Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu yang mempelajari hakikat dan ciri-ciri bahasa disebut linguistik.
Di dalam linguistik yang dipelajari yaitu unsur-unsur bahasa dan hubungan
antar unsur-unsurnya. Jika yang dipelajari itu hanya unsur bunyi dan
hubungan bunyi yang satu dengan yang lain, maka lahirlah ilmu bunyi bahasa
atau fonologi; jika yang dipelajari hanya bentuk-bentuk kata dan hubungan
antara bentuk-bentuk itu, maka lahirlah ilmu bentuk kata atau morfologi; jika
yang dipelajari hanya unsur penggabungan kata maka lahirlah ilmu gabungan
kata atau sintaksis. Baik fonologi, morfologi, sintaksis, maupun yang lain
hanyalah merupakan cabang dari linguistik, atau bagian dari linguistik. Sejak
tahun 1960-an, beberapa ahli bahasa sendiri tidak puas dengan mempelajari
bahasa tetapi lepas dari siapa yang menggunakan bahasa, kapan digunakan,
kepada siapa seseorang menggunakan bahasa itu. Padahal, bahasa digunakan
untuk berhubungan (berkomunikasi). Inilah penyebab lahirnya ilmu yang
memperlajari bahasa, tetapi dilihat dari dimensi sosialnya, misalnya, dilihat
dari siapa yang mengucapkannya, di mana diucapkan untuk tujuan apa orang
itu mengucapkan, kepada siapa ditujukan.
Ilmu baru ini disebut ilmu bahasa sosial atau sosiolinguistik.
Sosiolinguistik dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial lain, seperti ilmu
ekonomi, sosiologi, atau dengan linguistik sendiri. Ditinjau dari nama,
sosiolinguistik menyangkut sosiologi dan linguistik, karena itu sosiolinguistik
mempunyai kaitan erat dengan kedua kajian tersebut. Sosio adalah
masyarakat dan linguistik adalah kajian bahasa. Jadi, sosiolinguistik adalah
kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan
(dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi). Dalam sosiolinguistik,
dikenal beberapa istilah seperti bahasa (language), dialek (dialects) dan
variasi (varieties).
Wardhaugh (2006) menyatakan bahwa bahasa (language) lahir dalam
banyak bentuk variasi (varieties) dan merupakan kumpulan bermacam-

1
macam variasi (varieties) tersebut. Variasi (varieties) tersebut menurut
Hudson (1996 dalam Wardhaugh) dapat mencakup lebih besar dari sebuah
bahasa atau lebih kecil yang disebut dialek (dialects).
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis apa itu
bahasa (language), dialek (dialects), dan variasi (varieties).

2
BAB II
PEMBAHASAN

Pada bagian pembahasan ini akan dibahas tiga istilah yang digunakan
dalam kajian sosiolinguistik, yaitu: (1) bahasa, (2) dialek, dan (3) variasi bahasa.
1. Bahasa
Pada bagian ini akan dikaji empat hal yang mendasari objek tentang
bahasa, yaitu (a) pengertian bahasa, (b) hakikat bahasa, dan(c) klasifikasi
bahasa.
a. Pengertian Bahasa
Kebanyakan orang mengetahui dengan baik tentang bahasa yang
mereka gunakan. Seperti halnya orang China, Jepang, dan Korea dimana
masing-masing dari mereka berbahasa China, Jepang, dan Korea.
Merupakan hal yang sangat mudah karena bahasa dan etnik kelihatannya
sama. Pengguna bahasa dapat dengan mudah menamai apapun bahasa
yang mereka gunakan. Pada kenyataanya, secara keilmuan menamai nama
sebuah bahasa tidak hanya didasarkan pada etnis atau kewilayahan saja.
Petugas sensus India yang melakukan pendataan pengguna bahasa
menemukan beragam nama bahasa yang dinamai oleh penduduk India.
Kenyataannya, nama bahasa bukan hanya didasarkan pada kewilayahan
saja seperti kasus China, Jepang, dan Korea di atas. Ada beberapa aspek
lainnya seperti kasta, agama, desa dan lain-lain. Nama bahasa ini akan
terus berubah sebagai akibat perubahan suasana politik dan sosial sebuah
negara (Wardhaugh, 2006:27).
Untuk menjelaskan pengertian bahasa, perhatikanlah kalimat-
kalimat yang menggunakan kata bahasa sebagai berikut!
1) Dika belajar bahasa Inggris, Nita belajar bahasa Jepang.
2) Manusia memiliki bahasa, sedangkan binatang tidak.
3) Hati-hati bergaul dengan anak yang tidak tahu bahasa itu.
4) Dalam kasus itu ternyata lurah dan camat tidak mempunyai bahasa
yang sama.
5) Katakanlah dengan bahasa bunga!

3
6) Pertikaian itu tidak dapat diselesaikan dengan bahasa militer.
7) Kalau dia memberi kuliah bahasanya penuh dengan kata daripada
dan akhiran ken.
8) Kabarnya, Nabi Sulaiman mengerti bahasa semut.
Kata bahasa pada kalimat (1) menunjuk pada bahasa tertentu
dengan kata lain termasuk langue. Pada kalimat (2) kata bahasa menunjuk
pada bahasa pada umumnya atau langange. Pada kalimat (3) kata bahasa
berarti ‘sopan santun’. Pada kalimat (4) kata bahasa berarti ‘kebijaksanaan
dalam bertindak’. Pada kalimat (5) kata bahasa berarti ‘maksud-maksud
dengan bunga sebagai lambang’. Pada kalimat (6) kata bahasa berarti
‘dengan cara’. Pada kalimat (7) kata bahasa berarti ujaran atau parole.
Yang terakhir, ada kalimat (6) kata bahasa bersifat hipotesis.
Dapat disimpulkan bahwa kalimat (1), (2), dan (7) kata bahasa
digunakan secara harfiah. Sementara itu, pada kalimat lainnya bahasa
digunakan sebagai kiasan. Bahasa sebagai objek linguistik adalah bahasa
sebagai langue, language, dan parole yang dikemukakan oleh Ferdinand
de Sausure.
Apakah bahasa itu? Banyak yang menjawab bahwa “bahasa adalah
alat komunikasi”. Jawaban tersebut tidak salah, tetapi juga tidak benar,
sebab jawaban tersebut menyatakan “bahasa adalah alat” yang
menunjukkan fungsi, bukan sosok bahasa itu sendiri. Sehingga tidak
mengherankan kalau banyak pakar yang menyatakan definisi bahasa
dengan menekankan segi fungsinya, misalnya Keraf (1994:1), yang
menyatakan bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat
berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Hal berbeda yang disampaikan oleh Kridalaksana (1983) bahwa
bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh
para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentisikasikan diri. Hal ini sejalan dengan pendapat Wardhaugh
(Huriyah Saleh, 2017) yang memberikan pengertian bahasa sebagai
berikut: “A language is a system of arbitrary vocal syimbols by a means of
group of people to interact, with social convention”.Artinya bahwa bahasa

4
adalah sistem lambang bunyi bahasa yang arbitrer yang digunakan oleh
sekelompok masyarakat dalam berinteraksi sesuai dengan konvensi
(kesepakatan) masyarakatnya. Berdasarkan kesepakatan para ahli bahasa,
khusus dalam bidang sosiolinguistik, bahasa juga diistilahkan dengan kode
sebagai berikut: “ code is a set of conversations for converting one
signaling system into another. In s ociolinguistics code refers to a
langauge as a variety of language” (Holmes, 1994).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok orang untuk
berkomunikasi.
b. Hakikat Bahasa
1)Bahasa Sebagai Sistem
Kata sistem bermakna ‘cara’ dan ‘aturan’. Sistem berarti susunan
teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau
berfungsi. Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis
dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola,
tidak tersusun secara acak, secara sembarangan. Sistemis artinya bahasa
itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-subsistem,
atau sistem bawahan,
Dalam linguistik dapat dicontohkan bahasa sebagai sistem pada
subsistem fonologi, subsistem morfologi, dan subsistem sintaksis.
Subsistem-subsistem itu tersusun secara hierarkial, artinya subsistem yang
satu terletak pula di bawah subsistem yang lainnya. Ketiga sistem ini juga
terkait dengan subsistem semantik. Sementara itu, subsistem yang berada
di luar ketiga sistem ini disebut leksikon.
Tataran linguistik atau tataran bahasa dapat digambarkan seperti
bagan berikut.

5
Bagan: Tataran Bahasa
Wacana
Kalimat
Klausa sintaksis
Frase
Kata
Morfem morfologi
Fonem
Fon fonologi

Jika diurutkan dari tataran terendah ke tataran tertinggi, tataran


subsistem linguistik ada tiga, yaitu, fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Tataran fond an fonem termasuk dalam tataran fonologi,tataran morfem
dan kata termasuk dalam tataran morfologi, sedangkan tataran frase,
klausa, kalimat, dan wacana, juga kata termasuk dalam tataran sintaksis.
Kata dalam tataran morfologi menjadi satuan terbesar, sedangkan dalam
tataran sintaksis menjadi satuan terkecil.
2)Bahasa Sebagai Lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol. Lambang
atau simbol tidak bersifat langsung dan alamiah. Lambang menandai
sesuatu secara konvensional. Misalnya, kalau kita berada di jalan di Kota
Jakarta ada bendera warna kuning, maka kita akan tahu di daerah itu atau
di jalan itu ada orang yang meninggal. Hal ini terjadadi karena secara
konvensional bendera warna kuning melambangkan kematian.
Jika ide atau konsep kematian dilambangkan dengan warna kuning,
begitu juga bahasa memiliki lambang. Lambang-lambang bahasa
diwujudkan dalam bentuk bunyi, yang berupa satuan-satuan bahasa,
seperti kata atau gabungan kata. Lambang bahasa bersifat arbitrer.
Misalnya, lambang bahasa yang berbunyi [kuda] dengan rujukannya yaitu
seekor binatang berkaki empat yang bisa dikendarai, tidak ada ciri alamiah
yang yang menghubungkannya.

3)Bahasa Adalah Bunyi


Menurut Kridalaksana (1983:27), bunyi adalah kesan pada pusat
saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena

6
perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Bunyi yang dimaksud adalah
satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang didalam fonetik
diamati sebagai “fon” dan di dalam fonemik sebagai “fonem”
4)Bahasa Itu Bermakna
Lambang-lambang bunyi bahasa yang bermakna yang berwujud
morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Semua satuan tersebut
memiliki makna sesuai dengan tingkatannya. Makna yang berkenaan
dengan morfem dan kata disebut makna leksikal; berkenaan dengan frasa,
klausa, dan kalimat disebut makna gramatikal; dan berkenaan dengan
wacana disebut dengan makna konteks atau makna pragmatik.
Perhatikan contoh berikut!
[kuda] bermakna biantang berkaki empat yang bias dikendarai
[udak] tidak memilikii makna
5)Bahasa Itu Arbiter
Kata “arbitrer” artinya “sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak
tetap, mana suka”. Maksud arbiter adalah tidak ada hubungan wajib antara
lambang bahasa (yang berwujud bunyi) dengan konsep atau pengertian
yang dimaksud oleh lambang tersebut.Ferdinand de Saussure (1996:67)
membedakan apa yang dimaksud dengan signifiant dan signifie. Signifiant
adalah lambang bunyi, sedangkan signifie adalah konsep yang dikandung
oleh signifiant. Signifiant adalah penanda dan signifie adalah petanda.
Hubungan antara penanda dengan petanda inilah yang bersifat arbitrer.
Misalnya, misalnya dalam bahasa Indonesia ada kata [kuda]. Dalam
bahasa Inggris disebut [horse] dan Nedertland [paard]. Oleh karena itulah
terdapat keberagaman bahasa di dunia ini.
6)Bahasa Itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang
dilambangkan bersifat arbitrer, tetapi penggunaan bahasa untuk suatu
konsep bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa
mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili
konsep. Kalau tidak dipatuhi dan menggantikannya dengan lambang lain,

7
maka komunikasi akan terhambat, dan artinya dia telah keluar dari
konvensi itu.
Konvensional terletak pada kepatuhan para penutur bahasa untuk
menggunakan lambang itu sesuai dengan konsep yang dilambangkan.
Misalnya, lambang bunyi [kepala]. Bunyi tersebut tidak hanya
melambangkan ‘bagian tubuh manusia sebelah atas’, tetapi juga
melambangkan konsep [ketua].
7)Bahasa Itu Produktif
Makna kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata kata benda
produktif. Arti “produktif” adalah ‘banyak hasilnya’atau ‘terus- menerus
menghasilkan’. Hubungannya dengan bahasa, walaupun unsur-unsur
bahasa terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang terbatas itu dapat dibuat
satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas. Misalnya dari
fonem /a/, /i/, /k/, dan /t/. dari keempat fonem tersebut dapat kita hasilkan
satuan-satuan berikut ini.
/i/-/k/-/a/-/t/
/k/-//i/-/a/-/t/
/k/-//i/-/t/-/a/
8)Bahasa Itu Unik
Keunikan disebut juga ciri dari rumpun atau golongan besar.
Keunikan terjadi pada masing-masing bahasa, seperti bahasa Batak, Jawa,
Inggris, atau bahasa Cina. Misalnya, keunikan pada bahasa Jawa. Kata
bandung dilafalkan ‘mbandung’, dan kata gopek dilafalkan “ngopek”.
9)Bahasa Itu Universal
Bahasa itu bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang
dimiliki oleh setiap bahasa di dunia ini yang dikaitkan dengan ciri-ciri atau
sifat-sifat bahasa lain. Bahasa merupakan bunyi. Oleh karena itu, ciri
paling umum dari bahasa tersebutmempunyai bunyi vocal dan konsonan.
10) Bahasa Itu Dinamis
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas
dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu,
sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Misalnya, dahulu

8
kata di Indonesia belum mengenal fonem /f/, /kh/, dan/sy/. Ketiga fonem
tersebut dianggap sama dengan /p/, /k/, dan /s/, sehingga kata fikir sama
dengan pikir, kata khabar sama dengan kabar, dan kata masyarakat sama
dengan masarakat. Sekarang keberadaan ketiga fonem tersebut dianggap
otonom. Dalam bidang morfologi keberadaan alomorf menge- yang dulu
diharamkan, kini dianggap otonom.
11) Bahasa Itu Bervariasi
Bahasa digunakan oleh masyarakat bahasa, yaitu sekelompok orang
yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Dalam variasi bahasa ini
ada tiga istilah yang dikemukakan, yaitu: idiolek, dialek, dan ragam.
Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perorangan. Dialek
adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota
masyarakat pada suatu tempa atau waktu. Sementara itu, ragam adalah
variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keaadaan, atau untuk
keperluan tertentu.
12) Bahasa Itu Manusiawi
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, ciri-ciri bahasa
adalah bahasa sebagai lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia, bersifat arbitrer, bermakna dan produktif. Maka, dapat dikatakan
bahwa binatang tidak mempunyai bahasa. Sebuah kenyataan meskipun
binatang dapat berkomunikasi dengan manusia atau sesama, tetapi alat
komunikasinya tidaklah sama dengan manusia. Alat komunikasinya
terbatas. Walaupun ada binatang yang dapat berkomunikasi dengan
manusia, semua itu karena latihan yang diberikan terus-menerus. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa alat komunikasi manusia yang
namanya bahasa adalah bersifat kemanusiaan.
c. Klasisfikasi Bahasa
Klasifikasi dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ada pada
setiap bahasa. Bahasa yang mempunyai kesamaan ciri dimasukkan dalam
satu kelompok. Menurut Greenberg (1957: 66) suatu klasifikasi yang baik
harus memenuhi persyaratan nonarbitrer, ekhaustik, dan unik. Nonarbitrer
maksudnya bahwa kriteria klasifikasi hanya harus ada satu kriteria, maka

9
hasilnya akan ekhaustik. Artinya, setelah klasifikasi dilakukan tidak ada
lagi sisanya, semua bahasa yang ada dapat masuk ke dalam salah satu
kelompok. Hasil klasifikasi juga harus bersifat unik, maksudnya kalau
suatu bahasa sudah masuk ke dalam salah satu kelompok, dia tidak bisa
masuk lagi dalam kelompok yang lain, kalau masuk ke dalam dua
kelompok atau lebih berarti hasil klasifikasi itu tidak unik.
Pada bagian ini akan dibahas empat klasifikasi bahasa, yaitu: (1)
klasifikasi genetis, (2) klasifikasi tipologis, (3) klasifikasi areal, dan (4)
klasifikasi sosiolinguistik.
1) Klasifikasi Genetis
Klasifikasi genetis disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan
berdasarkan garis keturunan bahasa- bahasa itu. Artinya, suatu bahasa
berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua. Menurut teori
klasifikasi genetis ini, suatu bahasa pro ( bahasa tua, bahasa semula)
akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau lebih. Lalu, bahasa
pecahan ini akan menurunkan pula bahasa- bahasa lain. Kemudian
bahasa- bahasa lain itu akan menurunkan lagi bahasa- bahasa pecahan
berikutnya.
Klasifikasi genetis dilakukan berdasarkan kriteria bunyi dan arti
yaitu atas kesamaan bentuk (bunyi) dan makna yang dikandungnya.
Bahasa- bahasa yang memiliki sejumlah kesamaan seperti itu dianggap
berasal dari bahasa asal atau bahasa proto yang sama. Apa yang
dilakukan dalam klasifikasi genetis ini sebenarnya sama dengan teknik
yang dilakukan dalam linguistik historis komparatif, yaitu adanya
korespondensi bentuk (bunyi) dan makna. Oleh karena itu, klasifikasi
genetis bisa dikatakan merupakan hasil pekerjaan linguistik historis
komparatif. Klasifikasi genetis juga menunjukkan bahwa
perkembangan bahasa- bahasa di dunia ini bersifat divergensif, yakni
memecah dan menyebar menjadi banyak, tetapi pada masa mendatang
karena situasi politik dan perkembangan teknologi komunikasi yang
semakin canggih, perkembangan yang konvergensif tampaknya akan
lebih mungkin dapat terjadi.

10
2) Klasifikasi Tipologis
Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau
tipe- tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa. Tipe ini merupakan
unsur tertentu yang dapat timbul berulang- ulang dalam suatu bahasa.
Klasifikasi tipologi ini dapat dilakukan pada semua tataran bahasa.
Maka hasil klasifikasinya dapat bermacam- macam, akibatnya menjadi
bersifat arbitrer karena tidak terikat oleh tipe tertentu.
Klasifikasi pada tataran morfologi yang telah dilakukan pada
abad XIX secara garis besar dapat dibagi tiga kelompok, yaitu:
(a) Kelompok pertama adalah yang semata- mata menggunakan
bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi. ( klasifikasi morfologi
oleh Fredrich Von Schlegel)
(b) Kelompok kedua adalah yang menggunakan akar kata sebagai
dasar klasifikasi ( oleh Franz Bopp).
(c) Kelompok ketiga adalah yang menggunakan bentuk sintaksis
sebagai dasar klasifikasi, pakarnya antara lain H. Steinthal. Pada
abad XX ada juga pakar klasifikasi morfologi dengan prinsip
yang berbeda, misalnya yang dibuat Sapir (1921) dan J.
Greenberg (1954).
3) Klasifikasi Areal
Klasifikasi areal dilakukan berdasarkan adanya hubungan
timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam
suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu
berkerabat secara genetik atau tidak. Klasifikasi ini bersifat arbitrer
karena dalam kontak sejarah bahasa- bahasa itu memberikan pengaruh
timbal balik dalam hal- hal tertentu yang terbatas. Klasifikasi inipun
bersifat non ekhaustik, sebab masih banyak bahasa- bahasa di dunia
ini yang masih bersifat tertutup dalam arti belum menerima unsur-
unsur luar. Selain itu, klasifikasi inipun bersifat non unik, sebab ada
kemungkinan sebuah bahasa dapat masuk dalam kelompok tertentu
dan dapat pula masuk ke dalam kelompok lainnya lagi. Usaha
klasifikasi ini pernah dilakukan oleh Wilhelm Schmidt (1868- 1954)

11
dalam bukunya Die Sprachfamilien und Sprachenkreise der Ende,
yang dilampiri dengan peta.
4) Klasifikasi Sosiolinguistik
Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan
antara bahasa dengan faktor- faktor yang berlaku dalam masyarakat,
tepatnya berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan
masyarakat terhadap bahasa itu. Klasifikasi sosiolinguistik ini pernah
dilakukan oleh William A. Stuart tahun 1962 yang dapat kita baca
dalam artikelnya “ An Outline of Linguistic Typology for Describing
Multilingualism”. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan empat ciri
atau kriteria, yaitu :
(a) historisitas berkenaan dengan sejarah perkembangan bahasa atau
sejarah pemakaian bahasa itu,
(b) standardisasi berkenaan dengan statusnya sebagai bahasa baku
atau tidak baku atau statusnya dalam pemakaian formal atau tidak
formal,
(c) vitalitas berkenaan dengan apakah bahasa itu mempunyai penutur
yang menggunakannya dalam kegiatan sehari- hari secara aktif
atau tidak,
(d) homogenesitas berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa
dari bahasa itu diturunkan
Dengan menggunakan keempat ciri di atas, hasil klasifikasi
bisa menjadi ekshaustik sebab semua bahasa yang ada di dunia dapat
dimasukkan ke dalam kelompok- kelompok tertentu. Tetapi hasil ini
tidak unik sebab sebuah bahasa bisa mempunyai status yang

2. Dialek

12
3. Variasi Bahasa
Salah satu yang paling menonjol dalam kajian linguistik tentang variasi
bahasa adalah masyarakat kelas sosial. Mempelajari variasi bahasa merupakan hal
yang sangat penting dalam berbahasa. Menurut Chaer (2004:62) variasi bahasa
adalah keragaman bahasa yang disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial
yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan
dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Sedangkan menurut Allan
Bell (dalam Coupland dan Adam ,1997:240) variasi bahasa adalah salah satu
aspek yang paling menarik dalam sosiolinguistik. Prinsip dasar dari variasi bahasa
ini adalah penutur tidak selalu berbicara dalam cara yang sama untuk semua
peristiwa atau kejadian. Ini berarti penutur memiliki alternatif atau piilihan
berbicara dengan cara yang berbeda dalam situasi yang berbeda. Cara berbicara
yang berbeda ini dapat menimbulkan maksa sosial yang berbeda pula.
Dapat disimpulkan bahwa variasi bahasa adalah sejenis ragam bahasa
yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan
kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Wardhaugh
(2015:141) membagi variasi bahasa menjadi dua, yaitu regional variation atau
variasi regional dan social variation atau variasi sosial.
a. Regional Variation (Variasi Regional)
Regional variation atau variasi regional memiliki aspek dialek
regional. Wardhaugh (2015:142) mendefinisikan dialek sebagai variasi
dari bahasa yang berhubungan dengan kelompok penutur tertentu dan
saling dapat dimengerti dengan variasi-variasi yang lain. Dialek regional
ini ditentukan berdasarkan tempat atau daerah geografis dari penuturnya.
Untuk dapat membedakan dialek regional dari suatu tempat dengan tempat
yang lain dapat dipertimbangkan dari fonologi, unsur gramatikal, dan
kosa-katanya. Dalam fonologi, linguis telah menginvestigasi masalah
tersebut sebagai infentarisasi vokal dan konsonan dari daerah tertentu dan

13
nilai fonetik dari perbedaan fonemik yang ada (Wardhaugh, 2015:142-
143).
b. Social Variation (Variasi Sosial)
Social variation atau variasi sosial memiliki aspek dialek sosial
(Wardhaugh, 2015:152). Dialek sosial didasarkan pada perbedaan jenis
kelamin, umur, status sosial ekonomi, mobilitas sosial, norma kelompok
dan lain-lain. Menurut Wardhaugh, orang tua berbicara secara berbeda
dengan orang yang masih muda. Terdapat pola untuk berkomunikasi
antara dan dengan generasi: orang yang lebih tua kepada orang yang lebih
muda, orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, ayah kepada
anaknya, anak kepada ayahnya, dan sebagainya. Berdasarkan jenis
kelamin, Wardhaugh menyebutkan bahwa bahasa yang digunakan laki-laki
dan perempuan berbeda. Laki-laki biasanya tidak menggunakan ekspresi
dan perempuan cenderung tidak menggunakan kata-kata yang senonoh
seperti yang sering digunakan laki-laki. Sedangkan menurut pekerjaannya
Wardhaugh mengungkapkan bahwa pekerjaan seseorang membuat
bahasanya menjadi beragam, terutama dalam menggunakannya ia
menggunakan istilah-istilah teknik, yang disebut dengan jargon. Tentara,
dokter gigi, montir, dan lain-lain memiliki kosa-kata yang spesial.

Berbeda dengan pendapat Wardaugh, Chaer (2004:62) mengatakan bahwa


variasi bahasa itu pertama-tama kita bedakan berdasarkan dari (a) variasi bahasa
segi penutur, (b) variasi bahasa dari segi pemakainya, (c) variasi bahasa dari segi
keformalan, dan (d) variasi bahasa dari segi saran. Adapun penjelasan variasi
bahasa tersebut adalah sebagai berikut ini.

a. Variasi Bahasa dari Segi Penutur


1) Variasi bahasa idiolek
Variasi bahasa idiolek adalah variasi bahasa yang bersifat perorangan.
Menurut konsep idiolek setiap orang mempunyai variasi bahasa atau
idioleknya masing-masing.
2) Variasi bahasa dialek

14
Variasi bahasa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur
yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau
area tertentu. Umpamanya, bahasa Jawa dialek Bayumas, Pekalongan,
Surabaya, dan lain sebagainya.
3) Variasi bahasa kronolek atau dialek temporal
Variasi bahasa kronolek atau dialek temporal adalah variasi bahasa
yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu. Misalnya,
variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi bahasa
pada tahun lima puluhan, dan variasi bahasa pada masa kini.
4) Variasi bahasa sosiolek
Variasi bahasa sosiolek adalah variasi bahasa yang berkenaan dengan
status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa ini
menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia,
pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial
ekonomi, dan lain sebagainya.
5) Variasi bahasa berdasarkan usia
Variasi bahasa berdasarkan usia yaitu variasi bahasa yang digunakan
berdasarkan tingkat usia. Misalnya variasi bahasa anak-anak akan
berbeda dengan variasi remaja atau orang dewasa.
6) Variasi bahasa berdasarkan pendidikan
Variasi bahasa berdasarkan pendidikan adalah variasi bahasa yang
terkait dengan tingkat pendidikan si pengguna bahasa. Misalnya, orang
yang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar akan berbeda variasi
bahasanya dengan orang yang lulus sekolah tingkal atas. Demikian
pula, orang lulus pada tingkat sekolah menengah atas akan berbeda
penggunaan variasi bahasanya dengan mahasiswa atau para sarjana.
7) Variasi bahasa berdasarkan seks
Variasi bahasa berdasarkan seks adalah variasi bahasa yang terkait
dengan jenis kelamin dalam hal ini pria atau wanita. Misalnya, variasi
bahasa yang digunakan oleh ibu-ibu akan berbeda dengan varisi bahasa
yang digunakan oleh bapak-bapak.

15
8) Variasi bahasa berdasarkan profesi, pekerjaan, atau tugas para penutur
Variasi bahasa berdasarkan profesi adalah variasi bahasa yang terkait
dengan jenis profesi, pekerjaan dan tugas para penguna bahasa
tersebut. Misalnya, variasi yang digunakan oleh para buruh, guru,
mubalik, dokter, dan lain sebagninya tentu mempunyai perbedaan
variasi bahasa.
9) Variasi bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan
Variasi bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan adalah variasi yang
terkait dengan tingkat dan kedudukan penutur (kebangsawanan atau
raja-raja) dalam masyarakatnya. Misalnya, adanya perbedaan variasi
bahasa yang digunakan oleh raja (keturunan raja) dengan masyarakat
biasa dalam bidang kosa kata, seperti kata mati digunakan untuk
masyarakat biasa, sedangkan para raja menggunakan kata mangkat.
10) Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur
Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur adalah
variasi bahasa yang mempunyai kemiripan dengan variasi bahasa
berdasarkan tingkat kebangsawanan hanya saja tingkat ekonomi bukan
mutlak sebagai warisan sebagaimana halnya dengan tingkat
kebangsawanan. Misalnya, seseorang yang mempunyai tingkat
ekonomi yang tinggi akan mempunyai variasi bahasa yang berbeda
dengan orang yang mempunyai tingkat ekonomi lemah.

Berkaitan dengan variasi bahasa berdasarkan tingkat golongan, status dan


kelas sosial para penuturnya dikenal adanya variasi bahasa 1) akrolek, 2) basilek,
3) vulgar, 4) slang, 5) kulokial, 6) jargon, 7) argot, dan 8) ken. Adapun penjelasan
tentang variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut ini.

1) Akrolek
Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih
bergengsi darivariasi sosial lainya.
2) Basilek
Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau
bahkan dipandang rendah.

16
3) Vulgar
Vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pada pemakai
bahasa yang kurang terpelajar atau dari kalangan yang tidak
berpendidikan.
4) Slang
Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia.
5) Kolokial
Kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan
sehari-hari yang cenderung menyingkat kata karena bukan merupakan
bahasa tulis. Misalnya dok (dokter), prof (profesor), let (letnan), nda
(tidak), dll.
6) Jargon
Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh
kelompok sosial tertentu. Misalnya, para montir dengan istilah roda
gila, didongkrak, dll.
7) Argot
Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh
profesi tertentu dan bersifat rahasia. Misalnya, bahasa para pencuri
dan tukang copet kaca mata artinya polisi.
8) Ken
Ken adalah variasi sosial yang bernada memelas, dibuat merengek-
rengek penuh dengan kepura-puraan. Misalnya, variasi bahasa para
pengemis.
b. Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau fungsinya
disebut fungsiolek atau register adalah variasi bahasa yang menyangkut
bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya bidang
jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan, pendidikan, dan sebagainya.
Variasi bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tanpak cirinya adalah
dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan biasanya mempunyai kosakata
khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain. Misalnya, bahasa dalam
karya sastra biasanya menekan penggunaan kata dari segi estetis sehingga

17
dipilih dan digunakanlah kosakata yang tepat. Ragam bahasa jurnalistik
juga mempunyai ciri tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan
ringkas. Sederhana karena harus dipahami dengan mudah; komunikatif
karena jurnalis harus menyampaikan berita secara tepat; dan ringkas
karena keterbatasasan ruang (dalam media cetak), dan keterbatasan waktu
(dalam media elektronik). Intinya ragam bahasa yang dimaksud di atas,
adalah ragam bahasa yang menunjukan perbedaan ditinjau dari segi siapa
yang menggunakan bahasa tersebut.
c. Variasi Bahasa dari Segi Keformalan
Variasi bahasa berdasarkan tingkat keformalannya, Chaer
(2004:700) membagi variasi bahasa dari segi keformalannya atas lima
macam gaya, yaitu:
1) Gaya atau ragam beku (frozen)
Gaya atau ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang
digunakan pada situasi-situasi hikmat, misalnya dalam upacara
kenegaraan, khotbah, dan sebagainya.
2) Gaya atau ragam resmi (formal)
Gaya atau ragam resmi adalah variasi bahasa yang biasa digunakan
pada pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat, dan lain
sebagainya.
3) Gaya atau ragam usaha (konsultatif)
Gaya atau ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa
yang lazim dalam pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, atau
pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi.
4) Gaya atau ragam santai (casual)
Gaya bahasa ragam santai adalah ragam bahasa yang digunakan dalam
situasi yang tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga
atau teman karib pada waktu istirahat dan sebagainya.
5) Gaya atau ragam akrab (intimate)
Gaya atau ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan leh
para penutur yang hubungannya sudah akrab. Variasi bahasa ini
biasanya pendek-pendek dan tidak jelas.

18
d. Variasi Bahasa dari Segi Sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang
digunakan. Misalnya, telepon, telegraf, dan radio yang menunjukan
adanya perbedaan dari variasi bahasa yang digunakan. salah satunya
adalah ragam atau variasi bahasa lisan dan bahasa tulis yang pada
kenyataannya menunjukan struktur yang tidak sama.

KEPUSTAKAAN
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan
Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2017. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka.
Keraf, Gorys. 1994. Komposisi. Flores: Penerbit Nusa Indah.
Saleh, Huriyah. 2017. Bahasa dan Gender: Dalam Keragaman
Pemahaman. Cirebon: Eduvision.

19
Wardhough, Ronald. 2015. An Introduction to Sociolinguistics (Seventh
Edition). USA: Blackwell Publisher Ltd.

20

Anda mungkin juga menyukai