Anda di halaman 1dari 2

MERDEKA BELAJAR DENGAN PEMBELAJARAN

BERDIFERENSIASI
OLEH
AKHMAD NURHUDAH

Istilah merdeka belajar sampai saat ini masih sering dibicarakan.


Banyak memberikan respon merdeka belajara itu “bebas” dalam belajar apapun. Ada
juga yang merespon “belajar semaunya”. Anggapan itu tidaklah keliru tapi yang menjadi
persoalan adalah esensi dasar dari kata merdeka. Jika ditarik dari pemikiran Ki Hajar
Dewantara yang dimaksud merdeka belajar adalah memberikan ruang gerak peserta
didik untuk melakukan ekspresi diri. Salah untuk menyalurkan itu tidak lain
“pembelajaran berdiferensiiasi”.
Apa yang ada dalam benak kita ketika mendengar kata “berdiferensiasi?”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “diferensiasi” berarti “pembedaan.” Dari
sini, dapat disimpulkan bahwa “berdiferensiasi” artinya beragam, berbeda, bervariasi,
atau setidaknya tidak sama. Perlu disadari bahwa perbedaan memang selalu ada
dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, begitu indanya ketika kita mampu mengakui
keberagaman dan berusaha untuk memberikan yang terbaik sesuai dengan
keberagaman setiap individu itu. Tentu perlu usaha lebih dan sabar untuk
melaksanakannya.
Bagaimana dengan konsep pembelajaran berdiferensiasi? Berdasar dari diifinisi
kata “berdiferensiasi,” pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan adanya perlakuan
yang berbeda. Perbedaan perlakuan ini bisa dilakukan dalam perencanaan, proses,
konten, maupun penugasan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran
berdiferensiasi memang tujuan utamanya memfasilitasi minat peserta didik sesuai
dengan gaya belajarnya. Pembelajaran berdiferensiasi ini dapat dilakukan melalui tatap
muka maupun tatap maya. Memang berat, perlu tenaga, pikiran dan waktu lebih dari
seorang Guru yang hebat untuk mendesain pembelajaran berdiferensiasi. Namun,
serumit apapun praktik pembelajaran berdiferensiasi seharusnya dilakukan. Dan, ini
yang bisa melakukan adalah guru yang benar-benar hebat.Menjadi pertanyaan adakah
yang berani?
Kali ini penulis, yang juga mantan seorang guru Bahasa Indonesia di SMAN
Pesanggaran akan berbagai praktik pembelajaran berdiferensiiasi dalam pembelajaran
daring. Misalnya tema menulis cerita. Dengan pembelajaran daring kita mungkin lupa
bahwa minat dan kemampuan awal perserta didik tidak sama. Dengan perbedaan ini
kita seharusnya juga membedakan perlakukan dalam perencanaan, proses
pembelajaran, isi materi maupun penugasannya. Miskipun tidak harus membedakan
semua unsur secara bersamaan, setidaknya satu perlakukan berbeda pun sudah perlu
diapresiasi. Pertanyaannya, bagaimana cara mengetahui minat peserta didik padahal
kita belum maksimal pembelajaran tatap muka secara langsung?
Sebelum dimulai pembelajaran, kita dapat melakukan polling sederhana untuk
menentukan minat dan gaya belajar peserta didik yang kemudian dijadikan dasar dalam
keberagaman pembelajaran. Sebagai contoh, ketika mengajarkan materi cerita singkat,
penulis mencoba menyajikan kuesioner yang meminta peserta didik untuk memilih
penyajian cerita singkat yang mereka suka. Cerita singkat itu berupa gambar, audio
dan PPT interaktif. Kegiatan ini untuk memetakan minat dan gaya belajar peserta didik.
Dari hasil kuesioner tersebut, dapat ditarik data awal bahwa jika anak memilih gambar,
mereka memiliki gaya belajar visual, memilih audio untuk gaya belajar auditori serta
memilih PPT interaktif untuk gaya belajar kinestetik. Penulis sangat menyadari bahwa
data ini masih belum akurat. Namun, proses pembedaan di awal pembelajaran ini
setidaknya merupakan langkah awal dalam pembelajaran berdiferensiasi.
Kegiatan selanjutnya adalah menyusun RPP berdiferensiasi. Dalam RPP yang
bertujuan untuk menyampaikan pesan tersirat dalam cerita singkat  itu tertera adanya
pembedaan penyajian materi dan penugasan siswa. Siswa yang sudah terbedakan
gaya belajarnya kemudian dimasukkan dalam meeting room yang berbeda pula sesuai
gaya belajarnya. Saat pembelajaran dengan menggunakan aplikasi breakout
room. Setelah itu, guru menyajikan materi berupa gambar, audio dan PPT interaktif
melalui kunjung ruang. Dengan metode ini, membuat peserta didik antusias mengikuti
pembelajaran daring.
Diakhir pembelajaran, guru memberikan penugasan berupa proyek yang tentu
saja sesuai dengan minat peserta didik. Guru memberikan penugasan peserta didik
untuk menyampaikan pesan tersirat dari salah satu contoh cerita singkat yang telah
dipelajari bersama dalam bentuk poster, rekaman suara ataupun PPT interaktif. Tugas
ini diselesaikan secara berkelompok dengan tujuan untuk menumbuhkan kemampuan
peserta didik dalam berkolaborasi serta mewakili minat dan gaya belajar mereka.
Dalam proses kolaborasi, peserta didik akan saling berbagi peran dalam menyelesaikan
tugas serta berbagi kemampuan cara membuat poster, mengedit audio atau membuat
PPT interaktif. Secara tidak langsung, peserta didik juga terbekali dengan kecakapan
abad 21: communication, collaboration, critical thinking, creativity, computational
thinking, compassion.
Dari uraian singkat itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi
memberikan peluang peserta didik untuk mengekspresiakan apa yang ada dalam
benak mereka. Dan, ini salah satu kita memerdekakan peserta didik dalam belajar.
Memang, pembelajaran berdiferensiasi terlihat melelahkan. Namun, begitulah
seharusnya kita melayani peserta didik terutama dalam mengakomodir minat dan gaya
belajar mereka. Harapannya, meskipun tidak setiap hari menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi, setidaknya kita telah mencoba menerapkannya dalam pembelajaran.
Semoga kita mampu menerapkan pemberlajaran berdiferensiasi secara baik.
@pengawas cabdin

Anda mungkin juga menyukai