Anda di halaman 1dari 87

SYARIAT ISLAM (F o to copy

o le h

AHMiiD ZAKI YAMANI


>
j ijn td k n uang n
l ’ '> I , F H rt? n * V 3 i
PERSEMBAHA N

Kepada Ayahku,

Yang telah menanamkan d i dalam jiw a k u kecintaan kepada Syari'at,


dan mengatar cara-cara penelitian o b je k tif tanpa fanatisme,
serta menghabis-habiskan w aktu panjang u ntu k berdebat dan berdiskusi
denganku,
tentang pendapat-pendapat paro a h li fik ih , hujah-hujah dan sanad-sanad
mereka.

Kepada beliau.
Aku persembahkan buku in i,
sebagai pertanda rasa h o rm a t yang tinggi, atas pri-kebapak-an beliau,
baik dalam segi kejiwaan m aupun dalam hubungan darah.

AHM AD Z A K I Y A M A N / V'
J4 *i
N ‘'

>, ' T DAFTAR ISI

SEPATAH KATA
RIW AYAT HIDUP PENGARANG
PERSEMBAHAN
PENGANTAR ^
’ i CA‘ '
M UKAD D IM AH : S Y A R I'A T ISLAM T ID A K M E M IH /iK OArLAM
PERTARUNGAN IDEOLOGI A N T A R A KAPITALISME DAN
SOSIALISME
— Peranan Agama dalam Sejarah Ummat M anmu .................. 1
— Kemunduran dalam Beragama ................................................. 3
— Gejala-gejala Agama Berperanan K e m b a li.................................. 4
— Gerakan-gerakan Pembaharuan dalam Islam ........................T T ” 9
, FAK. HUK
BAB PERTAMA: D A Y A KEMAMPUAN S Y A R I'A T UNTUK
PERTUMBUHAN, PENGEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN

BAGIAN PERTAMA: SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN DAN


■ PENGEMBANGAN D ALAM S Y A R I'A T
— Pengertian Syari'at dari Bidang Luas dan Sumpit ............ 14
— Pengembangan Syari'at dan Sumber-sumbemy.i .................... 16
— Pengaruh Lingkungan ................................................................ 17
— Oiyas, Istihsan dan Mashalih Mursalah . . . ........................ 17

BAGIAN KEDUA: KEPENTINGAN UMUM SEBAGAI DASAR


PERTUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN S Y A R I'A T
— Pengertian Kepentingan Umum Menurut Par.i Ahli Figih Kita 19
— Kepentingan Umum sebagai Dasar untuk M im njau atau
Merubah H u k u m ................................................................. 20
— Pendapat Para A h li Fiqih tentang Peninjauan Hukum Syara'
atas Dasar Kepentingan Umum .................................. 24

BAGIAN KETIGA: FA K TO R -FA K TO R LA IN UNTUK


PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM
— Pengaruh Adat-Istiadat dalam Perubahan Hukum . . . .
— Pengaruh 'U lat (Sebab dan Alasan) dan H ikm .ili (Ulam
Merubah H u k u m .......................... .............
X»l

— A r ti "S ifa t Keagamaan" dari Hukum -hukum Syan'at ........... 31

— T uduhan "Keterbelakangan” Adalah karena Penutupan


Pintu Ijtihad ......................................................................... 32

BAB K E D U A : P E M IK IR A N K O LE K T IV IS M E D A L A M
P E R U N D A N G -U N D A N G A N IS LA M

B A G IA N P E R T A M A : K E SE IM B AN G A N A N T A R A H A K -H A K
J A M A ’A H D A N H A K -H A K PERSEORANGAN
— Pertentangan antara Hak Perseorangan dan Hak Jama'ah
Adalah Dasar Pertentangan Idiologi Internasional . . . . 37
— Dalam Asasnya Pemikiran Kolektivism e dalam Islam
Merupakan Pembeda Pokok ............................................. 39
— Kewajiban-kewajiban Bersama Adalah Dasar Pemikiran Ini . . 39
— Belajar Adalah Wajib dalam Masyarakat A d il ........................... 41
— C iri-ciri Khas Pemikiran Kolektivism e dalam Islam ................ 41

B A G IA N K E D U A : H A K M IL IK D AN K E S E IM B A N G A N A N T A R A
H A K -H A K P R IB A D I D AN JA M A 'A H
— Hak M ilik Pribadi Adalah Sebab Terpenting Perselisihan
antara Kapitalisme dan Sosialisme ................................... 43
— S ifa t Hak M ilik Perseorangan dalam Islam ............................. 44
— Hak M ilik Pribadi atas Harta Berfungsi Sosial ........................ 46
— Batas-batas Hak Perseorangan ................................................... 47
— Pengetrapan Teori "Kesewenang-wenangan dalam
Penggunaan H ak" ................................................................. 48
— Sovyet Rusia Banyak Meminjam Hasil Penelitian Duguit
dari Syan'at Islam ................................................................ 51
— Pelaksanaan Pemikiran Kolektivism e pada Hak M ilik dalam
Keadaan Darurat ................................................................... 52
— Luas Ruang Lingkup Pengertian Keadaan D a r u r a t.................. 52
— M ilik Perseorangan dalam Islam Lebih Menyeluruh daripada
M ilik Kolektivism e .............................................................. 54
— Sifat M ilik Kolektivism e dalam Islam Berbeda daripada
Pengertiannya dalam Sosialisme ........................................ 56
— T e o r i Duguit ...........................................................................
XIII

BAGIAN KE TIG A: PENGETRAPAN-PENGETRAPAN LA IN


TENTANG P E M IKIR AN KO LEKTIVISM E
— Pemikiran Kolektivisme dalam Urusan Ib a d a h ........................ 59
— Pemikiran tentang Kolektivisme dalam Menjalankan Amar
M a'ruf Nahi Mungkar ........................................................ 60

BAB KETIGA: KESEIM BANGAN A N T A R A H A K -H A K P O LIT IK


DAN H A K -H A K PENGHIDUPAN

BAGIAN PERTAMA: JA M IN A N A TA S KE M E R D E KAA N DI


D ALAM ISLAM
— Pandangan Islam terhadap Keseimbangan bagi Perseorangan
atas Hak-hak Penghidupan dan P o l i t i k ............................ 65
— Persamaan Warga Negara ............................................................. 66
— Jaminan atas Kebebasan P r ib a d i................................................... 67
— Kebebasan Pribadi ........................................................................... 69
— Kebebasan Berhak M ilik ............................................................. 69
— Kebebasan Tempat Tinggal ........................................................... 69
— Kebebasan Berusaha ..................................................................... 69
— Kebebasan Berpendapat................................................................... 70
— Kebebasan Aqidah (Beragama) ................................................... 70
— Kebebasan Belajar ........................................................................... 70

BAGIAN KEDUA: JA M IN A N SOSIAL


— Jaminan Hak-hak M ateriil dan Penghidupan dalam Islam. . . . 73
— Syarat-syarat Mendapat Hak Jaminan S o s ia l............................. 74
— Pengetrapan-pengetrapan Jaminan Sosial .................................. 76
— Keluarga dan Janda ........................................................................ 76
— Lanjut Usia dan Berpenyakitan ................................................... 77
— Kaum Ibu ....................................................................................... 78
— Sumber-sumber Pembiayaan Jaminan S o s ia l............................. 78
— Z a k a t................................................................................................. 79
— Derma-derma .................................................................................. 79
— Sumbangan W a jib ............................................................................ 80

’ PENUTUP ...................................................................................................... 83

DAFTAR BACAAN 85
PS-: f < s ' \
/S t <Q-o
Tnrgnol •------ á
Ko. Silsilah J ~ /
xv

PENGANTAR

Puji dan syukur itu adalah kepunyaan Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga terus melimpah ke atas Insan yang menjadi pe­
nunjuk jalan dan pembimbing bagi ummat manusia, yakni Muhammad bin
Abdullah, yang diutus Allah untuk menyantuni alam semesta serta menjadi­
kan missi ke-rasulan-nya sebagai suluh penerang kegelapan dan sebagai bantu­
an untuk orang-orang mukmin di saat-saat yang gawat.
Sudah sejak lama terdapat keinginan dalam d iri saya untuk menulis ten­
tang syari'at Islam, menerangkan hakekatnya dan menguraikan betapa pen­
ting peranannya dalam membahagiakan ummat manusia serta untuk mengkaji
sampai di mana Syari'at Islam itu dapat memberikan sumbangannya kepada
ummat manusia zaman sekarang guna mengatasi pelbagai kesulitan, dan meri­
ngankan beban yang diderita oleh mereka.
Semula saya mengira, bahwa hal itu akan mudah saja, terutama karena
saya merasa sudah memahami banyak bahan-bahan yang saya himpun sebagai
hasil bacaan dan penelitian. Waktu tiba saatnya saya hendak memulai pelaksa­
naan rencana tersebut, tiba-tiba saya menghadapi semacam kesulitan yang
khusus, yaitu tatkala saya d ilipu ti pertanyaan: "U n tu k siapakah gerangan
akan saya persembahkan tulisan saya ini? Adakah untuk golongan mahasiswa
syari'at, dan kepadanyalah saya hendak mencoba memperkenalkan be­
berapa buah pemikiran Barat, berikut sejumlah persoalan masa k in i, yaitu
untuk membanding-bandingkannya dengan apa yang telah mereka kenal
dengan baik tentang Hukum Syari'at Islam, agar supaya mereka menjadi lebih
jelas dan yakin, bahwa apa yang ada pada kita ini, jauh lebih baik daripada
apa yang ada pada orang-orang Barat? Ataukah untuk para Sarjana Hukum
dan Sosiologi, guna menerangkan hakekat syari'at dan peranan yang dapat
diharapkan daripadanya untuk memecahkan segala macam persoalan zaman
sekarang? Ataukah tulisan ini saya tujukan kepada orang-orang biasa yang te r­
pelajar, disamping kepada orang-orang bukan Muslim yang tidak akan berke­
beratan membacanya karena kefanatikan kepada agamanya, dengan tujuan
menerangkan segala sesuatu yang semula henJak saya terangkan kepada Sar­
jana-sarjana Hukum dan Sosiologi?''
Saya pun bingung, setelah tampak jelas pada saya segi-segi yang meru­
pakan kesulitan besar dari apa yang hendak saya kerjakan. Sebab pembahasan
ini akan mengandung beberapa istilah dalam syari'at yang pasti akan terasa
asing bagi seorang ahli hukum. Sebaliknya ada beberapa persoalan masa kini
yang agak jauh dari jangkauan pemahaman sebagian besar (saya tidak menga­
takan semua) orang-orang yang mengkhususkan d iri untuk mendalami Al
Qur'an dan A l Hadits saja.
XVI

Sedangkan menulis u ntu k mereka yang bukan golongan pengamat sya-


ri'a t dan juga bukan ahli H ukum , memerlukan penyederhanaan istilah-istilah
yang s u lit, agar mudah mereka fahami.
A k h irn ya saya bulatkan pendapat; saya akan arahkan tulisan ini kepada
golongan terbesar dari pembaca, sambil memintasi beberapa pengupasan dari
sementara soal yang bagi ahli Syari'at atau H ukum dipandang sebagai soal po­
k o k dan mendasar, disamping adakalanya juga saya akan memperinci pengu­
pasan beberapa soal yang oleh mereka dianggap sebagai soal yang biasa saja.
Saya menyadari bahwa dengan jalan pilihan ini saya telah m em ilih ja­
lan yang amat su lit, yang akan membebani pula segala penelitian dan uraian
dalam tulisan in i, sebagai suatu bagian dari akibat pilihan tadi.
Saya berharap semoga pada suatu masa kelak saya akan berhasil menu­
lis tentang soal yang sama, yang akan saya peruntukkan bagi mereka yang
berkeahlian khusus dari kalangan yang telah mendalami soal-soal Syari'at atau
pun H ukum .

Dr. Ahmad Zaki Yamani


\y
MUKADDIMAH
SYARI'AT ISLAM
TIDAK MEMIHAK DALAM
PERTARUNGAN IDEOLOGI
ANTARA KAPITALISME
DAN SOSIALISME

Peranan Agama dalam Sejarah Ummat Manusia


Mungkin sekali di antara ciri-ciri yang membedakan insan daripada he­
wan-hewan, ialah bahwa insan itu adalah "hewan yang beragama.” Sebabnya
ialah tatkala Allah membekali insan itu dengan nikm at b e rfik ir dan daya pe­
nelitian, diberi-Nya pula rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan be­
lajar kenal dengan alam sekitarnya disamping rasa ketakutan terhadap kega­
rangan dan kebengisan alam itu .
Hal inilah yang mendorong insan tadi untuk mencari-cari suatu kekuat­
an yang dapat melindungi dan membimbingnya di saat-saat yang gawat.
Insan p rim itif telah menemukan apa yang dicarinya pada gejala-gejala
alam itu sendiri, berangsur-angsur dan silih berganti memuja gejala-gejala alam
tadi, sesuai dengan penemuannya atau menetapkannya ke dalam jalan kehi­
dupannya. Dengan demikian tim bullah penyembahan api, matahari, bulan
atau benda-benda lainnya dari gejala-gejala alam tersebut.
Kisah Nabi Ibrahim a.s. mencari-cari Tuhan, sebagaimana yang d itu tu r­
kan dalam A l O ur'an1^ merupakan suatu ungkapan indah tentang filsafat in ­
san p rim itif yang mencari-cari 'T u h a n '' yang hendak ia puja dan mohon per­
lindungannya.

1) Surat A l A n 'a m , ayat 77.


/
DR. A H M A D Z A K / Y A M A N I 2

Sebenarnya, Allah tidak membiarkan saja manusia tanpa petunjuk dan


bimbingan, la pancarkan dari masa ke masa petunjuk untuk menerangi jalan
bagi manusia yang sedang bingung dan tersesat. Berkali-kali la mengutus Ra­
sul dengan aneka macam tingkat dan peringatannya, dengan tugas memberi­
tahukan kepada manusia bahwa Allah itu Tuhan Yang Esa dan Tunggal. Ia­
lah yang menciptakan segala sesuatu dan tidak ada barang sesuatu yang me-
nyerupai-Nya.
Orang yang mendapat ta u fik dan hidayat akan gampang tertarik dan
menerima ajakan Rasul tadi. Tetapi orang yang dibelenggu oleh naluri hewani­
nya akan menjauhi ajakan tersebut dengan segala macam ikatan-ikatannya,
yang harus dipatuhi itu , lalu tinggallah ia dalam keadaan tidak beragama, atau
ia menerima suatu agama yang tidak- memerlukan ikatan-ikatan dan yang
membiarkan naluri hewaninya tanpa batas apa pun.
Peranan semua agama sebelum Islam, dapatlah dikatakan terbatas pada
segi-segi pembersihan jiw a serta peningkatan manusia itu kepada tingkatan
yang membedakannya daripada binatang. Tidaklah ada peraturan-peraturan
agama Samawi yang pada saat itu mementingkan urusan penataan masyara­
kat dalam soal-soal p o litik , ekonom i dan sosial, kecuali sekelumit ajaran aga­
ma Yahudi yang berupa perundang-undangan kemasyarakatan. Pada umum­
nya agama-agama tersebut mengarahkan bimbingannya kepada kerohanian
yang dicobakannya u n tu k dikembangkan dan ditingkatkan martabatnya.
Islam berbeda dengan agama-agama lain itu , seperti yang akan terbukti
nanti, la mengarahkan ajaran-ajarannya kepada sasaran-sasaran jasmani sama
seperti pengarahannya kepada sasaran rohani. Diberikanlah kewajiban kepada
orang seorang disertai menghadap Tuhannya, sama sebagaimana kewajiban
yang diberikan pada w aktu ia berurusan dengan masyarakat. Islam menegas­
kan bagi seorang penguasa batas-batas wewenang kekuasaannya dan kepada
yang dikuasai Islam memberikan segala hak-hak dan kewajibannya.
Dalam Islam ada dua bagian yang ham pir-ham pir terpisah antara satu
dengan yang lain. Masing-masing d ia tu r dengan kaidah-kaidah yang berciri
khas dan berbeda, yakni bagian peribadatan dan bagian mu'amalat. Lebih lan­
ju t, nanti kita akan mengetahui bila terjadi pertautan dan perpaduan antara
dua bagian itu dan bila bagian m u'am alat terpisah dalam hal-hal yang
kecil, sehingga merupakan sejumlah hukum yang dapat juga dipatuhi bahkan
oleh orang-orang yang bukan M uslim .
Soal perkembangan peranan agama dalam sejarah manusia itu adalah
wajar, logis dan mudah dipaham i. Sama halnya dengan pertumbuhan manu­
sia itu sendiri, di w aktu manusia dalam masa kanak-kanak, kebutuhan p oko k­
nya adalah gizi yang m enum buhkannya sampai ia bisa berdiri di atas kaki sen­
d iri. Setelah melampaui masa kanak-kanak itu , tibalah saatnya bagi Pencipta-
nya untuk mengajarnya bagaimana ia berjalan, ke mana ia harus pergi serta
S Y A R I ' A T IS L A M YA N G K E K A L dan PE RSOALA N M A S A K IN I 3

mengajarkan kepadanya cara-cara yang dapat menyelamatkannya, dari jatuh


dan terjerumus.

Kemunduran dalam Beragama


Pengamat sejarah agama-agama dapat menyaksikan malapetaka yang
menimpa peranan agama dalam masyarakat ummat manusia tiga abad ter­
akhir ini. Jika kita memintasi saja beberapa agama besar di benua Tim ur, se­
perti agama Budha umpamanya, maka sesungguhnya agama-agama besar yang
berpengaruh luas pada ummat manusia pada saat-saat tim bulnya malapetaka
tadi, adalah agama Yahudi, Masehi dan Islam.
Agama Yahudi telah membatasi diri dalam kalangan mereka saja, se­
hingga mereka sangat membenci orang-orang di luar kalangan mereka, yaitu
mereka yang dinamai orang-orang Ummiyin. Bahkan mereka itu sampai ber­
lebih-lebihan menganggap diri mereka sendiri dan merasa sebagai "Bangsa
Pilihan Tuhan." Sikap semacam itu telah membangkitkan reaksi-reaksi hebat
terhadap mereka terbukti dalam gelombang-gelombang penindasan dan
pengusiran mereka di mana-mana. Lama kelamaan mereka membuat ko m p lo t­
an dan suka mengadakan tipu daya terhadap bangsa lain. Kesudahannya aga­
ma Yahudi kehilangan pengaruh peranannya, kecuali faham rasialismenya
yang sempit.
Agama Masehi pada dasarnya menuju kepada soal-soal kejiwaan belaka.
Ajaran-ajaran aslinya tidak mengandung hukum-hukum p o litik dan kemasya­
rakatan.
Sungguhpun demikian, lama kelamaan tumbuh kelompok kependetaan
dan pemuka agama yang tu ru t campur tangan dalam urusan Pemerintahan
dan p o litik, bahkan sampai menguasai urusan Pemerintahan dengan pelbagai
cara dan jalan, antara lain dengan mengeluarkan "Undang-undang Gerejani."
Waktu pertama tim bul gerakan reformasi di Eropa, pada masa renais­
sance, para pendeta menjadi perintang hebat, karena mereka menganggap ge­
rakan reformasi itu sebagai tantangan terhadap kekuasaan mereka dan sebagai
satu usaha untuk menggoyahkan kedudukan mereka. Tidak ada seorang pun
di antara mereka itu yang cukup bijaksana untuk tu ru t mempelopori gerakan
reformasi tadi, walaupun sekadar untuk melindungi kedudukan sosial golong­
an mereka sendiri. Mereka lebih suka melawan arus dan memerangi segala
yang baru.
Undang-undang Gerejani itu didasarkan atas suatu pengertian rohani
yang abstrak untuk memberikan bentuk bagi akidah-akidah Nasrani yang t i ­
dak serasi dengan tabiat manusia dalam bidang mu'alamat dan pelaksanaan­
nya. Dengan demikian menjadi penghalang bagi kemajuan dan tidak dapat d i­
laksanakan. Pertarungan berlangsung dan berkesudahan dengan apa yang d i­
kenal sebagai pemisahan antara Gereja-gereja dan Negara, yang membatasi
DR. A H M A D Z A K ! Y A M A N / 4

kegiatan-kegiatan gereja dalam lingkungan keagamaan semata-mata, yang t i­


dak melampaui batas-batas hubungan insan dengan Tuhannya. Hal itu te n tu ­
nya m erupakan suatu kesimpulan yang wajar, sejalan dengan agama Nasrani
yang kehadirannya pun justru tidak untuk mengatur sesuatu kecuali hubung
an insan dengan Khaliknya.
Tetapi akibat-akibat dari penentangan antara kaum Reformasi dengan
pemuka agama itu , b e riku t segala silat lidah yang digunakan, telah meninggal­
kan rasa "k e p a h ita n " dalam hati, yang akibat-akibatnya antara lain menjauh­
kan angkatan muda di negeri-negeri Barat dari Gereja, dan enggan, walaupun
sekedar berkunjung saja ke Gereja. Ketika komunisme yang didasarkan atas
faham m aterialisme dan atheisme yang mengingkari adanya Allah muncul di
sana, oleh mereka digunakannyalah sebaik-baiknya rasa kepahitan hati tadi,
sehingga tim b u lla h suatu pertarungan dahsyat yang bertujuan menghancurkan
Gereja sampai habis, sehingga tid a k berwujud lagi dan habis pula fungsinya
yang sudah terbatas itu . Perang yang dilancarkan komunisme terhadap aga­
ma-agama tidaklah terbatas pada agama Nasrani saja, sebab perang yang d i­
lancarkannya terhadap Islam lebih ganas dan lebih hebat lagi.
Mengenai peranan Islam dalam masyarakat manusia, dapatlah dikata­
kan bahwa peranan itu mulai berkurang sejak penutupan pintu ijtihad, se­
hingga pusaka perbendaharaan Hukum Islam yang demikian besar dan kaya
itu telah terbelenggu serta tidak dapat berkembang lagi dan tidak sesuai de­
ngan perkembangan dan perubahan zaman. Peranan Islam yang semula ber­
pengaruh dan berkesan pada bidang urusan kemasyarakatan, perundang-un-
dangan dan e kon om i, kian berkurang dan lemah pula kewibawaannya; bah­
kan kelemahan itu sudah m ulai menyelinap ke dalam dasar aqidah sendiri se­
hingga terjadilah sejumlah penyimpangan dan malapetaka. Beberapa negeri
Islam telah te rja ng kit oleh kecondongan syirik, kebekuan dan kesesatan.

Gejala-gejala Agama Berperanan Kem bali


Bila kita te liti arus peredaran zaman dewasa in i, maka dapatlah kita
katakan dengan m antap dan penuh kepercayaan bahwa anggapan enteng dan
pandangan rendah terhadap agama oleh sementara ummat manusia di masa
pertengahan pertama ab'ad ke-XX ini sudah berubah secara radikal, menuju
ke pem ulihan kem bali nilai-nilai luhur dari agama dan kemampuan agama da­
lam memecahkan pelbagai persoalan insan di masa k in i, baik yang psikologis,
sosiologis maupun yang politis.
"K ekosongan jiw a " di kalangan masyarakat Barat dewasa ini merupa­
kan permasalahan poko k yang dihadapi oleh para sarjana ilm u kemasyarakat­
an bahkan m ungkin juga oleh para ahli p o litik .
Di saat-saat orang Barat sekarang ini mencari cara-cara yang baik untuk
m enghimpun kembali kekuatan kerohaniannya dan merapatkan barisan ke­
S Y A R I ' A T ISLA M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A M M A S A K I N I 5

agamaannya, orang-orang Sovyet Rusia mulai sadar akan kegagalan mereka


dalam perang yang mereka lancarkan terhadap agama-agama selama masa se­
tengah abad yang lalu, yaitu tatkala mereka m elihat sejumlah besar dari
orang-orang yang beragama di Sovyet Rusia te rd iri dari mereka yang berusia
tidak lebih dari 40 tahun, yakni orang-orang yang justru ditumbuh-semaikan
di atas bumi persada Bolsyewik. Para pem im pin Sovyet Rusia, bahkan mung­
kin juga para peninjau Barat, telah terkejut oleh ribuan pemuda Muslim Tash-
kent yang membanjiri jalan-jalan raya kota itu untuk m enyam but, mengelu-
elukan dan selanjutnya untuk sembahyang Jum 'at bersama-sama dengan be­
kas Presiden A yyu b Khan dari Pakistan, yang berkunjung ke kota tersebut
sehabis perang India—Pakistan tahun 1966.
Meskipun para pengikut dan penerus ajaran Marxisme tidak akan per
nah melepaskan sikap mereka memerangi agama, namun cara-cara mereka
mengejek agama dan memandangnya hanya sebagai "candu ra k y a t'' itu kini
terpaksa mengendur di bawah tekanan angka-angka statistik, lalu timbullah
kini sebagai ganti daripada ejekan "c a n d u " itu sebuah ungkapan baru tentang
agama di Rusia, yakni sebagai suatu "gejala budaya."
Di Dunia Arab khususnya dan Dunia Islam um um nya, sejumlah pemim­
pin Islam mulai menangkis dan melancarkan serangan balasan terhadap ge­
lombang atheisme yang datang melanda dari luar serta d iik u ti oleh beberapa
tenaga Muslim dari dalam yang ik u t melancarkan serangan. Dalam usaha pe-
nangkisan tadi para pemimpin Islam itu mengibarkan panji-panji Syari'at Is­
lam, sebagai "suatu ideologi alternatif yang m urni dan a sli" yang oleh ummat
Islam seluruh penjuru dunia dapat dipakai sebagai pegangan bersama dan se­
bagai dasar kesetia-kawanan dalam meyakini dan mengamalkannya.
Kendatipun serangan balasan dari fih ak lawan menentang gagasan per­
satuan Islam itu telah mengambil corak p olitis semata-mata, namun pengamat
yang berpandangan tajam melihat bahwa landasan-landasan ideologi dalam
pertarungan itu lebih jelas dan lebih mendalam. Para pemimpin gerakan so­
sialis bangsa Arab berusaha sekuat tenaga, agar corak pertarungan tetap ber­
warna politis, tanpa penggunaan senjata-senjata "a q id a h ", supaya dengan
demikian jangan sampai memojokkan rakyat Arab dan ummat Islam kepada
sudut keharusan m emilih antara Sosialisme atau Islam; lebih dari itu, ialah
agar perbandingan antara Sosialisme dan Islam itu jangan sampai menying­
kapkan tirai yang menutupi fakta-fakta dari gagasan Islam, yang kalau hal itu
sampai terjadi, mau tidak mau massa bangsa Arab akan menemukan dalam
gagasan-gagasan Islam semua pemecahan-pemecahan tepat untuk segala Pfif '
soalan hidup dan urusan kemasyarakatan mereka. (Dan lagi supaya jangan
menjadi pelampias dari emosi psiko-politis mereka). Yang saya maksud de­
ngan "emosi psiko-politis" itu ialah m o tif-m o tif utama yang meratakan jalan
bagi penampilan faham sosialisme di atas panggung kehidupan bangsa Arab.
OR. A H M A D Z A K / Y A M A N / 6

Sebab-sebab sejumlah besar angkatan muda Arab menganut ideologi sosialis­


me adalah reaksi terhadap kecurangan-kecurangan politis dan ekonomis yang
dilancarkan Dunia Barat kepada bangsa Arab dan ummat Islam selama masa
penjajahan dan juga dalam masalah Palestina, melebihi reaksi terhadap kecu­
rangan-kecurangan sosial yang diderita rakyat kawasan itu , sedangkan penja­
jah memegang peranan yang menonjol sekali di dalamnya.
Mungkin saja sesuatu bangsa tid ak begitu tertarik oleh faham
komunisme. Tetapi fa kto r-fa ktor psikologis yang menyebar rata di kalangan
massanya itulah yang merupakan senjata ampuh bagi angan-angan komunis
dan pengikut-pengikutnya di dalam dan di luar negeri untuk menyeret-nyeret
rakyat guna menganut Sosialisme.
Kemungkinan ini telah disin yalir oleh Prof. Kenneth Cragg2^ 14 tahun
yang lalu, tatkala ia mengetengahkan percobaan Cina Komunis yang sangat
mengerikan, sehingga bangsa Arab pun dikhaw atirkan dapat terjerumus ke
dalam jurang yang menyerupai percobaan Cina itu . Sebagaimana sudah dike­
tahui, Chien Tu Hsin dan Li Tao Chao, sebelum menjadi pendiri-pendiri Ko­
munis Cina, adalah ahli-ahli fik ir nasionalis yang sangat berhasrat untuk mem­
bangun semangat bangsa dan tanah air mereka serta membebaskannya dari
cengkeraman keterbelakangan. Semula mereka selalu mengharap agar dunia
Barat dapat membantu mengusahakan suatu penyelesaian m ateriil dan teknis
atas persoalan-persoalan Cina. Namun p o litik buta dari Dunia Barat sangat
memperhatikan kepentingan-kepentingan yang langsung saja dan tidak segan-
segan mengeksploitir serta m emanfaatkan situasi p o litik negeri tersebut di
saat itu, sehingga m enim bulkan reaksi kecurigaan pada hati kedua pemimpin
bangsa Cina tadi. Kemudian Kom unis cepat-cepat menggunakan perasaan
serta sikap dari kedua pem im pin tersebut dan rakyat Cina pada umumnya, se­
hingga terjadilah peralihan bersejarah yang keras, yang menyebabkan Cina
menjadi korban empuk bagi Kom unism e. Ajaran-ajaran agama Kong Hu Cu
tidak mampu menyelamatkan bangsa Cina daripada keterjerumusan tadi, bah­
kan pada mulanya pun agama Kong Hu Cu itu telah diperalat untuk menye­
lundupkan ajaran-ajaran Komunis. Setelah Kom unis menang, tidak beberapa
lama kemudian agama Kong Hu Cu mengalami pengganyangan yang tidak
alang kepalang.

Hal ini agak m irip dengan cara memperalat agama Islam untuk merata­
kan jalan bagi faham Sosialisme. Kemudian penggunaan itu kini mulai berku­
rang dan sangat besar kemungkinannya akan tiba pula w aktu bagi agama Is­
lam untuk mengalami pengganyangan yang m irip dan serupa.

2) D ik u tip dari ceram ahnya yang b e riu d u l: "Pengaruh P em ikiran K o m u n is pada Is-
lam Dewasa I n i" yang disam paikan dalam Sem inar S ya ri’ at Islam, yang disponsori
oleh P rinceton U n ive rsity, 1953.
S Y A R I ' A T ISL A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 7

Tatkala Prof. Cragg mengemukakan pengalaman Cina tersebut, beliau


tidak berkata bahwa bangsa Arab dan ummat Islam akan mengalami apa yang
telah dialami oleh bangsa Cina. Bahkan ia meragu-ragukan kemungkinan itu ,
selama sistim Islam berlaku. Kebalikan dari agama Kong Hu Cu, Islam tetap
mengandung dasar-dasar yang cukup ampuh untuk mewujudkan Keadilan So­
sial dan mencegah keburukan-keburukan Kapitalisme. Sebenarnya, keragu-
raguan Prof. Cragg terhadap kemungkinan Komunisme itu berhasil di negara-
negara Islam merupakan keragu-raguan yang sudah pada tempatnya karena se-
bab-sebab yang dikemukakannya tadi, disamping fakta-fakta penting lainnya
yang telah dikemukakan oleh Mr. Harold S m ith3 ^ pada tahun-tahun limapu-
luhan abad ini; ia menerangkan bahwa Syari'at Islam itu membawa kebebas­
an berfikir yang lengkap dan memungkinkan ummat Islam dalam lapangan
p olitik umum mempunyai kedudukan internasional yang berbeda dari K om u­
nisme, dan berbeda juga dengan teori-teori p o litik Barat serta memungkinkan
ummat Islam di lapangan sosial dan p o litik intern untuk m em iliki suatu sistim
yang mampu mewujudkan keadilan serta menjamin kebebasan dan demokrasi.
Sungguhpun demikian kenyataannya, seperti yang dipahami oleh Cragg
dan dijelaskan oleh Sm ith, namun karena "emosi psikologi" anti Baratlah ma­
ka beberapa pemimpin-pemimpin telah berhasil mendorong-dorong kelom ­
pok-kelompok besar dari bangsa Arab dan ummat Islam u ntu k menerima dan
menganut faham Sosialisme, dalam persiapan menggabungkan d iri di bawah
panji-panji Komunisme Internasional, dengan mendaya-gunakan kebodohan/
ketidak sadaran sebagian besar ummat Islam, termasuk di antaranya juga para
cendekiawannya, yang tidak menyadari kenyataan-kenyataan yang penting
itu, dan memang justru belum dimampukan oleh para ulamanya u ntu k mene­
rangkan dan menjelaskannya. Oleh karena itu , rakyat bercerai-berai tanpa sa­
dar, dan didorong oleh rasa mengkal terhadap kedhaliman-kedhaHman Ba­
rat, mereka menerima baik suatu aliran ideologi musuh, demi u ntu k menyata­
kan kemarahan, sambil melupakan bahwa dengan demikian itu mereka telah
menanggalkan mental dan kebangsaan sendiri, serta menukarkan Kolonialisme
Kuno dengan Kolonialisme Modern yang lebih rakus dan lebih ganas, melalap
yang hijau dan bahkan yang kering.
Banyak di antara pem ikir Islam yang menyalahkan Kolonialisme Ba­
rat, atas usaha gigih di masa jayanya dalam memerangi Islam dan Syari'atnya,
sambil melepaskan kendali bagi para missionaris Kristen yang menjadi pengi­
kutnya untuk menghantam Islam. Hasil semuanya itu ialah suatu jurang yang
terbuka lebar dan ummat Islam nyaris terjerumus ke dalamnya tatkala d ite ­
barkan di kalangan pemuda Islam faham faham atheis yang menjauhkan mere-

3) Dari sebuah ceram ahnya yang b e rju d u l' "P e m ikira n Islam dan Datanya dalam
Sosial P o litik dan Pandangan P o litik ," yang disam paikannya dalam Sem inar Sya-
r i'a t Islam yang disp o n sori oleh P rinceton U n ive rsity, 1953.
DR. A H M A D Z A K t Y A M A N /
8

ka daripada agama dengan tidak sadar. Justru karena itulah pemuda-pemuda


Islam ta di kehilangan kekebalan terhadap Komunisme, sehingga merasa
bahwa justru dengan Komunismelah mereka itu akan mudah sija
melampiaskan kebencian mereka terhadap Barat.
Saya sama sekali tid a k mengingkari bahwa "semangat k e lo m p o k " keaga­
maan Nasrani, yang menghimpun pra ju rit-p ra jurit Salibi di Baitul Maqdisdan
kegagalan yang mengakhiri ''Perang S u ci" mereka itu , telah memantul dengan
nyata pada tin da k-ta n du k kaum Kolonialisme Barat di kemudian hari dan me­
nonjol dalam hasil karya-karya tu lis sejumlah besar pem ikir dan sarjana Barat
yang m enjadikan Islam sebagai sasaran studi mereka dan kemudian menjadi­
kannya sebagai sasaran cemooh dan k ritik .
Namun dem ikian, sungguh tid a k adil jika Barat sajalah yang harus men­
jadi sasaran penyesalan kita . Sebab beberapa abad lamanya sebelum permu­
laan masa penjajahan Barat, kaum M uslim in sendiri telah memulai langkah-
langkah m undur dalam b e rfik ir mereka, yaitu dengan d itutu pn ya pintu ij t i ­
had4 ^ karena merasa cukup dengan pusaka perbendaharaan buah fikira n yang
kaya raya, yang diw ariskan oleh empat Imam Besar serta pengikut-pengikut
mereka. Dapat ditam bahkan juga disamping itu , sikap beberapa Khalifah
Islam semenjak masa Pemerintahan B ani Ummayyah dan Abbasiah yang me­
merangi kemerdekaan b e rfik ir serta menggunakan agama sebagai alat untuk
menekan dan membelenggu kebebasan, sehingga ada beberapa Imam Agung
seperti Im am Ibnu Hanbal s ^dan Imam Ibnu T aim iyah6 ^ yang menjadi peng­
huni rumah penjara; di dalamnya mereka mengalami pelbagai jenis siksaan
yang ganas sekali.
Sekarang ini keadaan sudah berubah; Barat m ulai dengan satu pan­
dangan baru terhadap Islam. Disamping itu sudah tim bu l pula gejala-gejala
nyata dari kesadaran ke-Islaman pada masyarakat kaum M uslim in, terutama
kalangan cendekiawannya.
Seorang hakim pada Mahkamah Agung Am erika, ya itu Justice Robert
Jackson, menerangkan m o tif-m o tif yang mendorong para sarjana hukum Ba­
rat dalam mengarahkan m inat dan perhatian mereka kepada Syari'at Islam
serta perubahan yang terjadi pada kecenderungan mereka dahulu; ia berkata:
f "Negara-negara Barat yang gelisah resah itu telah menemukan pada Dunia
1 Islam kawan sekutu mereka yang lumrah untuk melawan tirani dari orang-
! orang yang mempernabikan Karl Marx. Sekarang in i kami lebih o b je ktip da-
i i lam pandangan kami terhadap sejarah dan perbedaan-perbedaan keagamaan
U__ ______ _____________________
4) A t-ta q rir w a t ta h b ir, karangan Ib n A m ir A lh e j, Syarh T a h rir Ib n u l Hum an,
ce la ko n B ulaq, ¡itid I I I , halam dn 301#
5) T o rie k h Baghdad, A l-K h a tib , ce la ka n A l K h a n |l. K a iro , J ilid IV , halaman 4 1 8 .
6) U k u d O u rriy a h , Ib n u A b d u lh a d i,c e ta k a n H ija zl, K a iro , halaman 197.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K IN I 9

dan hubungan perdagangan kami dengan T im u r Tengah telah menambah sua-


tu unsur baru, disamping sejumlah m o tif lainnya yang mendorong kami untuk
mempelajari organisasi dan perundang-undangan negeri tersebut."
Didorong oleh sebab-sebab tersebut di atas dan kesadaran akan ani
penting Syari'at Islam, maka di negara Perancis sekarang in i, oleh Ed-
ward Lambert, diadakan jurusan perbandingan hukum , dan disusul pula oleh
Rene David, seorang Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Paris,
yang mengajarkan mata kuliah Syari'at Islam sebagai mata kuliah dan bahan
penulisan, dengan mengingat bahwa Syari'at Islam itu adalah satu di antara
sistim-sistim hukum perintis dunia masa kini.
A h li hukum terkenal bangsa Italia, D. De Santilana,7'' mengemukakan
sebab-sebab yang mendorong sarjana-sarjana hukum bangsa dan dirinya sen­
d iri untuk mencurahkan perhatian mereka terhadap Syari'at Islam. Sebab-
sebab itu antara lain, oleh karena Syari'at Islam merupakan sumber pasti dan
p ositif bagi prinsip-prinsip hukum modern dan masyarakat Barat dan Syari ­
at Islam ini telah meminjamkan kepadanya beberapa qaidah hukum yang
teknis dalam soal-soal perdagangan dan perseroan-perseroan terbatas.

Gerakan-gerakan Pembaharuan dalam Islam


Dalam Dunia Islam, gerakan-gerakan penentang kekolotan dan keter­
belakangan telah mulai sejak lama, tetapi dengan cara-cara yang terputus-
putus serta tidak teratur. A hli fiqih pertama yang menjadi pembawa pembaha­
ruan ialah Imam Taqiyuddin, Ibnu Taimiyah, kemudian disusul oleh murid­
nya, Ibnul Qayyim ,8 , dan selanjutnya dimasa-masa akhir ini d iik u ti oleh
tokoh-tokoh pembawa aliran pembaharuan, antara lain para Imam:
Muhammad bin Abd. Wahab, Jamaluddin A l Afghani dan Syaikh Muhammad
'Abduh.
Sungguhpun betapa besar hasil gerakan-gerakan pembaharuan tersebut,
namun pengaruhnya dalam membendung gelombang pasang faham Komu­
nisme tidaklah seberapa, karena usaha-usaha ilm iyah dari para pembawa pem­
baharuan tadi pada dasarnya diarahkan untuk pembaharuan dan pengembang­
an hukum-hukum Syara' dan untuk membuka kembali pintu ijtihad, atau un­
tuk kembali kepada aqidah salafiyah dan memberantas segala macam khuro-
fa t serta penyelewengan-penyelewengan yang menimpa kepercayaan ummat
Islam.

7) Buku H u ku m & Masyarakat dalam Pusaka Perbendaharaan Islam, karangan Sir


Thom as A rn o ld & A lfre d G uillaum e, cetakan O x fo rd U n ive rsity, 1931, halaman
310.
8) Al-M anhal Assafl, Ibn Taghri Bardi, cetakan Mesir, halaman 9 6 . dan Ad-Durar
A l K am lnah, Ib n u Ha|ar, Jilid I I I , halaman 4 0 0 , cetakan Heyderobad.
'lR. A H M A D Z A K I Y A M A N / 10

Adapun persoalan sosial dan p o litik dewasa ini belumlah tim bul di masa
mereka itu , sehingga tidaklah tercakup dalam pemikiran dan pembahasan me­
reka, dan tidak sampai tercipta cara-cara yang dapat digunakan dalam waktu
sekarang ini untuk membendung Konunism e yang sedang melanda.
Oleh karena itu , ajakan kesetia-kawanan Islam yang dilancarkan dewasa
ini memerlukan suatu usaha ilmiah baru yang ditujukan untuk membahas hu­
kum-hukum Syari'at Islam mengenai persoalan zaman sekarang dan menggali
hukum-hukum baru untuk menampung persoalan-persoalan itu , sesuai de­
ngan dasar-dasar ijtiha d yang dikenal dalam Syari’at Islam.
BAB PERTAMA

DAYA KEMAMPUAN SYARIAT


UNTUK PERTUMBUHAN,
PENGEMBANGAN DAN
PEMBAHARUAN

I FAK. HUK j
BAGIAN PERTAMA
SUMBER-SUMBER
PERTUMBUHAN DAN
PENGEMBANGAN
DALAM SYARS'AT

Agar supaya Angkatan Muda Islam yakin dengan pasti bahwa Syari'at
Islam adalah senjata ampuh dalam perjuangan melawan Komunisme, selanjut­
nya untuk memberantas kedhaliman-kedhaliman sosial, dan merupakan obat
manjur untuk segala persoalan zaman kita in i, maka perlu kita kemukakan
,dua fakta asasi, yaitu:
'V . Bahwa Syari'at Islam itu luwes, dapat berkembang untuk menanggu­
langi semua persoalan yang berkembang dan berubah terus; ia sama
sekali berbeda dengan apa yang telah digambarkan, baik oleh musuh-
musuhnya maupun oleh sementara penganutnya yang menyeleweng
atau yang kolot dan sempit yakni bahwa Syari'at Islam itu suatu sistim
agama yang sudah lapuk dan nanar oleh sebab kelanjutan usianya.
2.; Bahwa dalam pusaka perbendaharaan hukum Islam terdapat dasar-dasar
yang mantap untuk pemecahan-pemecahan yang dapat dilaksanakan
setempat, dan cermat bagi persoalan-persoalan yang paling pelik di masa
kin i, yang tidak mampu dipecahkan oleh sistim Barat maupun o le h
prinsip-prinsip T im ur, meskipun sekadar untuk melunakkannya saja.

Tujuan dari buku ini ialah m enyoroti dua fakta tersebut secara ilmiah,
populer dan ringkas, cukup untuk memikat minat dan perhatian pembaca
DR. A H M A D Z A K 1 Y A M A N l 14

serta membangkitkan semangatnya guna melakukan penelitian sendiri, supaya


kita semua dapat ik u t serta mengungkap dan menggali perbendaharaan yang
terpendam itu . Dengan dem ikian melapangkan jalan bagi ummat manusia
yang haus dan dahaga dalam usaha mereguk dari sumber abadi dari Ilahi.
Dalam rangka tujuan terbatas tersebut, buku ini tidak akan mengete­
ngahkan semua dalil yang m em buktikan sifat berkembang dan keluwesan
Syari'at Islam, juga tidak akan mencantumkan semua persoalan masa kini
yang tidak sanggup dipecahkan atau diselesaikan oleh aliran-aliran yang sudah
terkenal. Karena hal semacam itu memerlukan beberapa w aktu yang cukup
lama dan kerja keras dari para sarjana yang mengkhususkan d iri dan menye­
diakan w aktu u ntu k maksud tersebut.

Pengertian S yari'at dari Bidang Luas dan Sempit


Sebelum kita menguraikan secara lebih panjang mengenai dua fakta
tersebut tadi, sebaiknya ditegaskan terlebih dahulu apa yang menjadi penger­
tian dari ungkapan "S y a ri'a t Isla m " u ntu k penelitian kita. Menurut hemat
kami, pengertian Syari'at Islam itu dapat bercabang dua, yaitu pengertian
dalam bidang yang luas dan pengertian dalam bidang yang sempit.
Pengertian Syari'at Islam dalam bidang yang luas m eliputi semua
hukum yang telah disusun dengan teratur oleh para ahli fiq ih dalam pendapat-
pendapat fiqihnya mengenai persoalan di masa mereka, atau yang mereka
perkirakan akan terjadi kemudian, dengan mengambil dalil-dalilnya langsung
dari Al Qur'an dan A l Hadits, atau sumber pengambilan hukum , seperti:
lim a', Qiyas, Istihsan, istish-hab dan MashaUh Mursalah.9 )

Di sini kita akan berhadapan dengan suatu perbendaharaan pusaka fi-


qih yang besar sekali, dan nilai masing-masing bagiannya berbeda-beda me­
nurut ahli fiq ih bersangkutan, zaman dan lingkungannya, dan mungkin juga
menurut kasus yang dibahasnya. Dengan pengertian luas ini Syari'at itu meru­
pakan pusaka perbendaharaan yang bernilai ilmiah dan besar sekali artinya
bagi seorang M uslim, tetapi Syari'at itu tidak mesti dilaksanakan seluruhnya
dan seadanya. Sebab banyak di antara ketentuan-ketentuan hukum yang ter­
kandung di dalamnya, bertentangan satu sama lainnya dan berbeda-beda ka­
rena perbedaan dasar madzhab dan pemikiran ahli fiqihnya. Demikian juga
karena adanya beberapa ketentuan hukum terperinci, yang tidak serasi lagi
dengan keadaan zaman kita, karena perbedaan w aktu antara zaman penyu­
sunnya dengan zaman kita sekarang ini, serta perbedaan antara lingkungan
dewasa ini dengan lingkungan di masa ahli fiqih tersebut berfatwa. Disamping
itu dapat pula dikatakan bahwa Syari'at dengan pengertian yang luas itu ti-

9) V ide A L Ia m u l M u w a q q i'in , Ib n ul Q a yyim , J ilid I, halaman 1 76, 289 dan 294.


S Y A R I A T IS L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 15

dak berarti telah mencakup semua pemecahan dari segala masalah, terutama
yang tumbuh di zaman kita ini, seperti: masalah asuransi, perdagangan inter­
nasional, hukum laut, sistematika administrasi modern, dan lain-lain. Namun
demikian, sudah dapat dipastikan bahwa pusaka perbendaharaan fiqih tadi
mengandung segala prinsip dasar yang dapat dipakai untuk memecahkan ma­
cam-macam persoalan zaman modern ini. Disamping itu pusaka tersebut me­
ngandung cara-cara praktis dan dapat diterapkan setempat untuk mendapat­
kan beberapa cara penyelesaian masalah baru masa kin i.
Dalam pengertiannya yang sempit, SyarKat Islam itu terbatas pada
hukum-hukum yang berdalil pasti dan tegas, yang tertera dalam Al Qur'an,
Hadits yang shahih, atau ditetapkan dengan Ijm a'. Selain dari pengertian ini
ada beberapa ketentuan hukum yang berdalil Qur'an atau Hadits Shahih dan
berbeda dalam penafsiran oleh pelbagai ahli fiq ih yang bersangkutan. Demi­
kian pula hukum-hukum yang didasarkan atas Hadits-hadits yang sanad atau
matan hadits tersebut masih merupakan pokok pembicaraan.
Dalam pengertiannya yang sempit in i, Syari'at dengan dalil-dalilnya
yang tegas dan pasti mewajibkan setiap Muslim u n tu k m engikutinya dan men­
jadikannya sebagai sumber untuk memecahkan kesulitan masalah yang d i­
hadapi, yaitu dengan cara-cara dan qaidah-qaidah yang akan saya singgung
selanjutnya.
Perbedaan antara dua pengertian yang luas dan yang sempit tadi akan
terasa pentingnya dalam negara-negara yang melaksanakan Syari'at Islam se­
utuhnya, seperti Saudi Arabia yang akan m em buktikan secara mudah dan je­
las ketidak perlunya pelaksanaan semua hukum Syari'at Islam dalam penger­
tian yang luas itu. Sebab, seperti telah saya kemukakan sebelumnya, Syari'at
Islam merupakan sekumpulan hukum yang mengandung bermacam-macam
contoh peristiwa dengan ketentuan-ketentuan yang berbeda-beda dan sukar
dipertemukan satu dengan yang lain. Hal ini sama halnya, kalau kita hanya
memilih satu madzhab saja dari pada empat madzhab termasyhur dan
diwajibkan melaksanakannya secara seuntuhnya. Dalam madzhab pilihan tadi
kita pun akan bertemu sejumlah hukum mengenai satu contoh peristiwa yang
bertentangan satu dengan lainnya dan bermacam-macam pedomannya, atau
sudah tidak dapat dijalankan lagi di masa sekarang ini. Hal ini, memang kerap
kali terjadi dalam sejarah Islam.
Dengan madzhab pilihan yang tunggal itu , kita pun seakan-akan telah’
menetapkan bahwa selain madzhab yang kita p ilih tadi adalah tidak benar,
atau sedikit-sedikitnya tidak layak dijalankan, sehingga kita telah mengguna­
kan suatu norma subjektif, yang dasarnya ta'ashub kepada pendirian madzhab
yang d ip ilih dan sebagai sikap ta qlid semata-mata.
Dalam pelaksanaan qaidah syara' ditetapkan bahwa tidak boleh me­
nyalahkan orang yang berpegang pada suatu pendirian yang masih diperseli-
D B. A H W A O Z A K / YAM AN/ 16

sihkan. Tetapi yang dapat disalahkan ialah bila pendirian itu bertentangan
dengan pendirian yang sudah disepakati dengan ijm a'. Hal ini, baik bagi ne­
gara yang melaksanakan hukum -hukum Islam seutuhnya seperti Saudi Arabia
m aupun yang melaksanakan beberapa bagian saja untuk hal-hal tertentu se­
p erti kebanyakan negara-negara Islam dewasa ini, menjadi kewajiban bagi
mereka u ntu k berpegang pada "pengertian Syari'at yang sem pit", yakni ber­
pegang pada ketentuan-ketentuan hukum yang berdalil positif dalam Al
Q ur an, Hadits Shahih atau Ijm a’ , kemudian m em ilih dari semua madzhab
tanpa kecuali mana yang sesuai dengan peri kehidupannya serta sejalan de­
ngan kepentingan-kepentingannya. Selanjutnya, melalui cara-cara Istinbath
S ya r'i disusunlah perundang-undangan yang diperlukan, untuk menampung
penyelesaian segala peristiwa baru yang belum ada ketentuan hukumnya da­
lam kitab-kitab fiq ih yang ada, dengan mengindahkan bahwa perundang-un­
dangan baru itu tid a k bertentangan dengan hukum-hukum Syari'at dalam
pengertian yang sempit, seperti yang telah dijelaskan terlebih dahulu.

Pengembangan S yari'at dan Sumber-sumbernya


Bila kita sudah selesai mengambil langkah yang penting dalam memba­
tasi pengertian perkataan S yari'at serta memahami alasan daripada pemba­
tasan itu , perlulah selanjutnya diterangkan bahwa Syari'at itu adalah "m akh-
lu q " atau lembaga yang tu m b uh dan berkembang, seriama dengan pertum-
buhsr. .'an perkembangan dari kebutuhan masyarakat, dengan pelbagai ragam
lingkungan. "M a k h lu q " atau fembaga itu kadang-kadang berwujud sempurna
dan siap u ntu k menyelesaikan persoalan-persoalan dari suatu masyarakat da­
lam suatu masa, tetapi ia tid a k akan tetap demikian, jika ia tidak terus tum ­
buh dan berkembang.

Imam Syahrustani berkata tentang hal ini sebagai berikut: "Pada


um um nya kita mengetahui dengan pasti dan yakin, bahwa peristiwa dan ke­
jadian-kejadian di bidang peribadatan dan tindak-kelakuan itu merupakan
sesuatu hal yang tid a k dapat dibatasi atau dihitung. Dan kitapun mengetahui
dengan pasti pula bahwa tid ak semua peristiwa ada dalilnya dan memang hal
serupa itu tid a k m ungkin te rja di. Jadi dalil-dalil itu mempunyai batas, seba­
liknya peristiwa-peristiwa tid ak m em punyai batas, yang tidak terbatas itu
tentu tidak m ungkin diatur oleh yang terbatas. Dengan demikian jelaslah
bahwa ijtiha d serta qiyas merupakan hal yang w ajib dilaksanakan pada tiap-
tiap peristiwa yang d ip e rlu ka n .10^

10) A l M ilal wan N ih a l, J ilid I, halam an 3 4 .


S Y A R I A T IS L A M Y A N G K E K A L dan P E RSO A LA N M A S A K IN I 17

Pengaruh Lingkungan
Telah kita ketahui bahwa perbedaan lingkungan itu berpengaruh nyata
pada hukum-hukum Syar'i. Di antara qaidah-qaidah usul fiq ih yang dikenal
■' dalam Syari'at Islam, ada sebuah qaidah yang berbunyi: "T idaklah dapat d i­
salahkan bila perubahan hukum itu terjadi karena perubahan zaman.11 ^
Mungkin dapat kita jadikan sebagai contoh yang tepat dan penting dalam pe-
netrapan qaidah tersebut di atas mengenai pengaruh lingkungan pada hukum
Syar'i tindakan Imam Syafi'i tatkala pindah dari Baghdad ke Mesir. Beliau
telah merubah sejumlah besar pendapat fiq ih beliau dan membangun
mazdhabnya yang baru yang berbeda dari pada madzhabnya yang lama pada
waktu di Iraq. Padahal ahli fiqihnya adalah beliau sendiri dan sumbernya
adalah A l Qur'an dan Hadits yang tidak berubah, tetapi yang berubah adalah
lingkungan baru dalam masyarakat Mesir yang menyebabkan terjadinya peru­
bahan besar dalam pendirian dan ijtihad-ijtihadnya.

Qiyas, Istihsan dan Mashalih Mursalah


Para ulama usul fiqih telah mengadakan penelitian terhadap sumber­
-sum ber perundang-undangan Islam selain daripada A l Q ur'an, Hadits dan
Ijm a'.12' Mereka hampir semua sependapat bahwa qiyas itu merupakan salah
satu alat terpenting dari jurisprudensi. Mereka berkata bahwa tatkala Allah
menetapkan suatu hukum, la menghendaki agar ada tujuan-tujuan tertentu
serta hikmah-hikmah yang nyata. Karena itu apabila terdapat dua peristiwa
yang bersamaan alasannya, yang pertama ada hukum nya sedangkan yang ke­
dua belum ada hukumnya, maka dapatlah hukum itu kita terapkan pada pe­
ristiwa yang kedua, yang belum ada hukumnya. Umpamanya, minuman keras
itu diharamkan karena ia mempengaruhi akal, di samping itu ia juga melum­
puhkan orang dalam jangka w aktu tertentu. Demikian juga, obat-obat
narkotik dapat menimbulkan akibat yang sama; maka oleh karena itu , narko­
tik pun haram hukumnya disamakan dengan minuman keras.

Tetapi penetrapan qiyas dengan pengertian yang saya kemukakan tadi


v bisa menghasilkan hukum yang tidak sesuai dengan pri-keadilan atau kepen­
tingan umum, atau bertentangan dengan dalil dari Qur'an atau Hadits. Sebab
itu, para ulama menetapkan untuk meninggalkan qiyas dan melakukan apa
yang lebih sesuai bagi ummat. Lalu disesuaikanlah hukum yang baru itu de­
ngan adat-istiadat atau dengan kepentingan umum, atau dengan cara yang
menghilangkan madharat. Inilah yang dinamakan oleh ulama Hanafi dengan

11) K ita b Ushul Aiy-syas, halaman 54, cetakan India.


12) K itab A l Ijm a ', karangan Ibnu Hazm, cetakan Baitul Maqdis.
OP. A H M A D Z A K / Y A M A N I 18

✓nama Istihsan, dimana ahli fiq ih tidak mendasarkan hukumnya pada Qur'an
atau Hadits dengan jalan qiyas, tetapi mendasarkan pada kepentingan
um um .13 * Para ahli fiq ih golongan M aliki memberikan perhatian mereka ter­
hadap cara ijtihad yang didasarkan atas kepentingan umum, lalu mereka su-
■sun teori mereka yang terkenal dengan nama Mashalih Mursalah.14 ^ Dalam
hal ini mereka membolehkan memakai alasan kepentingan sebagai salah satu
dalil di antara dalil-dalil S yar'i, walaupun tidak ada dalil Syara' untuk menja­
dikan kepentingan itu sebagai pertimbangan.

13). Hal in i d ike m u ka ka n oleh Syarhasi dalam K ita b A l M abshuth, jilid X , halaman
145, lih a t juga Badai'ush Shana-i, jilid IV halaman 21 1 , karangan A l-K a sya n i, ce­
takan A l Jam m aliyah.
14) L ih a t bagaimana caranya ulama M a lik i m enggunakan m ashalih dalam K ita b A l
l'tis h a m , karangan S y a tib y , jilid I I, halaman 3 1 1 .
1- - — w BAG|AN KEDUA-r
-■ KEPENTINGAfU-UMUM-'--
SEBAGAI OASAK
PERTUMBUHAN BAfcS
PEftSGEMBA^GAftS
SYARI'AT

Pengertian Kepentingan Umum M enurut Para A h li Fiqih K ita


Orang yang mendalami ajaran Syari'at Islam akan m elihat bagaimana
prinsip Kepentingan Umum itu menduduki tempat yang menonjol dalam
Syari'at. Semua hukum-hukum dalam A l Qur'an dan Hadits, kecuali hukum-
hukum peribadatan, mesti didasarkan atas sesuatu kepentingan umum bagi
masyarakat yang dikehendaki Allah. Dan ahli fiq ih harus m eneliti dan men­
carinya untuk mengenalnya.
Tentang soal ini Ibnu Qayyim berkata, "Sesungguhnya Syari'at itu d i­
susun dan didasarkan atas kebijaksanaan dan kepentingan umm at baik di du-
’ nia dan di akhirat. Syari'at itu adil sepenuhnya dan seluruhnya merupakan
*1 rakhmat, kepentingan (mashlahat) bagi umm at semuanya serta bijaksana se-
l' luruhnya. Maka setiap soal yang keluar dari garis keadilan kepada keaniaya-
an, dari rakhmat kepada kebalikannya, dari kebaikan kepada kerusakan, dan
dari kebijaksanaan kepada kesia-siaan, tidaklah termasuk dalam Syari'at
walaupun dimasukkan ke dalamnya segala macam d a lil. 15 '
Dapatlah dikatakan bahwa penggunaan kepentingan umum mi sebagai
salah satu sumber jurisprudensi hukum Islam dan merupakan suatu hal yang

15) Im a m Ib n u O dyyim dalam K ita b n ya A 'la m u l M uwaQQi'in, J ilid I I I , halaman 1,


dan le te ru in y a .
DR. A H M A D Z A K I Y A M A N ! 20

disepakati. Sungguhpun ada segolongan kecil yang menolak hal itu, seperti
ulama-ulama S yafi'iah. tetapi kita m elihat beberapa ahli fiqih mereka melak­
sanakan seutuhnya, meskipun dengan cara-cara yang berbeda dan nama-nama
yang berlainan. Imam Ghazali dari golongan Syafi'iyah, umpamanya, menco­
ba hendak mempersempit kepentingan umum tersebut, yong diakui sebagai
suatu yurisprudensi. Kata beliau: "Kepentingan umum itu bukanlah segala
sesuatu yang menyebabkan manfaat atau menolak madharat. Tetapi ia adalah
usaha memelihara dan mengindahkan tujuan Syari'at. Dan tujuan Syari'at itu
adalah segala sesuatu yang dapat memelihara dan menyelamatkan ummat
manusia dari lima bidang, y a itu : agama, jiw a, akal, keturunan dan harta. Se­
gala sesuatu yang memelihara dan menyelamatkan lima atau satu dari lima bi­
dang tersebut, disebut kepentingan (mashlahat). Dan segala yang meluputkan-
nya dinamakan kerusakan. Pencegahnya adalah kepentingan."
Ternyata Imam Ghazali telah memperluas ruang lingkup pengertian
kepentingan umum tadi justru maksudnya hendak membatasi dan memper­
sem pitnya.16^
Imam Haramain berkata bahwa Imam S yafi’i kadang-kadang menggu­
nakan mashalih mursalah dengan syarat ada persamaannya dengan kepenting­
an yang diakui dalam S y a ri'a t17) Imam S u b ki,!S ) dalam kitab A t Tahrir
dan syarahnya, telah mengemukakan hal yang sama seperti yang dilakukan
oleh Imam Syafi'i.

Kepentingan U m um sebagai Dasar u n tu k Meninjau atau Merubah Hukum


Penggunaan kepentingan um um sebagai salah satu sumber untuk me­
nyusun hukum -hukum baru, sebagaimana kita ketahui, tidaklah m enim bul­
kan perbedaan pendapat yang h akiki antara ahli fiq ih ummat Islam. Tetapi
penggunaan sumber itu u ntu k menghapuskan sesuatu hukum Syar'i yang su­
dah dilaksanakan secara nyata dianggap sebagai suatu soal penting bagi se­
orang peneliti S yari'at Islam; ia harus berhati-hati dalam membahasnya dan
m em pelajarinya, seraya menjauhkan sikap untuk menerimanya atau meno­
laknya.

16) Hal tersebut di ke m u ka ka n n ya dalam kita b n y a (A l Man k h u l), halam an 132,


m anusc., dan (A l f/lu sta fa ). jilid I. halam an 141. Lihat juga Ja m 'u l Jawam i dan
syarahnya A l M a h a lli, jilid I I . halaman 2 8 4 . L ih a t r<wayat h id u p nya dalam Tha-
b a q a t As S u b k i, jilid I. halam an 101.
17) D ik e m u k a k a n n ya dalam k ita b A l B urhan. jilid II, halaman 3 3 0 , Manusc. Lihat
juga T a h k riju l F u ru ' ala L k h u l, karangan Z an ja n i, halaman 169. R iw a ya t hidup
Im am Haram ain dalam Ib n u K h a lik a n , jilid I. halaman 301.
18) L ih a t riw a y a t h id u p n y a d a la m Hasnul M ahadharah, karangan S u y u th i, jilid I, ha-
lam an 150.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E RSO A LA N M A S A K I N I 21

Sejak hal ini menjadi pembahasan, ia menghadapi tantangan besar dari


sebagian ahli ficjih; ada juga yang mendukungnya, disamping itu ada pula
yang menolaknya sama sekali.
Sebaiknya sebelum mengupas tiga macam pendirian tersebut di atas,
kita pelajari lebih dahulu sejumlah peristiwa yang hukumnya mempunyai da­
lil atau sedikitnya hukum itu dicondongkan kepada arti lahiriah dari dalil
itu dan dibentuklah suatu hukum yang bertentangan dengan dasar kepen­
tingan dalam soal-soal biasa. Orang pertama yang menetapkan hukum-hu­
kum seperti itu adalah Khalifah Kedua, yaitu Umar bin Khattab r.a. yang
d iik u ti kemudian oleh sejumlah Imam dan ahli fiq ih yang terpandang.
Yang terpenting di antara tindakan/keputusan Ibnul Khattab r.a. ada­
lah:
1. Merubah hukum talak (cerai) dalam keadaan seorang suami menjatuh­
kan talak tiga sekaligus, pada satu ketika dan tempat. Di masa Rasulul­
lah s.a.w., kemudian di masa Khalifah Abu Bakar r.a. dan pada permu­
laan masa Pemerintahan Umar, talak itu dianggap talak satu.19 *
Kemudian Ibnul Khattab r.a. berpendapat bahwa masyarakat telah
mempermudah soal tadi, karena itu mereka perlu diberi pelajaran de­
ngan menjadikan talak semacam itu sebagai talak hain. Hal ini berbeda
sekali dengan apa yang berlaku di masa Rasulullah s.a.w. dan ijm a' se­
sudah beliau serta berbeda pula dengan apa yang dapat difaham i dari
hukum Qur'an yang tercantum dalam suatu ayat yang artinya perce­
raian itu dua kali. Ini menjadi dalil bahwa tindakan cerai itu ada yang
lebih dari satu kali dan lebih dari satu tempat. Supaya dapat dianggap
sebagai tiga kali, maka cerai ialah cerai bain. Pengambilan pengertian
ini dikuatkan oleh pelaksanaan tegas di zaman Rasulullah s.a.w. dan
ijm a’ sesudahnya.
2. Hukum Pidana atas pelaku zina yang bukan muhsan (tidak atau belum
kawin) ialah hukum dera dan dibuang selama setahun di luar negeri.
Itulah yang dibuktikan dalam Hadits.2 0 * Umar r.a. telah menjatuhkan
hukuman itu atas Rabi'ah bin Umayyah bin Khalaf. Dalam masa pem­
buangannya itu Rabi'ah menggabungkan d iri dengan Romawi. Kha­
lifah Umar r.a. berkata: "Setelah sekali ini saya tidak akan membuang
orang lagi." Lalu dihapuskanlah hukuman buang tersebut.
3. A l Qur'an telah menetapkan golongan-golongan yang berhak meneri­
ma zakat, termasuk di dalamnya golongan mualJaf. Mereka diberi se­

19) A l M uhalla, karangan Ib n u Hazm, cetakan A l K h a n |i, Mesir, J ilid X , halaman 168
don A 'la m u l M uw aqqi’ in , karangan ibnul O a yyim , jilid I I I , halaman 2 4 , ce ta k­
an M u n iriy a h .
20) Shahih M uslim Syarah Naw aw i, J ilid X .
DR. A H M A D Z A K / Y A M A N I 22

bagian zakat untuk membebaskan hati mereka kepada Islam atau untuk
mencegah kejahatan mereka; ini adalah apa yang telah dilaksanakan
semasa hidup Rasulullah dan sesudah beliau, yakni masa Abu Bakar r.a.
Sungguh pun ada dalil yang tegas. Khalifah Umar r.a. menghentikan
pemberian bagian zaket kepada orang-orang muallaf tadi seraya ber­
kata: * Kami tidak memberikan lagi karena soal ke-Islam-an. Siapa yang
ingin, bolehlah Islam. Siapa yang tidak, bolehlah k a fir."2 1 ^
4. Menikah dengan w anita ah/u/ k ita b halal hukumnya menurut A l Q ur'­
an; namun Khalifah Umar r.a., dalam masa pemerintahannya, mencegah
para sahabat mengawini wanita-wanita ahlul kitab, karena khawatir
bahwa perkawinan dengan wanita-wanita Islam akan kurang disu-
ka..22>
5. Umar r.a. menggugurkan hukum potong tangan pencuri, yaitu hukum
yang didukung oleh dalil dari A l Qur'an. Beliau menangguhkan pelak­
sanaan hukuman tersebut sem?sa berkecamuknya bahaya kelaparan di
Zajirah Arab pada tahun yang dikenal sebagai tahun Ramadha atas da­
sar pertimbangan keadaan darurat kebutuhan dan untuk menyelamat­
kan jiwa masyarakat. 23 ^
6. Menjual kembali "U m m u l Wa/ad" , yakni budak perempuan yang di-
peristrikan oleh tuannya lalu m elahirkan anak bagi tuannya, adalah ha­
lal dan ini terjadi dalam zaman Rasulullah s.a.w. serta pada masa Kha­
lifah Abu Bakar r.a. Tetapi Umar r.a. melarang penjualan "u m m u l wa-
lad" tersebut sambil berkata: "D arah mereka itu sudah mencampuri da­
ra k ita ." 24 *
7. Menurut Syari'at, yang menanggung pembayaran d iya t, dalam bebera­
pa hal, adalah suku dari si pembunuh. D iyat adalah tebusan atas jiwa
seseorang yang dibunuh. Tebusan itu sebesar 100 ekor onta atau dengan
barang yang nilainya sama. Tebusan ini disetujui oleh ahli waris dari
orang yang dibunuh itu. Dem ikianlah y a n g berlaku di zaman Rasulullah
s.a.w. dan masa Khalifah Abu Bakar r.a. Tetapi Sayidina Umar r.a., ke­
tika menyusun sendi-sendi negara Islam dan perundang-undangannya,
menetapkan kas negara sebagai ganti dari suku yang akan membayar di-

211 N a ilu l A w th a r, jilid V I I , halaman 7 3 . M usallam us T su b u t, karangan Bahari, ce­


takan Husainiyah, jilid II, halam an 8 4 , dan A d -D u rru l M anisur, karangan Suyu-
th t, jilid III, halaman 253.
221 A l Majmu*, Syarah A l M u h a d z-d ia t), jilid IX , halaman 197 dan seterusnya.
23) A l O u rth u b i, halaman 3.
241 B idayatul M u jta h id , karangan Ib n u Rusyd, cetakan A l Hal«i)i, M esir, jilid II, ha­
laman 338, dan A 'la m u l M u w a q q l'in , karangan Ib n ul O a yyim , jilid II I halaman
7
SYARI AT IS L A M Y A N G K E K A L dan P E RSO A LA N M A S A K IN I 23

yat. Ahli-ahli fiq ih Iraq mengikuti pendirian dan tindakan Khalifah


Umar ini, akan tetapi golongan pengikut S yafi'i menentangnya.2 5 ^

Contoh-contoh yang saya kemukakan itu bukanlah merupakan seluruh


tindakan Sayidina Umar. Itu tidak lebih hanya daripada beberapa contoh
tindakan-tindakannya yang penting di saat-saat ia membangun negara Islam.
Sejumlah Imam dan ahli-ahli fiq ih , seperti: Khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a.
mengikuti jejak beliau. Umar bin Abdul Aziz mengharamkan penerimaan ha­
diah dan menetapkan hukumnya sama dengan hukuman suapan. Padahal se­
belum itu, menerima hadiah dianggap halal. Beliau pun menetapkan diyat
orang-orang D zim nii separuh daripada diyat orang Muslim walaupun dulunya
diyat dua golongan itu sama saja,26^ yaitu semenjak zaman Nabi s.a.w. sam­
pai Khalifah terakhir sebelum Umar ¡bn Abdul Aziz.
Selain daripada itu Khalifah A li r.a. menetapkan tanggung jawab tu ­
kang*7 ^ yang menerima pesanan dengan mengganti barang pesanan kalau ba­
rang pesanan rusak, sedangkan di zaman Rasulullah s.a.w. tugas seorang tu ­
kang hanya sebagai menerima amanat saja. A li r.a. memberi alasan bagi ke­
bijaksanaannya itu dengan berkata, “ Hanya itulah yang baik bagi masyara­
kat."28 >
Sementara itu, golongan M aliki menetapkan sebuah qaidah umum yang
memperbolehkan seorang Muslim mengambil sesuatu yang haram karena te r­
paksa untuk menutupi kebutuhan, dengan syarat apabila sesuatu yang haram
itu sudah merata di seluruh atau sebagian negeri itu , dan jika sesuatu yang
haram itu sukar ditinggalkan serta lapangan usaha yang halal tidak ada lagi;
sebab jikalau ia tidak mau berusaha demikian, niscaya terbengkalailah lapang­
an usaha dan bisnis, akan tetapi dalam hal ini terjadi kehancuran bagi aga­
ma; dan bagi Muslim itu hendaklah ia tidak melampaui batas sampai berlebih-
lebihan dan bermewah-mewah; atas tindakan ini ia mendapatkan barang yang
haram.29 ^
Sungguhpun ada Hadits yang melarang tindakan pemaksaan pengen­
dalian harga, namun ada golongan orang-orang Hanafi yang membolehkan tin­
dakan itu, jika para pedagang menolak menjual dagangan mereka dengan harga

251 Fathul Bari, K ita b u l Jin a ya t, karangan Ibnu Hajar.


261 A l l'tis h a m , jilid II, halaman 29 8 . Ada terdapat perbedaan sekitar Um ar ibn
A b d u l Azis ini dalom suatu riw a y a t. L ihat A l M ahalli, karangan Ibn. H azn\,
jilid X , halaman 348 — 3 56 dan Ja n V u l Ushul. J ilid V , halaman 161.
27) D em ikian juga yang d ila ku ka n oleh K h a lifa h Um ar Ibn Khattab dan K halifah
K halifah la in n ya . L ih a t A l Mudawwanah al Kubra, jilid X I halaman 30.
281 Ucapan ini d iriw a y a tka n oleh S ya fi'i dalam K itab A l l'tish a m , jilid II, halaman
102. Lihat juga A 'la m u l M u w a q q i'in , jilid III, halaman 7 —9.
29) A l M abshuth, J ilid X X V II, halaman 125 - 126.
DR. A H M A D Z A K I Y A M A N I 24

yang wajar. Dalam keadaan dem ikian wajiblah mereka itu dipaksa menjual de­
ngan harga yang w aja r.3 0 -*

Pendapat Para A h li F iqih tentang Peninjauan Hukum Syara' atas Dasar


Kepentingan Umum
Pendapat-pendapat ahli fiq ih mengenai peninjauan kembali terhadap
suatu hukum Syara atas dasar kepentingan umum terpecah menjadi tiga pen­
dapat.
Saya akan mulai dengan menguraikan pendapat yang kejauhan, di an­
taranya, yang d ipelopori oleh A t T h u fi dari golongan ulama Hanbali,3 1 ^ yang
mengatakan bahwa kepentingan umum itu lebih diutamakan daripada dalil-
d a lil Syar'i walaupun term uat dalam Qur'an atau Hadits. Jika d alil-dalil itu
bertentangan dengann kepentingan umum, maka kepentingan umum harus
didahulukan, betapa pun kuatnya d a lil. Karena m enurut dia, kepentingan
itu justru yang menjadi tujuan yang dimaksud oleh Pencipta Syari'at, sedang­
kan dalil-d alil dan kalim atnya hanyalah sekedar sarana u ntu k mewujudkan tu ­
juan tersebut, karenanya harus didahulukan dari sarana. T h u fi menyatakan
pendiriannya ini dalam penjelasan singkat yang dim uat dalam A l Manar,32 )
sebagai b e riku t:
"K epentingan dan dalil-d alil itu adakalanya seiring dan sejalan dan ada kala­
nya berselisih. Jika sama pendapat, syukurlah dan gunakanlah seperti kese­
pakatan nash, ijm a ' dan kepentingan tentang penetapan 5 (lima) hukum
um um , y a itu : (1) dibunuhnya pembunuh, (2) dibunuhnya orang m urtad, (3)
dipotongnya tangan pencuri, (4) d ihukum deranya peminum arak, dan (5)
dideranya pem fitnah orang lain berzina dan lain-lain sebagainya; itulah
contoh huku m yang sesuai dengan d alil-dalil kepentingan. Apabila dua itu
bertentangan, maka jika dapat dipertem ukan, hendaklah dipertemukannya,
seperti diterapkannya sebagian dari dalil pada sebagian dari hukum dan
peristiwa (bukan semuanya), dengan cara yang tidak merusak kepentingan
dan tidak sampai mempermainkan dalil-dalil semuanya atau sebahagiannya.

30) A t-T h u ru q A l H a kim a h , halam an 2 2 4 .


31 ( S ejum lah ulam a antara lain Ib n u Rajab b e rka ta , bahwa A t T h u fi in i adalah orang
S y i’ ah dan b u ka n orang H a m ba li. L ih a t Thabaqat A l Hanabilah, M ujallad ke II,
halam an 4 9 5 dalam m anuse. yang te rd a p a t d i D arul K u tu b , A l M ish -riya h . K in i
m an u se rip t in i telah d ite rb itk a n d i K a iro oleh Jama'ah Anshar As-Sunnah A l
M u h a m m a d iya h . L ih a t riw a y a t h id u p A t T h u fi dalam (A d D u raru l K a m in a h ),
karangan Ib n u H ajar, jilid II , halam an 154 dan (2 a il T ha b a q a til H anabilah),
jilid I I , halam an 3 3 6 dan (Syazaratuz Zahab) karangan Ib n ul 'Im a d , jilid V I
h a la m a n 2 39 d a n (A 'y a n u s y S y i'a h ), jilid X X X V halam an 23 0 .
32) L ih a t T a fs ir M anar, jilid IX , penjelasan singkat in i m erupakan syarah bagi Hadits
A rb a 'in ; pe n ulisn ya dengan panjang lebar m enguraikan Sabda R a s u l u l l a h s.a.w.
•'T id a k bo le h m eru g ika n dan tid a k boleh d iru g ik a n ". Penjelasan singkat im k e ­
m u d ia n d ite rb itk a n terpisah dan keterangan A t-T h u fi tentang pendapatnya Itu
te rte ra dalam halam an 18.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 25

Tetapi kalau tidak mungkin dipertemukan, maka didahulukanlah kepentingan


atas yang lainnya, mengingat sabda Rasulullah s.a.w. yang artinya "Tidakbo-
leh merugikan dan tidak boleh d irug ikan ."33^ Hadits itu khusus untuk men­
cegah kerugian dan justru keharusan untuk memelihara kepentingan, karena
itu wajib didahulukan (karena kepentingan itulah yang menjadi tujuan dari
pada kebijaksanaan mereka yang bertugas menetapkan hukum dan dalil-
dalil lainnya sebagai sarana dan alat. Sedangkan tujuan harus didahulukan
daripada sarana).
A t T h u fi, dalam membela pendapatnya itu , dengan panjang lebar me­
ngemukakan dalil-dalil yang membenarkannya. Pendapatnya ini sungguh sa­
ngat besar resikonya sebab ia telah menetapkan hukum sebelumnya adanya
bunyi kalim at dalil dalam A l Qur’an atau Hadits yang berlawanan dengan ke­
pentingan umum secara langgeng, hal yang tidak pernah dapat dibuktikan dan
tidak mungkin digambarkan bisa terjadi. Apa yang dinamakan kepentingan itu
merupakan hal yang nisbi pada umumnya. Tiap-tiap perkara mempunyai dua
segi, segi yang baik dan segi yang buruk. Bila segi yang baik melebihi yang
buruk, menjadilah perkara itu suatu kepentingan dan demikian sebaliknya.
Mempertimbangkan lebih kurangnya kebaikan dan keburukan suatu perkara
itu merupakan soal yang berbeda-beda pendapat tentang hal itu . Dengan de­
mikian kita akan mudah saja terpeleset kepada tindakan pemakaian hawa
nafsu terhadap Al Qur’an.
Sungguhpun A t T h u fi berpanjang lebar dalam menguraikan pendapat­
nya itu, namun ia tidak mengemukakan satu perkara pun yang memuat ke­
pentingan yang bertentangan dengan jelas terhadap suatu hukum yang berda­
lil positip dalam Al Qur.an, Hadits Shahih, atau yang disepakati oleh Ijma'.
Kami tidak tahu akan bagaimana pendapat A t T h u fi ini andaikata ia sampai
hidup pada masa kita sekarang ini, dimana sekarang ini tim bul pendapat sim­
pang siur hawa nafsu lebih berkuasa dan pertimbangan sehat ditiadakan.
Golongan kedua ialah golongan yang sedang dalam penilaiannya ter­
hadap kepentingan dalam hubungannya dengan dalil-dalil Syari'at. Golongan
ini dipim pin oleh Imam Malik yang menggunakan kepentingan umum seba­
gai dalil yang berdiri sendiri; ia tidak bersandar kepada sesuatu yang lain, baik
ada pendukung dari Syari'at ataupun tidak ada sama sekali dalil yang menun­
jang atau menggugurkannya. Imam Malik r.a. menggunakan kepentingan itu,
walaupun bertentangan dengan suatu dalil yang mencurigakan (dhanni). Me­
ngenai adanya dalil yang mencurigakan itu . Imam M alik menilai atau meng­

33) H adits ini d iriw a ya tka n sebagai hadits mursal oleh Imam M alik. Imam Bukhari
dan M uslim mengutarakannya dalam dua kita b shahih m ereka, A l Hakim dalam
A l M ustadrak dan O aruquthny dalam As Sunan d i riw a ya tka n dari Ibn Said.
Sementara Im am Ahm ad Ibn Hanbal dalam kitabnya A l Musnad dan Abdurrazak
dalam kita b n ya A l Jami m eriw ayatkan d a ri Ibnu Abbas.
DR. A H M A D Z A K / Y A M A N / 26

artikannya sebagai pengertian khusus, atau ia memandang sanad dalil tadi


sebagai sanad yang lemah jika dalil tersebut bersifat umum. Tetapi pada da-
sarya Imam M alik sama sekali tidak menerima adanya kepentingan yang da­
pat mengalahkan dalil yang bermakna posi tip atau kuat sanadnya. Bahkan ia
tidak pernah mengira-ngira adanya hal semacam itu.
Segolongan ulama mazhab S ya fi'i mengecam pendirian Imam M aliki
dan pengikut-pengikutnya, dengan dakwaan, bahwa ia telah membuka pintu
untuk penyusunan perundang-undangan dan melepaskan ikatan Syara'.54 1
Tetapi seorang ahli fiq ih yang berpandangan tajam dalam soal agama
tidak akan dibelokkan oleh hawa nafsunya sampai ia menyimpang, tetapi hati
nuraninya akan m em impinnya kepada jalan yang ditem puh oleh para sahabat
Rasulullah s.a.v/. khususnya sahabat m ukm in terkemuka, negarawan adil
dan tegas, A m iru l M ukm inin Umar bin A l Khattab r.a.
Mereka yang mempelajari madzhab Imam M alik akan melihat bahwa
Malik membatasi d iri dalam cara ia menggunakan kepentingan itu dengan ti­
ga macam ikatan pokok, ya kni;
1. Bahwa kepentingan itu haruslah masuk akal, sehingga kalau dikemuka-
kan kepada orang-orang berpikiran sehat niscaya mereka akan meneri­
manya dengan baik;
2. Bahwa dengan digunakannya kepentingan itu akan dapat disingkirkan
sesuatu kesukaran yang sungguh-sungguh dalam urusan agama;
3. Bahwa kepentingan itu sejalan, walaupur^ tidak secara langsung dengan
tujuan-tujuan S yari'at pada um um nya.JS
Jelaslah bahwa Imam M alik, sekali-kali tidak menjauhkan d iri dari ling­
kungan agama, tetapi bahkan ia sebenarnya berkelana merasuk jauh ke pe­
dalaman.
Ada pun sikap orang-orang Hanbali terhadap kepentingan ini dapat d i­
katakan tidak jauh berbeda dengan pendirian orang-orang M aliki, walaupun
ada di antara mereka itu , dalam hal ini, condong kepada pendirian golongan
Syafi'i. Tetapi orang yang m engikuti fatwa-fatwa dua tokoh ahli fiq ih , yakni
Ibnu Taimiyah dan Ibnul O ayyim tentang soal kepentingan ini, akan melihat
bahwa dua ahli fiqih tadi telah memberikan nilai yang tinggi kepada kepen­
tingan dan mengutamakannya, kadang-kadang dengan cara menyempitkan
penafsiran arti dan kadang-kadang dengan cara memperluaskannya, sehingga
memungkinkan pelaksanaan kepentingan ¡tu. Contoh yang sangat menonjol
tentang hal itu adalah apayang dikisahkan oleh Ibnul Oayyim, bahwa guru be­
liau, Ibnu Taimiyah, bersama-sama dengan sahabat-sahabat beliau, melihat
serombongan orang-orang Tartar di kota Oamsyik sedang minum-minum

34) A l l'tls a m , karangan S ya tib i, jilid II , halam an 311.


35) A l M ustafa, karangan A l G hazali, jilid I, halaman 241.
S Y A R I 'A T ISLAM Y A N G K E K A L dan PE R S O A LA N M ASA K I N I 27

arak. Sahabat sahabat Ibnu Taimiyah hendak memarahi orang-orang Tartar


tadi karena minum arak itu. Tetapi Ibnu Taimiyah melarang mereka dengan
alasan bahwa Allah mengharamkan arak, karena arak merintangi ingatan
orang kepada Allah serta melengahkan orang daripada shalat. Bagi orang-
orang Tartar arak itu justru menghalang-halangai mereka dari tindakan mem­
bunuh, menyandera anak-anak dan merampas harta benda.
Adapun orang-orang golongan Syafi'i, pada dasarnya mereka menolak
pemakaian gagasan mashalih mursalah itu , lebih-lebih lagi mengenai gagasan
pengkhususan makna dalil yang mencurigakan atau posi tip. Sementara go­
longan Hanafi m emilih jalan tengah antara golongan S yafi'i dan M aliki. Go­
longan Hanafi menggunakan Istihsan. Istihsan adalah penetrapan tidak lang­
sung dari gagasan kepentingan itu, tetapi mereka tidak menetrapkan prinsip
kepentingan itu secara terang-terangan, sungguhpun fatwa-fatwa mereka
mempersempit penafsiran nash-nash yang menjurus pada pelaksanaan kepen­
tingan itu.

36) Ibn O ayyim menerangkan d i A 'la m u l A l m u w a q q i'in , cetakan Al M u n iriy a t. jilid


III, halaman 3.
B A G IA N KETIGA
FAKTOR-FAKTOR LAIN
UNTUK PERUBAHAN DAN
PEMGEMBANGAM HUKUM

Pengaruh Adat-Istiadat dalam Perubahan H ukum


Disamping ahli-ahli fiq ih yang berpendirian kem ungkinan peninjauan
kembali hukum-hukum dalil Syar'i yang terdapat dalam Q ur'an dan Hadits,
bila d itu n tu t oleh kepentingan, terdapat pula ahli fiq ih yang berpendapat bah­
wa peninjauan semacam itu dapat dilakukan atas dasar perubahan adat-istia­
dat, jika di masa lampau nash Syar'i itu didasarkan atas adat-istiadat tadi.
Yang terpenting di antara mereka yang berpendirian demikian adalah
Imam Abu Yusuf al Hanafi,37) Qadi Baghdad, la berpendirian m e m b o le h k a n
meninggalkan dalil dan m engikuti adat-istiadat, jika adat-istiadat itu dipan­
dang sebagai dasar d alil.38 * Memang Imam A bu Y usuf telah merubah hukum
yang dilandaskan atas sebuah Hadits Nabi tentang jelai, atau jewawut, dengan
menetapkannya termasuk b iji-b ijia n yang digantang, karena begitulah yang
berlaku pada zaman Rasulullah s.a.w. Pada zaman A b u Yusuf kebiasaan itu
berubah dan jewawut itu digolongkan dalam b iji-b ijia n yang ditimbang. O le h
sebab itu wajib dirubah hukum tadi karena perubahan adat.
Imam A l Qarafi dari golongan M aliki m engikuti pendirian Imam
Abu Yusuf itu , yaitu ketika ia berfatwa bahwa hukum segala sesuatu di da-

37) Ibn Khalikan, jilid II halaman 400.


38) A l l'tis h a m , jilid II halaman 211.
39) Ad-D ibaai A l M udzah-hab. karangan Ib n u F ah ru m , halam an 62.
DR. A H M A O Z A K I Y A M A N / 30

lam Syari'ar yang didasarkan pada adat-istiadat akan berubah dengan peru­
bahan adat-istiadat itu dan disesuaikan dengan adat-istiadat yang baru.4 0 *

Pengaruh 'U lat (Sebab dan Alasan) dan Hikmah dalam Merubah Hukum.
Para ulama Ushul Fiqih Islam berkata; "Sesuatu ketentuan hukum ada­
lah berkaitan dengan illatnya, bila illa t itu ada, maka hukumnya pun ada.
Dan bila 'illa t tidak ada, hukum nya pun tidak ada."
Segolongan ulama membedakan antara 'illa t dan hikm at. Mereka ber­
kata, bahwa 'illa t itu ialah sebuah norma m ateriil yang o bye ktif, dalam ung­
kapan bahasa modern. Sedangkan h ikm at adalah penyebab hukum, namun
hikm at tidak dapat diatur; h ikm at ialah sebuah norma pribadi yang lebih
dari pada m ateriilnya. Sebagai contoh, mereka mengemukakan hukum tidak
wajib puasa bagi seorang musafir di bulan Ramadhan. Mereka berkata bahwa
yang menjadi 'illa t dari hukum "b o le h tidak puasa" itu ialah perjalanan, se­
dangkan hikm atnya ialah menghilangkan penderitaan. Oleh karena itu bila
seorang raja umpamanya, mengadakan perjalanan dalam Ramadhan dan ia
mempunyai segala sesuatu yang dapat memudahkan perjalanannya itu, ia te­
tap boleh tid ak puasa walaupun puasa itu tidak akan menyulitkan perjalan­
annya. la boleh tidak puasa karena adanya 'illa t perjalanan itu . Sebaliknya,
seorang pekerja di dalam kota menghadapi kesukaran besar dengan puasa
sambil bekerja, sama dengan kesukaran yang dihadapi musafir. Tetapi ia tidak
dibolehkan tidak puasa karena tidak ada M lat yang membolehkan itu, sung­
guh pun hikm atnya ada.
Dan yang jelas bagi kita, berdasarkan prinsip-prinsip umum Sya-
ri'at Islam dan pendirian para ahli fiq ih tentang kepentingan dan penerapan­
nya, perbedaan antara 'illa t dan h ikm at dapat diterim a dalam bidang periba­
datan. Tetapi apabila kita sudah memasuki bidang mu'amalat dan hukum war­
ga negara, kita meninggalkan bidang ind ivid uil dan memasuki bidang jama'ah,
dapatlah kita katakan bahwa hukum itu berkaitan dengan hikmatnya, ada
atau tidaknya.
A l Qur'an menetapkan supaya memberi orang-orang Mu allaf satu ba­
gian dari zakat4 1 ^ dan menetapkan bagian itu sebagai suatu peraturan dari
Allah, dan yang menjadi h ikm at daripada penetrapan ini ialah untuk m em i­
kat hati mereka kepada Islam serta mencegah sikap-sikap negatip mereka.
Tetapi Umar r.a., seperti yang sudah kita ketahui, beipendapat bahwa h ik­
mat itu telah hapus pada masa beliau. Karena itu dihapuskanlah bagian ter­
sebut dan beliau menolak mereka yang berhak itu dengan kata beliau; " Itu
adalah sesuatu yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w. kepada kalian untuk me-

-*0) K in b (M a lik ), karangan At>o Z ahrah, halaman 4 0 2 .


411 Surat A t TaubJh, ayat 60.
S Y A R I 'A T ISL A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K IN I 31

narik simpati kalian kepada Islam. Sekarang ini Allah telah menjayakan Is­
lam sehingga tidak membutuhkan kalian lagi. Jika kalian tetap dalam Islam,
syukurlah. Bila tidak, pedanglah yang akan menjadi perantara kita. Kami t i­
dak akan memberikan sesuatu hanya karena ke-Islam-an. Siapa yang hendak
Islam, bolehlah Islam. Siapa yang tidak, bolehlah kafir.'*42 J Kita dapat me­
nambahkan hikmat hukum tadi yang telah dihapuskan pada masa Sayidina
Umar itu , sehingga beliau menangguhkan pelaksanaan hukum tadi. Mungkin
hikmat hukum itu akan kembali lagi pada suatu masa mendatang, sehingga
hukum tadi akan kembali berlaku pula.
Moga-moga dengan uraian singkat ini saya berhasil sekadarnya
menerangkan betapa luwes Islam untuk berkembang dan menyesuaikan diri,
betapa besar daya kemampuannya untuk menampung soal-soal serta me­
nanggulangi pelbagai macam persoalan zaman, sehingga soalnya menjadi de­
mikian jelas, sekalipun ada di antara mereka yang menganggap bahwa Islam
itu hanyalah "hukum keagamaan" yang pernah dilaksanakan beberapa abad
lamanya, tetapi kini usianya yang telah lanjut itu sudah melumpuhkannya
untuk menghadapi persoalan zaman modern.

Arti "S ifat Keagamaan" dari Hukum -Hukum Syari'at


Tidaklah diragu-ragukan lagi bahwa Syari'at Islam itu adalah sebuah
Syari'at keagamaan, yang sumber pokoknya adalah firm an yang diturunkan
Allah S.W.T. Tetapi b ukti yang positip ini telah difaham salah oleh sejumlah
orientalist yang pernah menulis tentang Syari'at Islam. Mereka tidak meng­
indahkan perbedaan antara hukum-hukum aqidah (dogma) yang bertalian erat
dengan sifat kegamaan murni dan hukum-hukum mu'amalat. Walaupun ber­
asal dari sumber yang sama, namun hukum -hukum mu'amalat sebagai suatu hu
kum sipil yang didasarkan atas kepentingan berkembang dan menyesuaikan
diri atas kepentingan itu. Sifat keagamaan yang m eliputinya merupakan un­
sur akhlak yang tidak terdapat pada hukum-hukum ciptaan Barat. Tujuan si­
fat keagamaan tersebut ialah untuk memberikan dukungan bagi hukum-hu-. *• <
kum sipil yang ada dalam hati sanubari kaum M uslimin, serta memberikannya
kepercayaan pada diri sendiri dan harga d iri dalam hati nurani mereka untuk
tunduk ke bawah naungan hukumnya serta menjadikan mereka itu hormat
dan patuh, walaupun mereka berada jauh dari jangkauan penuntut hukum
atau kekuasaan eksekutip
Mungkin sesuatu gambaran yang menarik dari kenyataan ini adalah apa
yang menjadi fatwa dari sementara golongan ahli fiqih madzhab Hanafi, bah-

42) N ailul A w -th o r. karangan S yaukani, jilid V I I , halaman 73, dan M usalljrnus Tsu-
b u t, jilid II halaman 8 4 . celakan A l H uta in iya h dan Ad O urrul M am ur, karangan
S u yu ti, jilid III lialjinar« 523.
DR. A H M A D Z A K I Y A V A N I
32

wa bila kebutuhan u n tu k kepentingan umum dan keadaan darurat ekonomis


atau lainnya m em erlukan penguasa memerintahkan rakyat, umpamanya un­
tu k berpuasa sehari,43 maka w ajiblah rakyat berpuasa sebagaimana kew ajib­
an dalam agama, sama seperti puasa hari Ramadhan, karena hal itu merupa­
kan penertiban dari suatu kepentingan, dan Syara' menguasakan sang pengu­
asa u n tu k mengaturnya. Rasulullah s.a.w. telah melandaskan sendi-sendi
kenyataan itu . tatkala beliau bersabda kepada para sahabat yang kurang le­
b ih ; "Saya in i hanyalah seorang manusia. Bila saya perintahkan kepada kalian
sesuatu dari agama kalian, maka patuhilah. Tetapi jika saya memerintahkan
sesuatu sebagai pendapat pribadi, maka saya adalah seorang m anusia."44 ^ dan
sabdanya; "K a lia n lebih mengetahui soal-soal dunia k a lia n ."4 ^ Dengan ke­
terangan ini jelaslah kiranya perbedaan antara dasar-dasar peribadatan dan
dasar-dasar m u'am alat.

Tuduhan "K eterbe laka ng an " Adalah karena Penutupan Pintu Ijtihad
Bahwa S yari'at Islam itu telah ketinggalan zaman hingga tidak mampu
lagi menghadapi persoalan zaman modern, seperti yang sering disangka orang,
adalah suatu anggapan yang berlebih-lebihan dan memihak, walaupun me­
mang terdapat kem usykilan-kem usykilan yang belum terselesaikan baik oleh
S ya ri'a t m aupun oleh fuqoha-nya. Yang m enim bulkan tuduhan itu ialah pe­
nutupan p in tu ijtih a d sejak beberapa abad lamanya dan perasaan puas ulama
Islam dengan pusaka perbendaharaan lama, sedangkan peri kehidupan ber­
kembang terus tanpa kemampuan mereka untuk m engikutinya sehingga tim ­
bul beberapa banyak persoalan modern seperti asuransi dan perbankan; per­
soalan-persoalan in i tidak pernah dimasukkan dalam ijtihad fiq ih ; hukum-
h ukum nya yang berlaku sekarang didasarkan atas prinsip-prinsip hukum-hu-
kum yang d ia m b il dari negara Barat yang seringkali jauh daripada pengertian
prinsip hukum Islam kita . Walaupun dem ikian Syari'at tetap mampu untuk
bergerak, kapan saja hal itu diusahakan oleh um m at Islam yang sadar dan ti­
dak berpandangan p icik. Prinsip-prinsip um um dari Syari ai Islam tampak
oleh k ita sekarang ini seolah-olah sebuah "oase" yang hijau kemilau di te­
ngah-tengah gurun pasir, sedangkan peri kehidupan kita dewasa ini kering
dan tandus, penuh dengan pelbagai persoalan dan aliran-aliran yang berten­
tangan satu dengan y 3 ng lain.
Ruang terbatas dari buku saya ini tidak akan memungkinkan saya me­
nyinggung sebagian besar dari berbagai persoalan itu dengan membentangkan
sikap Islam terhadapnya. Oleh karena itu dalam Bab Kedua dari buku S3ya

43) A l F a t a w a a l A l a m k i r i y a h , cetakan In d ia .
44) D iriw a y a tk a n oleh M u s lim d a ri R a fi' lt>n K h u d a ij dan T halhah Ibn U b a id llU h .
L ih a t J a m i'u l U sh u l, karancpn lu n u A ts ir, Jilid X I I , halam an 355.
45) D iriw a y a tk a n o le h M uslim d a ri Anas dan 'A u y a h r.a.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 33

in i, akan saya p ilih sebuah persoalan pokok yang sangat peka dan sangat me­
merlukan diskusi, baik di kalangan kita sendiri maupun d i kalangan masyara­
kat internasional, yaitu masalah pertentangan antara hak perseorangan dan
hak-hak jama 'ah.
BAB KEDUA

PEMIKIRAN KOLEKTIVISME
DALAM PERUÍMDANG-
UNDANGAN ISLAM
B A G IA N PERTAMA
KESEIMBANGAN ANTARA
HAK-HAK JAMA'AH DAN
HAK-HAK
PERSEORANGAN

Pertentangan Antara Hak Perseorangan dan Hak Jama'ah Adalah Dasar Per­
tentangan Idiologi Internasional
Pertentangan antara perseorangan dan jam a'ah merupakan suatu soal
terpenting dalam persoalan zaman sekarang yang m enim bulkan banyak per­
soalan-persoalan cabang lainnya. Dewasa ini kita menyaksikan suatu perten­
tangan dalam bidang hukum dan ekonom i yang berlangsung antara soal per­
seorangan dan wewenang serta hak-haknya di satu f i hak, melawan jama'ah
dengan hak-hak dan wewenangnya di fih ak lain. In ti persoalannya adalah
mengenai hubungan dan perimbangan antara hak dan wewenang masing-ma-
sing.

Timbullah dari pola tersebut dua kubu idiologi internasional yang te-
us berselisih dalam lapangan p o litik dan ekonom i, kadang-kadang atas nama
kebebasan perseorangan dan kadang-kadang atas nama rakyat jelata. Sembo­
yan sem oyan yang dipergunakan dalam pertentangan itu demikian tajam­
nya, se ingga m enyulitkan kita untuk mengetahui hakekat yang sebenarnya,
namun demikian masih dapat kita kemukakan sebagian daripadanya yang ti-
e r a u menonjol. Blok Sosialis yang memusatkan usahanya untuk ke­
pentingan jama ah telah mengabaikan soal perseorangan dan nyaris tidak mau
mengaku, adanya serta tidak membolehkan orang seorang menikmati hasil
p3Vah US8hanYa bahkan m elucutinya dari penghargaan d iri sendiri dan
DR. A H MA D Z A K / Y A M A N /
38

sebagian besar hak-hak asasinya. Pada saat pengadaan sandang-pangan bagi


anggota masyarakat, dan kemungkinan berhasil melindungi mereka dari baha­
ya pengangguran, pada saat itu pula dirampaslali semua hak-hak p o litik , sosial
dan kemerdekaan pribadi setiap orang, serta dikekanglah kegiatan mereka
dengan dalih supaya tidak disalah-gunakan secara berlawanan dengan kepen­
tingan jama'ah, walaupun kegiatan perseorangan itu masih dapat digunakan
untuk kepentingan orang banyak. Tatkala Blok Sosialis berbuat demikian
itu , mereka dongan pasti telah menyebabkan kerugian bagi masyarakat itu
sendiri sehingga mengakibatkan luas produksi pertanian dan industri merosot
karena tidak adanya daya pendorong perorangan.
Sebaliknya blok yang dinamai Dunia Bebas telah bersikap amat keter­
laluan dalam membela kebebasan, hak-hak dan kehormatan pribadi, sehingga
kadang-kadang memejamkan mata terhadap tindakan keterlaluan dari sejum
lah pribadi dalam menggunakan hak-hak mereka secara merugikan jama'ah.
Blok ini menempatkan orang-orang dalam tingkat yang sama dengan jama'
ah, tetapi ia hanya m em perhatikan hak-hak p o litik orang-seorang dengan
mengabaikan sama sekali hak-hak ekonomi dan tidak memberikan jaminan
yang pasti (sebagaimana yang dilakukan oleh Blok Sosialis) mengenai soal
sandang-pangan.
Sungguhpun pertarungan p o litik antara dua blok tersebut tetap berlaku,
namun jurang pemisah antara keduanya telah mulai m enyempit. Golongan
Sosialis, berdasarkan pengalaman-pengalaman pahit mereka di masa lampau,
telah mulai memberikan kepada orang-seorang sebagian dari hak m ilik p ri­
badi dan telah meninggalkan pula gagasan sama rata sama rasa yang mutlak
di bidang harta benda antara masing-masing orang. Sementara negara-negara
Dunia Bebas (dalam usaha membendung bahaya Komunisme) sudah mulai
pula mengekang sikap serakah dari sementara pribadi, yaitu dengan mengada­
kan sejumlah peraturan dan undang-undang yang membatasi kemerdekaan
mutlak b e r"h a k -m ilik " dan persaingan dagang yang tak berdasar hukum, ke­
mudian memagari orang-seorang itu dengan pagar yang lebih besar berupa
keadilan sosial yang dapat menyelamatkan dari bahaya pengangguran dan
persoalan-persoalan kemiskinan serta penyakit.
Jurang pemisah ini akan terus m enyem pit sehari demi sehari dan kedua
blok itu mungkin akan berpadu di suatu saat, sehingga dunia kita ini akan
ditata dengan sebuah sistim tunggal yang memelihara dan memanfaatkan ke­
hormatan dan hak-hak pribadi untuk kepentingan orang banyak tanpa me
langkahi batas-batas kepentingan umum yang tetap menjadi tujuan utama.
Sistim penataan tunggal dunia kita yang saya kemukakan di atas, saya
kira, akan terjadi pada suatu w aktu, dan akan merupakan sebuah salinan
yang sesuai dengan aslinya yaitu sistim Islam yang dilandaskan sejak 14 abad
yang lalu yang menjadikan jama'ah sebagai pagar suci, dan orang-seorang
S Y A R I ' A T IS L A M Y A N G K E K A L dan PE R S O A LA N M A S A K IN I 39

bergerak serta berusaha di dalam pagar itu tanpa tabrakan antara satu de­
ngan yang lain dalam melakukan kegiatan masing-masing dan tanpa ada yang
hendak melangkahi pagar bersama itu, serta jika ada yang mencoba, akan
terjatuhlah ia, akan tetapi pagar tetap berdiri.

Dalam Asasnya Pemikiran Kolektivisme dalam Islam Merupakan Pembeda


Pokok
Sistim kolektivisme dalam Islam telah lahir dan dilaksanakan semenjak
zaman Rasulullah s.a.w. Sejumlah peristiwa dan karya tulis para ahli fiq ih
bersusulan masa itu , masing-masing menyempurnakan gambaran gagasan tadi
dalam pelbagai segi-segi dan macam-macam cirinya. Sungguhpun ada tulisan-
tulisan yang terputus-putus dalam buku-buku fiq ih Islam tentang gagasan ke­
masyarakatan ini, tetapi saya belum juga menemukan kisahnya yang lengkap
yang ditulis oleh seorang ahli fiq ih yang memperincikan hukum-hukum dan
ketentuan-ketentuan serta menguraikan pengetrapannya. Dalam buku ini sa­
ya tidak akan mencoba menguraikan apa yang tidak dilakukan oleh mereka,
tetapi saya akan menerangkan pengertian gagasan kolektivisme dalam Islam
serta pengetrapannya yang terpenting dalam prasarana kehidupan kita masa
kini.
Sebelum saya memulai, saya merasa perlu m em ilih judul dari gagasan
tersebut dan saya akan meminjam judul itu dari Duguit yang pernah dipakai
untuk t^ori sosialnya yang termasyhur yakni Symbiosisme (faham cara hi­
dup bersama).

Kewajiban-kewajiban Bersama Adalah Dasar Pemikiran Ini


Yang dimaksud dengan kalim at symbiosisme sosial pada ummat Islam
adalah bahwa orang-seorang itu berada dalam tanggungan jama'ah dan bah­
wa masing-masing orang dalam masyarakat itu bersama-sama serta bergotong-
royong untuk melayani keperluan masyarakat masing-masing sesuai dengan
pembawaan dan keahliannya, dan di dalamnya pelbagai macam tugas yang d i­
perlukan oleh jama'ah dibagi kepada masing-masing orang, sesuai dengan ba
kat pembawaan dan keahliannya. Tanggung jawab pelaksanaan tugas terse
but dipikul secara perseorangan dan secara bersama. Gambaran yang paling
tepat dari masyarakat Islam yang symbiosis itu adalah apa yang diungkapkan
oleh Rasulullah s.a.w. dalam sabdanya, "Orang mukmin yang satu bagi orang V
mukmin yang lain umpama sebuah tembok, bagian yang satu menguatkan ba­
gian yang la in ."4 6 ^ Dan sabdanya pula, "Perumpamaan orang-orang Muk-

46) Tersebut dalam dua knab Shahih dan Sunan T ir m id ii. Nasai m eriw ayatkarinva
dari A b u Musa A l A sy'a ri. Lihat Jaml’u l LKhul, karangan Ibnul A -tsir, jilid I,
halaman 227 dan jilid V II , halaman 361.
D R. A H M A D Z A K / Y A M A N I
40

m in dalam saling berkisah dar» bersantun adalah seperti sebatang tubuh; bila
satu bagian daripadanya menderita sakit maka lain-lain anggota tubuh itu
terpengaruh merasakan sakit demam dan terjaga."4 7 )
Oleh karena itu tidak m ungkin, masyarakat Islam yang symbiosis akan
membenarkan setiap orang mengabaikan tugas masing-masing terhadap ma­
syarakat, seperti tamsil tembok besar itu , agar jangan ada suatu bagian yang
rapuh lalu ro n to k dan robohlah tembok seluruhnya. Demikian juga tiap
orang-seorang itu tidak dibenarkan membiarkan orang-orang terlantar, mis­
kin atau m enderita, agar supaya kemalangan itu jangan sampai menjalar ke
seluruh masyarakat, sebagaimana seluruh tubuh ik u t menjaga dan demam
karena salah satu anggota tubuh itu sakit. Jika mereka itu mengabaikan, me­
reka dapat d im inta tanggung jawab mereka yang sama seperti tanggung jawab
pidana bersama karena lalai dalam kewajiban kepada masyarakat.
U ntuk menjelaskan keterangan ini, berkatalah sekelompok ulama ahli
fiq ih Islam, bahwa jama'ah itu , baik besar maupun kecil, mempunyai hajat
kebutuhan, sedangkan kelestarian jama'ah itu tak akan m ungkin dipertahan­
kan tanpa terpenuhi hajat-hajat kebutuhan tadi. Dalam masyarakat tadi ha­
ruslah ada guru, d o kte r, tukang-tukang dari pelbagai jenis keahlian, prajurit,
polisi, pedagang, petani dan sebagainya. Masing-masing pribadi dalam ling­
kungan jama'ah itu berkewajiban untuk menjadi petani, pedagang, dokter
atau pekerja dan lain sebagainya. Dan kewajiban ini dalam Syari'at Islam d i­
namakan Fardu K ifa ya h , ya itu kewajiban bersama yang bila dikerjakan oleh
sebagian masyarakat, tertunailah kewajiban bersama itu , dan gugurlah tang­
gung jawab sebagian masyarakat lainnya. Fardu kifayah berbeda dengan apa
yang disebut Fardu A in yang harus dilakukan oleh tiap-tiap pribadi sendiri,
dan tid a k c u ku p karena dikerjakan oleh orang lain, yaitu seperti shalat, za­
kat dan puasa.
Bila telah te rb u k ti bahwa dalam tiap-tiap jama'ah sudah terpenuhi ke­
butuhannya dengan adanya golongan petugas bagi tiap kebutuhan itu, ter-
tunailah sudah fardu kifayah dan bebaslah jama'ah itu . Tetapi sebaliknya ka­
lau jama'ah sebagai keseluruhan gagal dalam usaha memenuhi sa/ah satu ke­
butuhan m ereka, karena tidak (belum) adanya petugas yang dapat melaksa­
nakan dan menyelesaikannya, maka fardu kifayah tadi belumlah gugur juga,
dan jam a'ah secara keseluruhan atau bersama-sama menanggung dosa dan d i­
tu n tu t u n tu k m elakukan tugas tersebut sebagaimana mestinya.
Im am S y a fi'i m enyifatkan fardu kifayah ini sebagai kewajiban umum
yang mengandung makna khusus.48 * Jama'ah seluruhnya berkewajiban me­

47) S hahih M u s lim , jilid V I I , halam an 9 5 ; B u kh a n m e n w a ya tka n n ya Pula dalam sha-


h ih n y a , m ereka m e riw a ya tka n d a ri A n -N u 'm a n b in B asyir. L .h ai Jam. ul Ushul.
karangan Ib n u l A -tsIr, jilid V I I halam an 35 1 .
48) A rr¡sa la h , karangan Im am S y a fi'ie dengan p e n e litia n Ahm ad Syaklr.
S Y A R I ' A T IS L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 41

n u ru t cjaidah umum itu . tetapi yang melakukannya hanyalah segolongan dari


jama'ah saja.
Dan berkata Imam S ya fi'i bahwa masyarakat - dalam hal ini diwakili
oleh Yang Berwajib — berkewajiban m endidik atau mendorong para warga
masyarakat untuk menjalankan tugas-tugas fardu kifayahnya, dan memberi-
kan segala fasilitas yang diperlukan. Jika Yang Berwajib melalaikan hal itu,
masyarakat wajib m enuntut agar Yang Berwajib memenuhi kewajiban itu
dan wajib juga berusaha menggantinya dengan yang lain, supaya kewajiban
, . 40 f
tadi dapat terpenuhi.

Belajar Adalah Wajib dalam Masyarakat A d il


Telah ditetapkan bahwa m endidik tenaga ahli untuk penunaian tugas
fardu kifayah itu didasarkan pada pembawaan dan keahlian, tanpa pertim­
bangan-pertimbangan lain.
Imam Syatibi membagi-bagi pengajaran itu kepada tiga tingkatan. Ting­
kat pertama adalah wajib belajar dan menerima pendidikan dasar, serta tidak
boleh ada orang (dalam usia w ajib belajar) yang tidak belajar. Tingkat kedua
dan ketiga ditempuh oleh mereka yang mampu dari segi mental dan pemba­
waannya, atau menempuh kedua-duanya, atau salah satu. T ingkat ketiga di­
anggap tingkatan intelektuil atau tingkat ilm iah tertinggi.5

C iri-ciri Khas Pemikiran Kolektivism e dalam Islam


Dengan pengantar fiq ih dalam kolektivism e Islam ini, dapatlah diintisa­
rikan ciri-ciri dasar faham tersebut sebagai b e riku t:
1. Bahwa setiap orang itu adalah t it ik tolak kegiatan dalam masyarakat
dan ia harus diberi kesempatan secukupnya untuk m e n d a p a t pendidik­
an dan untuk melakukan kegiatan-kegiatannya, tanpa ada perbedaan
suku (ras); dan bahwa pelajaran tin gka t dasar adalah w ajib diperoleh
oleh semua orang. Kemudian pendidikan lanjut didasarkan pada ke­
mampuan mental masing-masing untuk menempuhnya.
2. Bahwa jama ah adalah sasaran yang d itu ju oleh kegiatan-kegiatan setiap
orang, dan merupakan garis batas bagi hak setiap orang melakukan ke­
giatan-kegiatannya. Di luar batas jama'ah itu masing-masing orang be­
bas dalam tindakan-tindakannya dan bebas untuk memanfaatkan hasil-
hasi Inya.
3. Jama ah, sebagaimana saya katakan tadi, bertanggung jawab terhadap
tugas pendidikan setiap orang agar cakap memenuhi k e w a j i b a n n y a ,
dan jama ah bertanggung jawab juga untuk memaksanya — melalui

49) Alm uwa<aqat, karangan Im am S y a tib i, ¡¡lid I. halaman 119 - 124.


50) Imam S yaubi, Jilid 2 , A l l'tish a n .
OR. A H M A D Z A K I Y A M A N ! 42

penguasa — agar ia melakukan kewajibannya. Selanjutnya jama'ah pun


bertanggung jawab, sebagaimana akan kita liha t kelak, terhadap kewa­
jibannya untuk m enjam in kehidupan setiap orang itu.

Dari orang seorang sebagai pangkal tolak kebebasan dan unsur kegiat
an sampai ke jama’ah sebagai tujuan kegiatan itu, dapatlah kita pelajari sece­
patnya kebutuhan umum yang terpenting untuk kehidupan. Dan menjadi je­
las bagaimana kebebasan dan kemerdekaan pribadi itu dapat menjamin tu ju ­
an jama'ah dan bagaimana kelangsungan hidup berjama'ah dapat terbina de­
ngan dukungan masing-masing.
- ......... - - - - -B A G I A N - K E D U A - -
HAK ¡V0BL8K DAN
KESEIMBANGAN ANTARA
HAK-HAK
PRIBADI DAN JAJVIA'AH

Hak M ilik Pribadi Adalah Sebab Terpenting Perselisihan antara Kapitalisme


dan Sosialisme
Mengingat adanya pandangan yang terlalu jauh terhadap soal hak m i­
lik pribadi, maka saya mendahulukan uraiannya dengan agak panjang lebar
agar dapat kita saksikan bagaimana Sosialisme dan Kapitalisme bersikap de­
mikian jauhnya dalam tindakan-tindakan mereka, dan bagaimana Islam mene­
gakkan suatu perimbangan tepat dan mengena antara hak perorangan dan hak
jama'ah, serta bagaimana pula Islam menjelmakan kolektivisme secara nyata,
dengan menetapkan hukum-hukum hak m ilik untuk perseorangan serta me­
nentukan batas-batasnya dan melandaskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban­
nya.
Tidaklah perlu bagi kita untuk menyelami dasar sejarah guna mempe­
lajari asal-usul hak m ilik sebagaimana permulaan kolektivisme kemudian ber­
ubah menjadi perseorangan, tetapi cukuplah dikatakan bahwa di zaman seka­
rang ini kita berhadapan dengan dua macam sistim yang sama-sama terlalu
jauh. Yang satu ialah Kapitalisme yang membolehkan setiap orang untuk
menggunakan hak m ilik pribadinya tanpa batas, sehingga sering terjadi bahwa
hak m ilik pribadi itu menjadi alat untuk menguasai jama'ah dan mengarahkan
nya sesuai dengan kepentingan-kepentingan d iri sendiri. Disamping itu. So­
sialisme di lain fihak, telah merampas hak tersebut dari setiap orang sehingga
OR. A H M A O Z A K ! YA W A N ! 44

m elum puhkan daya mereka dan bertentangan dengan naluri manusia yang su­
ka m e m ilik i. A kib atn ya masyarakat tidak dapat memanfaatkan kegiatan
orang-seorang sepenuhnya. Akibatnya ialah bahwa luas produksi dalam ria-
syarakat-masyarakat Sosialis menjadi kurang, sebagaimana yang dikemuka-
kan oleh angka-angka statistik yang d iterbitka n oleh negara-negara blok ter­
sebut.
Perlu dikem ukakan d i sini bahwa dewasa ini sikap terlalu jauh dua
b lok tersebut telah m ulai agak mereda sedikit setelah negara-negara Kapitalis
menelorkan pelbagai macam undang undang dan peraturan yang melarang
m onopoli dan mencegah tindakan sewenang-wenang dalam penggunaan hak
m ilik . Di samping itu negara-negara Sosialis telah mulai berangsur angsur
m engizinkan perseorangan u ntu k b e r " m ilik " dan m em iliki sendiri sesuatu
sampai ia m em iliki alat-alat produksi. Seuap kali him pitan kekuasaan Kom u­
nis Internasional atas negara-negara b lo k Sosialis tertentu berkurang, maka
segera negara Sosialis itu m em berikan kebebasan lebih luas kepada masing-
masing warganya untuk m em iliki dan melola hak m iliknya sendiri.
Yugoslavia memberi kepada kita contoh yang sangat jelas tentang ke­
cenderungan ini, karena sektor swasta di masa k in i telah menguasai 80% per­
dagangan sedangkan sektor Pemerintah hanya bergerak di dalam 20%-nya.
Andaikata tid a k karena sikap Rusia terhadap Chekoslovakia dan Rumania,
maka dua negeri im pasti telah menjadi dua contoh yang lain lagi. Dan andai­
kata tid a k karena sikap keras kepala dan fanatik Cina terhadap Komunisme,
m ungkin Rusia sendiri telah menjadi lebih pesat dalam usahanya mengguna­
kan asas-asas Kapitalism e dan m enyokong hak m ilik perseorangan serta pena­
naman m odal swasta.

S ifa t Hak M ilik Perseorangan dalam Islam


Islam memulai pandangannya terhadap sesuatu soal sebagaimana biasa­
nya ialah dengan m eninjau soal itu dari segi tujuannya, yaitu jama'ah. Islam
mengatakan bahwa seluruh harta benda itu adalah m ilik Allah s.w.t. Mereka
yang mempelajari S yan'at secara mendalam dapat mengerti bahwa jika di
luar bidang peribadatan dikatakan sesuatu hak adalah sebagai hak Allah, maka
yang dim aksud ialah hak jama'ah atau hak umum.
Beberapa ungkapan ayat dalam A l Our'an menegaskan segala sesuatu
itu adalah hak A llah s.w .t.; antara lain Firman A llah yang artinya, "Ingatlah,
sesungguhnya k e p u n y a a n A llah apa yang ada di langit dan di bumi dan
Firm anN ya yang aninya, "D an berikanlah kepada mereka sebagian dari har­
ta A lla h yang dikaruniakan-Nya kepadam u." *

51) S u ra t Y u n u s ayat 5 5 .
52) S urat A n N ur ayat 33.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 45

Allah s.w.t. tidak menjadikan semua yang ada di dalam dunia mi me­
lainkan untuk kepentingan manusia. Oleh sebab itu la berfirm an, yang arti­
nya, "Oia-lah Allah, yang menjadikan (segala) apa yang ada di bumi untuk
kamu."*’ 1 ^
Maksud ayat-ayat tersebut ialah bahwa semua yang ada dalam perut
bumi atau di alas m uka bumi lelah dijadikan untuk kegunaan bagi ummat ma­
nusia seluruhnya, masing-masing orang mempunyai hak yang cukup guna me­
menuhi kebutuhannya dan menyejahterakan hidupnya dalam batas-batas
yang ditetapkan oleh pokok-pokok umum Syari'at.
Sebagian besar penganut Hanafi dan S yafi'i m engikuti pengertian terse­
but di atas, sedangkan A l Imam dalam kitabnya A l Mashul, dan A l Baidhawi
dalam kitabnya A l Minhaj menguatkannya.
Bahwa kata-kata "a p a " dalam ayat A l Our'an tadi memberikan penger­
tian bahwa / semua yang ada di bumi seluruhnya ' diciptakan untuk manusia
semuanya. Tidak ada seorang pun yang diistim ewakan untuk melebihi yang
lain.54 ^
Adapun fungsi hak hukum kita atas segala yang diciptakan untuk kita
itu telah diterangkan di dalam A l Our'an dengan Firm an Allah yang artinya,
"D an nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang A llah telah menjadikan kamu
menguasainya." s 5 )
Imam Zamak-syari dalam tafsirnya berkata, "Sesungguhnya harta-harta
J yang ada dalam tangan kalian adalah harta yang ada karena la-lah yang men-
ciptakan dan mengadakannya, akan tetapi la telah memberikannya kepada
kalian dengan wewenang untuk m enikm atinya serta m enjadikan kalian seba­
gai penguasa-penguasanya dalam pengelolaannya. Harta itu bukan harta m i­
lik yang sebenarnya pada kalian. Kedudukan kalian dalam harta itu hanyalah
sebagai juru kuasa atau w a k il."s 6 )
Gagasan bahwa segala sesuatu itu m ilik A llah bukanlah sekedar gagasan
falsafah belaka, tetapi merupakan suatu dasar hukum yang penting untuk me­
netapkan hak pribadi dalam pengelolaan kegiatannya terhadap harta yang
ada di bawah kekuasaannya. Bilamana pengelolaan tadi menimbulkan kerugi­
an bagi orang lain atau bagi jama'ah, maka pem ilik berkewajiban u n t u k me­
ngelola harta m iliknya supaya bermanfaat bagi jama'ah dan pada akhirnya
untuk mencegah pem ilik dari hak m em iliki seluruh atau sebagian dari harta
m iliknya, bila kepentingan jama'ah menghendakinya atau bila tim bul kebu-

53) Surat A l Baqarah ayat 29.


54) Tafsir A l Bayan, jilid I, halaman 198.
55) Surat A l Hadid ayat 7 .
56 ) A l-K asysyaf, karangan Zam ak-syari, jilid IV halaman 54, celakan M uslola M uharo
m ad, Mesir.
DR. A U M A D Z A K I Y A M A N !
46

tuhan yang mendesak bagi orang lain dalam jama'ahnya, yaitu kebutuhan
yang sangat atas harta tersebut karena keadaan darurat.
Setelah semua pengertian-pengertian Islam tadi menjadi jelas, maka
tidaklah salah, kalau hak pribadi itu kita namakan sebagai hak m ilik ; kita
akui dan lindungi jika hak itu tim b u l dan tum buh melalui salah satu jalan
menurut Syari at. Islam dalam m elindungi hak m ilik itu melakukan sebanyak
mungkin apa yang dapat d ila kuka n dan apa yang dapat diusahakan untuk ke- v
pentingan jama ah. Islam menetapkan haram atas gangguan terhadap hak m i­
lik orang lain, sama dengan haramnya darah.5 7 f Si pem ilik dilengkapi dengan
segala alat membela d iri Terhadap hartanya termasuk soal berperang (berke­
lahi), yakni "h a k berdasar hukum u ntu k membela d ir i." Jika ia m ati dalam 7
pembelaan itu , ia m ati syahid.5 8 ^ Bila tangan mencuri, tangan itu harus d i­
potong.5 9 ^ A tau bila ada seorang mmperkosa hak m ilik orang lain untuk d i­
gunakannya, ia akan terkena ku tu ka n Tuhan. Selama jama'ah tidak berke- /
pentingan atas suatu hak m ilik priba d i secara positip dan nyata, maka sekali-
kali jama'ah tidaklah d ibolehkan m encabut dan meniadakan hak m ilik priba­
di itu.

Hak M ilik Pribadi atas H arta Berfungsi Sosial


Jika pem ilikan itu kita bagi m enjadi dua unsur yang dikenal dalam Is- v
lam, yakni pem ilikan manusia sebagai budak dan pem ilikan kemanfaatannya
(hak guna pakai), maka pada prinsipnya pem ilikan atas manusia sebagai bu­
dak itu adalah hak A lla h , sedangkan hak guna pakai atas budak tetap menja­
di wewenang insan p e m ilik u n tu k m elolanya dengan segala kebebasan, sama
halnya dengan kebebasan dari seorang pengawas benda w akaf, yaitu dapat
rriengambil segala m anfaatnya, selama ia tidak menyalahi salah satu syarat
yang ditentukan oleh p endiri w akaf, dalam hal ini adalah A llah s.w.t., yang
menjadi pem ilik dari segala sesuatu.
Mengingat bahwa pem ilikan hak guna pakai tersebut pada kenyataan
Pelaksanaannya adalah lebih penting daripada pemilikan atas manusia seba-
9ai budak, dan mengingat pula bahwa persyaratan perwakilan itu - atau le­
bih tepat pengelolaan tugas perwakilan — sama sekali tidak dapat mengham
bat kebebasan p em ilik dari tindakan pengelolaan apa pun, kecuali jika ke­
giatannya sudah mengarah kepada kegiatan yang berlawanan dengan ke-

Dalam k h u tba h Ha), W ada'. R a su lu lla h w a.w . bersabda yang a rtin y a . " H a i sekali­
an manusia, sesungguhnya darah d an h arta ka lia n diharam an i.,,iijin m i "
hari kiam at sama dengan h aram nya h a ri kalian in i dalam bu ■
Dalam H adiis Shahih yang d in w a y a tk a n oleh S u khari dan M usl.m antara lam d j-
« b dakan yang a rt.n y a "D a n s.apa yang te rb u n u h dalam m em pertahankan harta
nya ia sya h id ."
Surat A l M aidah ayat 3 8 .
S Y A R I 'A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E RSO A LA N M A S A K IN I 47

pentingan jama'ah — seperti yang akan jelas bagi kita kelak — maka dibebas-
kanlah semua kegiatan setiap orang sebanyak mungkin tanpa ada pembatasan,
kecuali dalam hal yang merugikan jama'ah.
Dengan penjelasan semacam ini mengenai hak m em ilik tersebut, dapat­
lah juga kita meminjamkan suatu istilah lagi dari Duguit, selain judul sym-
biosisme sosial, untuk kita berikan kepada hak m em iliki; istilah itu adalah
"fungsi sosial". Alasan kita untuk meminjam istilah tersebut adalah bahwa
pengupasan secara hukum untuk memahami hak m em iliki dalam Islam mem­
benarkan fungsi sosial itu.
Petugas di sini menjalankan wewenang-wewenang yang luas dalam me­
layani dirinya sendiri dan melayani jama'ah. Tetapi jika terbukti ketidak ca-
kapannya untuk menjalankan tugas tersebut baik karena ia kurang senonoh
atau belum dewasa, maka dibebaskanlah dia untuk sementara dari tugasnya,
sampai ia dapat membuktikan kembali kecakapannya. Firman Allah dengan
arti, "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempur­
na akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang kamu sendiri
dijadikan Allah sebagai pemeliharaannya. Berilah mereka belanja dan pakaian
(dari hasil harta itu ).''6 0 )
Maka bila si petugas bertindak dengan merugikan kepentingan jama'ah
yang justru menjadi tujuan dan dasar, maka tindakan itu harus dilarang dan
kerusakannya harus diperbaiki. Bila petugas tadi meninggal tanpa ada ahli
waris, kembalilah harta itu kepada jama'ah sebagai pem iliknya yang asli un­
tuk dimanfaatkan bagi kepentingan jama'ah dan dengan demikian Imam (Ke­
pala Negara) itu menjadi pewaris orang-orang yang tidak berahli waris. Imam
di sini menjadi simbol dari jama'ah.
Petugas itu berkewajiban melaksanakan kewajiban-kewajibannya dan
bila tidak sampai berhasil, ia pantas dihukum . Qur'an mengecam usaha untuk
menumpuk-numpuk emas dan perak. Imam M alik memfatwakan bahwa bila
hak m ilik yang asalnya tim bul dari penggarapan tanah tidak bertuan, kemu­
dian seseorang ahli waris penggarap tidak meneruskan garapannya, maka gu­
gurlah hak pemilikan tersebut. Sementara ahli fiq ih lainnya berkata bahwa
penguasa wajib memaksa si pem ilik untuk meneruskan garapannya.

Batas-batas Hak Perseorangan


Dalam Syari'at Islam terdapat sistim perundang-undangan yang perta­
ma-tama dikenal karena telah meletakkan batas-batas tertentu untuk meng-
gunaan hak-hak perseorangan, yang dapat mencegah tim bulnya kerugian un­
tuk orang lain serta membatasi wewenang orang-seorang yang mempunyai
hak itu . Lebih dari satu ayat A l Qur'an telah melarang melakukan penyalah

60) Surat An Nisa ayat 5.


DR. A H M A D Z A K t Y A M A N / 48

gunaan wewenang, bahkan lebih banyak hak-hak antara lain, hak berwa­
siat, cerai, gugat menggugat, perwalian, dan lain-lain.
T atkala seorang sahabat Anshar mengadukan kepada Rasulullah s.a.w.
perihal gangguan terhadapnya dan keluarganya dari sahabat bernama Samu-
rah Ib nu Jundub yang m em punyai pohon korm a yang condong ke dalam ke­
bun sahabat Anshar tadi, Rasulullah memutuskan menebang pohon korm a
tersebut.6 ' ^
Sebuah peristiwa lain ya itu pengaduan Adh-Dhah-haak lawan Muham­
mad bin Maslamah yang menghalang-halangi kehendaknya untuk melintaskan
sebuah saluran air yang m elalui tanah Muhammad, akan tetapi Muhammad
m enolak u ntu k mem berikan izin kepada Adh-Dhah-haak. Khalifah Umar
Ib nu l K hattab menegur M uham mad dan mengatakan, "Mengapakah engkau
mencegah saudaramu mendapat sesuatu faedah, yang juga berfaedah bagimu
serta tid ak m erugikanm u?" Lalu diperintahkannya pembuatan saluran air tadi
m elalui tanah m ilik orang lain walaupun pem iliknya menentang.6 2 ^ Umar ^
dengan keputusannya ini telah menetapkan dua buah dasar dalam pengguna­
an hak m ilik :
a. mencegah kerugian orang lain;
b. m em beri m anfaat kepada orang lain, jika tidak ada sesuatu kerugian
yang mengenai pem ilik lain.
B ertolak pada p rinsip "tid a k boleh m enim bulkan kerugian atau dirugi­
k a n ," te ta pi m em ilih penggantinya yang lebih kecil kerusakannya dan dengan
pertimbangan bahwa kepentingan jama'ah di atas kepentingan pribadi, dile­
takkanlah dasar-dasar pendirian dua madzhab Hanafi dan M aliki dari prinsip
yang dinam ai "asas kesewenang-wenangan dalam penggunaan h a k " demikian
jelasnya dan tidak pernah didahului oleh sistim hukum lainnya.
M ungkin dapat juga dikatakan bahwa pem ikiran dari segi hukum m o­
dern pun belum tentu dapat menjangkau asas tersebut di atas, kecuali dengan
se dikit kelebihan atau kekurangan.

T eo ri "Kesewenang-wenangan dalam Penggunaan H ak"


P e n g e t r a p a n t-'
Dari ketentuan-ketentuan dua madzhab tersebut di atas dapatlah kita
ta rik tiga persyaratan terhadap penggunaan hak-hak perseorangan pada
um um nya, dan hak m ilik sebagai hak yang terpenting.

1 Penggunaan hak hanya dibolehkan u n tu k mewujudkan maksud yang d i­


tu ju sesuai dengan adanya hak itu . Imam M alik telah melaksanakan asas
in i dalam peristiwa-peristiwa hukum sipil, terutama dalam soal perwali-

61} H u k u m K erajaan, halam an 2 8 5 .


62) Kanzul 'U m m a l, karangan A li A l M u tta g i, jilid IV .
S Y A R I ' A T IS L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 49

an ayah atas harta anaknya yang belum dewasa.63 * Dan juga Imam Abu
Hanifah serta dua sahabatnya melaksanakan asas tersebut, khususnya da-
64 I
lam urusan penguasaan.
2. Penggunaan hak dapat dianggap tidak m enurut Syara' bila menimbul­
kan kesuatu kerugian yang luar biasa.
Imam M alik telah melaksanakan prinsip ini secara um um , untuk meng­
atur hubungan ketetanggaan,65} menyelesaikan sengketa-sengketa yang berta­
lian dengan pembikinan anjungan jendela,6 6 ' pembagian harta benda
perkongsian67 > dan pem ilikan tanah tak bertuan.68 > la memutuskan bahwa
bila tim bul sesuatu kerugian yang luar biasa dari penggunaan hak dalam peris-
tiwa-peristiwa tersebut di atas, w ajiblah dicegah si pem ilik hak agar ia tidak
menggunakannya.
Abu Hanifah dan dua sahabat beliau melaksanakan juga prinsip terse­
but di atas untuk mengatur hak dan kewajiban dari para pem ilik rumah yang
bertingkat, membatasi wewenang ju ru kuasa dalam gugatan dan dalam meng­
undurkan diri di w aktu pemberi kuasa tidak ada, membatasi hak seorang ma­
jikan untuk membatalkan kontrak kerja perseorangan69 ^ yang menyebab­
kan hak ini terikat, yaitu bahwa pembatalan tidak dilakukan kecuali dengan
suatu alasan. Bila alasan itu tidak ada, maka pembatalan tadi d i a n g g a p sewe­
nang-wenang.

3. Penggunaan hak tidak dibenarkan kecuali untuk m e n d a p a t s e s u a tu fae­


dah dan bukan untuk merugikan orang lain.

Yang dimaksud dengan asas ini ialah mencegah seorang tetangga meng­
gunakan hak m iliknya dengan merugikan orang lain dan tidak memberikan
manfaat kepada dirinya sendiri. Imam M alik telah m e n g g u n a k a n a s a s ini un­
tuk maksud tersebut dan menjelaskan bahwa tidak dibenarkan berpegang te­
guh pada hak m ilik semata-mata untuk merugikan orang lain,7 0 ^
Golongan Hanafi juga menggunakan prinsip ini untuk maksud yang
sama. Kitab A l Kharaj karangan Abu Yusuf mengandung banyak pelaksanaan
asas tersebut. Yang terpenting di antaranya adalah bahwa Abu Yusuf mem-

63) A l M udaw w anatul K u b ra , jilid IV halam an 5.


64) K ¡t abui K haraj. karangan A b u Y u s u f, halaman 3 3 .
65) A l M udaw w anatul K u b ra , jilid X IV halaman 2 5 2 /2 3 7 , jilid X V halaman 196.
66) A l M udaw w anatul K u b ra , karangan Im am M a lik , cetakan As-Saas, jilid X V ha­
laman 197.
67) A l M udaw w anatul K u b ra , riw a y a t Shanun d ari Ib n u Oasim, jilid X IV halaman
221 dan jilid X V halaman 198.
68) A l M udaw w anatul K u b ra , jilid X V halaman 195.
69) K ita b u l K haraj, karangan A b u Y u s u f, halaman 102 - 103.
70) A l M udaw w anatul K u b ra , jilid X V halaman 194.
DR. A H M A D Z A K / Y A M A N !
50

batasi hak pribadi daUm menggarap tanah tak bertuan, dan menjadi wewe­
nang penguasa untuk melarangnya bila dari penggarapan itu tim bul suatu ke
rugian bagi yang la in .7 1'
Dari semua uraian tersebut, jelaslah adanya persamaan pendirian antara
golongan Hanafi dan M aliki dalam pandangan mereka terhadap hak-hak dan
penggunaannya. Hak m enurut mereka adalah tindakan untuk mewujudkan
tujuan, kecuali bila pem iliknya menyeleweng daripada tujuan dan mengguna-^
kannya untuk merugikan orang lain. Ini merupakan tindakan sewenang-we­
nang dan gugurlah pengenaan hukum terhadapnya.
Tetapi teori ini dengan segala kemutlakannya tidak mendapat sokong­
an dari Imam S ya fi'i yang berpendapat bahwa hak itu adalah m utlak; dalam
hak m utlak itu pem iliknya berhak menggunakan sekehendak hatinya walau­
pun penggunaan itu tidak m em berikan manfaat kepada d iri sendiri, bahkan
sekalipun penggunaan itu m engakibatkan kerugian bagi orang lain. Tetapi ka­
rena beberapa ketentuan hukum Q ur'an dan adat istiadat yang berlaku. Imam
Syafi'i terpaksa m elunakkan kem utlakan pendiriannya.7 2) M urid-m urid beliau
tidak m engikuti pendirian beliau itu , tetapi sebaliknya m engikuti pendirian
golongan Imam H anafi dan M a liki. Di antara pengikut madzhab Syafi'i yang
terpenting dalam soal ini adalah Imam Ghazali yang menulis pendiriannya
yang berbeda dengan pendirian Imam S ya fi'i itu , yaitu tentang pelbagai ma­
cam hak seperti nikah, talak, perjanjian dan ketetanggaan, yang semuanya itu v'
didasarkan atas tu juan-tujuan sosialnya.73^
Orang-orang Hambali m engikuti jejak orang-orang Hanafi dan M aliki,
Ibnul Qayyim r.a. m elakukan peranan penting dalam melandaskan qaidah teo­
ri ini bagi golongan ulama zaman kem udian; ia menentang dasar bentuk dan
rupa lahiriyah yang didukung oleh Imam S ya fi'i, karena akibatnya akan mem­
bawa kepada kedzaliman dan melenyapkan keadilan.74 ^
Maka lahirlah gagasan kesewenang-wenangan dalam penggunaan hak,
suatu gagasan yang um um nya diterapkan hampir oleh seluruh ahli fip ih abad
ke 9 H (X V I M ),7 5 * yang didasarkan atas dua landasan berikut ini: pertama, ^
penggunaan hak haruslah m enurut tujuan*asal hak itu dan kedua, pem ilik
hak dianggap telah berlaku sewenang-wenag kalau melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1* jika tindakannya d itu ju ka n untuk merugikan orang lain;

71) K ita b A l K haraj, karang 30 A b u Y u s u f, halaman 5 2 , dan seterusnya.


72) K ita b u l U m m , karangan Im am S y a ti'i, jilid V halaman 189—2 0 1 —211.
73) K itab Ihya 'U lu m u d d in , jilid II halam an dan 213.
74) A'Jamui M uvvaqqi'in# jilid III halaman 143-144.
75) Ibnu 'A b id in dalam dua b u k u n y a y a itu “ H asyiyat R a ddil M u kh ta r alad d u n l
M u k h ta r''d a n " T a b y in u l Haqa-iq syarrh K anzul Oacia-iq/*
S Y A R I 'A T IS L A M Y A N G K E K A L dan PE R S O A LA N M A S A K IN I 51

2. jika tindakannya itu tidak membawa faedah kepadanya, tapi malahan


merugikan orang lain, dan
3. jika tindakannya itu menimbulkan kerugian umum bagi masyarakat
seperti halnya m onopoli. " - - -

Teori ini telah banyak dilaksanakan, sebagaimana yang dim uat dalam
pasal-pasal 1198 sampai pasal 1212 A l Ahkam A l A d liy a t yaitu Kitab
Undang undang Hukum Perdata Turki Usmani.

Sovyet Rusia Banyak Meminjam Hasil Penelitian Duguit dari Syari'at Islam
Bagian pertama dari Hukum Perdata Sovyet Rusia menetapkan bahwa
"hukum itu melindungi hak-hak perdata, kecuali dalam keadaan hak-hak itu
digunakan secara berlawanan dengan tujuan-tujuan sosial dan ekonomi, yang
dimaksud dari padanya."
Jika kita mengamat-amati ketentuan hukum dari pasal tersebut, terlihat
jelas ciri-ciri "gagasan kolektivisme dalam Islam "; m ungkin menarik juga un­
tuk ditambahkan di sini sebuah fakta terkenal yaitu bahwa Hukum Perdata
Sovyet yang dibuat tahun 1923 M adalah kerangka suatu rencana ekonomi
umum yang dinamai oleh Lenin sebagai Rencana Ekonom i Baru (R.E.B.).
Maksud rencana tersebut ialah sekedar satu langkah peralihan yang meratakan
jalan bagi pelaksanaan Komunisme, sebab ia menyadari bahwa Komunisme
itu mustahil dapat dilaksanakan sekaligus. Lenin meminjam beberapa keten­
tuan pemikiran dari R.E.B. tadi dari para ahli p ik ir "b o rju is " yang sezaman
dengan dia; di antara mereka adalah seorang pelopor teori kemasyarakatan
modern, Duguit. Orang yang meneliti tulisan-tulisan para ahli hukum Sovyet,
waktu mereka menyusun Hukum Perdata itu , menyaksikan pengakuan terus
teranq mereka bahwa banyak di antara ketentuan hukum tadi, terutama ba­
gian pertamanya, dijiplak dari pemikiran penulis dan ahli-ahli hukum borjuis,
khususnya Duguit. Tetapi orang-orang Sovyet kemudian merubah pengakuan
tersebut setelah mereka mencatat dan mendokumentasikannya.
Kiranya tidak perlu ditegaskan di sini bahwa sungguhpun terdapat sua­
tu persamaan bagian pertama dari Hukum Perdata Sovyet dengan hukum-
hukum yang telah tersebut dalam beberapa kitab fiq ih Islam, namun ada per­
bedaan besar antara dua macam hukum tersebut dalam pelaksanaannya.
Hal itu adalah karena Syari'at Islam mulai dengan menggalakkan orang-se-
orang untuk mempunyai hak m em iliki, dan melindungi m ilik pribadi itu se­
penuhnya, kemudian membatasi penggunaan m iliknya itu apabila menyebab­
kan kerugian bagi orang lain atau menyimpang dari garis-garis kemasyarakat­
an. Sedangkan dalam naungan falsafah Komunisme, hak m ilik pribadi itu ada­
lah suatu gagasan yang aneh dan asing serta tidak boleh ditam pilkan di atas
panggung kenyataan, meskipun akhirnya Lenin terpaksa tunduk kepada ke-

HUK I
DR . A H M A D Z A K I Y A M A N /
52

nyataan sesudah revolusi Kom unis berlalu lima tahun, dan mengakui hak
m e m ilik i" dalam batas-batas yang sama dengan batas-batas yang diatur oleh
ahli-ahli fiq ih Islam.
Sebagaimana kita ketahui. H ukum Perdata tersebut sampai sekarang
masih berlaku di Sovyet Rusia termasuk bagian pertamanya dan ternyata si­
fa t kesementaraannya itu telah menjadi ketetapan dan terus berlaku.

Pelaksanaan Pem ikiran Kolektivism e pada Hak M ilik


dalam Keadaan Darurat
Batas batas yang d ia tu r oleh ahli-ahli fiq ih Islam untuk membatasi pe­
nyalah gunaan hak dan hak untuk m em iliki sendiri dilaksanakan dalam ke­
adaan biasa dan dalam suasana kemasyrakatan biasa. Tetapi, kalau tim bul
suasana darurat seperti bahaya atau seperti keadaan serombongan musafir
dalam kebiasaan orang-orang Arab di tengah-tengah Sahara, maka hak m ilik
pribadi banyak mengalami kegoyahan karena menghadapi kebutuhan orang
banyak yang harus didahulukan dan diutamakan. Demikianlah tindakan
Sayyidina Umar Ibnul Khattab r.a. dalam tahun kelaparan yang dikenal dalam
sejarah Islam sebagai tahun "R a m a d a h " artinya tahun kelabu. Setelah tahun
kelaparan itu berakhir, Umar berkata: "K alau masyarakat masih terus
mengalami malapetaka kelaparan, niscaya akan saya gabungkan sejumlah pen­
derita itu kepada tiap-tiap keluarga, sebab orang tidak akan binasa dengan
setengah la p a r .'" 6 ^
A bu Sa'ied al K h u d ry m eriwayatkan tindakan Rasulullah s.a.w. dalam
salah satu perjalanan tatkala bersabda kepada para sahabat, "Siapa yang mem­
punyai bekal agak lebih hendaklah membantu orang yang tidak punya bekal.
Siapa yang tidak m em punyai tanggungan hendaklah membantu orang yang
m em punyai tanggungan lebih b an yak." Dan seterusnya beliau mengemukakan
beberapa jenis harta lainnya, sehingga kam i menyangka bahwa yang dapat ka­
mi gunakan dari harta kami itu hanyalah apa yang sekedar mencukupi sa­
ja .7 7 '

Luas Ruang Lingkup Pengertian Keadaan Darurat


Sudah seharusnyalah suatu keadaan luar biasa menyebabkan keduduk­
an hak m ilik itu bisa goyah, karena hal itu m enyangkut keadaan umum yang
berkenaan dengan masyarakat atau sejumlah besar dari anggota masyarakat
itu . Sesungguhnya gagasan bahwa segala sesuatu adalah m ilik A llah s.w.t. dan
A llah menugaskan manusia u ntu k m enikm ati hak m ilik tersebut dalam ba-

76) K a n zu l 'U m m a l, (M anaqib U m a r).


77) D iriw a y a tk a n o le h M u slim dan A b u D aw ud d a n A b u Sa ied. L ih a t Jam i u l Ushul
karangan Ib n u l A -ts ie r, jilid V I halam an 16 cetakan Asharus Sunah, K a.ro.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 53

tasbatas yang ditentukannya, tercermin pada beberapa hukum yang difat-


wakan oleh golongan Hanbali mengenai penggunaan perseorangan terhadap
hak kepunyaan orang lain, bila orang seorang itu sangat membutuhkan dan
pem ilik tidak memerlukannya. Di antara farwa-fatwa tentang peristiwa terse­
but adalah, bahwa hukum boleh memaksa seorang pem ilik untuk menem­
patkan orang yang tidak mempunyai rumah agar tinggal dalam rumahnya ka­
lau ada ruangan yang dapat menampungnya. Golongan Hambali tadi telah
berbeda pendapat dalam soal hak menerima sewa; sebagian di antara mereka
ini berpendapat bahwa penampungan itu tidak m enim bulkan hak sewa. Te­
tapi golongan yang menghalalkan menerima sewa m e la r a n g ^ pemilik
mengambil sewa lebih dari tingkat harga sewa yang berlaku wajar.
Andaikata tim bul kebutuhan yang amat sangat bagi seseorang terhadap
barang yang d im iliki oleh orang lain, seperti makanan bagi orang lapar dan air
bagi orang dahaga, sedangkan si pem ilik menghalang-halangi orang yang bu­
tuh itu untuk memenuhi kebutuhannya sehingga menyebabkan seseorang ke­
laparan atau kehausan itu mati karenanya, maka m enurut orang-orang ham­
bali si pem ilik bertanggung jawab secara pidana terhadap kematiannya dan di­
wajibkan membayar diyat. Sementara ahli fiq ih Z hahiriyah berpendapat le­
bih jauh dari itu, yaitu andaikata terjadi perkelahian antara kedua mereka,
dan akhirnya orang yanng butuh tadi mem bunuh si p e m ilik, maka si pembu­
nuh tidak bertanggung jawab secara pidana, karena ia membunuh dalam
membela hartanya,"79 ^ artinya hak untuk m em iliki harta tadi telah gugur dari
pem ilik pertama dan pindah ke pem ilik yang baru ya itu orang yang terdesak
oleh kebutuhan itu.
Dan tidaklah harus mempertanggung jawabkan kelalaian atas pemilik,
jikalau ia menghalang-halangi orang yang m em erlukan u n tu k memenuhi ke­
butuhannya dari harta si pem ilik, tetapi justru ia bertanggung jawab untuk
menyampaikan kepada mereka yang m em butuhkan hartanya. Jika tidak ia
lakukan dan akibatnya tim bul sesuatu kemadharatan bagi orang yang butuh
itu, si pem ilik bertanggung jawab karenanya. Kalau seseorang di sebuah kam­
pung sampai mati kelaparan, maka semua penduduk kampung itu secara ber­
sama-sama harus membayar diyatnya. Dem ikianlah tindakan yang diambil
oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab r.a. Itulah sebabnya maka hak m ilik di
dalam Islam bersifat "fungsi sosial" atau kekuasaan untuk mewakili pemilik
aslinya yaitu Allah s.w.t. Pada hakekatnya hal ini merupakan suatu perintah
yang dicantumkan dalam A l Qur'an serta dianut oleh sejumlah besar ahli fi­
qih.

78) K ita b , Im am A hm ad Ibn H anbal, karangan M uh . A b u Zahran, halaman 301.


79) D ikem ukakan oleh Im am tb n u Hazm dalam k ita b A l M uhalla, jilid V I hafanar»
159 cetakan A l M u n iriya h .
DR. A H MA D Z A K / Y A M A N /
54

Milik Perseorangan dalam Islam Lebih M enyeluruh dari pada M ilik Kolek­
tivisme
Sungguhpun Islam m enem patkan dem ikian tinggi kepentingan jama'ah
atau pribadi yang m em erlukan hak m ilik pribadi, namun Islam sekali-kali ti­
dak meluaskan ruang lin g ku p hak m e m iliki dari jama'ah. Sebaliknya Islam
meluaskan ruang lin g ku p hak m ilik pribadi, sehingga m e lip u ti semua jenis
yang dapat d im ilik i. Islam c u ku p sekadar membatasi hak m ilik pribadi, de­
ngan batas batas yang telah disebutkan lebih dahulu.

Harta benda yang tidak m ungkin dijadikan m ilik perseorangan adalah:


(a) Harta benda yang m en urut jenisnya disediakan untuk keperluan umum
seperti: rum ah-rum ah ibadat, jalan-jalan, aliran sungai dan tanam-ta­
naman umum.
(b) Pertambangan, para fuqaha berbeda pendapat tentang soal ini; satu go­
longan di antara mereka, termasuk sebagian besar orang-orang M aliki,
berpendapat bahwa pertambangan tid ak boleh d im ilik i oleh perseorang­
an, tetapi negaralah yang m e m ilik in y a , meskipun digarap oleh sese­
orang dengan atau tanpa izin negara dan bila Pemerintah memberikan
izin kepada seseorang u n tu k mengusahakannya, maka orang itu hanya
mendapat upah kerja dan hasilnya m enjadi m ilik rakyat.

Sementara fuqaha berpendapat bahwa bahan galian pertambangan ikut


kepada pemilikan muka b u m i. T etapi mereka m ewajibkan pem ilik m enyi­
sihkan bogian te rten tu daripadanya y a itu seperlima untuk Baitul Mal menurut
Abu Hamfah, yakni yang dinam ai sekarang bagian seperempat. Telah terbuk­
ti bahwa Rasulullah s.a.w. m en yuruh Bilal bin A l H arits al-Hilali al Muzni
untuk memiliki beberapa daerah pertambangan yang terletak di tep^j>antai,
Vang jaraknya dari Madinah sejauh seperjalanan selama lim a hari. Para
*uPaha menggambarkan pem berian Rasulullah s.a.w kepada sahabat tadi
bagai pemberian hak m en ikm a ti hasil, bukan hak m em iliki.
Para pengikut pendapat-pendapat ahli fiq ih , terutama golongan
yang mengatakan bahwa seseorang tid ak boleh m em iliki pertambanga
bagai m ilik perseorangan, mengetahui maksud fatwa mereka bahwa t 9
Vang di perut bumi itu menjadi m ilik negara. Kem udian Pem tnnta
Mengadakan kontrak dengan perseorangan u ntu k mengusahakan . ..
,ambang itu dengan im balan te rte n tu terhadap usahanya. Dan

801 Rasulullah m e m b e rika n |uga ke p a da n ya daerah A l-'a q iq


G habah. karangan Ib n u A Tsier. „ I . d I halam an :205 dan
Hajar, jUid I halam an 1 6 8 . L .h a t juga b e rita itu dalam
K a ru u l 'U m m a l, j. lid II, halam an 1 9 1 . dan Sunan A b u D aw ud,
Kharaaj, 0ab Ig th a al A r a d lin .
S Y A R I ' A T IS L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A LA N M A S A K I N I 55

menambahkan, disamping jasanya, imbalan tadi yang diperhitungkan atas


dasar modal yang ditanamnya.

(c) Harta yang dipindah tangankan dari m ilik perorangan menjadi m ilik ne­
gara tetap menjadi m ilik jama'ah dan Kepala Negara — menurut penda-
v/ pat yang lebih kuat - tidak boleh memberikannya untuk d im ilik i orang
lain. Jika ia memberikannya, maka tindakannya itu dianggap sebagai
pemberian hak untuk menikmati hasil bukan hak m em iliki bendanya.

Mungkin karena pengaruh gerakan Sosialisme, akhirnya saya teringat


sebuah Hadits dari Abu Kharasy yang meriwayatkan sabda Rasulullah s.a.w.,
"Manusia itu bersama-sama dalam tiga hal: air, rum put dan a p i."81 ^ Sego­
longan orang bermaksud hendak meluaskan makna dan pengertian Hadits ini,
yaitu hendak menyamakan api dengan lain-lain sumber tenaga seperti lis trik
yang tidak boleh dim iliki secara perseorangan. Sebenarnya ijma' para ahli fi-
qih sejak permulaan Islam telah menetapkan bahwa sumber air yang diurus
dan dipelihara menjadi m ilik yang mengurus dan memeliharanya. Tinggallah
yang menjadi m ilik manusia bersama itu ialah rum put, baik yang kering mau­
pun yang basah, dan api yang bersama-sama d in ikm a ti penerangannya dan d i­
manfaatkan nyalanya. Imam Syafi'i dan ahli-ahli fiq ih lainnya menambahkan
dalam hal ini segala apa yang terdapat di bumi yang jelas kegunaannya dan
mudah diambil oleh siapa saja tanpa memerlukan usaha dan karya, serta peng­
ambilannya tidak memerlukan biaya; benda itu menjadi m ilik semua orang
dan boleh diambil oleh siapa saja tanpa d im iliki oleh orang-seorang.
Pengertian fiq ih dalam soal ini seakan-akan menggambarkan bahwa
hak perseorangan untuk m em iliki merupakan hasil jerih payah dan usaha, se­
dangkan kekayaan umum yang penggunaannya tidak memerlukan usaha dan
karya, seperti rum put yang tumbuh di tengah padang, tidak boleh melarang
seseorang untuk mempergunakannya, sebab semua orang sama-sama memi-
likinya.S2^ Tidaklah terdapat dalam Hadits tersebut suatu pembatasan nyata
terhadap hak m em iliki bagi perseorangan, karena demikian luasnya sehingga
m eliputi segala sesuatu. Pembatasan dalam hal ini, m enurut Islam, pada dasar­
nya ditujukan kepada cara pengelolaan dan penggarapan serta bertolak dari
kepentingan jama'ah. Bila telah menjadi suatu hak m ilik pribadi, penguasa
tidak boleh mencabutnya kecuali untuk suatu kepentingan umum yang nyata
dengan penggantian yang adil. Oleh karena itu, gagasan nasionalisasi yang d i­
lakukan sebagai suatu kebijaksanaan umum dan diterapkan secara luas tanpa

81) D iriw a ya tka n oleh A bu Dawud dari salah seorang M u h a jirin . Lihat Jami ul
U shul. jilid I halaman 409.
821 A l U m m , p lid II I halaman 265.
DR. A H M A D Z A K l Y A M A N t
50

suatu kepentingan umum yang nyata merupakan suatu tindakan yang tidak
dikenal sama sekali dalam asas-asas Syari'at Islam.

S ifa t M ilik Kolektivism e dalam Islam Berbeda dan pada Pengertiannya


dalam Sosialisme
Apabila terjadi suatu pem ilikan bersama atas suatu harta kekayaan,
maka hak masing-masing pribadi terhadap harta itu m enurut Islam bukanlah
hanya sekedar nama; m enurut namanya, p em ilik pabrik,bank-bank dan peru­
sahaan-perusahaan besar adalah rakyat, tetapi yang m enikm ati hasil-hasilnya
semua hanyalah penguasa dan to ko h -to ko h partai saja.
Para ahli fiq ih telah membahas sifat m ilik bersama terhadap harta ke­
kayaan yang ada dalam Baitul Mal um m at Islam. Mereka berkata bahwa harta-
harta itu menjadi m ilik bersama bagi semua pribadi secara bersama-sama, dan
bukan menjadi m ilik negara sebagai badan berlembaga. Pernah terjadi suatu
pembicaraan satu-satunya antara sahabat A bu Dzaar al G hifari dengan
M u'aw iyah bin A bu S ufyan8 3 * ke tika M u'aw iyah menjadi Gubernur pada
masa K halifah Usman b in A ffa n di negeri Syam. Mu’ awiyah berkata tentang
harta yang ada dalam B aitul Mal, bahwa harta itu adalah m ilik Allah. Abu
Dzaar menegur, katanya, "Jangan engkau berkata dem ikian. Apa yang men­
dorongm u u ntu k menamakan harta um m at Islam sebagai harta A lla h ;"
M u'aw iyah menjawab, "Semoga A llah m erahm atim u wahai Abu Dzaar, bu­
kankah kita semua ini hamba A llah dan harta itu harta-Nya?" Tetapi Abu
Dzaar tetap mem pertahankan pendiriannya itu , supaya masing-masing priba-
.empunyai hak langsung pada harta itu dan agar penguasa bukan satu-satu-
.i ya dalam pengelolaan m u tla kn ya .84 ^ Dan memang ctulah yang ditetapkan
oleh K h alifah Umar bin K hattab r.a. tatkala berkata, "Tiada seorang pun di
antara kaum M uslim in yang dikecualikan untuk mempunyai haknya pada
harta ini, apakah diberikan kepadanya ataupun t i d a k . " " *

T eori D ugu it
Saya telah m engisyaratkan berkali-kali bahwa gagasan kolektivism e da­
lam Islam itu sampai sekarang merupakan penjelasan suatu peristiwa dari
rangkaian peristiwa-peristiwa yang berceceran dalam fatwa-fatwa terperinci
dan pendapat pendapat yang tid ak lengkap seria tidak pernah dihidangkan
secara tepat oleh seorang ahli fiq ih . Juga telah saya katakan bahwa Duguit
telah menulis sebuah teori yang menyerupai gagasan Islam itu . D uguit adalah
salah seorang ahl. hukum yang pernah berdiam beberapa lamanya di Mesir,

83) L ih a t d ia lo g ini dalam k ita b Ansab al A s y ra l, karangan A l B a la d d ru ry.


84) A t T h a b a ri, jiJid II I halam an 3 2 5 .
85) K ita b A l A m w a l, karangan 'U b a id halam an 2 2 3 .
S Y A R I ' A T IS L A M Y A N G K E K A L d 3n P E R S O A L A N M A S A K I N I 57

di kota ini ia melakukan penyelidikan mendalam tentang Syari'at Islam.


Kemudian buah fikirannya yang berharga itu dituangkannya ke dalam teori
tentang symbiosisme sosial (yang saya pinjam namanya dan ungkapannya
tentang pemilikan itu sebagai suatu fungsi sosial), la telah memantulkan
inti gagasan kolektivisme Islam yang saya telah kemukakan beberapa bagian
sebelumnya.
Sebaiknya saya kemukakan in ti sari dari teori D uguit, setelah saya ke-
^ mukakan beberapa perincian dari gagasan kolektivism e Islam itu dengan da­
lil-dalil syara'-nya.
Symbiosisme sosial m enurut Duguit adalah sebuah gejala nyata (Un tait
d'ordre reel) te rd iri dari dua unsur:
Pertama : Setia kawan karena adanya persamaan (solidarité par similitude)
yang berarti masing-masing pribadi dari suatu masyarakat mem­
punyai kebutuhan bersama yang tidak m ungkin mereka penuhi
kecuali bila mereka hidup secara bersama-sama.
Kedua : Setia kawan melalui jalan pembagian tugas dan kerja yang berarti
masing-masing pribadi mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda
dan keahlian yang berbeda-beda pula; mereka tidak akan dapat
memenuhi kebutuhan itu seluruhnya kecuali dengan pertukaran
jasa dan layanan di antara sesama mereka.
Hukum dan hak-hak, m enurut D uguit, tidak disandarkan pada kehen­
dak negara, tetapi kepada ikatan setia kawan yang menghubungkan antara
masing-masing pribadi dan mereka tak m ungkin hidup kecuali atas dasar ikat­
an ini.
Prinsip atau qaidah-qaidah itu baru bisa menjadi qaidah hukum yang
harus berlaku bila hati nurani masyarakat menyadari secara kuat bahwa qai­
dah itu menjadi kewajiban juga bagi negara. Mengingat bahwa hukum itu
tim bul dari tabiat hubungan masyarakat yang berkembang dan berubah, maka
qaidah-qaidah hukum pun menjadi luwes berkembang dan berubah pula.
Hak m ilik m enurut D uguit merupakan tugas kemasyarakatan dan me­
lupakan hak m utlak; di samping hak m ilik itu m e m b e r i k a n wewenang kepada
yang mempunyainya untuk memanfaatkannya, hak m ilik itupun memberi­
kan kewajiban kepadanya untuk bekerja.
Orang yang mempelajari Syari'at Islam akan merasa puas bila ia mem­
pelajari teori Duguit itu . Walaupun tidak terdapat persamaan mutlak antara
teori Duguit dengan gagasan kolektivism e Islam, namun banyak juga di antara
uraian teori D uguit mengingatkan kita , ummat Islam, kepada Syari'at Islam.
Symbiosisme m enurut D uguit menyegarkan ingatan kita kepada Hadits-ha-
dits Nabi s.a.vv. yang kebanyakan mengenai sifat masyarakat dan u r a i a n para
ahli fiqih mengenai pembagian tugas antara anggota-anggota m a s y a r a k a t ,
disamping anggapan bahwa ilm u pengetahuan dan pekerjaan keahlian yang
OR. A H M A D Z A K / Y A M A N / 58

memenuhi kebutuhan ¡ama'ah adalah suatu fardu kifayah bagi para pribadi
dalam masyarakat tadi. Tatkala D uguit berbicara tentang hati nurani masya
rakat, kita ingat terus kepada "A g a m a " sebagai alat pengendali d iri yang
memberikan kepada hukum Islam itu kekuatan batin untuk mematuhinya.
Soal pertumbuhan hukum dari ikatan-ikatan kemasyarakatan dan oleh
karena itu hukum mempunyai keluwesan, akan mengingatkan kita kepada
dasar "mashalih m ursalah" dan pendapat para ahli fiq ih mengenai soal peru
bahan hukum m enurut perubahan zaman.
Teori Duguit itu mendapat perhatian dari para pemikir Barat dan me­
mang teori itu patut sekali menjadi bahan penelitian yang obvektip dan men­
dalam untuk masa depan.
Mengenai gagasan kolektivism e Islam belum juga ada orang yang dike­
hendaki Allah untuk menggali perbendaharaannya dan menghidangkannya
dalam satu kesatuan yang dapat menghimpun seqala perinciannya dan mem­
persatukan segala bagian-bagiannya.
BAGIAN KETIGA
PENGETRAPAN-
PENGETRAPAIM LAIN
TENTANG PEMIKIRAN
KOLEKTIVISME

Hak m ilik pribadi dalam Islam merupakan sebuah contoh yang baik,
yang dihidangkan kepada kita sebagai suatu gambaran yang mendekati
gagasan kolektivisme Islam yang memberikan kebebasan kepada kegiatan
perseorangan, kemudian mengarahkannya untuk kepentingan jama'ah.
Tetapi contoh-contoh gagasan kolektivisme Islam itu tidak terbatas
pada contoh hak m ilik pribadi yang baru saja saya kemukakan, tetapi ia akan
menjalar kepada semua tingkatan hidup dan pelbagai macam kegiatan perse­
orangan dan kemasyarakatan.

Pemikiran Kolektivisme dalam Urusan Ibadah


Ibadah dalam Islam, hampir semuanya, mempunyai sifat jama'ah.
Shalat, sebagai tiang dari tiap-tiap agama, dalam Islam bertujuan untuk
mencegah pelakunya dari tindakan-tindakan pidana kemasyarakatan, fahsya
dan mungkar. Orang yang tidak dapat dicegah oleh shalatnya dari perbuatan
tersebut berarti belum melakukan shalat yang sebenarnya (kh u syu ). Sung­
guhpun shalat itu bisa dilakukan sendiri-sendiri, tetapi shalat berjama'ah
adalah lebih utama, dan shalat seorang tetangga mesjid hanya dianggap
ada, kalau di dalam mesjid. Tujuan puasa sama dengan tujuan shalat, hanya
disampmg itu puasa m endidik orang yang berpuasa untuk dapat merasakan
kepedihan rasa lapar dan untuk menumbuhkan padanya kelembutan perasaan
serta semangat tolong menolong dengan anggota-anggota masyarakat lainnya.
OR. A H M A O Z A K I Y A U A U !
60

Ibadah haji adalah suatu sidang tahunan antar bangsa-bangsa untuk memper­
bincangkan segala persoalan ummat Islam. Zakat itu tidak lain adalah kewa­
jiban kemasyarakatan dalam harta perseorangan. Islam membedakan antara
dosa yang merupakan sekedar pembangkangan terhadap perintah A llah tanpa
mengakibatkan suatu ksririakan terhadap anggota-anggota lainnya, dengan
dosa yang dapat mengganggu masyarakat seluruhnya atau anggota masyarakat
itu . Pengampunan terhadap dosa jenis kedua ini lebih su lit, karena dosa itu
menyangkut hak hamba hamba Allah disamping hak A lla h sendiri.
Tindakan-tindakan pidana akan bertambah hukum nya karena bencana
yang d itim b u lka n n ya menimpa masyarakat dan bencana itu bertambah
karena dilakukan secara menonjol dan terang-terangan. Orang yang meneliti
hukum -hukum tentang tindak pidana dalam Islam akan m elihat bahwa suatu
tindak pidana itu adakalanya mempunyai sejenis hukum an; tetapi bila pelaku
tindak pidana itu melampaui batas-batas masyarakat dan tidak menghiraukan
pandangan um um serta melakukannya secara m enyolok. atau bila tindak
pidana itu sampai diketahui orang karena pelakunya tid ak cermat menyem­
b unyikannya, maka hukumnya akan menjadi sangat keras dan berat sekali,
lebih berat daripada jikalau tindakan itu tid ak diketahui umum. Tindakan
pidana zina adalah suatu contoh terbaik mengenai hal ini. Seorang pria dan
seorang w anita telah berkum pul dan melakukan hubungan seks dalam ruang­
an te rtu tu p ; meskipun banyak petunjuk-petunjuk termasuk pemeriksa­
an d okte r menguatkan cugaan kejadian itu , hukum nya terbatas pada tingkat­
an " ta 'z ie r" yang kembali kepada kebijaksanaan hakim untuk menetapkan­
nya, sesuai dengan i»xoiv di sekitar pelanggar pidana dan pidana itu sendiri.
Tetapi sikap tid«> acuh dan tid a k menghiraukan orang banyak, se­
hingga m em ungkinkan ve dikit-dikitnya empat orang dari anggota masyarakat
menyaksikan kejadian hubungan seksuil itu secara te liti dan jelas, akan meru-
bah hukum an tadi menjadi etemikian keras dan berat. Rasulullah s.a.w. telah
mengungkapkan h 3 l in> dalam apa yang diriw ayatkan oleh Imam S yafi'i da­
lam Musnad-nya, sabda tyili&u dapat d ia rtika n , "H a i sekalian orang, siapa yang
melakukan sesuatu dan i'iko to ra n -ke ko to ra n ini dengan sembunyi-sembunyi,
maka ia disem bunyikan oleh A llah, tetapi siapa yang menampakkan bidang
dadanya akan kami ja la n a n atas d irinya hukuman itu.

Pemikiran tentang Kolektivisme dalam Menjalankan Am ar M a'ruf Nahi


Mungkar
Dalam pengertian l'.iam, kebebasan pribadi dari seseorang yang pada da­
sarnya dianggap seba?a. salah satu hak bisa menjadi suatu kewajiban yang

861 K ita b M usnad In w r. S v a fi'i, cetakan In d ia , jilid II halam an 146 yang d ia tu r oleh
As -S in d i.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 61

harus dilakukan oleh pribadi yang bersangkutan, jika kepentingan jama'ah


menghendakinya. Kebebasan berbicara dan mengemukakan pendapat dapat
menjadi suatu kewajiban positip yang harus dilakukan oleh seseorang Muslim
untuk melindungi d iri dan masyarakat dari bahaya yang ditim bulkan oleh
golongan masyrakat lain. Rasulullah s.a.w. menggambarkan contoh peristi­
wa ini dalam suatu ungkapan yang m enarik sekali. Sabdanya dengan arti,
"Perumpamaan seorang yang bertugas menegakkan batas-batas Allah (keter­
tiban) dengan orang yang te rlih a t di dalamnya bagaikan serombongan orang
bersama-sama m em iliki dan menumpang suatu kapal laut. Ada yang menem­
pati bagian dek, ada yang menempati bagian palkanya. Orang-orang palka ka­
lau hendak mengambil air terpaksa melalui orang-orang di atas palka. Maka
mereka berkata, "Jika kita b ikin lubang pada bagian kita di bawah ini kita
tidak mengganggu orang yang di atas k ita ."
Maka jika mereka itu dibiarkan melakukan apa yang mereka maksud
itu binasalah semua, tetapi kalau mereka dilarang dan dicegah, mereka akan
selamat dan yang lain pun selamat p u la ."87 )
Amar m a'ruf dan nahi mungkar di dalam Islam merupakan kewajiban
sebelum ia menjadi sesuatu hak.

87) Hadits in i d iriw a y a tk a n oleh B u kh a ri.


BAB KETIGA

KESEIMBANGAN ANTARA
HAK-HAK POLITIK DAN
HAK-HAK PENGHIDUPAN
B A G I A N PERTAMA
JAMINAN ATAS
KEMERDEKAAN
DI DALAM ISLAM

Pandangan Islam terhadap Keseimbangan bagi Perseorangan atas Hak-hak


Penghidupan dan P o litik
Telah saya uraikan di atas, mash-lahah (kepentingan) jama'ah dan hak-
haknya atas orang-seorang. Agar gambaran perimbangan antara hak-hak per­
seorangan dan hak-hak jama'ah dalam Islam menjadi lengkap, beriku t im kami
ura.kan dengan ringkas hak-hak perseorangan dalam sistim Islam, jaminan ma­
syarakat baginya untuk menghadapi keadaan masa tua. jom po, penyakitan
dan lain lain sebagainya. Sebagaimana diketahui, kedudukan pribadi dalam
hubungan dengan hak-hak umum mengenai penghidupannya dan jaminan ma­
syarakat baginya adalah berbeda dengan apa yang berlaku pada blok Sosialis
an lok Demokrasi. Pada blok Sosialis mereka memusatkan persoalan pada
jaminan negara bagi orang seorang mengenai barang-barang dan penyediaan
lapangan kerja. sedangkan hak-hak p o litik umumnya mereka aba.kan,
walaupun sering mereka to njo lka n. Sementara orang Barat sangat m e m p e r -
hatirfan soal kehormatan, kemerdekaan dan pemeliharaan kepribadiannya.
Mereka menggunakan negara untuk m elindungi hal tadi, sedangkan soal ,a-
mman bagi orang seorang terhadap bahaya-bahaya masa tua, keadaan sakit
dan pengangguran diabaikan sama sekali. Kendati pun orang-orang Barat te­
lah mulai membuat undang-undang yang mengandung banyak pokok-pokok
keadilan sosial, dan sebagian negara-negara Sosialis seperti Rumania dan Ch<^
DR. A H M A D Z A K / YA M A N I 66

koslovakia sudah mulai memperjuangkan masalah kebebasan p o litik , namun


masih saja terdapat perbedaan antara kedua sistim itu, yakni Kapitalis dan
Komunis, walaupun dalam ruang terbalas. Sistim Islam telah memberikan
perhatian yang sama terhadap dua soal tersebut, sebab orang seorang dalam
Syari'at Islam dianggap sebagai landasan; tanpa pribadi-pribadi bangunan
masyarakat tidak akan b e rd iri; jam inan jama'ah yang diberikan kepada ma­
sing-masing pribadi adalah salah satu sendi dasar yng menegakkan Negarn Is
lam serta yang m enjadikannya berciri khas demikian itu.
Biasanya kita dapat membagi hak-hak manusia menjadi dua bagian po­
kok:
a. Persamaan Warga Negara.
b. Kebebasan Pribadi.

Persamaan Warga Negara


Yang dimaksud dengan persamaan warga negara itu adalah tidak ada­
nya perbedaan antara masing-masing orang seorang dalm hak-hak dan kewa­
jiban-kewajibannya atau seperti sabda Rasulullah s.a.w. yang artinya, "Orang
itu sama rata seperti gerigi s is ir."s s ^
Yang dimaksud dengan persamaan dalam Islam adalah persamaan dalam
perlakuan hukum yang mem perbolehkan semua orang dengan wewenang
hukum untuk m e m iliki dan m em bentuk kekayaan, dan lingkungan hukum
bagi mereka diw ujudkan dan mereka pun tunduk kepada kewajiban yang d i­
tentukan oleh hukum . Dengan dem ikian kita terhindar dari pengertian per­
samaan mutlak yang menghendaki orang secara bersama-sama dalam kekaya­
an yang diim pi-im pikan oleh Kom unism e yang tidak berhasil mewujudkan­
nya.
Gejala persamaan warga negara yang terpenting adalah persamaan ke­
dudukan di hadapan hukum dan peradilan, persamaan hak untuk memang­
ku jabatan-jabatan um um . Islam telah memberikan contoh-contoh praktis
yang mengagumkan tentang persamaan kedudukan di hadapan hukum dan
Peradilan sejak semula. Rasulullah s.a.w. selalu mengajar para sahabatnya ba­
gaimana menghormati hak penggugat dalam m enuntut haknya, walaupun
penggugat bersikap keterlaluan. Pernah seorang Yahudi mendatangi Rasulul­
lah s.a.w. untuk menagih hutang yang belum tiba w aktunya; sambil berkeras
dalam cara menagih ia berkata kepada Rasulullah yang artinya: "Memang
kalian ini, hai Bani M ut-thalib, suka bertangguh-tangguh saja." Dan para sa­
habat Nabi naik darah mendengar ucapan yang tidak sopan ini. Nabi bersab­
da kepada mereka, "B iarkanlah dia bicara, karena ia berhak untuk itu ." 8 9 *

881 Kanrul 'Ummal karangan Al M uttaqi.


89) K a m u l 'U m m a l, karangan A l M u tta g i dan lih a t Jam i’ u l Ushul, jilid V halaman
189 dan itu adalah H a d m B u kh a ri M u tlim , A b u Dawud dan Nasa-i.
S Y A R I'A T IS L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K IN I 67

Dalam sebuah perintah tertulis dari Sayidina Umar bin A l Khattab


r.a. kepada hakimnya Abu Musa al Asy.ari, "Persamakanlah antara rakyat,|
di hadapanmu, persidangan-persidanganmu dan majlis mahkamahmu, supaya
orang yang berkedudukan tinggi tidak mengharap- harapkan kecuranganmu
dan orang-orang yang lemah tidak akan putus asa pada keadilanmu. 9**
Seorang rakyat biasa pernah m enuntut Khalifah keempat A li bin Abi
Thalib r.a. semasa beliau menjadi Kepala Negara. Beliau datang menghadap
hakim Syuriah dan duduk sejajar dengan orang yang mendakwanya di hadap­
an hakim dan kebetulan keputusan mahkamah menguntungkan penggugat
dan mengalahkan Kepala Negara.9 1 ^
Mengenai persamaan hak dalam memangku jabatan-jabatan umum, te­
lah dilaksanakan secara nyata sejak permulaan masa Islam; di w aktu itu ba­
nyak jabatan panglima dan gubernur dijabat oleh bekas-bekas budak yang su­
dah dimerdekakan, seperti Zaid bin Haritsah dan anaknya Usamah. Mungkin
contoh yang paling menonjol bagi jenis persamaan ini adalah ucapan Khalifah
Umar Ibn A l Khattab r.a. di saat beliau menjelang w afat; di saat itu ummat
Islam meminta agar beliau mengangkat Khalifah penggantinya. Umar berka­
ta: "Andaikata Salim, bekas budak Huzaifah, masih hidup, niscaya akan k u ­
angkat d ia ."9 2 ) Demikianlah kiranya, hampir saja seorang bekas budak men­
jadi Kepala Negara sesudah Rasulullah s.a.w.

Jaminan atas Kebebasan Pribadi


Hak-hak perseorangan dengan segala macamnya merupakan suatu di
antara hal-hal yang sangat diperhatikan oleh Islam, y a itu : agama, kemerde­
kaan dan persamaan. Kebebasan adalah suatu lambang yang suci, karenanya
baik rakyat maupun penguasa sangat mementingkan masalah pelaksanaan ke­
bebasan bagi setiap orang-seorang dalam masyarakat. Para Khalifah Rasulullah
s.a.w. mengajarkan rakyat agar mereka gigih memelihara anugerah Ulahi
yang suci ini. A li bin Abi Thalib berkata-. "Janganlah engkau menjadi hamba
dari orang lam, padahal Allah telah menjadikanmu orang merdeka." Ketika
Sayyidina Umar mengetahui bahwa seorang dari Gubernurnya telah memukul
seorang warga negara golongan K opti Mesir, beliau marah dengan penuh pera­
saan mendalam dan mengucapkan kata-kata yang terkenal, "Sejak kapan
kamu memperbudak manusia, padahal ibu mereka telah melahirkan mereka
sebaoai orang bebas."

9 0) Sunan D a raq u th -ny, cctakan Mesir, jilid IV halaman 206.


9 1) O tkem ukakan oleh W aqi' dalam kitabnya A kh b a rui Q udhat, jilid II halaman 20 0 .
921 D ikem ukakan oleh Ibnu A b d il Barr dalam A l Isti'a b , iilid II halaman 68. Hamisy
A l Ishabah dan juga Ibn u A l A jir dalam Usdul Ghabah. jilid II halaman 246.
L ih a t M utakhab iCaruul 'Um m al, i 'I kJ IV Halaman 427.

FAK- HUK
DR. A H M A D Z A K I Y A M A N / 68

M ungkin perlu juga kita jelaskan di sini selaput rohani yang menjadi
sampul gagasan kemerdekaan dan suasana keagamaan yang m eliputinya. Da­
lam Islam tingkat kebebasan dim ulai dengan kebebasan seseorang dari hawa
nafsu dan kemampuan untuk mengendalikan kemauannya. Rasulullah s.a.w.
memperbandingkan antara perjuangan membebaskan d iri dari hawa nafsu se­
bagai jih a d akbar dan menggambarkan orang yang mampu menguasai d ir i­
nya di saat marah sebagai orang kuat. Sabda Rasulullah s.a.w., "O rang kuat
itu bukanlah yang mampu mengalahkan lawannya dalam pergulatan. Tapi
orang yang kuat ialah yang mampu menguasai d irinya di saat ia marah.9 ' '
Bersamaan dengan bebas seseorang dari kekuasaan hawa nafsunya, ia-
pun harus bebas pula dari perasaan ta ku t terhadap o r a n g lain sesama manusia
dan ia harus yakin bahwa orang M uslim itu adalah saudara bagi orang Muslim
yang lain; ia tidak perlu ta k u t kepada seseorang, tetapi hanya takut kepada
A lla h yang menghidupkan dan m em atikan serta memberikan anugerah kepa­
da manusia. Tidak ada seorang pun yang jadi penghubung atau pemberi sya­
faat. Semuanya di hadapan Allah sama rata, baik yang berpangkat tinggi atau
yang berpangkat rendah. A l O ur'an menginginkan dengan sangat adanya hu­
bungan langsung in i antara hamba dengan Tuhan, dalam beberapa ayat yang
a rtin ya, katakanlah: "H a i hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap d i­
ri sendiri, janganlah kamu semua berputus asa dari rahmat A llah; sesungguh­
nya A lla h mengampuni dosa-dosa sem uanya."94 ^ Dan pada ayat lainnya yang
a rtin ya, "D a n apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang A ku,
rnaka bahwasanya A k u adalah dekat; akan Kukabulkan permohonan orang
yang berdoa'a, apabila ia berdo'a kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu me­
m enuhi ajakan-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran."9 5 ^
Kem udian semua pribadi Muslim dapat menjalankan kebebasannya,
dengan syarat: kebebasan tidak tim b u l dari hawa nafsunya, tetapi tim bul
dari akal dan fikira n n ya , dan ia menggunakan kebebasan itu untuk kebajikan
d irin y a sendiri dan kebajikan masyarakat, bukan secara yang berlawanan de­
ngan kepentingannya atau untuk merugikan orang lain. Inilah kira-kira semua
pembatasan terhadap kebebasan di dalam Islam. Semua itu batas-batas ke ji­
waan dan juga batas-batas hukum . Dan bila kita tiba pada perincian kebebas­
an-kebebasan perseorangan, maka kita dapati bahwa Islam telah mengemu­
kakan segi-segi kebebasan seperti apa yang kita kenal masa k in i, pada 14 abad
yang lalu.

93) H a d its riw a y a t Im am A h m a d dan Ib n u M ojah. Hadits yang senada juga d a ri A li,
Anas dan A b u H u ra ira h . L ih a t K a rv u l U m m al li M u tta q i, jilid II halaman 29-162.
94) S u ra t A i Z u m a r a ya t 53.
95) Surat A l Baqarah ayat 186.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 69

Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi ialah hak perseorangan untuk bertindak sekehendak
hati dan pergi ke mana saja, tidak boleh ditangkap atau dipenjara atau dihu­
kum kecuali atas dasar hukum . Kebebasan pribadi ini adalah kebebasan yang
telah menjadi kebiasaan sejak mula pertama Islam. Oleh karena itu tidak bo­
leh perasaan pribadi seorang hakim mempengaruhi tindakan-tindakannya.
Khalifah Umar bin khattab r.a. berkata kepada seseorang: " A k u benci kepa­
dam u." Jawab orang itu, "A pa kah engkau akan menahan sesuatu yang men­
jadi hakku atau merugikan aku tanpa alasan huku m ? " Jawab Sayyidina
Umar: 'T id a k ." "Jika dem ikian tak apalah, yang gembira mendengar kata
cinta hanyalah orang w a n ita ." Dem ikianlah perasaan benci seorang Kepala
Negara kepada salah seorang rakyat tidak menakutkan atau mempengaruhi
kebebasan pribadi yang bersangkutan.

Kebebasan Berhak M ilik


Kebebasan berhak m ilik adalah suatu hak yang amat terkenal dan Is­
lam melindunginya sama dengan m elindungi darah seorang Muslim. Ini telah
kami kupas secara terperinci dalam bagian-bagian yang lalu.

Kebebasan Tempat Tinggal


Kebebasan tempat tinggal termasuk di antara hal yang oleh A l Qur'an
disebutkan secara tegas. Pernah Umar bin Khattab memasuki suatu rumah
dengan memanjat tembok dan menggerebek beberapa orang di dalamnya
yang sedang minum arak. Orang tadi mendebat Khalifah bahwa beliau telah
berlaku salah dalam tindakannya dan menyalahi Firman Allah yang artinya,
"Dan masukilah rumah itu dari p in tu n ya ." Umar menerima pembelaan
mereka dan tidak menjatuhkan sesuatu hukuman kepada mereka.**^ ^
Dengan demikian beliaulah, untuk pertama kalinya dalam sejarah hu­
kum sejak 14 abad yang lalu, melaksanakan teori "kebatalan pemeriksaan."

Kebebasan Berusaha
Kebebasan berusaha dan berniaga merupakan di antara hal-hal yang
dibebaskan oleh Islam dan dilepaskannya dari segala ikatan, kecuali jika meru
gikan kepentingan umum seperti halnya dengan m onopoli. Berusaha disam-
ping halal juga wajib bagi semua orang yang berdaya, dan malahan merupakan
suatu ibadah untuk mendekatkan d iri kepada Tuhan sebagaimana Umar bin
Khattab r.a. berkata bahwa berusaha dan berniaga adalah lebih daripada sha-
lat sunnah di masjid-masjid.

96) D iriw a ya tka n oleh A l K h a ra -ith i d a ri pada Tsaur al K in d i dalam kitab Makar<m "
ul A kh la q . juga dike m u ka ka n oleh S u y u ih i dalam Jam 'ul Javvami'. Lihat Kanzul
'U m m a l karangan A li A l M u tts g i cetakan Hoidcrabad, jilid II, halaman 167.
DR. A H M A D Z A K / Y A M A N ! 70

Kebebasan Berpendapat
Islam melindungi kebebasan berpendapat bahkan menggalakkan orang
Muslim untuk melakukannya. Rasulullah s.a.w. m enyifatkan orang yang tidak
mempunyai pendapat sebagai orang-orang lemah. Sejarah Islam penuh de­
ngan peristiwa-peristiwa abadi; di saat itu para Muslim perseorangan menja­
lankan kebebasan berpendapat dengan segala keyakinan dan keberanian. Cu­
kuplah kiranya kalau saya kem ukakan sebuah kejadian biasa yang dialami
oleh Khalifah Umar tatkala beliau berpidato di hadapan um m at Islam, me­
ngecam sikap mempermahal mas kawin sambil menyatakan maksudnya un­
tuk mengembalikan sejumlah besar mas kawin yang dibayarkan oleh para sua­
mi kepada isteri-isteri mereka. Seorang w anita di antara para hadirin tampil
dan berkata, “ Engkau tid ak kuasa berbuat dem ikian, hai U m ar." Lalu ia ba­
cakan Firman Tuhan yang a rtin ya, "D a n kamu semua telah memberikan ke­
pada tiap orang di antara isteri masing-masing harta yang banyak, maka ja­
nganlah kamu mengambil kem bali daripadanya barang sedikit p u n ."97)
Umur pun tu n d u k kepada teguran w anita tadi dan berkata: " A k u telah keli­
ru dan anda b en ar."9 8 ) Dengan dem ikian dilaksanakanlah untuk pertama
kalinya dalam sejarah prinsip kedaulatan hukum .

Kebebasan Aqidah
Hak kebebasan aqidah (beragama) merupakan salah satu pokok-pokok
Islam yang mendasarkan kepercayaan itu atas dasar penelitian pandangan dan
akal, la memerintahkan manusia u n tu k b e rfik ir dan menelaah serta mencela
orang-orang yang tid a k menggunakan fik ira n mereka dengan m enyifatkan
mereka sebagai ternak. A l Q ur'an menetapkan dengan ketetapan yang artinya,
'Tidak ada paksaan u n tu k (memasuki) agama (Islam ). Sesungguhnya telah je­
las jalan yang benar dari jalan yang s a l a h . A l l a h s.w.t. berfirm an kepada
Nabi-Nya, Muhammad s.a.w.; a rti firm a n m i, "Serulah (semua manusia) kepa­
da jalan Tuhanmu dengan hikm ah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. " 100 ^

Kebebasan Belajar
Kebebasan belajar, yang kin i terkenal di Dunia Barat itu , dalam Islam
adalah suatu kewajiban agama yang telah ditetapkan oleh Rasulullah s.a.w.

97) Surat A n Nisa ayat 2 0 .


98) D iriw a ya tka n oleh para pe n ulis S unan, Ib n u H ib b a n . H a kim , A h m a d dan D aram i.
Juga A bu N a 'im m e n g e m u kaka n n ya d alam A l H iya h cetakan A l K a n ji, jilid IV
halaman 138 dengan teks d a ri para p e n u lis S unan. D e m ikia n juga S u y u th i dalam
A d -D u rru l M an-tsur jilid II halam an 133.
99) Surat A l Baqarah ayat 2 5 6 .
' 00 ) Surat An Nahl a ya t 125.
S V A R I ' A T ISLAM Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K IN I 71

dengan sabda beliau yang artinya; "Sesungguhnya m enuntut ilm u itu wajib
bagi setiap M u slim ."101 * Beliau menganjurkan para sahabat untuk menun­
tut ilmu, walau di negeri Cina,102 * yang w aktu itu negeri Cina merupakan ne­
geri terjauh dari negeri Arab. Beberapa abad yang lalu Imam Syathibi mene­
gaskan bahwa pendidikan pada sekurang-kurangnya tingkat dasar merupakan
kewajiban Pemerintah untuk menyediakan segala sarananya bagi semua ang­
gota masyarakat; kemudian beliau menegaskan soal penerusan lebih lanjut da­
ri pelajaran itu atas bakat dan kemampuan otak masing-masing.

1011 D iriw a y a tk a n oleh Anas, Ibnu Abbas, Ibnu U m a r, Ib n u M as'ud dan A li b in Abi
T h a lib . DiScOutkan pula dalam Sunan Ibnu M ajah dan A l K a m il, karangDn Ibnu
'A d y , S yu 'a b u l Im an , karangan A l Baihaqi dan M u'ja m A t T habarani. D em ikian
luga tertera dalam K a n ru l 'U m m a l. karangan A li al M u tta q i cetakan Heiderabad,
jilid V halaman 202.
102) Disebut oleh Ib n u l A b d il Barr dalam k ita b Ja m i' Bayan al 'llm halaman 8.
Juga dalam S yu 'a b u l Im an karangan A l Baihaqi, A d l-D lu 'a ta , karangan A I-’ A q ili
dan A l K a m il karangan Ib n u A d y .
BA G IA N KEDUA
JAMINAN SOSIAL

Setelah kita uraikan dengan ringkas hakekat hak-hak dan kebebasan-


kebebasan pribadi, tibalah saatnya bagi kita untuk menguraikan hak-hak
pribadi itu terhadap masyarakat, atau lebih tepat kewajiban jama'ah untuk
menanggung dan menjamin orang seorang. Soal in i menjadi pusat perhatian
orang-orang Sosialis dan akhir-akhir ini orang-orang Barat pun mulai menja­
lankannya dalam tingkat-tingkat yang berbeda.

Jaminan Hak-hak M ateriil dan Penghidupan Dalam Islam


Mungkin di antara keistimewaan terpenting bagi perundang-undangan
Islam ialah pengendalian m ateriil bagi setiap pribadi yang telah ditetapkan
dan dilaksanakan dalam Islam sejak abad ke V II Masehi. Pengendalian mate­
riil bagi setiap pribadi in i baru dicapai oleh orang-orang Sosialis dalam abad
XX Masehi; hal ini dianggap oleh sementara bangsa sebagai suatu kebaikan
yang dapat menghilangkan segala keburukan Sosialisme.
Langkah pertama yang mengarah kepada jaminan sosial dalam Islam,
be rtitik tolak pada asas wajib kerja dan larangan terhadap pengangguran bah­
kan larangan terhadap m inta-m inta, kecuali bagi orang yang lemah dan orang
yang membutuhkan dan tidak mempunyai jalan untuk berusaha. Setelah ker­
ja itu menjadi kewajiban atas tiap-tiap pribadi dalam masyarakat. Islam
memulai pelaksanaan dua fa kto r dalam mewujudkan jaminan sosial itu:
DR. A H M A D Z A K / Y A M A N t
74

1. Jaminan keluarga; dalam hal ini anggota keluarga yang mampu berke­
wajiban membelanjai anggota-anggota keluarga yang miskin dan yang
tidak berdaya.
2. Menganjurkan dan menggalakkan semangat guna mengeluarkan sada-
kah, yang di anggap sebagai hak orang m iskin dari harta orang kaya. Ke­
mudian barulah kewajiban negara u ntu k memenuhi kebutuhan orang
yang butuh, yang diam bil dari Baitul Mal sesuai dengan norma-norma
yang jelas mengenai keperluan itu dan dalam situasi serta keadaan yang
menimbulkan kewajiban tadi.
Prinsip jaminan sosial ditetapkan sejak zaman Rasulullah s.a.w., tatkala
ibu anak-anak ya tim dari Ja'far bin A b u T halib datang kepada Rasulullah
s.a.w. mengadukan peri-keyatim an anak-anaknya. Rasulullah s.a.w. berkata
yang artinya, "Tanggungan keluargakah yang engkau ta ku ti atas d iri mereka
itu. padahal akulah penanggung jawab mereka di dunia dan a k h ira t."103
Rasulullah s.a.w. mengucapkan dem ikian bukan sebagai kerabat dari yang
meninggal, tetapi sebagai pem im pin dan hakim dari ummat Islam.
Khalifah Umar bin K hattab r.a. telah melandaskan sendi-sendi pelaksa­
naan prinsip tersebut dengan cara yang akan kita lihat dalam contoh-contoh
yang akan dikem ukakan b e rik u t in i, sehingga pada masa Khalifah Umar bin
Abdul Aziz tingkat pelaksanaan itu telah mencapai puncaknya, yaitu kemak­
muran yang merata dan m e lip u ti semua lapisan masyarakat. Dalam masa ke­
makmuran itu seorang yang w ajib zakat keluar dari rumahnya mengusung
zakatnya, mencari-cari orang yang berhak menerimanya untuk menyerahkan
zakatnya, meskipun tid a k menemui orang itu . Tentang peristiwa ini Yahya
bin Sai'ied berkata, "U m a r b in A b d u l A ziz menugaskan saya untuk melola
urusan zakat A frik a Utara. Setelah saya mem ungut semua kewajiban zakat
di sana, saya mencari-cari orang fa k ir m iskin untuk menyerahkan zakat itu
kepada mereka; tetapi saya tid a k mendapatkan seorang pun yang merasa d ir i­
nya-berhak menerima zakat tersebut. Khalifah Umar bin A bdul Aziz telah
menjadikan semua rakyatnya kaya dan mampu. A kh irn ya dengan uang zakat
tadi saya beli sejumlah budak dan saya memerdekakan mereka. ^

Syarat-syarat Mendapat Hak Jaminan Sosial


S is tim -s is tim ja m in a n sosial m e n g a ra h k a n tu g a sn ya u n tu k m engh ada pi

I0 3 | It-fid fu i M aharah, karangan Ib n u l H ajar (Manusc) ten tan g b io g ra fi Asma b in ti


'Umais isteri J a 'fa r.
104) laUh Yahya Ib n Sa'ied ¡bn Oais A l A n sh a ri, yang m en ja d i h a kim d i Andalusia
Pada masa P em erintahan K h a lifa h U m a r b in A b d u l A z iz dan pernah m enjadi G u ­
bernur A frik a . A l K h a tib u l Baghdadi m e n y e b u t nam anya dalam k ita b sejarahnya,
jilid X IV halaman 101. Bada A n N u ju m A z Zahirah karangan Ib n u T a g h ri Bardi.
jilid I halaman 3 5 1 . Sejarah h a k im -h a k im A n d a lu sia , karangan N ahabi halaman 43
dsn Thabaqat Ulama Ifrig iy a h , karanyan A b d u l A ra b halaman 214.
S Y A R I ' A T IS L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A LA N M A S A K IN I 75

tiga macam bahaya yang dapat menimpa anggota masyarakat, yaitu:


1. Bahaya yang mengancam jasmani sehingga menyebabkan seorang tidak
dapat bekerja, seperti penyakit lumpuh dan lanjut usia.
2. Bahaya yang tim bul akibat kerja, sehingga menyebabkan cacat sebagian
atau keseluruhan tubuh.
3. Beban tanggungan keluarga, bila jum lah anggota yang harus ditanggung
oleh kepala keluarga demikian besarnya, sedangkan sumber penghasilan
n ya tidak mencukupinya.

Untuk memudahkan kita mempelajari sikap Islam dalam menanggulangi


ancaman dari tiga macam bahaya tersebut, hendaknya kita mulai dengan
membaca secara te liti dan cermat surat tugas dari Khalifah A li r.a. kepada
Gubernurnya di M esir.105 *
"Takutlah kepada Allah, ingatlah kepada A llah, terhadap golongan rakyat
rendah, yaitu: mereka yang tidak berdaya, orang m iskin, orang yang butuh,
orang papa, orang yang berpenyakit menahun; sesungguhnya di dalam golong­
an ini ada orang yang terang-terangan m inta atau mengharapkan bantuan tan­
pa m inta-minta. Peliharalah rasa tanggung jawabmu kepada Allah tentang hak
yang dipertaruhkan kepadamu mengenai mereka itu . Berikan kepada mereka
itu bagian tertentu dari Baitul Mal setempat dan bagian te rtentu dari peng­
hasilan harta rampasan perang di tiap-tiap negeri, yang jauh dari mereka sama
seperti yang dekat, dan masing-masing mereka itu telah ditugaskan kepadamu
untuk memelihara haknya. Maka janganlah menyamarkan pandanganmu ten­
tang mereka, karena adanya kekayaan yang mendadak, sebab engkau tidak
akan dimaafkan terhadap soal-soal kecil, meskipun merapikan kebanyakan
soal-soal penting. Janganlah engkau jauhkan perhatianmu dari mereka serta
bersikap sombong kepada mereka. T elitilah hal ikhw al orang-orang yang t i ­
dak engkau terima laporan tentang mereka, yang tid ak begitu menarik perha­
tian serta tidak dihargai oleh kebanyakan orang, u ntu k soal in i i tugaskanlah
orang-orang kepercayaanmu yang taqwa dan tawacllu' agar dapat melaporkan
kepadamu hal ikhw al mereka itu . . . Perhatikanlah anak-anak yatim dan
orang-orang yang lemah karena usia, yang tid ak berdaya serta tidak mau
m inta-m inta. Tugas ini bagi seorang pejabat adalah berat dan memang hal itu
seluruhnya b e ra t."106'

105) N a hjul Balaghah karangan S ya rifu l R a b i’ , |ilid I I I halaman 111 cetakan Mustafa
M uham m ad, Mesir.
106) K u tip a n d a ri suratnya kepada A l A sy-ta r A n N a kh -i w a k tu diangkat sebagai G u­
b e rn u r Mesir dan daerah sekitarnya, y a itu ta tk a la kedudukan G ubernur Muham
m ad b in A b u Bakar sudah goyah, la m erupakan surat tugas terpaniang dan te r­
lengkap hal-hal kebaikan yang d ika n d un g n ya . D iriw a y a tk a n oleh A l Kharrani da­
lam T uh a f a l-‘u q u l halaman 28 dan A s-S yarif ar R a b i' dalam N a h ju l Balaghah,
jilid III halaman 9 2 .
DR. A H M A D Z A K ! Y A M A N /
76

Surat tugas dari A li bin A b i T halib r.a. bukanlah sekedar kata-kata te r­


susun indah di atas kertas saja, tetapi menjadi undang-undang yang berlaku,
karena d iin stru ksikan oleh seorang Kepala Negara kepada Gubernurnya agar
dilaksanakan seutuhnya; dengan dem ikian dapat menegakkan sendi-sendi
sistim yang terbaik bagi jaminan sosial yang pernah dikenal ummat manusia
hingga zaman kita sekarang ini.

Pengetrapan-pengetrapan Jaminan Sosial


Agar kita dapat m eneliti secara lengkap pelaksanaan prinsip jaminan so­
sial ini dalam sejarah Islam, saya akan hidangkan sejumlah bahaya-bahaya
yang pernah dihadapi oleh Islam dalam kampanye yang dilancarkan untuk
menegakkan keadilan serta m elindungi anggota masyarakat daripada kemis­
kinan dan harapan menerima bantuan:

A. Keluarga dan Janda


Dalam soal ini cukup kiranya kalau kita menuturkan kisah Umar r.a.
dengan Ibu yang hendak m enyapih bayinya. Umar mendengar tangis dan te­
riak bayi itu , lalu Umar menegurnya. Dengan tid a k mengetahui bahwa yang
menegurnya itu adalah Khalifah Umar r.a., w anita itu berkata: "Saya terpaksa
m enyapihnya karena Umar tidak m em berikan tunjangan kepada bayi yang
masih menyusu; sebab itu saya hendak segera menyapihnya supaya saya bisa
mengambil biaya sapihan untuk dapat meringankan kemiskinan saya." Sesu­
dah shalat fajar di m esjid, Umar kemudian datang kembali ke rumah wanita
itu dan berkata, "A langkah celaka aku. Berapa banyak kanak-kanak ummat
Islam yang k u b u n u h "; kemudian ia m em erintahkan agar pengumuman d i­
sampaikan kepada rakya t: "Janganlah kalian bergegas-gegas menyapih bayi
kalian. Kami akan berikan tunjangan kepada setiap bayi yang lahir dalam Is­
la m ."1 0 7 * D em ikian juga kisah yang terkenal tentang Ibu dengan anak-anak­
nya yang lapar. Pada w a ktu Umar mendatangi seorang ibu yang sedang me­
nyalakan api dan menjerang periuk berisikan air dan batu untuk merintang-
rintangi dan melengah-lengahkan anaknya supaya bisa tid u r; Umar terperan­
jat dan tergopoh-gopoh pergi ke gudang Baitul Mal untuk mengambil terigu
d a n lain sebagainya, lalu membawanya ke kemah wanita tadi, memasaknya
sendiri, dan kem udian memberi makan kepada anak-anak itu sampai mereka
kenyang.108
Telah saya tu tu rka n sabda Rasulullah s.a.w. kepada janda J a fa r.

107) D i k e m u k a k a n o le h Ib n u S»'d d a la m k ita b A t T h a b n q .il, j i l i d III b j g i a n pertam a


h a la m a n 217.
108) D i k e m u k a k a n ole h I b n u A sa kir dalam ta rik h n y a , D a in u ri d a n I b n u Syaban dari
pada A sla m . Kisah in i dalam M u n ta -kh a b Kanzul 'U m m a l karangan A l M u tta g i.
jilid IV h a l a m a n 4 1 6 , cetakan A l M usnad.
S Y A R I ' A T ISL A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N MASA KIN I 77

"Tanggungan keluarga yang kautakuti atas d iri mereka itu padahal akulah
penanggung jawab mereka di dunia dan akherat."

B. Lanjut Usia dan Berpenyakitan


Disamping bunyi surat Khalifah A li kepada Gubernurnya tersebut di
atas, kami akan mengambil dari riwayat Ibnu Khattab contoh-contoh berikut
ini. Pernah sekali peristiwa Umar melihat orang tua tuna-netra meminta-min
la dijalan raya. Umar mengetahui bahwa ia seorang Yahudi. Lalu beliau mena­
nya apa sebab-sebab yang mendorongnya untuk m eminta-minta. Yahudi itu
menjawab, ''Yang mendorong saya ialah kebutuhan untuk memenuhi bayar­
an jh y a h , keperluan dan keudzuran karena tu a ." Umar menuntun orang tua
tadi dan membawanya ke rumah, lalu memberinya secukupnya. Kemudian
ia perintah petugas Baitul Mal seraya berkata "Perhatikanlah orang ini dan
orang yang senasib dengan dia. Demi A llah , kita tidak bersikap adil terhadap
orang ini; kita telah nikm ati masa mudanya kemudian kita menterlantarkan-
nya di masa tua. Sesungguhnya sadakah itu untuk fa kir m iskin, dan orang
ini adalah dari golongan miskin A h lu l K ita b ." Dengan dem ikian Umar telah
membebaskan orang-orang tua dan yang senasib dengan d ia ,109 ^ yakni yang
menderita sakit dan orang yang jom po, serta memberi mereka tunjangan te­
tap dari Baitul Mal secukupnya. Dengan dem ikian ia telah menegakkan suatu
prinsip perikemanusiaan yang agung; dalam prinsip ini keadilan tidak terba­
tas pada kaum Muslimin saja, tetapi juga mencakup semua warga negara
yang tidak Islam.
Kebijaksanaan ini diulangi pula oleh Umar w aktu berkunjung ke negeri
Syam dan bertemu dengan sebuah perkampungan penderita penyakit kusta
dari orang-orang Nasrani. Umar memerintahkan supaya mereka itu diberi ja­
tah dari sadakah dan diberi tunjangan tetap berupa makanan.
Sahab3t Thalhah pernah melihat Umar keluar dari rumah di malam hari,
lalu Thalhah mengikutinya secara sembunyi-sembunyi. D ilihatnya Umar me­
masuki sebuah rumah; tidak beberapa lama beliaupun keluar dan pulang. Ke­
esokan harinya Thalhah mendatangi rumah tersebut; di sana dijumpai wanita
tua tuna-netra serta lumpuh. Thalhah bertanya "A pakah gerangan yang dila­
kukan oleh laki-laki semalam itu ? " Wanita tua tadi menjawab: "Sejak dahulu
ia mengurus dan memelihara keadaan saya, membawakan segala yang saya
perlukan dan membantu saya dalam ke su lita n ."110-*

109) K halifah Abu Bakar pun m embebaskan para ra h ib d ari jizya h . Lihat A h k a m u l
Q ur'an, karangan Ibnul A ra b i, jilid II halaman 91 0 . Orang-orang la n ju t usia dibe­
baskan dari jizyah adalah m azdhab Im am S y a fi'i, seperti dalam kita b A l Umm,
jilid IV halaman 98, juga orang-orang Ham bali seperti tersebut dalam K ita b A litj-
na karangan H ijja w i jilid II halaman 4 4 .
1 10) Oikem ukakan oleh A li A l M u tta q i dalam M untakhab Kanzul Um m al, jilid IV
halaman 310; Hamisy Musnad A hm ad dan Ibnu Katsir jilid V II, halaman 135.
DR. A H M A D Z A K / Y A M A N / 78

C. Kaum Ibu
Dalam menanggulangi kesulitan kaum ibu, Umar merupakan seorang
pelopor seperti biasanya. Pada suatu malarr. ia sedang meronda, ia mendengar
seorang wanita m erintih kesakitan karena akan bersalin, la segera pulang dan
mengajak isterinya, Umu Kalsum, sambil membawa segala sesuatu yang diper­
lukan untuk menolong orang bersalin. Umu Kalsum lalu masuk ke tempat
wanita itu dan membantunya sampai w anita itu melahirkan dengan selamat,
sementara itu Umar sibuk m enyiapkan makanan.
Kemudian Umu Kalsum keluar dan berkata; "Wahai Kepala Pemerin­
tahan orang m u'm in, sampaikanlah berita gembira kepada sahabatmu, bahwa
anaknya laki la k i." Ayah bayi itu terperanjat tatkala mendengar sebutan Ke­
pala Pemerintahan orang M ukm inin dan sadarlah ia bahwa yang sedang me­
masak itu adalah Umar bin K hattab. la pun merobah sikapnya menj'adi hor­
mat. Umar berkata kepadanya, "T e ta p sajalah seperti biasa." Kemudian be­
liau menyerahkan makanan yang disiapkannya itu kepada isteri beliau yang
segera menyuapi sang ibu yang baru saja m elahirkan tadi hingga kenyang,
dan beliau memberikan sisanya kepada sang suami, dan m enyuruhnya agar ia
datang kepadanya esok harinya. W aktu sang ayah itu datang, ia diberi hadiah
dan uang tunjangan.1 11 ^
Dari berbagai contoh kemanusiaan yang luhur ini serta contoh lain-
lain yang menyebabkan ruangan ini menjadi sem pit, dapatlah kita peroleh
gambaran yang jelas, sampai seberapa jauh Islam memberikan perhatian yang
besar dalam memberantas kesulitan-kesulitan kemasyarakatan. Andaikata hal
ini terus dilaksanakan oleh masyarakat-masyarakat Islam sepanjang masa,
niscaya kita sekarang ini m em punyai kedudukan yang lain. Tetapi itulah ma-
la-petaka yang melanda kita , sehingga m elum puhkan kekuatan kita , dan
prinsip-prinsip luh ur kita tetap tinggal dalam lembaran buku kuno. Hanya
dengan kembali kepada hukum A lla h , kita dapat jaya karena kita melaksana­
kan semua perintah-perintah-Nya.

Sum ber-sum ber Pembiayaan Jaminan Sosial


Berbeda dengan sistim-sistim yang terkenal dewasa in i yang mengharus­
kan masing-masing pribadi membayar iuran agar mendapat jaminan sosial,
Islam telah menetapkan jam inan itu sebagai suatu hak bagi warga negara tan
Pa alasan karena telah membayar iuran dan sebagainya. Baitul Mal itulah
Yang menanggung segala keperluan untuk jam inan tersebut dan justru karena
'•ulah Baitul Mal memperoleh sumber-sumber b e rik u t in i:

^11 O ikem ukakan oleh Ib n u K a tsir dalam A lb id a y a h W a n n ih a yah , jilid V I I halaman


136.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 79

1. Zakat
Zakat adalah kewajiban yang cukup dikenal dan merupakan rukun Is­
lam yang ketiga, oleh karenanya Khalifah A b u Bakar memerangi orang-orang
m urtad dalam permulaan Pemerintahannya, sehingga mereka menunaikan za­
k a t.112^ Zakat itu dikeluarkan, sebagaimana difirm ankan Allah u ntu k go­
longan: fakir, m iskin, petugas yang mengelola zakat yakni am il, m uallaf, b u ­
dak yang sedang berusaha memerdekakan d iri, penanggung hutang (karena
hal-hal wajar), dana perjuangan di jalan A llah dan m usafir.
Sebagaimana kita ketahui bahwa beberapa bagian dari para penerima
zakat telah dihilangkan, antara lain, golongan m uallaf semenjak zaman Kha­
lifah Umar tidak lagi diberi bagiannya, sekarang ini perbudakan tinggal
cerita sejarah saja, dan para petugas zakat adalah petugas-petugas negara yang
menerima gaji dari Perbendaharaan Negara, oleh karena itu maka bagian go­
longan ini harus dimasukkan kembali ke dalam B aitut Mal u ntu k membiayai
jaminan sosial. Kalau urusan pemungutan zakat dapat diorganisir secara baik
dan orang yang kaya menyadari bahwa zakat itu adalah suatu kewajiban har­
ta bendanya yang diperintahkan oleh aqidah dan kekuatan h u ku m , niscaya
dana jaminan sosial akan m em punyai suatu sumber yang penting dan menda­
sar, di samping sumber-sumber lain.

2. Derma-derma
Derma-derma merupakan sumber tambahan u n tu k sumber-sumber dana
jaminan sosial, dan berbeda dengan zakat. Hal in i pernah diperselisihkan di
masa Pemerintahan Khalifah Usman, dalam suatu m ajlis Khalifah, yang d i­
hadiri antara lain oleh sahabat A b u Zarr A l-G h ifa ri113* dan seorang ta b i'in
yakni Ka'ab A l Ahbar. Khalifah Usman bertanya kepada Ka'ab: "Bagaimana
pendapat kalian tentang orang yang telah mengeluarkan zakat, masihkah ada
lain-lain hak pada hartanya?" Ka'ab menjawab: T id a k ada la g i!" Sahabat A bu
Zarr seraya mengacungkan tongkat ke dadanya dan menghardik Ka'ab, ber­
kata: Dusta e n g k a u !"1 14 Kem udian A bu Zarr membaca Firm an A llah yang
artinya: "T id a k akan ada suatu kebaktian jikalau kamu semua mengarahkan
wajahmu ke tim u r dan ke barat; akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ada­
lah jika seorang itu iman kepada A lla h , hari a kh ir, para m alaikat, dan para na­
b i, dan memberikan harta m eskipun disayangi, kepada kaum kerabat, anak-
anak ya tim , orang-orang m iskin dan para pejalan dan budak-budak yang hen­

112) D ik e m u k a k a n oleh Im am M a lik dalam A l M u w a t-lh a , B u kh a ri, M u slim , A b u


D aw ud, T irm id J i dan NdSa-i d a n A b u H u ra ira h r .a. J a m i'u l VJihul. lilld V halam an
295.
1 13) H a ya tu l K u lu b , jilid II halam an *158 dan k ita b (A b u Z a rr) karangan A b d u l H a m id
Judah A nshar halaman 148.
1 14) D ik e m u k a k a n o le h A l M a i'u d dalam M u fu } A z-Z ah a b jilid I halam an 4 3 8 .
DR. A H M A D Z A K I Y A M A N / 80

dak memerdekakan d iri mereka, kemudian melaksanakan shalat dan menu­


naikan zakat . ' '1 1s *
Kemudian Abu Zarr berkata: "T idaklah engkau liha t, bahwa Allah te­
lah membedakan antara pengeluaran zakat dengan pemberian harta kepada
kerabat dan anak-anak ya tim ? " Memang pendapat Abu Zarr ini tepat. K ali­
mat yang dihubungkan dengan kata perangkai, berarti ada perbedaan yang
nyata, antara kalim at yang dahulu dengan yang dirangkaikan kepadanya. Dan
justru meng//i^a<7kan harta merupakan soal yang didukung oleh sejumlah ayat
dan Hadits-hadits Nabi s.a.w. yang menganjurkan, bahkan memerintahkan
urituk melakukannya serta menggalakkannya, sehingga orang yang mengusa­
hakan bantuan kepada janda dan anak yatim adalah sama dengan pejuang
dalam jalan Allah dan jika seseorang menggabungkan anak yatim kepada ke­
luarganya serta menjamin sandang pangannya sehingga bebas dari kemelarat­
an ia masuk surga.

3. Sumbangan Wajib
Sumbangan w ajib adalah suatu sumber yang mungkin diperlukan oleh
Imam (Kepala Negara) akan tetapi sumbangan wajib itu tidak untuk selama­
nya. Kebijaksanaan ini didukung oleh fiq ih M aliki berdasarkan teori Masalih
Mursalah. Dikala Baitul Mal kosong, atau kebutuhan prajurit meningkat se­
dangkan dalam Baitul Mal tidak tersedia uang yang m encukupi, maka Kepala
Negara boleh m ewajibkan para hartawan untuk mengeluarkan sejumlah sum­
bangan yang dipandang cukup untuk Baitul Mal, sampai diterim a penerima-
baru yang ru tin dan m encukupi, atau ia mengenakan sumbangan wajib
.a pada masa panen dan pemetikan hasil b u m i.1 16 * Dalam hal ini tidaklah
ditetapkan bahwa Kepala Negara dapat mengadakan pinjaman untuk meme­
nuhi keperluan. Imam Syatibi menerangkan soal ini dengan uraian sebagai be­
rik u t: "Pinjam an dapat diadakan di saat tim bu l krisis sekiranya Baitul Mal
mempunyai harapan atas penerimaan yang akan terjadi. Tetapi jika tidak ada
harapan, dan sumber-sumber penerimaan Baitul Mal demikian lemahnya, se­
hingga tidak akan m encukupi, maka sudah tentu hukum sumbangan wajib
itu harus b e rla k u ."11
Dengan dem ikian, berdasarkan Masalih Mursalah yang menjadi pendiri­
an ulama M aliki, Kepala Negara berhak mengadakan sumber ketiga untuk
mengisi dana jaminan sosial, bila dua sumber yang lain yakni zakat dan der­
ma-derma tidak mencukupi keperluan dana jaminan sosial. Prinsip in i tentu-

115) S urat A l Baqarah ayat 177.


116) Al M u fa q a t karangan S y a tib i, jilid II halaman 3 6 7 . cetakan A) M a kta b jh
A t T ija riy a h Al Kubra, Mestr.
117) U ra i» i In i tersebut dal«m kira b Al l'tis a m , karangan S y a tib i. jilid II halaman 105,
cetakan M ustafa M uham m ad. Mesir.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 81

nya menegaskan tindakan hukum untuk menetapkan dan memungut pajak


bila tim bu l kebutuhan untuk itu .
PENUTUP

Dengan ini sampailah saya kepada akhir uraian yang hendak saya pe­
nuhi dalam buku in i. Saya menyadari bahwa banyak pokok-pokok uraian ini
tidak mendapat kupasan dan penjelasan yang seharusnya. Yang m ungkin da­
pat mema'afkan saya adalah alasan bahwa pembahasan seperti in i m em erlu­
kan beberapa jilid buku yang besar dan tebal serta tenaga ulama sesuai dengan
keahliannya.
Apa yang hendak saya capai dengan buku in i ialah m enarik perhatian
kepada beberapa fakta tertentu yang k o n g krit, disertai dengan pengutaraan
landasan dan dalil-dalilnya dari A l Q ur'an, Hadits dan pendapat para ahli fi-
cjih nw jtahidin.
Saya mengusahakan buku mi dengan sungguh-sungguh; kecil saja ben­
tuknya agar supaya orang tidak segan membacanya. Jika A lla h berkenan
menganugerahkan kurnia-Nya, sehingga karya tu lis saya ini memperoleh tau-
fiq-Nya, kiranya saya bisa berhasil di satu segi, yakni berhasil dalam m enying­
kapkan tirai di hadapan para pemuda kita agar mereka dapat m elihat h aki­
kat Syari'at Islam yang tadinya te rtu tu p di hadapan mereka, oleh tirai kebu­
dayaan Barat yang mereka alami. Disamping itu kiranya saya dapat pula mem­
bangkitkan semangat para ulama kita untuk menyambung teru^Eisaha penu­
lisan dan uraian-uraian mengenai S yari'at yang abadi dan penanggulangannya
terhadap persoalan zaman sekarang.
Kenyataan-kenyataan yang saya mencoba mengungkapkan dalam buku
ini ialah:
A. Sifat-sifat Syari'at Islam yang bebas dan tidak dipengaruhi, yang oleh
ummat Islam dapat digunakan untuk m ewujudkan bagi d iri mereka sua-
tu kehadiran yang bebas dari pengaruh T im u r dan Barat, serta mampu
membentengi d iri sendiri terhadap gelombang pasang Komunisme yang
dahsyat itu , dem ikian pula terhadap kejahatan Kapitalisme.
B. Kemampuan Syari'at Islam itu sendiri untuk berkembang serta meneri­
ma pembaharuan, u ntu k menanggulangi pelbagai persoalan yang terus
berkembang serta berubah-ubah, dan untuk menggunakan secara jelas
serta nyata dasar mash-lahah 'ammah sebagai salah satu sumber hukum.
c. Ciri kolektivism e dalam sistim Islam dan kemampuan Syari'at Islam
yang menakjubkan untuk mengadakan suatu keseimbangan yang luwes
antara hak-hak pribadi dan hak-hak jama'ah dengan suatu cara yang da­
pat memelihara kehorm atan pribadi serta membebaskan kegiatannya
untuk menuju suatu sasaran tunggal ya itu kepentingan bersama.
84

A pabila yang m enjadi tujuan para pem im pin p o litik kita ialah memba­
hagiakan bangsa mereka serta membebaskannya daripada kedzaliman sosial,
maka S yari'at Islam akan menjadi pem bantu yang sebaik-baiknya untuk men­
capai tujuan itu dan asas-asasnya yang bersifat abadi akan merupakan pe­
nyem buhan bagi p enyakit-penyakit dalam kalangan kita di negara-negara Is­
lam ini, bahkan m ungkin juga S yari'at itu akan menjadi suatu fa k to r pendam­
ping bagi Barat u ntu k sekali lagi memperoleh suluh penerang yang berman­
faat bagi mereka guna membangun suatu peradaban baru, atau sedikit-di-
kitn y a untuk m em pertahankan peradabannya yang sekarang in i.
Hanyalah A llah s.w .t. yang mem berikan ilham dan yang menjuruskan
langkah kepada jalan yang lurus.
D A F T A R BACAAN

1. A l Qur'an
2. Sahih A l Bukhari
3. Sahih Muslim
4. Mustadrak A l Hakim
5. Musnad Ahmad
6. Sahih Ibnu Hibban
7. Sunan T irm id zi
8. Sunan Abu Dawud
9. Sunan Ibnu Majah
10. Sunan D arukutni
11. Sunan Darami
12. Ja m i'A bd urraza g (Manusc)
13. M u'jam A ttabarani (Manusc)
14. Jam i'ul Usul, karangan Ibnul A -tsir
15. Kanzul Ummal, karangan A li A l M u tta q i
16. Ithaful Maharah, Ibnu Hajar (Manusc)
17. Muntakhan Kanzul Ummal, A l M uttaqi
18. Musnad Imam S yafi'i
19. H ilya tu l A ulya, Abu Nu'aim
20. A ddu'affa, A lu k a ili (Manusc)
21. A l Kam il, Ibnu A d y
22. An-N ujum Azzahirah, Ib n u T a g h ri Bardi
23. Tarikh Oudatul Andalus, Annubahi
24. T abaqatIbnu Saad
25. Tarikh Ibnu Asakir
26. Albidayah Wannihayah, Ibnu K atsir
27. M uruj Azzahab, A l Mas'udi
28. A kh ba r al Qudhah, Waki'
29. Arrisalah, Imam S ya fi'i
30. Usul Asysyasy
31. K ita b A l'ijm a , Ibnu Hazm
32. A l l'tisam , Syatibi
33. A l M ankhul, A l Ghazali (Manusc)
34. Syu'ab A lim an, Baihaqi
35. Fathul Bari, Ibnu Hajar
36. A d D urrul Mantsur, Suyuti
37. A l Kasjsjaf, Zamakhsari
38. Alisabah, Ibnu Hajar
39. Usdul Ghabah, Ibnu A -tsir
40. AI 'isti'ab, Ibnu Abdul Barr
41. Tarikh Baghdad, Ibnu Khatib
42. Ad Durarul Kammah, Ibnu Hajar
43. Husnul Mahadarah, Suyuti
44. Almanhal Assafi, Ibnul Taghri Bardi
45. Tabaqat Asysyafi'iyah, Subki
46. Wafayatul A'yan, Ibnu K hallikan
47. Zail Tabaqat Alhanabilah
48. Syazarat Azzahab, Ibnul Imad
49. A'yan Asy-syi'ah
50. Addibaj Almuzahhab, Ibnu Farhum
51. Tabaqat Ulama Ifriqia h, A b d u l Arab
52. A luqud A ddurriyah, Ibnu A b d u l Hadi
53. Ansab A I 'asyraf, Albalazuri
54. Alm uwafaqat, Syatibi
55. Bidayatul M ujtahid, Ibnu Rusyd
56. A t Taqrir wat Tahbir, Ibn A m ir A I Hajj
57. A'lam A lm uw a qq i'in, Ibnul Q ayyim
58. AI Mabrur, Sarkhas
59. Bada'us Sana-i, Kasyani
60. AI Burhan, Juwaini
61. Takhrij A lfu ru 'a la l Usul, Zanjam
62. AI Muhalla, Ibnu Hazm
63. A lm u d a w w a n a h A lk u b ra

64. Syarh A I A rb a'in , A ttu fi


65. Nailul A ytar, Syaukani
66. Al Fatawa A I Makariat
67- Al Mustafa, A I Ghazali
68- Jam'ul Jawami, dan Syarh A I Mahalli
69- AI |qna> A lhajjaw i
^0- Musalamus Subut, Bahari
Kitab Alkaharaj, Abu Yusuf
• Al Umm, Imam S yafi'i
3. Ihya Ulumuddin, A I Ghazali
Syarh Kanzuddaqaiq
76 *~*asVtat Ibnu A b idin
71 ^ akar«mul Akhlaq. Kharaiti (Manusc)
Jami' Bayan 'Ilm , Ibnu A b du l Barr
'g Tuhaf“ l Ukul, Harrani
8n U'3hiül Bdla9 hah, Syarif Arrad,
Q u r ' a n , Ibnul Arabi.
A k h a m u l
PERPUS
FAK. HI

Anda mungkin juga menyukai