o le h
Kepada Ayahku,
Kepada beliau.
Aku persembahkan buku in i,
sebagai pertanda rasa h o rm a t yang tinggi, atas pri-kebapak-an beliau,
baik dalam segi kejiwaan m aupun dalam hubungan darah.
AHM AD Z A K I Y A M A N / V'
J4 *i
N ‘'
SEPATAH KATA
RIW AYAT HIDUP PENGARANG
PERSEMBAHAN
PENGANTAR ^
’ i CA‘ '
M UKAD D IM AH : S Y A R I'A T ISLAM T ID A K M E M IH /iK OArLAM
PERTARUNGAN IDEOLOGI A N T A R A KAPITALISME DAN
SOSIALISME
— Peranan Agama dalam Sejarah Ummat M anmu .................. 1
— Kemunduran dalam Beragama ................................................. 3
— Gejala-gejala Agama Berperanan K e m b a li.................................. 4
— Gerakan-gerakan Pembaharuan dalam Islam ........................T T ” 9
, FAK. HUK
BAB PERTAMA: D A Y A KEMAMPUAN S Y A R I'A T UNTUK
PERTUMBUHAN, PENGEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN
BAB K E D U A : P E M IK IR A N K O LE K T IV IS M E D A L A M
P E R U N D A N G -U N D A N G A N IS LA M
B A G IA N P E R T A M A : K E SE IM B AN G A N A N T A R A H A K -H A K
J A M A ’A H D A N H A K -H A K PERSEORANGAN
— Pertentangan antara Hak Perseorangan dan Hak Jama'ah
Adalah Dasar Pertentangan Idiologi Internasional . . . . 37
— Dalam Asasnya Pemikiran Kolektivism e dalam Islam
Merupakan Pembeda Pokok ............................................. 39
— Kewajiban-kewajiban Bersama Adalah Dasar Pemikiran Ini . . 39
— Belajar Adalah Wajib dalam Masyarakat A d il ........................... 41
— C iri-ciri Khas Pemikiran Kolektivism e dalam Islam ................ 41
B A G IA N K E D U A : H A K M IL IK D AN K E S E IM B A N G A N A N T A R A
H A K -H A K P R IB A D I D AN JA M A 'A H
— Hak M ilik Pribadi Adalah Sebab Terpenting Perselisihan
antara Kapitalisme dan Sosialisme ................................... 43
— S ifa t Hak M ilik Perseorangan dalam Islam ............................. 44
— Hak M ilik Pribadi atas Harta Berfungsi Sosial ........................ 46
— Batas-batas Hak Perseorangan ................................................... 47
— Pengetrapan Teori "Kesewenang-wenangan dalam
Penggunaan H ak" ................................................................. 48
— Sovyet Rusia Banyak Meminjam Hasil Penelitian Duguit
dari Syan'at Islam ................................................................ 51
— Pelaksanaan Pemikiran Kolektivism e pada Hak M ilik dalam
Keadaan Darurat ................................................................... 52
— Luas Ruang Lingkup Pengertian Keadaan D a r u r a t.................. 52
— M ilik Perseorangan dalam Islam Lebih Menyeluruh daripada
M ilik Kolektivism e .............................................................. 54
— Sifat M ilik Kolektivism e dalam Islam Berbeda daripada
Pengertiannya dalam Sosialisme ........................................ 56
— T e o r i Duguit ...........................................................................
XIII
’ PENUTUP ...................................................................................................... 83
DAFTAR BACAAN 85
PS-: f < s ' \
/S t <Q-o
Tnrgnol •------ á
Ko. Silsilah J ~ /
xv
PENGANTAR
Puji dan syukur itu adalah kepunyaan Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga terus melimpah ke atas Insan yang menjadi pe
nunjuk jalan dan pembimbing bagi ummat manusia, yakni Muhammad bin
Abdullah, yang diutus Allah untuk menyantuni alam semesta serta menjadi
kan missi ke-rasulan-nya sebagai suluh penerang kegelapan dan sebagai bantu
an untuk orang-orang mukmin di saat-saat yang gawat.
Sudah sejak lama terdapat keinginan dalam d iri saya untuk menulis ten
tang syari'at Islam, menerangkan hakekatnya dan menguraikan betapa pen
ting peranannya dalam membahagiakan ummat manusia serta untuk mengkaji
sampai di mana Syari'at Islam itu dapat memberikan sumbangannya kepada
ummat manusia zaman sekarang guna mengatasi pelbagai kesulitan, dan meri
ngankan beban yang diderita oleh mereka.
Semula saya mengira, bahwa hal itu akan mudah saja, terutama karena
saya merasa sudah memahami banyak bahan-bahan yang saya himpun sebagai
hasil bacaan dan penelitian. Waktu tiba saatnya saya hendak memulai pelaksa
naan rencana tersebut, tiba-tiba saya menghadapi semacam kesulitan yang
khusus, yaitu tatkala saya d ilipu ti pertanyaan: "U n tu k siapakah gerangan
akan saya persembahkan tulisan saya ini? Adakah untuk golongan mahasiswa
syari'at, dan kepadanyalah saya hendak mencoba memperkenalkan be
berapa buah pemikiran Barat, berikut sejumlah persoalan masa k in i, yaitu
untuk membanding-bandingkannya dengan apa yang telah mereka kenal
dengan baik tentang Hukum Syari'at Islam, agar supaya mereka menjadi lebih
jelas dan yakin, bahwa apa yang ada pada kita ini, jauh lebih baik daripada
apa yang ada pada orang-orang Barat? Ataukah untuk para Sarjana Hukum
dan Sosiologi, guna menerangkan hakekat syari'at dan peranan yang dapat
diharapkan daripadanya untuk memecahkan segala macam persoalan zaman
sekarang? Ataukah tulisan ini saya tujukan kepada orang-orang biasa yang te r
pelajar, disamping kepada orang-orang bukan Muslim yang tidak akan berke
beratan membacanya karena kefanatikan kepada agamanya, dengan tujuan
menerangkan segala sesuatu yang semula henJak saya terangkan kepada Sar
jana-sarjana Hukum dan Sosiologi?''
Saya pun bingung, setelah tampak jelas pada saya segi-segi yang meru
pakan kesulitan besar dari apa yang hendak saya kerjakan. Sebab pembahasan
ini akan mengandung beberapa istilah dalam syari'at yang pasti akan terasa
asing bagi seorang ahli hukum. Sebaliknya ada beberapa persoalan masa kini
yang agak jauh dari jangkauan pemahaman sebagian besar (saya tidak menga
takan semua) orang-orang yang mengkhususkan d iri untuk mendalami Al
Qur'an dan A l Hadits saja.
XVI
Hal ini agak m irip dengan cara memperalat agama Islam untuk merata
kan jalan bagi faham Sosialisme. Kemudian penggunaan itu kini mulai berku
rang dan sangat besar kemungkinannya akan tiba pula w aktu bagi agama Is
lam untuk mengalami pengganyangan yang m irip dan serupa.
2) D ik u tip dari ceram ahnya yang b e riu d u l: "Pengaruh P em ikiran K o m u n is pada Is-
lam Dewasa I n i" yang disam paikan dalam Sem inar S ya ri’ at Islam, yang disponsori
oleh P rinceton U n ive rsity, 1953.
S Y A R I ' A T ISL A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 7
3) Dari sebuah ceram ahnya yang b e rju d u l' "P e m ikira n Islam dan Datanya dalam
Sosial P o litik dan Pandangan P o litik ," yang disam paikannya dalam Sem inar Sya-
r i'a t Islam yang disp o n sori oleh P rinceton U n ive rsity, 1953.
DR. A H M A D Z A K t Y A M A N /
8
Adapun persoalan sosial dan p o litik dewasa ini belumlah tim bul di masa
mereka itu , sehingga tidaklah tercakup dalam pemikiran dan pembahasan me
reka, dan tidak sampai tercipta cara-cara yang dapat digunakan dalam waktu
sekarang ini untuk membendung Konunism e yang sedang melanda.
Oleh karena itu , ajakan kesetia-kawanan Islam yang dilancarkan dewasa
ini memerlukan suatu usaha ilmiah baru yang ditujukan untuk membahas hu
kum-hukum Syari'at Islam mengenai persoalan zaman sekarang dan menggali
hukum-hukum baru untuk menampung persoalan-persoalan itu , sesuai de
ngan dasar-dasar ijtiha d yang dikenal dalam Syari’at Islam.
BAB PERTAMA
I FAK. HUK j
BAGIAN PERTAMA
SUMBER-SUMBER
PERTUMBUHAN DAN
PENGEMBANGAN
DALAM SYARS'AT
Agar supaya Angkatan Muda Islam yakin dengan pasti bahwa Syari'at
Islam adalah senjata ampuh dalam perjuangan melawan Komunisme, selanjut
nya untuk memberantas kedhaliman-kedhaliman sosial, dan merupakan obat
manjur untuk segala persoalan zaman kita in i, maka perlu kita kemukakan
,dua fakta asasi, yaitu:
'V . Bahwa Syari'at Islam itu luwes, dapat berkembang untuk menanggu
langi semua persoalan yang berkembang dan berubah terus; ia sama
sekali berbeda dengan apa yang telah digambarkan, baik oleh musuh-
musuhnya maupun oleh sementara penganutnya yang menyeleweng
atau yang kolot dan sempit yakni bahwa Syari'at Islam itu suatu sistim
agama yang sudah lapuk dan nanar oleh sebab kelanjutan usianya.
2.; Bahwa dalam pusaka perbendaharaan hukum Islam terdapat dasar-dasar
yang mantap untuk pemecahan-pemecahan yang dapat dilaksanakan
setempat, dan cermat bagi persoalan-persoalan yang paling pelik di masa
kin i, yang tidak mampu dipecahkan oleh sistim Barat maupun o le h
prinsip-prinsip T im ur, meskipun sekadar untuk melunakkannya saja.
Tujuan dari buku ini ialah m enyoroti dua fakta tersebut secara ilmiah,
populer dan ringkas, cukup untuk memikat minat dan perhatian pembaca
DR. A H M A D Z A K 1 Y A M A N l 14
dak berarti telah mencakup semua pemecahan dari segala masalah, terutama
yang tumbuh di zaman kita ini, seperti: masalah asuransi, perdagangan inter
nasional, hukum laut, sistematika administrasi modern, dan lain-lain. Namun
demikian, sudah dapat dipastikan bahwa pusaka perbendaharaan fiqih tadi
mengandung segala prinsip dasar yang dapat dipakai untuk memecahkan ma
cam-macam persoalan zaman modern ini. Disamping itu pusaka tersebut me
ngandung cara-cara praktis dan dapat diterapkan setempat untuk mendapat
kan beberapa cara penyelesaian masalah baru masa kin i.
Dalam pengertiannya yang sempit, SyarKat Islam itu terbatas pada
hukum-hukum yang berdalil pasti dan tegas, yang tertera dalam Al Qur'an,
Hadits yang shahih, atau ditetapkan dengan Ijm a'. Selain dari pengertian ini
ada beberapa ketentuan hukum yang berdalil Qur'an atau Hadits Shahih dan
berbeda dalam penafsiran oleh pelbagai ahli fiq ih yang bersangkutan. Demi
kian pula hukum-hukum yang didasarkan atas Hadits-hadits yang sanad atau
matan hadits tersebut masih merupakan pokok pembicaraan.
Dalam pengertiannya yang sempit in i, Syari'at dengan dalil-dalilnya
yang tegas dan pasti mewajibkan setiap Muslim u n tu k m engikutinya dan men
jadikannya sebagai sumber untuk memecahkan kesulitan masalah yang d i
hadapi, yaitu dengan cara-cara dan qaidah-qaidah yang akan saya singgung
selanjutnya.
Perbedaan antara dua pengertian yang luas dan yang sempit tadi akan
terasa pentingnya dalam negara-negara yang melaksanakan Syari'at Islam se
utuhnya, seperti Saudi Arabia yang akan m em buktikan secara mudah dan je
las ketidak perlunya pelaksanaan semua hukum Syari'at Islam dalam penger
tian yang luas itu. Sebab, seperti telah saya kemukakan sebelumnya, Syari'at
Islam merupakan sekumpulan hukum yang mengandung bermacam-macam
contoh peristiwa dengan ketentuan-ketentuan yang berbeda-beda dan sukar
dipertemukan satu dengan yang lain. Hal ini sama halnya, kalau kita hanya
memilih satu madzhab saja dari pada empat madzhab termasyhur dan
diwajibkan melaksanakannya secara seuntuhnya. Dalam madzhab pilihan tadi
kita pun akan bertemu sejumlah hukum mengenai satu contoh peristiwa yang
bertentangan satu dengan lainnya dan bermacam-macam pedomannya, atau
sudah tidak dapat dijalankan lagi di masa sekarang ini. Hal ini, memang kerap
kali terjadi dalam sejarah Islam.
Dengan madzhab pilihan yang tunggal itu , kita pun seakan-akan telah’
menetapkan bahwa selain madzhab yang kita p ilih tadi adalah tidak benar,
atau sedikit-sedikitnya tidak layak dijalankan, sehingga kita telah mengguna
kan suatu norma subjektif, yang dasarnya ta'ashub kepada pendirian madzhab
yang d ip ilih dan sebagai sikap ta qlid semata-mata.
Dalam pelaksanaan qaidah syara' ditetapkan bahwa tidak boleh me
nyalahkan orang yang berpegang pada suatu pendirian yang masih diperseli-
D B. A H W A O Z A K / YAM AN/ 16
sihkan. Tetapi yang dapat disalahkan ialah bila pendirian itu bertentangan
dengan pendirian yang sudah disepakati dengan ijm a'. Hal ini, baik bagi ne
gara yang melaksanakan hukum -hukum Islam seutuhnya seperti Saudi Arabia
m aupun yang melaksanakan beberapa bagian saja untuk hal-hal tertentu se
p erti kebanyakan negara-negara Islam dewasa ini, menjadi kewajiban bagi
mereka u ntu k berpegang pada "pengertian Syari'at yang sem pit", yakni ber
pegang pada ketentuan-ketentuan hukum yang berdalil positif dalam Al
Q ur an, Hadits Shahih atau Ijm a’ , kemudian m em ilih dari semua madzhab
tanpa kecuali mana yang sesuai dengan peri kehidupannya serta sejalan de
ngan kepentingan-kepentingannya. Selanjutnya, melalui cara-cara Istinbath
S ya r'i disusunlah perundang-undangan yang diperlukan, untuk menampung
penyelesaian segala peristiwa baru yang belum ada ketentuan hukumnya da
lam kitab-kitab fiq ih yang ada, dengan mengindahkan bahwa perundang-un
dangan baru itu tid a k bertentangan dengan hukum-hukum Syari'at dalam
pengertian yang sempit, seperti yang telah dijelaskan terlebih dahulu.
Pengaruh Lingkungan
Telah kita ketahui bahwa perbedaan lingkungan itu berpengaruh nyata
pada hukum-hukum Syar'i. Di antara qaidah-qaidah usul fiq ih yang dikenal
■' dalam Syari'at Islam, ada sebuah qaidah yang berbunyi: "T idaklah dapat d i
salahkan bila perubahan hukum itu terjadi karena perubahan zaman.11 ^
Mungkin dapat kita jadikan sebagai contoh yang tepat dan penting dalam pe-
netrapan qaidah tersebut di atas mengenai pengaruh lingkungan pada hukum
Syar'i tindakan Imam Syafi'i tatkala pindah dari Baghdad ke Mesir. Beliau
telah merubah sejumlah besar pendapat fiq ih beliau dan membangun
mazdhabnya yang baru yang berbeda dari pada madzhabnya yang lama pada
waktu di Iraq. Padahal ahli fiqihnya adalah beliau sendiri dan sumbernya
adalah A l Qur'an dan Hadits yang tidak berubah, tetapi yang berubah adalah
lingkungan baru dalam masyarakat Mesir yang menyebabkan terjadinya peru
bahan besar dalam pendirian dan ijtihad-ijtihadnya.
✓nama Istihsan, dimana ahli fiq ih tidak mendasarkan hukumnya pada Qur'an
atau Hadits dengan jalan qiyas, tetapi mendasarkan pada kepentingan
um um .13 * Para ahli fiq ih golongan M aliki memberikan perhatian mereka ter
hadap cara ijtihad yang didasarkan atas kepentingan umum, lalu mereka su-
■sun teori mereka yang terkenal dengan nama Mashalih Mursalah.14 ^ Dalam
hal ini mereka membolehkan memakai alasan kepentingan sebagai salah satu
dalil di antara dalil-dalil S yar'i, walaupun tidak ada dalil Syara' untuk menja
dikan kepentingan itu sebagai pertimbangan.
13). Hal in i d ike m u ka ka n oleh Syarhasi dalam K ita b A l M abshuth, jilid X , halaman
145, lih a t juga Badai'ush Shana-i, jilid IV halaman 21 1 , karangan A l-K a sya n i, ce
takan A l Jam m aliyah.
14) L ih a t bagaimana caranya ulama M a lik i m enggunakan m ashalih dalam K ita b A l
l'tis h a m , karangan S y a tib y , jilid I I, halaman 3 1 1 .
1- - — w BAG|AN KEDUA-r
-■ KEPENTINGAfU-UMUM-'--
SEBAGAI OASAK
PERTUMBUHAN BAfcS
PEftSGEMBA^GAftS
SYARI'AT
disepakati. Sungguhpun ada segolongan kecil yang menolak hal itu, seperti
ulama-ulama S yafi'iah. tetapi kita m elihat beberapa ahli fiqih mereka melak
sanakan seutuhnya, meskipun dengan cara-cara yang berbeda dan nama-nama
yang berlainan. Imam Ghazali dari golongan Syafi'iyah, umpamanya, menco
ba hendak mempersempit kepentingan umum tersebut, yong diakui sebagai
suatu yurisprudensi. Kata beliau: "Kepentingan umum itu bukanlah segala
sesuatu yang menyebabkan manfaat atau menolak madharat. Tetapi ia adalah
usaha memelihara dan mengindahkan tujuan Syari'at. Dan tujuan Syari'at itu
adalah segala sesuatu yang dapat memelihara dan menyelamatkan ummat
manusia dari lima bidang, y a itu : agama, jiw a, akal, keturunan dan harta. Se
gala sesuatu yang memelihara dan menyelamatkan lima atau satu dari lima bi
dang tersebut, disebut kepentingan (mashlahat). Dan segala yang meluputkan-
nya dinamakan kerusakan. Pencegahnya adalah kepentingan."
Ternyata Imam Ghazali telah memperluas ruang lingkup pengertian
kepentingan umum tadi justru maksudnya hendak membatasi dan memper
sem pitnya.16^
Imam Haramain berkata bahwa Imam S yafi’i kadang-kadang menggu
nakan mashalih mursalah dengan syarat ada persamaannya dengan kepenting
an yang diakui dalam S y a ri'a t17) Imam S u b ki,!S ) dalam kitab A t Tahrir
dan syarahnya, telah mengemukakan hal yang sama seperti yang dilakukan
oleh Imam Syafi'i.
19) A l M uhalla, karangan Ib n u Hazm, cetakan A l K h a n |i, Mesir, J ilid X , halaman 168
don A 'la m u l M uw aqqi’ in , karangan ibnul O a yyim , jilid I I I , halaman 2 4 , ce ta k
an M u n iriy a h .
20) Shahih M uslim Syarah Naw aw i, J ilid X .
DR. A H M A D Z A K / Y A M A N I 22
bagian zakat untuk membebaskan hati mereka kepada Islam atau untuk
mencegah kejahatan mereka; ini adalah apa yang telah dilaksanakan
semasa hidup Rasulullah dan sesudah beliau, yakni masa Abu Bakar r.a.
Sungguh pun ada dalil yang tegas. Khalifah Umar r.a. menghentikan
pemberian bagian zaket kepada orang-orang muallaf tadi seraya ber
kata: * Kami tidak memberikan lagi karena soal ke-Islam-an. Siapa yang
ingin, bolehlah Islam. Siapa yang tidak, bolehlah k a fir."2 1 ^
4. Menikah dengan w anita ah/u/ k ita b halal hukumnya menurut A l Q ur'
an; namun Khalifah Umar r.a., dalam masa pemerintahannya, mencegah
para sahabat mengawini wanita-wanita ahlul kitab, karena khawatir
bahwa perkawinan dengan wanita-wanita Islam akan kurang disu-
ka..22>
5. Umar r.a. menggugurkan hukum potong tangan pencuri, yaitu hukum
yang didukung oleh dalil dari A l Qur'an. Beliau menangguhkan pelak
sanaan hukuman tersebut sem?sa berkecamuknya bahaya kelaparan di
Zajirah Arab pada tahun yang dikenal sebagai tahun Ramadha atas da
sar pertimbangan keadaan darurat kebutuhan dan untuk menyelamat
kan jiwa masyarakat. 23 ^
6. Menjual kembali "U m m u l Wa/ad" , yakni budak perempuan yang di-
peristrikan oleh tuannya lalu m elahirkan anak bagi tuannya, adalah ha
lal dan ini terjadi dalam zaman Rasulullah s.a.w. serta pada masa Kha
lifah Abu Bakar r.a. Tetapi Umar r.a. melarang penjualan "u m m u l wa-
lad" tersebut sambil berkata: "D arah mereka itu sudah mencampuri da
ra k ita ." 24 *
7. Menurut Syari'at, yang menanggung pembayaran d iya t, dalam bebera
pa hal, adalah suku dari si pembunuh. D iyat adalah tebusan atas jiwa
seseorang yang dibunuh. Tebusan itu sebesar 100 ekor onta atau dengan
barang yang nilainya sama. Tebusan ini disetujui oleh ahli waris dari
orang yang dibunuh itu. Dem ikianlah y a n g berlaku di zaman Rasulullah
s.a.w. dan masa Khalifah Abu Bakar r.a. Tetapi Sayidina Umar r.a., ke
tika menyusun sendi-sendi negara Islam dan perundang-undangannya,
menetapkan kas negara sebagai ganti dari suku yang akan membayar di-
yang wajar. Dalam keadaan dem ikian wajiblah mereka itu dipaksa menjual de
ngan harga yang w aja r.3 0 -*
33) H adits ini d iriw a ya tka n sebagai hadits mursal oleh Imam M alik. Imam Bukhari
dan M uslim mengutarakannya dalam dua kita b shahih m ereka, A l Hakim dalam
A l M ustadrak dan O aruquthny dalam As Sunan d i riw a ya tka n dari Ibn Said.
Sementara Im am Ahm ad Ibn Hanbal dalam kitabnya A l Musnad dan Abdurrazak
dalam kita b n ya A l Jami m eriw ayatkan d a ri Ibnu Abbas.
DR. A H M A D Z A K / Y A M A N / 26
lam Syari'ar yang didasarkan pada adat-istiadat akan berubah dengan peru
bahan adat-istiadat itu dan disesuaikan dengan adat-istiadat yang baru.4 0 *
Pengaruh 'U lat (Sebab dan Alasan) dan Hikmah dalam Merubah Hukum.
Para ulama Ushul Fiqih Islam berkata; "Sesuatu ketentuan hukum ada
lah berkaitan dengan illatnya, bila illa t itu ada, maka hukumnya pun ada.
Dan bila 'illa t tidak ada, hukum nya pun tidak ada."
Segolongan ulama membedakan antara 'illa t dan hikm at. Mereka ber
kata, bahwa 'illa t itu ialah sebuah norma m ateriil yang o bye ktif, dalam ung
kapan bahasa modern. Sedangkan h ikm at adalah penyebab hukum, namun
hikm at tidak dapat diatur; h ikm at ialah sebuah norma pribadi yang lebih
dari pada m ateriilnya. Sebagai contoh, mereka mengemukakan hukum tidak
wajib puasa bagi seorang musafir di bulan Ramadhan. Mereka berkata bahwa
yang menjadi 'illa t dari hukum "b o le h tidak puasa" itu ialah perjalanan, se
dangkan hikm atnya ialah menghilangkan penderitaan. Oleh karena itu bila
seorang raja umpamanya, mengadakan perjalanan dalam Ramadhan dan ia
mempunyai segala sesuatu yang dapat memudahkan perjalanannya itu, ia te
tap boleh tid ak puasa walaupun puasa itu tidak akan menyulitkan perjalan
annya. la boleh tidak puasa karena adanya 'illa t perjalanan itu . Sebaliknya,
seorang pekerja di dalam kota menghadapi kesukaran besar dengan puasa
sambil bekerja, sama dengan kesukaran yang dihadapi musafir. Tetapi ia tidak
dibolehkan tidak puasa karena tidak ada M lat yang membolehkan itu, sung
guh pun hikm atnya ada.
Dan yang jelas bagi kita, berdasarkan prinsip-prinsip umum Sya-
ri'at Islam dan pendirian para ahli fiq ih tentang kepentingan dan penerapan
nya, perbedaan antara 'illa t dan h ikm at dapat diterim a dalam bidang periba
datan. Tetapi apabila kita sudah memasuki bidang mu'amalat dan hukum war
ga negara, kita meninggalkan bidang ind ivid uil dan memasuki bidang jama'ah,
dapatlah kita katakan bahwa hukum itu berkaitan dengan hikmatnya, ada
atau tidaknya.
A l Qur'an menetapkan supaya memberi orang-orang Mu allaf satu ba
gian dari zakat4 1 ^ dan menetapkan bagian itu sebagai suatu peraturan dari
Allah, dan yang menjadi h ikm at daripada penetrapan ini ialah untuk m em i
kat hati mereka kepada Islam serta mencegah sikap-sikap negatip mereka.
Tetapi Umar r.a., seperti yang sudah kita ketahui, beipendapat bahwa h ik
mat itu telah hapus pada masa beliau. Karena itu dihapuskanlah bagian ter
sebut dan beliau menolak mereka yang berhak itu dengan kata beliau; " Itu
adalah sesuatu yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w. kepada kalian untuk me-
narik simpati kalian kepada Islam. Sekarang ini Allah telah menjayakan Is
lam sehingga tidak membutuhkan kalian lagi. Jika kalian tetap dalam Islam,
syukurlah. Bila tidak, pedanglah yang akan menjadi perantara kita. Kami t i
dak akan memberikan sesuatu hanya karena ke-Islam-an. Siapa yang hendak
Islam, bolehlah Islam. Siapa yang tidak, bolehlah kafir.'*42 J Kita dapat me
nambahkan hikmat hukum tadi yang telah dihapuskan pada masa Sayidina
Umar itu , sehingga beliau menangguhkan pelaksanaan hukum tadi. Mungkin
hikmat hukum itu akan kembali lagi pada suatu masa mendatang, sehingga
hukum tadi akan kembali berlaku pula.
Moga-moga dengan uraian singkat ini saya berhasil sekadarnya
menerangkan betapa luwes Islam untuk berkembang dan menyesuaikan diri,
betapa besar daya kemampuannya untuk menampung soal-soal serta me
nanggulangi pelbagai macam persoalan zaman, sehingga soalnya menjadi de
mikian jelas, sekalipun ada di antara mereka yang menganggap bahwa Islam
itu hanyalah "hukum keagamaan" yang pernah dilaksanakan beberapa abad
lamanya, tetapi kini usianya yang telah lanjut itu sudah melumpuhkannya
untuk menghadapi persoalan zaman modern.
42) N ailul A w -th o r. karangan S yaukani, jilid V I I , halaman 73, dan M usalljrnus Tsu-
b u t, jilid II halaman 8 4 . celakan A l H uta in iya h dan Ad O urrul M am ur, karangan
S u yu ti, jilid III lialjinar« 523.
DR. A H M A D Z A K I Y A V A N I
32
Tuduhan "K eterbe laka ng an " Adalah karena Penutupan Pintu Ijtihad
Bahwa S yari'at Islam itu telah ketinggalan zaman hingga tidak mampu
lagi menghadapi persoalan zaman modern, seperti yang sering disangka orang,
adalah suatu anggapan yang berlebih-lebihan dan memihak, walaupun me
mang terdapat kem usykilan-kem usykilan yang belum terselesaikan baik oleh
S ya ri'a t m aupun oleh fuqoha-nya. Yang m enim bulkan tuduhan itu ialah pe
nutupan p in tu ijtih a d sejak beberapa abad lamanya dan perasaan puas ulama
Islam dengan pusaka perbendaharaan lama, sedangkan peri kehidupan ber
kembang terus tanpa kemampuan mereka untuk m engikutinya sehingga tim
bul beberapa banyak persoalan modern seperti asuransi dan perbankan; per
soalan-persoalan in i tidak pernah dimasukkan dalam ijtihad fiq ih ; hukum-
h ukum nya yang berlaku sekarang didasarkan atas prinsip-prinsip hukum-hu-
kum yang d ia m b il dari negara Barat yang seringkali jauh daripada pengertian
prinsip hukum Islam kita . Walaupun dem ikian Syari'at tetap mampu untuk
bergerak, kapan saja hal itu diusahakan oleh um m at Islam yang sadar dan ti
dak berpandangan p icik. Prinsip-prinsip um um dari Syari ai Islam tampak
oleh k ita sekarang ini seolah-olah sebuah "oase" yang hijau kemilau di te
ngah-tengah gurun pasir, sedangkan peri kehidupan kita dewasa ini kering
dan tandus, penuh dengan pelbagai persoalan dan aliran-aliran yang berten
tangan satu dengan y 3 ng lain.
Ruang terbatas dari buku saya ini tidak akan memungkinkan saya me
nyinggung sebagian besar dari berbagai persoalan itu dengan membentangkan
sikap Islam terhadapnya. Oleh karena itu dalam Bab Kedua dari buku S3ya
43) A l F a t a w a a l A l a m k i r i y a h , cetakan In d ia .
44) D iriw a y a tk a n oleh M u s lim d a ri R a fi' lt>n K h u d a ij dan T halhah Ibn U b a id llU h .
L ih a t J a m i'u l U sh u l, karancpn lu n u A ts ir, Jilid X I I , halam an 355.
45) D iriw a y a tk a n o le h M uslim d a ri Anas dan 'A u y a h r.a.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 33
in i, akan saya p ilih sebuah persoalan pokok yang sangat peka dan sangat me
merlukan diskusi, baik di kalangan kita sendiri maupun d i kalangan masyara
kat internasional, yaitu masalah pertentangan antara hak perseorangan dan
hak-hak jama 'ah.
BAB KEDUA
PEMIKIRAN KOLEKTIVISME
DALAM PERUÍMDANG-
UNDANGAN ISLAM
B A G IA N PERTAMA
KESEIMBANGAN ANTARA
HAK-HAK JAMA'AH DAN
HAK-HAK
PERSEORANGAN
Pertentangan Antara Hak Perseorangan dan Hak Jama'ah Adalah Dasar Per
tentangan Idiologi Internasional
Pertentangan antara perseorangan dan jam a'ah merupakan suatu soal
terpenting dalam persoalan zaman sekarang yang m enim bulkan banyak per
soalan-persoalan cabang lainnya. Dewasa ini kita menyaksikan suatu perten
tangan dalam bidang hukum dan ekonom i yang berlangsung antara soal per
seorangan dan wewenang serta hak-haknya di satu f i hak, melawan jama'ah
dengan hak-hak dan wewenangnya di fih ak lain. In ti persoalannya adalah
mengenai hubungan dan perimbangan antara hak dan wewenang masing-ma-
sing.
Timbullah dari pola tersebut dua kubu idiologi internasional yang te-
us berselisih dalam lapangan p o litik dan ekonom i, kadang-kadang atas nama
kebebasan perseorangan dan kadang-kadang atas nama rakyat jelata. Sembo
yan sem oyan yang dipergunakan dalam pertentangan itu demikian tajam
nya, se ingga m enyulitkan kita untuk mengetahui hakekat yang sebenarnya,
namun demikian masih dapat kita kemukakan sebagian daripadanya yang ti-
e r a u menonjol. Blok Sosialis yang memusatkan usahanya untuk ke
pentingan jama ah telah mengabaikan soal perseorangan dan nyaris tidak mau
mengaku, adanya serta tidak membolehkan orang seorang menikmati hasil
p3Vah US8hanYa bahkan m elucutinya dari penghargaan d iri sendiri dan
DR. A H MA D Z A K / Y A M A N /
38
bergerak serta berusaha di dalam pagar itu tanpa tabrakan antara satu de
ngan yang lain dalam melakukan kegiatan masing-masing dan tanpa ada yang
hendak melangkahi pagar bersama itu, serta jika ada yang mencoba, akan
terjatuhlah ia, akan tetapi pagar tetap berdiri.
46) Tersebut dalam dua knab Shahih dan Sunan T ir m id ii. Nasai m eriw ayatkarinva
dari A b u Musa A l A sy'a ri. Lihat Jaml’u l LKhul, karangan Ibnul A -tsir, jilid I,
halaman 227 dan jilid V II , halaman 361.
D R. A H M A D Z A K / Y A M A N I
40
m in dalam saling berkisah dar» bersantun adalah seperti sebatang tubuh; bila
satu bagian daripadanya menderita sakit maka lain-lain anggota tubuh itu
terpengaruh merasakan sakit demam dan terjaga."4 7 )
Oleh karena itu tidak m ungkin, masyarakat Islam yang symbiosis akan
membenarkan setiap orang mengabaikan tugas masing-masing terhadap ma
syarakat, seperti tamsil tembok besar itu , agar jangan ada suatu bagian yang
rapuh lalu ro n to k dan robohlah tembok seluruhnya. Demikian juga tiap
orang-seorang itu tidak dibenarkan membiarkan orang-orang terlantar, mis
kin atau m enderita, agar supaya kemalangan itu jangan sampai menjalar ke
seluruh masyarakat, sebagaimana seluruh tubuh ik u t menjaga dan demam
karena salah satu anggota tubuh itu sakit. Jika mereka itu mengabaikan, me
reka dapat d im inta tanggung jawab mereka yang sama seperti tanggung jawab
pidana bersama karena lalai dalam kewajiban kepada masyarakat.
U ntuk menjelaskan keterangan ini, berkatalah sekelompok ulama ahli
fiq ih Islam, bahwa jama'ah itu , baik besar maupun kecil, mempunyai hajat
kebutuhan, sedangkan kelestarian jama'ah itu tak akan m ungkin dipertahan
kan tanpa terpenuhi hajat-hajat kebutuhan tadi. Dalam masyarakat tadi ha
ruslah ada guru, d o kte r, tukang-tukang dari pelbagai jenis keahlian, prajurit,
polisi, pedagang, petani dan sebagainya. Masing-masing pribadi dalam ling
kungan jama'ah itu berkewajiban untuk menjadi petani, pedagang, dokter
atau pekerja dan lain sebagainya. Dan kewajiban ini dalam Syari'at Islam d i
namakan Fardu K ifa ya h , ya itu kewajiban bersama yang bila dikerjakan oleh
sebagian masyarakat, tertunailah kewajiban bersama itu , dan gugurlah tang
gung jawab sebagian masyarakat lainnya. Fardu kifayah berbeda dengan apa
yang disebut Fardu A in yang harus dilakukan oleh tiap-tiap pribadi sendiri,
dan tid a k c u ku p karena dikerjakan oleh orang lain, yaitu seperti shalat, za
kat dan puasa.
Bila telah te rb u k ti bahwa dalam tiap-tiap jama'ah sudah terpenuhi ke
butuhannya dengan adanya golongan petugas bagi tiap kebutuhan itu, ter-
tunailah sudah fardu kifayah dan bebaslah jama'ah itu . Tetapi sebaliknya ka
lau jama'ah sebagai keseluruhan gagal dalam usaha memenuhi sa/ah satu ke
butuhan m ereka, karena tidak (belum) adanya petugas yang dapat melaksa
nakan dan menyelesaikannya, maka fardu kifayah tadi belumlah gugur juga,
dan jam a'ah secara keseluruhan atau bersama-sama menanggung dosa dan d i
tu n tu t u n tu k m elakukan tugas tersebut sebagaimana mestinya.
Im am S y a fi'i m enyifatkan fardu kifayah ini sebagai kewajiban umum
yang mengandung makna khusus.48 * Jama'ah seluruhnya berkewajiban me
Dari orang seorang sebagai pangkal tolak kebebasan dan unsur kegiat
an sampai ke jama’ah sebagai tujuan kegiatan itu, dapatlah kita pelajari sece
patnya kebutuhan umum yang terpenting untuk kehidupan. Dan menjadi je
las bagaimana kebebasan dan kemerdekaan pribadi itu dapat menjamin tu ju
an jama'ah dan bagaimana kelangsungan hidup berjama'ah dapat terbina de
ngan dukungan masing-masing.
- ......... - - - - -B A G I A N - K E D U A - -
HAK ¡V0BL8K DAN
KESEIMBANGAN ANTARA
HAK-HAK
PRIBADI DAN JAJVIA'AH
m elum puhkan daya mereka dan bertentangan dengan naluri manusia yang su
ka m e m ilik i. A kib atn ya masyarakat tidak dapat memanfaatkan kegiatan
orang-seorang sepenuhnya. Akibatnya ialah bahwa luas produksi dalam ria-
syarakat-masyarakat Sosialis menjadi kurang, sebagaimana yang dikemuka-
kan oleh angka-angka statistik yang d iterbitka n oleh negara-negara blok ter
sebut.
Perlu dikem ukakan d i sini bahwa dewasa ini sikap terlalu jauh dua
b lok tersebut telah m ulai agak mereda sedikit setelah negara-negara Kapitalis
menelorkan pelbagai macam undang undang dan peraturan yang melarang
m onopoli dan mencegah tindakan sewenang-wenang dalam penggunaan hak
m ilik . Di samping itu negara-negara Sosialis telah mulai berangsur angsur
m engizinkan perseorangan u ntu k b e r " m ilik " dan m em iliki sendiri sesuatu
sampai ia m em iliki alat-alat produksi. Seuap kali him pitan kekuasaan Kom u
nis Internasional atas negara-negara b lo k Sosialis tertentu berkurang, maka
segera negara Sosialis itu m em berikan kebebasan lebih luas kepada masing-
masing warganya untuk m em iliki dan melola hak m iliknya sendiri.
Yugoslavia memberi kepada kita contoh yang sangat jelas tentang ke
cenderungan ini, karena sektor swasta di masa k in i telah menguasai 80% per
dagangan sedangkan sektor Pemerintah hanya bergerak di dalam 20%-nya.
Andaikata tid a k karena sikap Rusia terhadap Chekoslovakia dan Rumania,
maka dua negeri im pasti telah menjadi dua contoh yang lain lagi. Dan andai
kata tid a k karena sikap keras kepala dan fanatik Cina terhadap Komunisme,
m ungkin Rusia sendiri telah menjadi lebih pesat dalam usahanya mengguna
kan asas-asas Kapitalism e dan m enyokong hak m ilik perseorangan serta pena
naman m odal swasta.
51) S u ra t Y u n u s ayat 5 5 .
52) S urat A n N ur ayat 33.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 45
Allah s.w.t. tidak menjadikan semua yang ada di dalam dunia mi me
lainkan untuk kepentingan manusia. Oleh sebab itu la berfirm an, yang arti
nya, "Oia-lah Allah, yang menjadikan (segala) apa yang ada di bumi untuk
kamu."*’ 1 ^
Maksud ayat-ayat tersebut ialah bahwa semua yang ada dalam perut
bumi atau di alas m uka bumi lelah dijadikan untuk kegunaan bagi ummat ma
nusia seluruhnya, masing-masing orang mempunyai hak yang cukup guna me
menuhi kebutuhannya dan menyejahterakan hidupnya dalam batas-batas
yang ditetapkan oleh pokok-pokok umum Syari'at.
Sebagian besar penganut Hanafi dan S yafi'i m engikuti pengertian terse
but di atas, sedangkan A l Imam dalam kitabnya A l Mashul, dan A l Baidhawi
dalam kitabnya A l Minhaj menguatkannya.
Bahwa kata-kata "a p a " dalam ayat A l Our'an tadi memberikan penger
tian bahwa / semua yang ada di bumi seluruhnya ' diciptakan untuk manusia
semuanya. Tidak ada seorang pun yang diistim ewakan untuk melebihi yang
lain.54 ^
Adapun fungsi hak hukum kita atas segala yang diciptakan untuk kita
itu telah diterangkan di dalam A l Our'an dengan Firm an Allah yang artinya,
"D an nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang A llah telah menjadikan kamu
menguasainya." s 5 )
Imam Zamak-syari dalam tafsirnya berkata, "Sesungguhnya harta-harta
J yang ada dalam tangan kalian adalah harta yang ada karena la-lah yang men-
ciptakan dan mengadakannya, akan tetapi la telah memberikannya kepada
kalian dengan wewenang untuk m enikm atinya serta m enjadikan kalian seba
gai penguasa-penguasanya dalam pengelolaannya. Harta itu bukan harta m i
lik yang sebenarnya pada kalian. Kedudukan kalian dalam harta itu hanyalah
sebagai juru kuasa atau w a k il."s 6 )
Gagasan bahwa segala sesuatu itu m ilik A llah bukanlah sekedar gagasan
falsafah belaka, tetapi merupakan suatu dasar hukum yang penting untuk me
netapkan hak pribadi dalam pengelolaan kegiatannya terhadap harta yang
ada di bawah kekuasaannya. Bilamana pengelolaan tadi menimbulkan kerugi
an bagi orang lain atau bagi jama'ah, maka pem ilik berkewajiban u n t u k me
ngelola harta m iliknya supaya bermanfaat bagi jama'ah dan pada akhirnya
untuk mencegah pem ilik dari hak m em iliki seluruh atau sebagian dari harta
m iliknya, bila kepentingan jama'ah menghendakinya atau bila tim bul kebu-
tuhan yang mendesak bagi orang lain dalam jama'ahnya, yaitu kebutuhan
yang sangat atas harta tersebut karena keadaan darurat.
Setelah semua pengertian-pengertian Islam tadi menjadi jelas, maka
tidaklah salah, kalau hak pribadi itu kita namakan sebagai hak m ilik ; kita
akui dan lindungi jika hak itu tim b u l dan tum buh melalui salah satu jalan
menurut Syari at. Islam dalam m elindungi hak m ilik itu melakukan sebanyak
mungkin apa yang dapat d ila kuka n dan apa yang dapat diusahakan untuk ke- v
pentingan jama ah. Islam menetapkan haram atas gangguan terhadap hak m i
lik orang lain, sama dengan haramnya darah.5 7 f Si pem ilik dilengkapi dengan
segala alat membela d iri Terhadap hartanya termasuk soal berperang (berke
lahi), yakni "h a k berdasar hukum u ntu k membela d ir i." Jika ia m ati dalam 7
pembelaan itu , ia m ati syahid.5 8 ^ Bila tangan mencuri, tangan itu harus d i
potong.5 9 ^ A tau bila ada seorang mmperkosa hak m ilik orang lain untuk d i
gunakannya, ia akan terkena ku tu ka n Tuhan. Selama jama'ah tidak berke- /
pentingan atas suatu hak m ilik priba d i secara positip dan nyata, maka sekali-
kali jama'ah tidaklah d ibolehkan m encabut dan meniadakan hak m ilik priba
di itu.
Dalam k h u tba h Ha), W ada'. R a su lu lla h w a.w . bersabda yang a rtin y a . " H a i sekali
an manusia, sesungguhnya darah d an h arta ka lia n diharam an i.,,iijin m i "
hari kiam at sama dengan h aram nya h a ri kalian in i dalam bu ■
Dalam H adiis Shahih yang d in w a y a tk a n oleh S u khari dan M usl.m antara lam d j-
« b dakan yang a rt.n y a "D a n s.apa yang te rb u n u h dalam m em pertahankan harta
nya ia sya h id ."
Surat A l M aidah ayat 3 8 .
S Y A R I 'A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E RSO A LA N M A S A K IN I 47
pentingan jama'ah — seperti yang akan jelas bagi kita kelak — maka dibebas-
kanlah semua kegiatan setiap orang sebanyak mungkin tanpa ada pembatasan,
kecuali dalam hal yang merugikan jama'ah.
Dengan penjelasan semacam ini mengenai hak m em ilik tersebut, dapat
lah juga kita meminjamkan suatu istilah lagi dari Duguit, selain judul sym-
biosisme sosial, untuk kita berikan kepada hak m em iliki; istilah itu adalah
"fungsi sosial". Alasan kita untuk meminjam istilah tersebut adalah bahwa
pengupasan secara hukum untuk memahami hak m em iliki dalam Islam mem
benarkan fungsi sosial itu.
Petugas di sini menjalankan wewenang-wewenang yang luas dalam me
layani dirinya sendiri dan melayani jama'ah. Tetapi jika terbukti ketidak ca-
kapannya untuk menjalankan tugas tersebut baik karena ia kurang senonoh
atau belum dewasa, maka dibebaskanlah dia untuk sementara dari tugasnya,
sampai ia dapat membuktikan kembali kecakapannya. Firman Allah dengan
arti, "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempur
na akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang kamu sendiri
dijadikan Allah sebagai pemeliharaannya. Berilah mereka belanja dan pakaian
(dari hasil harta itu ).''6 0 )
Maka bila si petugas bertindak dengan merugikan kepentingan jama'ah
yang justru menjadi tujuan dan dasar, maka tindakan itu harus dilarang dan
kerusakannya harus diperbaiki. Bila petugas tadi meninggal tanpa ada ahli
waris, kembalilah harta itu kepada jama'ah sebagai pem iliknya yang asli un
tuk dimanfaatkan bagi kepentingan jama'ah dan dengan demikian Imam (Ke
pala Negara) itu menjadi pewaris orang-orang yang tidak berahli waris. Imam
di sini menjadi simbol dari jama'ah.
Petugas itu berkewajiban melaksanakan kewajiban-kewajibannya dan
bila tidak sampai berhasil, ia pantas dihukum . Qur'an mengecam usaha untuk
menumpuk-numpuk emas dan perak. Imam M alik memfatwakan bahwa bila
hak m ilik yang asalnya tim bul dari penggarapan tanah tidak bertuan, kemu
dian seseorang ahli waris penggarap tidak meneruskan garapannya, maka gu
gurlah hak pemilikan tersebut. Sementara ahli fiq ih lainnya berkata bahwa
penguasa wajib memaksa si pem ilik untuk meneruskan garapannya.
gunaan wewenang, bahkan lebih banyak hak-hak antara lain, hak berwa
siat, cerai, gugat menggugat, perwalian, dan lain-lain.
T atkala seorang sahabat Anshar mengadukan kepada Rasulullah s.a.w.
perihal gangguan terhadapnya dan keluarganya dari sahabat bernama Samu-
rah Ib nu Jundub yang m em punyai pohon korm a yang condong ke dalam ke
bun sahabat Anshar tadi, Rasulullah memutuskan menebang pohon korm a
tersebut.6 ' ^
Sebuah peristiwa lain ya itu pengaduan Adh-Dhah-haak lawan Muham
mad bin Maslamah yang menghalang-halangi kehendaknya untuk melintaskan
sebuah saluran air yang m elalui tanah Muhammad, akan tetapi Muhammad
m enolak u ntu k mem berikan izin kepada Adh-Dhah-haak. Khalifah Umar
Ib nu l K hattab menegur M uham mad dan mengatakan, "Mengapakah engkau
mencegah saudaramu mendapat sesuatu faedah, yang juga berfaedah bagimu
serta tid ak m erugikanm u?" Lalu diperintahkannya pembuatan saluran air tadi
m elalui tanah m ilik orang lain walaupun pem iliknya menentang.6 2 ^ Umar ^
dengan keputusannya ini telah menetapkan dua buah dasar dalam pengguna
an hak m ilik :
a. mencegah kerugian orang lain;
b. m em beri m anfaat kepada orang lain, jika tidak ada sesuatu kerugian
yang mengenai pem ilik lain.
B ertolak pada p rinsip "tid a k boleh m enim bulkan kerugian atau dirugi
k a n ," te ta pi m em ilih penggantinya yang lebih kecil kerusakannya dan dengan
pertimbangan bahwa kepentingan jama'ah di atas kepentingan pribadi, dile
takkanlah dasar-dasar pendirian dua madzhab Hanafi dan M aliki dari prinsip
yang dinam ai "asas kesewenang-wenangan dalam penggunaan h a k " demikian
jelasnya dan tidak pernah didahului oleh sistim hukum lainnya.
M ungkin dapat juga dikatakan bahwa pem ikiran dari segi hukum m o
dern pun belum tentu dapat menjangkau asas tersebut di atas, kecuali dengan
se dikit kelebihan atau kekurangan.
an ayah atas harta anaknya yang belum dewasa.63 * Dan juga Imam Abu
Hanifah serta dua sahabatnya melaksanakan asas tersebut, khususnya da-
64 I
lam urusan penguasaan.
2. Penggunaan hak dapat dianggap tidak m enurut Syara' bila menimbul
kan kesuatu kerugian yang luar biasa.
Imam M alik telah melaksanakan prinsip ini secara um um , untuk meng
atur hubungan ketetanggaan,65} menyelesaikan sengketa-sengketa yang berta
lian dengan pembikinan anjungan jendela,6 6 ' pembagian harta benda
perkongsian67 > dan pem ilikan tanah tak bertuan.68 > la memutuskan bahwa
bila tim bul sesuatu kerugian yang luar biasa dari penggunaan hak dalam peris-
tiwa-peristiwa tersebut di atas, w ajiblah dicegah si pem ilik hak agar ia tidak
menggunakannya.
Abu Hanifah dan dua sahabat beliau melaksanakan juga prinsip terse
but di atas untuk mengatur hak dan kewajiban dari para pem ilik rumah yang
bertingkat, membatasi wewenang ju ru kuasa dalam gugatan dan dalam meng
undurkan diri di w aktu pemberi kuasa tidak ada, membatasi hak seorang ma
jikan untuk membatalkan kontrak kerja perseorangan69 ^ yang menyebab
kan hak ini terikat, yaitu bahwa pembatalan tidak dilakukan kecuali dengan
suatu alasan. Bila alasan itu tidak ada, maka pembatalan tadi d i a n g g a p sewe
nang-wenang.
Yang dimaksud dengan asas ini ialah mencegah seorang tetangga meng
gunakan hak m iliknya dengan merugikan orang lain dan tidak memberikan
manfaat kepada dirinya sendiri. Imam M alik telah m e n g g u n a k a n a s a s ini un
tuk maksud tersebut dan menjelaskan bahwa tidak dibenarkan berpegang te
guh pada hak m ilik semata-mata untuk merugikan orang lain,7 0 ^
Golongan Hanafi juga menggunakan prinsip ini untuk maksud yang
sama. Kitab A l Kharaj karangan Abu Yusuf mengandung banyak pelaksanaan
asas tersebut. Yang terpenting di antaranya adalah bahwa Abu Yusuf mem-
batasi hak pribadi daUm menggarap tanah tak bertuan, dan menjadi wewe
nang penguasa untuk melarangnya bila dari penggarapan itu tim bul suatu ke
rugian bagi yang la in .7 1'
Dari semua uraian tersebut, jelaslah adanya persamaan pendirian antara
golongan Hanafi dan M aliki dalam pandangan mereka terhadap hak-hak dan
penggunaannya. Hak m enurut mereka adalah tindakan untuk mewujudkan
tujuan, kecuali bila pem iliknya menyeleweng daripada tujuan dan mengguna-^
kannya untuk merugikan orang lain. Ini merupakan tindakan sewenang-we
nang dan gugurlah pengenaan hukum terhadapnya.
Tetapi teori ini dengan segala kemutlakannya tidak mendapat sokong
an dari Imam S ya fi'i yang berpendapat bahwa hak itu adalah m utlak; dalam
hak m utlak itu pem iliknya berhak menggunakan sekehendak hatinya walau
pun penggunaan itu tidak m em berikan manfaat kepada d iri sendiri, bahkan
sekalipun penggunaan itu m engakibatkan kerugian bagi orang lain. Tetapi ka
rena beberapa ketentuan hukum Q ur'an dan adat istiadat yang berlaku. Imam
Syafi'i terpaksa m elunakkan kem utlakan pendiriannya.7 2) M urid-m urid beliau
tidak m engikuti pendirian beliau itu , tetapi sebaliknya m engikuti pendirian
golongan Imam H anafi dan M a liki. Di antara pengikut madzhab Syafi'i yang
terpenting dalam soal ini adalah Imam Ghazali yang menulis pendiriannya
yang berbeda dengan pendirian Imam S ya fi'i itu , yaitu tentang pelbagai ma
cam hak seperti nikah, talak, perjanjian dan ketetanggaan, yang semuanya itu v'
didasarkan atas tu juan-tujuan sosialnya.73^
Orang-orang Hambali m engikuti jejak orang-orang Hanafi dan M aliki,
Ibnul Qayyim r.a. m elakukan peranan penting dalam melandaskan qaidah teo
ri ini bagi golongan ulama zaman kem udian; ia menentang dasar bentuk dan
rupa lahiriyah yang didukung oleh Imam S ya fi'i, karena akibatnya akan mem
bawa kepada kedzaliman dan melenyapkan keadilan.74 ^
Maka lahirlah gagasan kesewenang-wenangan dalam penggunaan hak,
suatu gagasan yang um um nya diterapkan hampir oleh seluruh ahli fip ih abad
ke 9 H (X V I M ),7 5 * yang didasarkan atas dua landasan berikut ini: pertama, ^
penggunaan hak haruslah m enurut tujuan*asal hak itu dan kedua, pem ilik
hak dianggap telah berlaku sewenang-wenag kalau melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1* jika tindakannya d itu ju ka n untuk merugikan orang lain;
Teori ini telah banyak dilaksanakan, sebagaimana yang dim uat dalam
pasal-pasal 1198 sampai pasal 1212 A l Ahkam A l A d liy a t yaitu Kitab
Undang undang Hukum Perdata Turki Usmani.
Sovyet Rusia Banyak Meminjam Hasil Penelitian Duguit dari Syari'at Islam
Bagian pertama dari Hukum Perdata Sovyet Rusia menetapkan bahwa
"hukum itu melindungi hak-hak perdata, kecuali dalam keadaan hak-hak itu
digunakan secara berlawanan dengan tujuan-tujuan sosial dan ekonomi, yang
dimaksud dari padanya."
Jika kita mengamat-amati ketentuan hukum dari pasal tersebut, terlihat
jelas ciri-ciri "gagasan kolektivisme dalam Islam "; m ungkin menarik juga un
tuk ditambahkan di sini sebuah fakta terkenal yaitu bahwa Hukum Perdata
Sovyet yang dibuat tahun 1923 M adalah kerangka suatu rencana ekonomi
umum yang dinamai oleh Lenin sebagai Rencana Ekonom i Baru (R.E.B.).
Maksud rencana tersebut ialah sekedar satu langkah peralihan yang meratakan
jalan bagi pelaksanaan Komunisme, sebab ia menyadari bahwa Komunisme
itu mustahil dapat dilaksanakan sekaligus. Lenin meminjam beberapa keten
tuan pemikiran dari R.E.B. tadi dari para ahli p ik ir "b o rju is " yang sezaman
dengan dia; di antara mereka adalah seorang pelopor teori kemasyarakatan
modern, Duguit. Orang yang meneliti tulisan-tulisan para ahli hukum Sovyet,
waktu mereka menyusun Hukum Perdata itu , menyaksikan pengakuan terus
teranq mereka bahwa banyak di antara ketentuan hukum tadi, terutama ba
gian pertamanya, dijiplak dari pemikiran penulis dan ahli-ahli hukum borjuis,
khususnya Duguit. Tetapi orang-orang Sovyet kemudian merubah pengakuan
tersebut setelah mereka mencatat dan mendokumentasikannya.
Kiranya tidak perlu ditegaskan di sini bahwa sungguhpun terdapat sua
tu persamaan bagian pertama dari Hukum Perdata Sovyet dengan hukum-
hukum yang telah tersebut dalam beberapa kitab fiq ih Islam, namun ada per
bedaan besar antara dua macam hukum tersebut dalam pelaksanaannya.
Hal itu adalah karena Syari'at Islam mulai dengan menggalakkan orang-se-
orang untuk mempunyai hak m em iliki, dan melindungi m ilik pribadi itu se
penuhnya, kemudian membatasi penggunaan m iliknya itu apabila menyebab
kan kerugian bagi orang lain atau menyimpang dari garis-garis kemasyarakat
an. Sedangkan dalam naungan falsafah Komunisme, hak m ilik pribadi itu ada
lah suatu gagasan yang aneh dan asing serta tidak boleh ditam pilkan di atas
panggung kenyataan, meskipun akhirnya Lenin terpaksa tunduk kepada ke-
HUK I
DR . A H M A D Z A K I Y A M A N /
52
nyataan sesudah revolusi Kom unis berlalu lima tahun, dan mengakui hak
m e m ilik i" dalam batas-batas yang sama dengan batas-batas yang diatur oleh
ahli-ahli fiq ih Islam.
Sebagaimana kita ketahui. H ukum Perdata tersebut sampai sekarang
masih berlaku di Sovyet Rusia termasuk bagian pertamanya dan ternyata si
fa t kesementaraannya itu telah menjadi ketetapan dan terus berlaku.
Milik Perseorangan dalam Islam Lebih M enyeluruh dari pada M ilik Kolek
tivisme
Sungguhpun Islam m enem patkan dem ikian tinggi kepentingan jama'ah
atau pribadi yang m em erlukan hak m ilik pribadi, namun Islam sekali-kali ti
dak meluaskan ruang lin g ku p hak m e m iliki dari jama'ah. Sebaliknya Islam
meluaskan ruang lin g ku p hak m ilik pribadi, sehingga m e lip u ti semua jenis
yang dapat d im ilik i. Islam c u ku p sekadar membatasi hak m ilik pribadi, de
ngan batas batas yang telah disebutkan lebih dahulu.
(c) Harta yang dipindah tangankan dari m ilik perorangan menjadi m ilik ne
gara tetap menjadi m ilik jama'ah dan Kepala Negara — menurut penda-
v/ pat yang lebih kuat - tidak boleh memberikannya untuk d im ilik i orang
lain. Jika ia memberikannya, maka tindakannya itu dianggap sebagai
pemberian hak untuk menikmati hasil bukan hak m em iliki bendanya.
81) D iriw a ya tka n oleh A bu Dawud dari salah seorang M u h a jirin . Lihat Jami ul
U shul. jilid I halaman 409.
821 A l U m m , p lid II I halaman 265.
DR. A H M A D Z A K l Y A M A N t
50
suatu kepentingan umum yang nyata merupakan suatu tindakan yang tidak
dikenal sama sekali dalam asas-asas Syari'at Islam.
T eori D ugu it
Saya telah m engisyaratkan berkali-kali bahwa gagasan kolektivism e da
lam Islam itu sampai sekarang merupakan penjelasan suatu peristiwa dari
rangkaian peristiwa-peristiwa yang berceceran dalam fatwa-fatwa terperinci
dan pendapat pendapat yang tid ak lengkap seria tidak pernah dihidangkan
secara tepat oleh seorang ahli fiq ih . Juga telah saya katakan bahwa Duguit
telah menulis sebuah teori yang menyerupai gagasan Islam itu . D uguit adalah
salah seorang ahl. hukum yang pernah berdiam beberapa lamanya di Mesir,
memenuhi kebutuhan ¡ama'ah adalah suatu fardu kifayah bagi para pribadi
dalam masyarakat tadi. Tatkala D uguit berbicara tentang hati nurani masya
rakat, kita ingat terus kepada "A g a m a " sebagai alat pengendali d iri yang
memberikan kepada hukum Islam itu kekuatan batin untuk mematuhinya.
Soal pertumbuhan hukum dari ikatan-ikatan kemasyarakatan dan oleh
karena itu hukum mempunyai keluwesan, akan mengingatkan kita kepada
dasar "mashalih m ursalah" dan pendapat para ahli fiq ih mengenai soal peru
bahan hukum m enurut perubahan zaman.
Teori Duguit itu mendapat perhatian dari para pemikir Barat dan me
mang teori itu patut sekali menjadi bahan penelitian yang obvektip dan men
dalam untuk masa depan.
Mengenai gagasan kolektivism e Islam belum juga ada orang yang dike
hendaki Allah untuk menggali perbendaharaannya dan menghidangkannya
dalam satu kesatuan yang dapat menghimpun seqala perinciannya dan mem
persatukan segala bagian-bagiannya.
BAGIAN KETIGA
PENGETRAPAN-
PENGETRAPAIM LAIN
TENTANG PEMIKIRAN
KOLEKTIVISME
Hak m ilik pribadi dalam Islam merupakan sebuah contoh yang baik,
yang dihidangkan kepada kita sebagai suatu gambaran yang mendekati
gagasan kolektivisme Islam yang memberikan kebebasan kepada kegiatan
perseorangan, kemudian mengarahkannya untuk kepentingan jama'ah.
Tetapi contoh-contoh gagasan kolektivisme Islam itu tidak terbatas
pada contoh hak m ilik pribadi yang baru saja saya kemukakan, tetapi ia akan
menjalar kepada semua tingkatan hidup dan pelbagai macam kegiatan perse
orangan dan kemasyarakatan.
Ibadah haji adalah suatu sidang tahunan antar bangsa-bangsa untuk memper
bincangkan segala persoalan ummat Islam. Zakat itu tidak lain adalah kewa
jiban kemasyarakatan dalam harta perseorangan. Islam membedakan antara
dosa yang merupakan sekedar pembangkangan terhadap perintah A llah tanpa
mengakibatkan suatu ksririakan terhadap anggota-anggota lainnya, dengan
dosa yang dapat mengganggu masyarakat seluruhnya atau anggota masyarakat
itu . Pengampunan terhadap dosa jenis kedua ini lebih su lit, karena dosa itu
menyangkut hak hamba hamba Allah disamping hak A lla h sendiri.
Tindakan-tindakan pidana akan bertambah hukum nya karena bencana
yang d itim b u lka n n ya menimpa masyarakat dan bencana itu bertambah
karena dilakukan secara menonjol dan terang-terangan. Orang yang meneliti
hukum -hukum tentang tindak pidana dalam Islam akan m elihat bahwa suatu
tindak pidana itu adakalanya mempunyai sejenis hukum an; tetapi bila pelaku
tindak pidana itu melampaui batas-batas masyarakat dan tidak menghiraukan
pandangan um um serta melakukannya secara m enyolok. atau bila tindak
pidana itu sampai diketahui orang karena pelakunya tid ak cermat menyem
b unyikannya, maka hukumnya akan menjadi sangat keras dan berat sekali,
lebih berat daripada jikalau tindakan itu tid ak diketahui umum. Tindakan
pidana zina adalah suatu contoh terbaik mengenai hal ini. Seorang pria dan
seorang w anita telah berkum pul dan melakukan hubungan seks dalam ruang
an te rtu tu p ; meskipun banyak petunjuk-petunjuk termasuk pemeriksa
an d okte r menguatkan cugaan kejadian itu , hukum nya terbatas pada tingkat
an " ta 'z ie r" yang kembali kepada kebijaksanaan hakim untuk menetapkan
nya, sesuai dengan i»xoiv di sekitar pelanggar pidana dan pidana itu sendiri.
Tetapi sikap tid«> acuh dan tid a k menghiraukan orang banyak, se
hingga m em ungkinkan ve dikit-dikitnya empat orang dari anggota masyarakat
menyaksikan kejadian hubungan seksuil itu secara te liti dan jelas, akan meru-
bah hukum an tadi menjadi etemikian keras dan berat. Rasulullah s.a.w. telah
mengungkapkan h 3 l in> dalam apa yang diriw ayatkan oleh Imam S yafi'i da
lam Musnad-nya, sabda tyili&u dapat d ia rtika n , "H a i sekalian orang, siapa yang
melakukan sesuatu dan i'iko to ra n -ke ko to ra n ini dengan sembunyi-sembunyi,
maka ia disem bunyikan oleh A llah, tetapi siapa yang menampakkan bidang
dadanya akan kami ja la n a n atas d irinya hukuman itu.
861 K ita b M usnad In w r. S v a fi'i, cetakan In d ia , jilid II halam an 146 yang d ia tu r oleh
As -S in d i.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 61
KESEIMBANGAN ANTARA
HAK-HAK POLITIK DAN
HAK-HAK PENGHIDUPAN
B A G I A N PERTAMA
JAMINAN ATAS
KEMERDEKAAN
DI DALAM ISLAM
FAK- HUK
DR. A H M A D Z A K I Y A M A N / 68
M ungkin perlu juga kita jelaskan di sini selaput rohani yang menjadi
sampul gagasan kemerdekaan dan suasana keagamaan yang m eliputinya. Da
lam Islam tingkat kebebasan dim ulai dengan kebebasan seseorang dari hawa
nafsu dan kemampuan untuk mengendalikan kemauannya. Rasulullah s.a.w.
memperbandingkan antara perjuangan membebaskan d iri dari hawa nafsu se
bagai jih a d akbar dan menggambarkan orang yang mampu menguasai d ir i
nya di saat marah sebagai orang kuat. Sabda Rasulullah s.a.w., "O rang kuat
itu bukanlah yang mampu mengalahkan lawannya dalam pergulatan. Tapi
orang yang kuat ialah yang mampu menguasai d irinya di saat ia marah.9 ' '
Bersamaan dengan bebas seseorang dari kekuasaan hawa nafsunya, ia-
pun harus bebas pula dari perasaan ta ku t terhadap o r a n g lain sesama manusia
dan ia harus yakin bahwa orang M uslim itu adalah saudara bagi orang Muslim
yang lain; ia tidak perlu ta k u t kepada seseorang, tetapi hanya takut kepada
A lla h yang menghidupkan dan m em atikan serta memberikan anugerah kepa
da manusia. Tidak ada seorang pun yang jadi penghubung atau pemberi sya
faat. Semuanya di hadapan Allah sama rata, baik yang berpangkat tinggi atau
yang berpangkat rendah. A l O ur'an menginginkan dengan sangat adanya hu
bungan langsung in i antara hamba dengan Tuhan, dalam beberapa ayat yang
a rtin ya, katakanlah: "H a i hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap d i
ri sendiri, janganlah kamu semua berputus asa dari rahmat A llah; sesungguh
nya A lla h mengampuni dosa-dosa sem uanya."94 ^ Dan pada ayat lainnya yang
a rtin ya, "D a n apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang A ku,
rnaka bahwasanya A k u adalah dekat; akan Kukabulkan permohonan orang
yang berdoa'a, apabila ia berdo'a kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu me
m enuhi ajakan-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran."9 5 ^
Kem udian semua pribadi Muslim dapat menjalankan kebebasannya,
dengan syarat: kebebasan tidak tim b u l dari hawa nafsunya, tetapi tim bul
dari akal dan fikira n n ya , dan ia menggunakan kebebasan itu untuk kebajikan
d irin y a sendiri dan kebajikan masyarakat, bukan secara yang berlawanan de
ngan kepentingannya atau untuk merugikan orang lain. Inilah kira-kira semua
pembatasan terhadap kebebasan di dalam Islam. Semua itu batas-batas ke ji
waan dan juga batas-batas hukum . Dan bila kita tiba pada perincian kebebas
an-kebebasan perseorangan, maka kita dapati bahwa Islam telah mengemu
kakan segi-segi kebebasan seperti apa yang kita kenal masa k in i, pada 14 abad
yang lalu.
93) H a d its riw a y a t Im am A h m a d dan Ib n u M ojah. Hadits yang senada juga d a ri A li,
Anas dan A b u H u ra ira h . L ih a t K a rv u l U m m al li M u tta q i, jilid II halaman 29-162.
94) S u ra t A i Z u m a r a ya t 53.
95) Surat A l Baqarah ayat 186.
S Y A R I ' A T I S L A M Y A N G K E K A L dan P E R S O A L A N M A S A K I N I 69
Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi ialah hak perseorangan untuk bertindak sekehendak
hati dan pergi ke mana saja, tidak boleh ditangkap atau dipenjara atau dihu
kum kecuali atas dasar hukum . Kebebasan pribadi ini adalah kebebasan yang
telah menjadi kebiasaan sejak mula pertama Islam. Oleh karena itu tidak bo
leh perasaan pribadi seorang hakim mempengaruhi tindakan-tindakannya.
Khalifah Umar bin khattab r.a. berkata kepada seseorang: " A k u benci kepa
dam u." Jawab orang itu, "A pa kah engkau akan menahan sesuatu yang men
jadi hakku atau merugikan aku tanpa alasan huku m ? " Jawab Sayyidina
Umar: 'T id a k ." "Jika dem ikian tak apalah, yang gembira mendengar kata
cinta hanyalah orang w a n ita ." Dem ikianlah perasaan benci seorang Kepala
Negara kepada salah seorang rakyat tidak menakutkan atau mempengaruhi
kebebasan pribadi yang bersangkutan.
Kebebasan Berusaha
Kebebasan berusaha dan berniaga merupakan di antara hal-hal yang
dibebaskan oleh Islam dan dilepaskannya dari segala ikatan, kecuali jika meru
gikan kepentingan umum seperti halnya dengan m onopoli. Berusaha disam-
ping halal juga wajib bagi semua orang yang berdaya, dan malahan merupakan
suatu ibadah untuk mendekatkan d iri kepada Tuhan sebagaimana Umar bin
Khattab r.a. berkata bahwa berusaha dan berniaga adalah lebih daripada sha-
lat sunnah di masjid-masjid.
96) D iriw a ya tka n oleh A l K h a ra -ith i d a ri pada Tsaur al K in d i dalam kitab Makar<m "
ul A kh la q . juga dike m u ka ka n oleh S u y u ih i dalam Jam 'ul Javvami'. Lihat Kanzul
'U m m a l karangan A li A l M u tts g i cetakan Hoidcrabad, jilid II, halaman 167.
DR. A H M A D Z A K / Y A M A N ! 70
Kebebasan Berpendapat
Islam melindungi kebebasan berpendapat bahkan menggalakkan orang
Muslim untuk melakukannya. Rasulullah s.a.w. m enyifatkan orang yang tidak
mempunyai pendapat sebagai orang-orang lemah. Sejarah Islam penuh de
ngan peristiwa-peristiwa abadi; di saat itu para Muslim perseorangan menja
lankan kebebasan berpendapat dengan segala keyakinan dan keberanian. Cu
kuplah kiranya kalau saya kem ukakan sebuah kejadian biasa yang dialami
oleh Khalifah Umar tatkala beliau berpidato di hadapan um m at Islam, me
ngecam sikap mempermahal mas kawin sambil menyatakan maksudnya un
tuk mengembalikan sejumlah besar mas kawin yang dibayarkan oleh para sua
mi kepada isteri-isteri mereka. Seorang w anita di antara para hadirin tampil
dan berkata, “ Engkau tid ak kuasa berbuat dem ikian, hai U m ar." Lalu ia ba
cakan Firman Tuhan yang a rtin ya, "D a n kamu semua telah memberikan ke
pada tiap orang di antara isteri masing-masing harta yang banyak, maka ja
nganlah kamu mengambil kem bali daripadanya barang sedikit p u n ."97)
Umur pun tu n d u k kepada teguran w anita tadi dan berkata: " A k u telah keli
ru dan anda b en ar."9 8 ) Dengan dem ikian dilaksanakanlah untuk pertama
kalinya dalam sejarah prinsip kedaulatan hukum .
Kebebasan Aqidah
Hak kebebasan aqidah (beragama) merupakan salah satu pokok-pokok
Islam yang mendasarkan kepercayaan itu atas dasar penelitian pandangan dan
akal, la memerintahkan manusia u n tu k b e rfik ir dan menelaah serta mencela
orang-orang yang tid a k menggunakan fik ira n mereka dengan m enyifatkan
mereka sebagai ternak. A l Q ur'an menetapkan dengan ketetapan yang artinya,
'Tidak ada paksaan u n tu k (memasuki) agama (Islam ). Sesungguhnya telah je
las jalan yang benar dari jalan yang s a l a h . A l l a h s.w.t. berfirm an kepada
Nabi-Nya, Muhammad s.a.w.; a rti firm a n m i, "Serulah (semua manusia) kepa
da jalan Tuhanmu dengan hikm ah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. " 100 ^
Kebebasan Belajar
Kebebasan belajar, yang kin i terkenal di Dunia Barat itu , dalam Islam
adalah suatu kewajiban agama yang telah ditetapkan oleh Rasulullah s.a.w.
dengan sabda beliau yang artinya; "Sesungguhnya m enuntut ilm u itu wajib
bagi setiap M u slim ."101 * Beliau menganjurkan para sahabat untuk menun
tut ilmu, walau di negeri Cina,102 * yang w aktu itu negeri Cina merupakan ne
geri terjauh dari negeri Arab. Beberapa abad yang lalu Imam Syathibi mene
gaskan bahwa pendidikan pada sekurang-kurangnya tingkat dasar merupakan
kewajiban Pemerintah untuk menyediakan segala sarananya bagi semua ang
gota masyarakat; kemudian beliau menegaskan soal penerusan lebih lanjut da
ri pelajaran itu atas bakat dan kemampuan otak masing-masing.
1011 D iriw a y a tk a n oleh Anas, Ibnu Abbas, Ibnu U m a r, Ib n u M as'ud dan A li b in Abi
T h a lib . DiScOutkan pula dalam Sunan Ibnu M ajah dan A l K a m il, karangDn Ibnu
'A d y , S yu 'a b u l Im an , karangan A l Baihaqi dan M u'ja m A t T habarani. D em ikian
luga tertera dalam K a n ru l 'U m m a l. karangan A li al M u tta q i cetakan Heiderabad,
jilid V halaman 202.
102) Disebut oleh Ib n u l A b d il Barr dalam k ita b Ja m i' Bayan al 'llm halaman 8.
Juga dalam S yu 'a b u l Im an karangan A l Baihaqi, A d l-D lu 'a ta , karangan A I-’ A q ili
dan A l K a m il karangan Ib n u A d y .
BA G IA N KEDUA
JAMINAN SOSIAL
1. Jaminan keluarga; dalam hal ini anggota keluarga yang mampu berke
wajiban membelanjai anggota-anggota keluarga yang miskin dan yang
tidak berdaya.
2. Menganjurkan dan menggalakkan semangat guna mengeluarkan sada-
kah, yang di anggap sebagai hak orang m iskin dari harta orang kaya. Ke
mudian barulah kewajiban negara u ntu k memenuhi kebutuhan orang
yang butuh, yang diam bil dari Baitul Mal sesuai dengan norma-norma
yang jelas mengenai keperluan itu dan dalam situasi serta keadaan yang
menimbulkan kewajiban tadi.
Prinsip jaminan sosial ditetapkan sejak zaman Rasulullah s.a.w., tatkala
ibu anak-anak ya tim dari Ja'far bin A b u T halib datang kepada Rasulullah
s.a.w. mengadukan peri-keyatim an anak-anaknya. Rasulullah s.a.w. berkata
yang artinya, "Tanggungan keluargakah yang engkau ta ku ti atas d iri mereka
itu. padahal akulah penanggung jawab mereka di dunia dan a k h ira t."103
Rasulullah s.a.w. mengucapkan dem ikian bukan sebagai kerabat dari yang
meninggal, tetapi sebagai pem im pin dan hakim dari ummat Islam.
Khalifah Umar bin K hattab r.a. telah melandaskan sendi-sendi pelaksa
naan prinsip tersebut dengan cara yang akan kita lihat dalam contoh-contoh
yang akan dikem ukakan b e rik u t in i, sehingga pada masa Khalifah Umar bin
Abdul Aziz tingkat pelaksanaan itu telah mencapai puncaknya, yaitu kemak
muran yang merata dan m e lip u ti semua lapisan masyarakat. Dalam masa ke
makmuran itu seorang yang w ajib zakat keluar dari rumahnya mengusung
zakatnya, mencari-cari orang yang berhak menerimanya untuk menyerahkan
zakatnya, meskipun tid a k menemui orang itu . Tentang peristiwa ini Yahya
bin Sai'ied berkata, "U m a r b in A b d u l A ziz menugaskan saya untuk melola
urusan zakat A frik a Utara. Setelah saya mem ungut semua kewajiban zakat
di sana, saya mencari-cari orang fa k ir m iskin untuk menyerahkan zakat itu
kepada mereka; tetapi saya tid a k mendapatkan seorang pun yang merasa d ir i
nya-berhak menerima zakat tersebut. Khalifah Umar bin A bdul Aziz telah
menjadikan semua rakyatnya kaya dan mampu. A kh irn ya dengan uang zakat
tadi saya beli sejumlah budak dan saya memerdekakan mereka. ^
105) N a hjul Balaghah karangan S ya rifu l R a b i’ , |ilid I I I halaman 111 cetakan Mustafa
M uham m ad, Mesir.
106) K u tip a n d a ri suratnya kepada A l A sy-ta r A n N a kh -i w a k tu diangkat sebagai G u
b e rn u r Mesir dan daerah sekitarnya, y a itu ta tk a la kedudukan G ubernur Muham
m ad b in A b u Bakar sudah goyah, la m erupakan surat tugas terpaniang dan te r
lengkap hal-hal kebaikan yang d ika n d un g n ya . D iriw a y a tk a n oleh A l Kharrani da
lam T uh a f a l-‘u q u l halaman 28 dan A s-S yarif ar R a b i' dalam N a h ju l Balaghah,
jilid III halaman 9 2 .
DR. A H M A D Z A K ! Y A M A N /
76
"Tanggungan keluarga yang kautakuti atas d iri mereka itu padahal akulah
penanggung jawab mereka di dunia dan akherat."
109) K halifah Abu Bakar pun m embebaskan para ra h ib d ari jizya h . Lihat A h k a m u l
Q ur'an, karangan Ibnul A ra b i, jilid II halaman 91 0 . Orang-orang la n ju t usia dibe
baskan dari jizyah adalah m azdhab Im am S y a fi'i, seperti dalam kita b A l Umm,
jilid IV halaman 98, juga orang-orang Ham bali seperti tersebut dalam K ita b A litj-
na karangan H ijja w i jilid II halaman 4 4 .
1 10) Oikem ukakan oleh A li A l M u tta q i dalam M untakhab Kanzul Um m al, jilid IV
halaman 310; Hamisy Musnad A hm ad dan Ibnu Katsir jilid V II, halaman 135.
DR. A H M A D Z A K / Y A M A N / 78
C. Kaum Ibu
Dalam menanggulangi kesulitan kaum ibu, Umar merupakan seorang
pelopor seperti biasanya. Pada suatu malarr. ia sedang meronda, ia mendengar
seorang wanita m erintih kesakitan karena akan bersalin, la segera pulang dan
mengajak isterinya, Umu Kalsum, sambil membawa segala sesuatu yang diper
lukan untuk menolong orang bersalin. Umu Kalsum lalu masuk ke tempat
wanita itu dan membantunya sampai w anita itu melahirkan dengan selamat,
sementara itu Umar sibuk m enyiapkan makanan.
Kemudian Umu Kalsum keluar dan berkata; "Wahai Kepala Pemerin
tahan orang m u'm in, sampaikanlah berita gembira kepada sahabatmu, bahwa
anaknya laki la k i." Ayah bayi itu terperanjat tatkala mendengar sebutan Ke
pala Pemerintahan orang M ukm inin dan sadarlah ia bahwa yang sedang me
masak itu adalah Umar bin K hattab. la pun merobah sikapnya menj'adi hor
mat. Umar berkata kepadanya, "T e ta p sajalah seperti biasa." Kemudian be
liau menyerahkan makanan yang disiapkannya itu kepada isteri beliau yang
segera menyuapi sang ibu yang baru saja m elahirkan tadi hingga kenyang,
dan beliau memberikan sisanya kepada sang suami, dan m enyuruhnya agar ia
datang kepadanya esok harinya. W aktu sang ayah itu datang, ia diberi hadiah
dan uang tunjangan.1 11 ^
Dari berbagai contoh kemanusiaan yang luhur ini serta contoh lain-
lain yang menyebabkan ruangan ini menjadi sem pit, dapatlah kita peroleh
gambaran yang jelas, sampai seberapa jauh Islam memberikan perhatian yang
besar dalam memberantas kesulitan-kesulitan kemasyarakatan. Andaikata hal
ini terus dilaksanakan oleh masyarakat-masyarakat Islam sepanjang masa,
niscaya kita sekarang ini m em punyai kedudukan yang lain. Tetapi itulah ma-
la-petaka yang melanda kita , sehingga m elum puhkan kekuatan kita , dan
prinsip-prinsip luh ur kita tetap tinggal dalam lembaran buku kuno. Hanya
dengan kembali kepada hukum A lla h , kita dapat jaya karena kita melaksana
kan semua perintah-perintah-Nya.
1. Zakat
Zakat adalah kewajiban yang cukup dikenal dan merupakan rukun Is
lam yang ketiga, oleh karenanya Khalifah A b u Bakar memerangi orang-orang
m urtad dalam permulaan Pemerintahannya, sehingga mereka menunaikan za
k a t.112^ Zakat itu dikeluarkan, sebagaimana difirm ankan Allah u ntu k go
longan: fakir, m iskin, petugas yang mengelola zakat yakni am il, m uallaf, b u
dak yang sedang berusaha memerdekakan d iri, penanggung hutang (karena
hal-hal wajar), dana perjuangan di jalan A llah dan m usafir.
Sebagaimana kita ketahui bahwa beberapa bagian dari para penerima
zakat telah dihilangkan, antara lain, golongan m uallaf semenjak zaman Kha
lifah Umar tidak lagi diberi bagiannya, sekarang ini perbudakan tinggal
cerita sejarah saja, dan para petugas zakat adalah petugas-petugas negara yang
menerima gaji dari Perbendaharaan Negara, oleh karena itu maka bagian go
longan ini harus dimasukkan kembali ke dalam B aitut Mal u ntu k membiayai
jaminan sosial. Kalau urusan pemungutan zakat dapat diorganisir secara baik
dan orang yang kaya menyadari bahwa zakat itu adalah suatu kewajiban har
ta bendanya yang diperintahkan oleh aqidah dan kekuatan h u ku m , niscaya
dana jaminan sosial akan m em punyai suatu sumber yang penting dan menda
sar, di samping sumber-sumber lain.
2. Derma-derma
Derma-derma merupakan sumber tambahan u n tu k sumber-sumber dana
jaminan sosial, dan berbeda dengan zakat. Hal in i pernah diperselisihkan di
masa Pemerintahan Khalifah Usman, dalam suatu m ajlis Khalifah, yang d i
hadiri antara lain oleh sahabat A b u Zarr A l-G h ifa ri113* dan seorang ta b i'in
yakni Ka'ab A l Ahbar. Khalifah Usman bertanya kepada Ka'ab: "Bagaimana
pendapat kalian tentang orang yang telah mengeluarkan zakat, masihkah ada
lain-lain hak pada hartanya?" Ka'ab menjawab: T id a k ada la g i!" Sahabat A bu
Zarr seraya mengacungkan tongkat ke dadanya dan menghardik Ka'ab, ber
kata: Dusta e n g k a u !"1 14 Kem udian A bu Zarr membaca Firm an A llah yang
artinya: "T id a k akan ada suatu kebaktian jikalau kamu semua mengarahkan
wajahmu ke tim u r dan ke barat; akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ada
lah jika seorang itu iman kepada A lla h , hari a kh ir, para m alaikat, dan para na
b i, dan memberikan harta m eskipun disayangi, kepada kaum kerabat, anak-
anak ya tim , orang-orang m iskin dan para pejalan dan budak-budak yang hen
3. Sumbangan Wajib
Sumbangan w ajib adalah suatu sumber yang mungkin diperlukan oleh
Imam (Kepala Negara) akan tetapi sumbangan wajib itu tidak untuk selama
nya. Kebijaksanaan ini didukung oleh fiq ih M aliki berdasarkan teori Masalih
Mursalah. Dikala Baitul Mal kosong, atau kebutuhan prajurit meningkat se
dangkan dalam Baitul Mal tidak tersedia uang yang m encukupi, maka Kepala
Negara boleh m ewajibkan para hartawan untuk mengeluarkan sejumlah sum
bangan yang dipandang cukup untuk Baitul Mal, sampai diterim a penerima-
baru yang ru tin dan m encukupi, atau ia mengenakan sumbangan wajib
.a pada masa panen dan pemetikan hasil b u m i.1 16 * Dalam hal ini tidaklah
ditetapkan bahwa Kepala Negara dapat mengadakan pinjaman untuk meme
nuhi keperluan. Imam Syatibi menerangkan soal ini dengan uraian sebagai be
rik u t: "Pinjam an dapat diadakan di saat tim bu l krisis sekiranya Baitul Mal
mempunyai harapan atas penerimaan yang akan terjadi. Tetapi jika tidak ada
harapan, dan sumber-sumber penerimaan Baitul Mal demikian lemahnya, se
hingga tidak akan m encukupi, maka sudah tentu hukum sumbangan wajib
itu harus b e rla k u ."11
Dengan dem ikian, berdasarkan Masalih Mursalah yang menjadi pendiri
an ulama M aliki, Kepala Negara berhak mengadakan sumber ketiga untuk
mengisi dana jaminan sosial, bila dua sumber yang lain yakni zakat dan der
ma-derma tidak mencukupi keperluan dana jaminan sosial. Prinsip in i tentu-
Dengan ini sampailah saya kepada akhir uraian yang hendak saya pe
nuhi dalam buku in i. Saya menyadari bahwa banyak pokok-pokok uraian ini
tidak mendapat kupasan dan penjelasan yang seharusnya. Yang m ungkin da
pat mema'afkan saya adalah alasan bahwa pembahasan seperti in i m em erlu
kan beberapa jilid buku yang besar dan tebal serta tenaga ulama sesuai dengan
keahliannya.
Apa yang hendak saya capai dengan buku in i ialah m enarik perhatian
kepada beberapa fakta tertentu yang k o n g krit, disertai dengan pengutaraan
landasan dan dalil-dalilnya dari A l Q ur'an, Hadits dan pendapat para ahli fi-
cjih nw jtahidin.
Saya mengusahakan buku mi dengan sungguh-sungguh; kecil saja ben
tuknya agar supaya orang tidak segan membacanya. Jika A lla h berkenan
menganugerahkan kurnia-Nya, sehingga karya tu lis saya ini memperoleh tau-
fiq-Nya, kiranya saya bisa berhasil di satu segi, yakni berhasil dalam m enying
kapkan tirai di hadapan para pemuda kita agar mereka dapat m elihat h aki
kat Syari'at Islam yang tadinya te rtu tu p di hadapan mereka, oleh tirai kebu
dayaan Barat yang mereka alami. Disamping itu kiranya saya dapat pula mem
bangkitkan semangat para ulama kita untuk menyambung teru^Eisaha penu
lisan dan uraian-uraian mengenai S yari'at yang abadi dan penanggulangannya
terhadap persoalan zaman sekarang.
Kenyataan-kenyataan yang saya mencoba mengungkapkan dalam buku
ini ialah:
A. Sifat-sifat Syari'at Islam yang bebas dan tidak dipengaruhi, yang oleh
ummat Islam dapat digunakan untuk m ewujudkan bagi d iri mereka sua-
tu kehadiran yang bebas dari pengaruh T im u r dan Barat, serta mampu
membentengi d iri sendiri terhadap gelombang pasang Komunisme yang
dahsyat itu , dem ikian pula terhadap kejahatan Kapitalisme.
B. Kemampuan Syari'at Islam itu sendiri untuk berkembang serta meneri
ma pembaharuan, u ntu k menanggulangi pelbagai persoalan yang terus
berkembang serta berubah-ubah, dan untuk menggunakan secara jelas
serta nyata dasar mash-lahah 'ammah sebagai salah satu sumber hukum.
c. Ciri kolektivism e dalam sistim Islam dan kemampuan Syari'at Islam
yang menakjubkan untuk mengadakan suatu keseimbangan yang luwes
antara hak-hak pribadi dan hak-hak jama'ah dengan suatu cara yang da
pat memelihara kehorm atan pribadi serta membebaskan kegiatannya
untuk menuju suatu sasaran tunggal ya itu kepentingan bersama.
84
A pabila yang m enjadi tujuan para pem im pin p o litik kita ialah memba
hagiakan bangsa mereka serta membebaskannya daripada kedzaliman sosial,
maka S yari'at Islam akan menjadi pem bantu yang sebaik-baiknya untuk men
capai tujuan itu dan asas-asasnya yang bersifat abadi akan merupakan pe
nyem buhan bagi p enyakit-penyakit dalam kalangan kita di negara-negara Is
lam ini, bahkan m ungkin juga S yari'at itu akan menjadi suatu fa k to r pendam
ping bagi Barat u ntu k sekali lagi memperoleh suluh penerang yang berman
faat bagi mereka guna membangun suatu peradaban baru, atau sedikit-di-
kitn y a untuk m em pertahankan peradabannya yang sekarang in i.
Hanyalah A llah s.w .t. yang mem berikan ilham dan yang menjuruskan
langkah kepada jalan yang lurus.
D A F T A R BACAAN
1. A l Qur'an
2. Sahih A l Bukhari
3. Sahih Muslim
4. Mustadrak A l Hakim
5. Musnad Ahmad
6. Sahih Ibnu Hibban
7. Sunan T irm id zi
8. Sunan Abu Dawud
9. Sunan Ibnu Majah
10. Sunan D arukutni
11. Sunan Darami
12. Ja m i'A bd urraza g (Manusc)
13. M u'jam A ttabarani (Manusc)
14. Jam i'ul Usul, karangan Ibnul A -tsir
15. Kanzul Ummal, karangan A li A l M u tta q i
16. Ithaful Maharah, Ibnu Hajar (Manusc)
17. Muntakhan Kanzul Ummal, A l M uttaqi
18. Musnad Imam S yafi'i
19. H ilya tu l A ulya, Abu Nu'aim
20. A ddu'affa, A lu k a ili (Manusc)
21. A l Kam il, Ibnu A d y
22. An-N ujum Azzahirah, Ib n u T a g h ri Bardi
23. Tarikh Oudatul Andalus, Annubahi
24. T abaqatIbnu Saad
25. Tarikh Ibnu Asakir
26. Albidayah Wannihayah, Ibnu K atsir
27. M uruj Azzahab, A l Mas'udi
28. A kh ba r al Qudhah, Waki'
29. Arrisalah, Imam S ya fi'i
30. Usul Asysyasy
31. K ita b A l'ijm a , Ibnu Hazm
32. A l l'tisam , Syatibi
33. A l M ankhul, A l Ghazali (Manusc)
34. Syu'ab A lim an, Baihaqi
35. Fathul Bari, Ibnu Hajar
36. A d D urrul Mantsur, Suyuti
37. A l Kasjsjaf, Zamakhsari
38. Alisabah, Ibnu Hajar
39. Usdul Ghabah, Ibnu A -tsir
40. AI 'isti'ab, Ibnu Abdul Barr
41. Tarikh Baghdad, Ibnu Khatib
42. Ad Durarul Kammah, Ibnu Hajar
43. Husnul Mahadarah, Suyuti
44. Almanhal Assafi, Ibnul Taghri Bardi
45. Tabaqat Asysyafi'iyah, Subki
46. Wafayatul A'yan, Ibnu K hallikan
47. Zail Tabaqat Alhanabilah
48. Syazarat Azzahab, Ibnul Imad
49. A'yan Asy-syi'ah
50. Addibaj Almuzahhab, Ibnu Farhum
51. Tabaqat Ulama Ifriqia h, A b d u l Arab
52. A luqud A ddurriyah, Ibnu A b d u l Hadi
53. Ansab A I 'asyraf, Albalazuri
54. Alm uwafaqat, Syatibi
55. Bidayatul M ujtahid, Ibnu Rusyd
56. A t Taqrir wat Tahbir, Ibn A m ir A I Hajj
57. A'lam A lm uw a qq i'in, Ibnul Q ayyim
58. AI Mabrur, Sarkhas
59. Bada'us Sana-i, Kasyani
60. AI Burhan, Juwaini
61. Takhrij A lfu ru 'a la l Usul, Zanjam
62. AI Muhalla, Ibnu Hazm
63. A lm u d a w w a n a h A lk u b ra