Istilah merdeka belajar sampai saat ini masih sering dibicarakan.
Banyak memberikan respon merdeka belajara itu “bebas” dalam belajar apapun. Ada juga yang merespon “belajar semaunya”. Anggapan itu tidaklah keliru tapi yang menjadi persoalan adalah esensi dasar dari kata merdeka. Jika ditarik dari pemikiran Ki Hajar Dewantara yang dimaksud merdeka belajar adalah memberikan ruang gerak peserta didik untuk melakukan ekspresi diri. Salah untuk menyalurkan itu tidak lain “pembelajaran berdiferensiiasi”. Apa yang ada dalam benak kita ketika mendengar kata “berdiferensiasi?” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “diferensiasi” berarti “pembedaan.” Dari sini, dapat disimpulkan bahwa “berdiferensiasi” artinya beragam, berbeda, bervariasi, atau setidaknya tidak sama. Perlu disadari bahwa perbedaan memang selalu ada dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, begitu indanya ketika kita mampu mengakui keberagaman dan berusaha untuk memberikan yang terbaik sesuai dengan keberagaman setiap individu itu. Tentu perlu usaha lebih dan sabar untuk melaksanakannya. Bagaimana dengan konsep pembelajaran berdiferensiasi? Berdasar dari diifinisi kata “berdiferensiasi,” pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan adanya perlakuan yang berbeda. Perbedaan perlakuan ini bisa dilakukan dalam perencanaan, proses, konten, maupun penugasan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi memang tujuan utamanya memfasilitasi minat peserta didik sesuai dengan gaya belajarnya. Pembelajaran berdiferensiasi ini dapat dilakukan melalui tatap muka maupun tatap maya. Memang berat, perlu tenaga, pikiran dan waktu lebih dari seorang Guru yang hebat untuk mendesain pembelajaran berdiferensiasi. Namun, serumit apapun praktik pembelajaran berdiferensiasi seharusnya dilakukan. Dan, ini yang bisa melakukan adalah guru yang benar-benar hebat.Menjadi pertanyaan adakah yang berani? Kali ini penulis, yang juga mantan seorang guru Bahasa Indonesia di SMAN Pesanggaran akan berbagai praktik pembelajaran berdiferensiiasi dalam pembelajaran daring. Misalnya tema menulis cerita. Dengan pembelajaran daring kita mungkin lupa bahwa minat dan kemampuan awal perserta didik tidak sama. Dengan perbedaan ini kita seharusnya juga membedakan perlakukan dalam perencanaan, proses pembelajaran, isi materi maupun penugasannya. Miskipun tidak harus membedakan semua unsur secara bersamaan, setidaknya satu perlakukan berbeda pun sudah perlu diapresiasi. Pertanyaannya, bagaimana cara mengetahui minat peserta didik padahal kita belum maksimal pembelajaran tatap muka secara langsung? Sebelum dimulai pembelajaran, kita dapat melakukan polling sederhana untuk menentukan minat dan gaya belajar peserta didik yang kemudian dijadikan dasar dalam keberagaman pembelajaran. Sebagai contoh, ketika mengajarkan materi cerita singkat, penulis mencoba menyajikan kuesioner yang meminta peserta didik untuk memilih penyajian cerita singkat yang mereka suka. Cerita singkat itu berupa gambar, audio dan PPT interaktif. Kegiatan ini untuk memetakan minat dan gaya belajar peserta didik. Dari hasil kuesioner tersebut, dapat ditarik data awal bahwa jika anak memilih gambar, mereka memiliki gaya belajar visual, memilih audio untuk gaya belajar auditori serta memilih PPT interaktif untuk gaya belajar kinestetik. Penulis sangat menyadari bahwa data ini masih belum akurat. Namun, proses pembedaan di awal pembelajaran ini setidaknya merupakan langkah awal dalam pembelajaran berdiferensiasi. Kegiatan selanjutnya adalah menyusun RPP berdiferensiasi. Dalam RPP yang bertujuan untuk menyampaikan pesan tersirat dalam cerita singkat itu tertera adanya pembedaan penyajian materi dan penugasan siswa. Siswa yang sudah terbedakan gaya belajarnya kemudian dimasukkan dalam meeting room yang berbeda pula sesuai gaya belajarnya. Saat pembelajaran dengan menggunakan aplikasi breakout room. Setelah itu, guru menyajikan materi berupa gambar, audio dan PPT interaktif melalui kunjung ruang. Dengan metode ini, membuat peserta didik antusias mengikuti pembelajaran daring. Diakhir pembelajaran, guru memberikan penugasan berupa proyek yang tentu saja sesuai dengan minat peserta didik. Guru memberikan penugasan peserta didik untuk menyampaikan pesan tersirat dari salah satu contoh cerita singkat yang telah dipelajari bersama dalam bentuk poster, rekaman suara ataupun PPT interaktif. Tugas ini diselesaikan secara berkelompok dengan tujuan untuk menumbuhkan kemampuan peserta didik dalam berkolaborasi serta mewakili minat dan gaya belajar mereka. Dalam proses kolaborasi, peserta didik akan saling berbagi peran dalam menyelesaikan tugas serta berbagi kemampuan cara membuat poster, mengedit audio atau membuat PPT interaktif. Secara tidak langsung, peserta didik juga terbekali dengan kecakapan abad 21: communication, collaboration, critical thinking, creativity, computational thinking, compassion. Dari uraian singkat itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi memberikan peluang peserta didik untuk mengekspresiakan apa yang ada dalam benak mereka. Dan, ini salah satu kita memerdekakan peserta didik dalam belajar. Memang, pembelajaran berdiferensiasi terlihat melelahkan. Namun, begitulah seharusnya kita melayani peserta didik terutama dalam mengakomodir minat dan gaya belajar mereka. Harapannya, meskipun tidak setiap hari menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, setidaknya kita telah mencoba menerapkannya dalam pembelajaran. Semoga kita mampu menerapkan pemberlajaran berdiferensiasi secara baik. @pengawas cabdin