposisi familial. Dan beberapa kejadian kejang
dengan berlanjut melawati masa anak-anak dan mungkin dapat mengalami
kejang non demam pada kehidupan selanjutnya.
Beberapa faktor resiko berulangnya kejang yaitu:
· Riwayat kejang dalam keluarga
· Usia kurang dari 18 bulan
· Tingginya suhu badan sebelum kejang makin tinggi suhu sebelum kejang
demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang.
· Lamanya demam,sebelum kejang semakin pendek jarak antara mulanya dema
kejang,maka semakin besar resiko kejang demam berulang.
(NANDA NIC-NOC,2015).
3. Manifestasi klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tobik-klonik bilateral. Bentuk kejang lain dapat juga terjadi seperti
28
mata terbaik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin
berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 %
berlangsung lebihb dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak,tetapi setelah
beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd) yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama lebih sering terjad pada kejang demam yang pertama(Kapita
Selekta Kedokteran,2008).
4. Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam menurut livingston membuat kriteria dan
membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
a. Kejang demam sederhana (simple febrille convulsion)
b. Epilepsi yang diprovokasikan oleh demam (epilepsi trigged off fever)
Ciri-ciri kejang sederhana :
1) Kejang bersifat umum
2) Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3) Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4kali
4) Pemeriksaan EEG tidak menunjukkan kelainan.
Ciri epilepsi yang diprovokasikan oleh demam:
1) Kejang berlangung lama atau lokal/setempat
2) Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan pertama kejang demam
3) Frekuensi melebihi bangkitan kejang lebih dari 4 kali dalam 1 tahun
4) Gambaran EEG menunjukkan ada kelainan
Sedangkan menurut NANDA NIC-NOC,2015 kejang demam diklasifikasikan
menjadi dua yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrille convulsion)
· Kejang berlangsung singkat
29
5. Patofisiologi
Anak anak yang terinfeksi virus dan parasit akan menimbulkan reaksi
infalmasi, salah satu reaksi infalamasi yang muncul yaitu proses demam
mengakibatkan suhu dalam tubuh anak meningkat diatas 38℃ atau disebut juga
Hipertermia. Hipertemia dapat merangsang mekanik dan biokimia dalam tubuh
sehinga dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi perubahan
konsentrasi ion di ruang ektraseluler dan terjadi ketidakseimbangan potensial
membran ATP ASE. Jika potensial membran ATP ASE tidak seimbang maka
akan berpengaruh pula dengan perubahan difusi Na+ dan K+ akan melepaskan
muatan listrik ke seluruh tubuh sel dengan bantuan neutranmitter bereaksi
kejang pada tubuh manusia.
Kejang yang terjadi kurang dari 15 menit mengakibatkan kontraksi pada
otot meningkat dan metabolisme tubuh manusia meningkat. Reaksi jika
metabolisme tubuh manusia meningkat yaitu suhu tubuh makin meningkat
sehingga terjadi ketidakefektidan termoregulasi.
30
6. Pathway
Infeksi bakteri virus
dan parasit
Kesadaran Menurun Kurang dari 15 menit (KDS) Lebih dari 15 menit (KDK)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tapi lengkap, eletrolit , dan
glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan
berarti.
b. Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam untuk menegakkan kemungkinan
meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien kejang demam meliputi. :
· Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala meningitis sering
tidak jelas.
· Bayi antara 12 bulan – 1 tahun dianjurkan untuk melalakukan lumbal fingsi
kecuali pasti bukan meningitis
c. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas
d. Pemeriksaan foto kepala, CT-Scan, dan MRI tidak dianjurkan pada anak dengan
kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal.
Ct Scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari
lesi organik di otak.
8. Penatalaksaan
a. Penatalaksaan di Rumah Sakit
1) Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan, dan buka semua pakaian yang
ketat. Jalan nafas harus terbebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan
tanda vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasn, dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin atau
pemberian antiporetik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah
diazepam yang diberikan melalui intravena datau intrarektal.
2) Mencari dan mengobati penyakit
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan fungsi lumbal hanya pada
32
kasus yang ducurigai sebagai meningitis atau bila kejang demam berlangusng
lama.
3) Pengobatan Profilaksis
a) Profilaksis intermitten
Diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam juga dapat diberika secara
intrarektal setiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10kg) dan 10mg (BB>10kg)
setiap pasien menunjukkan suhu >38,5℃
b) Profilaksis terus-menerus
Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobital 4-5 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis. Obat lain dapat digunakan adalah asam valpona
dengan dosis 15-40mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus
diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan selama 1-
2 bulan.
b. Penatalaksaan di rumah
Karena penyakit kejang demam sulit diketahui kapan munculnya, maka
orangtua atau pengasuh anak perlu diberi bekal untuk memberikan tindakan
awal pada anak yang mengalami kejang demam. Tindakan awal itu antara lain:
1) Saat anak kejang, baringkan pasien di tempat yang rata.
2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernafasan.
3) Masukkan tongspatel yang dibungkus kasa atau kain, kalau tidak ada
gunaka sendok dengan dilapisi dengan kain
4) Kalau mulut anak terbuka berikan aspirin dengan dosis 60mg/tahun/kali
(minimal sehari 3 kali). Atau berikan dosis peranus 5mg untuk berat badan
kurang dari 10kg ,kalau berat badan lebi dari 10kg berikan dosis peranus
10mg, dosis rata-rata yang diberikan peranus adalah 0,4-0,6 mb/kgBB.
5) Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, segera bawa anak ke
rumah sakit.