Anda di halaman 1dari 2

BAHASAKU DI ERA GLOBAL

Akhmad Nurhudah
Email: jokerhuda@yahoo.co.id

Tiap invidu jika tidak suatu interaksi dan komunikasi antara satu dengan yang lain maka di dunia
terasa hampa. Bahasa merupakan salah alat berinteraksi sosial sesama manusia. Tidak hanya itu, Bahasa
juga menjadi suatu ciri khas negara Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional republik Indonesia dan
sebagai bahasa persatuan.Resminya Bahasa Indonesia tentu semua itu tidak pernah lepas dari sejarah
yang dicetak pemuda Indonesia pada saat itu.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan. Bahasa ini lahir untuk mempersatukan bangsa
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, ras, dan agama. Bangsa Indonesia sejak
Sumpah Pemuda 1928 berikrar mengakui dan menjunjung tinggi bahasa persatuan ini. Tiap orang yang
berasal dari daerah yang berbeda-beda dapat saling memahami satu sama lain, karena mereka
berkomunikasi menggunakan satu bahasa. Bayangkan jika bahasa Indonesia tidak ada? Mereka sudah
pasti akan menggunakan bahasa daerah masing-masing. Bahasa Indonesia selain sebagai pemersatu, juga
sebagai salah satu produk budaya Indonesia, karena bahasa Indonesia merupakan identitas bangsa di
kancah internasional.
Sementara itu, tantangan muncul ketika bahasa Indonesia dihadapkan pada era globalisasi, baik
faktor internal maupun eksternal ikut andil dalam memengaruhi eksistensi bahasa resmi ini, Pengajaran
bahasa Indonesia sejak dini perlu penataan lebih serius. Apalagi dengan adanya “gempuran” dari bahasa
asing yang seolah “menjajah” bahasa tercinta ini. Ketika proses pembelajaran dalam kelas, bahasa
Indonesia dinilai oleh sebagian siswa merupakan bahasa yang menjenuhkan, kuno, dan tidak menarik.
Sedangkan, bahasa asing seperti bahasa Inggris, Perancis, Arab, maupun Korea banyak disenangi
generasi muda baik itu karena tuntutan zaman maupun hanya mencari kesenangan. Bahkan ada banyak
pula yang mempertanyakan alasan mengapa bahasa Indonesia perlu dipelajari? Pernah dalam suatu kelas,
salah seorang siswa mempertanyakan mengapa kita harus belajar bahasa Indonesia? Pertanyaan yang
mendasar ini perlu dijawab secara komprehensif kepada siswa agar tidak muncul keraguan lagi.
Penting atau tidaknya bahasa Indonesia
Suatu bahasa dapat dikatakan penting dan atau tidak penting dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu
jumlah penutur, luas daerah peyebarannya, dan terpakainya bahasa itu dalam sarana ilmu, sastra, dan
budaya. Pertama, dipandang dari jumlah penuturnya, karateristik masyarakat kita memiliki dua bahasa,
yaitu bahasa daerah (bahasa ibu) dan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai kedua
bagi sebagian besar warga Indonesia. Sebelumnya, penutur lebih dulu mengenal bahasa daerah masing-
masing, sedangkan bahasa Indonesia baru dikenal ketika sampai pada usia sekolah (dari mulai taman
kanak-kanak). Kedua, dipandang dari luas penyebarannya. Penyebaran suatu bahasa tentu tidak lepas dari
jumlah penutur. Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa tersebar luas mulai dari Sabang
sampai Merauke. Selain itu juga patut dilihat dari penyebaran bahasa Indonesia pada universitas-
universitas yang membuka Jurusan Bahasa Indonesia.Ketiga, dipandang dari dipakainya sebagai sarana
ilmu, sastra, dan budaya. Setelah mengetahui jumlah dan penyebaran bahasa Indonesia, maka penggunaan
bahasa Indonesia sebagai sarana ilmu, sastra, dan budaya pun akan mengikuti. Bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar untuk menyampaikan berbagai jenis ilmu, kemudian bahasa Indonesia juga digunakan
sebagai sarana untuk bersastra, baik itu sastra lisan maupun tulis. Yang terakhir, bahasa Indonesia dipakai
pula dalam berkomunikasi, bernyanyi, berdiskusi, dan sebagainya. Ketiga hal tersebut telah dijalankan
bahasa Indonesia dengan sangat baik. Hal ini menandakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang
penting.
Anomali amanat konstitusi
Sehari setelah proklamasi kemeredekaan tanggal 17 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, disahkan konsep yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta, menjadi UUD
1945, yang didalamnya terdapat pasal 36 tentang kedudukan bahasa Indonesia ditetapkan: Bahasa Negara
ialah Bahasa Indonesia setelah dilakukan beberapa perubahan dan pencoretan. Diperkuat lagi dengan UU
nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pada pasal
25 ayat 1 berbunyi: Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara  dalam  Pasal  36.
Menyaksikan pidato resmi presiden kita selama ini entah yang disiarkan langsung oleh televisi
nasional maupun swasta misalnya dalam acara pembukaan APEC beberapa tahun lalu, ini meninggalkan
sebuah tanda tanya. Bukan membicarakan isi dan hasil dari acara APEC di Bali tersebut, melainkan
pidato presiden yang menggunakan bahasa Inggris.  Apakah karena presiden berada di tengah-tengah
orang asing, maka dia menggunakan bahasa asing pula? Bukankah kita sebagai tuan rumah selayaknya
menggunakan bahasa Indonesia demi menunjukkan semangat nasionalisme. Hal yang aneh juga muncul
dari Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin. Dia mewacanakan akan menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar dalam rapat. Ia mengatakan bahwa rapat dalam bahasa Inggris bukan mau “sok-
sokan” tapi tuntutan era globalisasi. Sangat disayangkan melihat kedua pemimpin tersebut dalam
memberikan pembelajaran kepada rakyatnya agar menaati segala perundangan yang berlaku.
Intervensi bahasa asing
Tentu, bahasa Indonesia tidak pernah lepas dari pengaruh bahasa asing, apalagi dalam era
globalisasi seperti sekarang ini. Hampir tidak ada jarak antara negara satu dan negara lain dalam
memberikan pengaruhnya. Sejarah panjang bahasa Indonesia mencatat bahwa Sumpah Pemuda
pada 1928 menggambarkan cita-cita para pendahulu kita menginginkan cinta pada tanah air,
termasuk didalamnya cinta pada bahasa Indonesia. Namun sayang, seolah kita dibuat tidak
berdaya menghadapi gempuran bahasa asing yang masuk sehingga sebagian kalangan suka
beringgris-inggris ria meminjam istilah Ajip Rosidi dalam berkomunikasi.
Kata “sorry”, “afwan”, “cancel”, “follow up” merupakan kata yang tidak asing di telinga
kita. Ini merupakan gejala lunturnya semangat berbahasa Indonesia, seakan-akan bahasa
Indonesia tidak cukup mampu menyampaikan perasaan dan pikirannya. Kalau gejala seperti ini
semakin hari semakin menjadi-jadi, maka bahasa Indonesia akan tidak dihargai lagi, baik dari
segi leksikon maupun gramatikalnya.
Melihat fakta-fakta yang ada tersebut sangatlah tidak bijak jika kita pemilik sah bahasa
nasional tidak memerdulikan bahasa yang kita banggakan ini. Mari kita terus membudayakan
pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kobarkan terus semangat membanggakan
bahasa persatuan bahasa Indonesia. Bukankah “bahasa jati diri suatu bangsa”. Selamat berbulan
bahasa yaitu “Bahasa Indonesia”.
Guru Smanggar

Anda mungkin juga menyukai